24
sebagaimana keterangan Qaidah Fiqhiyah yang berbunyi: “Keterpaksaan dapat
memperbolehkan memperoleh hal yang dilarang”.
14
B. Alat-alat Kontrasepsi sebagai sarana Pelaksanaan Keluarga Berencana
Perencanaan keluarga berencana merujuk kepada penggunaan metode-metode kontrasepsi oleh suami istri atas persetujuan bersama diantara mereka, untuk
mengatur kesuburan mereka dengan tujuan untuk menghindari kesulitan kesehatan, kemasyarakatan, dan ekonomi, dan untuk memungkinkan mereka memikul tanggung
jawab terhadap anak-anaknya dan masyarakat. Ini meliputi hal-hal sebagai berikut: a
Menjarangkan anak untuk memungkinkan penyusuan dan penjagaan kesehatan Ibu dan anak;
b Pengaturan masa hamil agar terjadi pada waktu yang aman;
c Mengatur jumlah anak, bukan saja untuk keperluan keluarga melainkan juga
untuk kemampuan fisik, financial, pendidikan, dan pemeliharaan anak. Menurut aturannya, pilihan semacam itu harus merupakan sukarela tanpa
paksaan hukum yang menetapkan jumlah anak perkeluarga.
15
Dewasa ini, untuk keperluan yang dirasakan mendesak, banyak pelaksanaan Keluarga Berencana yang efektif. Menurut istilah fikih semuanya dapat dianalogikan
dikiaskan kepada dua cara yang pernah dilakukan pada zaman Rasulullah SAW,
14
Abdul Wahab Khalaf, Kaedah-kaedah Hukum Islam, Bandung : Rajawali, 1983, jilid II, hal. 143.
15
Abd. Al- Rahim „Umran, Islam dan KB, Jakarta : Lentera 1997, cet. I, hal. XXVii.
25
yang satu diperbolehkan oleh ajaran Islam dan yang lainnya di haramkan. Yang dibolehkan oleh agama Islam adalah cara yang bersifat sementara. Sebagai contoh,
senggama terputus „azl atau coitus interuptus, yaitu suatu cara menghindari
kehamilan dengan menarik keluar zakar pria dari lubang kemaluan wanita sebelum air mani keluar. Cara ini diperkenankan oleh ajaran Islam. Dalam sebuah hadits Nabi
SAW yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan:
ع ه ىضر ب ج ع :
اس اص ي ع ه سر ع ى ع ع ك ع
ع ى ي يش ك ي .
ي ع .
س :
ع ي ف اس اص ي ع ه سر ك غ ف .
Artinya : “Dari Jabir ra ia berkata, “Kami melakukan „azl pada zaman
Rasulullah SAW, dan al- Qur‟an masih diturunkan, jika ia
merupakan sesuatu
yang dilarang,
niscaya al-
Qur‟an melarangnya kepada kami”. Muttafaq Alaihi.
Menurut riwayat Muslim: Hal itu sampai kepada Nabi SAW dan beliau tidak melarangnya pada kami.
Mengenai hadist di atas yang di riwayatkan oleh Muslim, dimaksudkan kepada penghindaran kehamilan melalui senggama terputus bersifat sementara al-
„azl. Apabila suami isteri sudah merasakan adanya kebutuhan untuk mendatangkan kehamilan, maka dengan serta merta mereka dapat meninggalkan praktek senggama
terputus itu, maka cara Keluarga Berencana yang lain yang bersifat sementara juga diperkenankan oleh ajaran Islam. Cara-cara itu diantaranya adalah pantang berkala,
yaitu usaha menghindari kehamilan dengan melakukan “puasa” pada masa subur
26
seorang wanita; cara kontrasepsi sederhana dengan alat atau obat, dan juga cara kontrasepsi dengan cara efektif, tetapi sementara.
Pemakaian alat-alat seperti spiral, IUD atau Diafragma, kondom, dan lain sebagainya dalam rahim seorang wanita atau pada kemaluan seorang pria, tidak
diperbolehkan kecuali jika dipasang sendiri atau dipasang oleh suami atau istrinya sendiri karena melihat atau menjamah aurat orang lain, terutama kemaluannya,
dilarang oleh syari‟at Islam.
16
Allah SWT berfirman:
.
….
Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah
mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari
padanya ….” QS. An Nuur : 30-31. Adapun sarana atau metode yang diharamkan oleh ajaran Islam adalah cara
yang sifatnya permanent. Sehingga cara pelaksanaan keluarga berencana seperti ini dapat disebut sebagai pengebirian pada masa Nabi dan tindakan ini tidak dibenarkan
oleh ajaran Islam. Adapun tindakan pengebirian itu dalam pelaksanaan keluarga berencana dapat dikiaskan atau disamakan dengan sterilisasi, yaitu pemandulan
16
Artikel diakses pada tanggal 08 September 2010 dari http:ratnarespati.com20090130 kb-halal-atau-haram.
27
dengan cara operasi, sehingga praktis dengan demikian hubungan kelamin pria dan wanita tidak akan membuahkan kehamilan lagi. Sterilisasi pada pria disebut
vasektomi dan sterilisasi pada wanita disebut tubektomi. Di samping itu, vasektomi dan tubektomi juga dilarang karena mengubah fitrah kejadian manusia.
Bagi umat Islam, vasektomi dan tubketomi hanya diperbolehkan jika pelakunya dihadapkan pada pilihan tunggal, yakni hanya dengan upaya ini
keselamatan ibu akan terjamin. Misalnya, apabila seorang ibu melahirkan kembali, sangat boleh jadi dalam kelahiran itu akan terjadi kematian si ibu.
Cara lain yang juga diharamkan dalm Islam adalah pengguguran karena pada dasarnya janin di awal kelahiran adalah manusia juga. Melakukan pengguguran
berarti melakukan pembunuhan terhadap manusia. Islam memang melarang pembunuhan, secara lebih khusus disebutkan di dalam Al-
Qur‟an sebagai berikut:
Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu
dosa yang besar ”. QS. Al-Israa : 31.
C. Macam-macam Alat Kontrasepsi