Tinjauan hukum Islam terhadap aksi terorisme di Indonesia : Analisis fatwa MUI. No3. tahun 2004 tentang terorisme

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

AKSI TERORISME DI INDONESIA

(ANALISIS FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Disusun Oleh :

Iwan Suherman

NIM : 103045128142

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKSI TERORISME DI

INDONESIA

(ANALISIS FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

Iwan Suherman NIM : 103045128142

Dibawah bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Asmawi, M. Ag Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag NIP : 150282394 NIP : 150269678

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKSI TERORISME DI INDONESIA (ANALISIS FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME) telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 22 Mei 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah (Kepidanaan Islam).

Jakarta, 22 Mei 2008 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof.DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN

1. Ketua

: Asmawi, M.Ag

(………)

NIP. 150 282 394

2. Sekretaris

: Sri Hidayati, M.Ag

(………....)

NIP. 150 282 403


(4)

3. Pembimbing I : Asmawi, M.Ag

(………)

NIP. 150 282 394

4. Pembimbing II : Drs. H. Ahmad Yani,

M.Ag

(………)

NIP. 150 269 678

5. Penguji I : Prof.DR.H.M.

Abduh Malik

(………)

NIP.

6. Penguji II : Nahrowi, SH, MH

(………)


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 Mei 2008


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, Tuhannya alam semesta, tempatku mengadu dan bersyukur atas anugerahNya yang sangat berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu ku curahkan kepada semulia-mulia makhluk yang Allah ciptakan, Nabi Muhammad saw, assalamu’alaika ya Rasulallah wa rahmatullahi wa barakatuhu…

juaga kepada keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya.

Alhamdulillah, dalam penulisan skripsi ini, meskipun penulis mengalami banyak kendala, tetapi banyak pula hal-hal yang dapat penulis petik hikmahnya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Walaupun demikian, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini, karena penulis sendiri hanyalah makhluk yang dhaif yang masih harus banyak belajar.

Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa syukur yang mendalam kepada Allah swt yang telah mengizinkan penulis untuk mampu menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, dalam kesempatan ini penulis juga ingin berterima kasih kepada banyak pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain :

1. Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Bapak Asmawi, M.Ag dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag selaku Ketua dan SekretarisProgram Studi Jinayah Siyasah yang telah memberikan dukungan dan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jazakumullah Khairal Jaza;

3. Bapak Asmawi, M.Ag dan Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag atas kesediaannya memberikan waktu luang kepada penulis untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan berbagai petunjuk kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

4. Kepala Perpustakaan Fakultas beserta jajarannya, yang telah membantu penulis dalam memfasilitasi berbagai literatur yang penulis butuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini;

5. Segenap Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan berbagai bekal ilmu pengetahuan kepada penulis sejak penulis duduk di bangku perkuliahan sampai lulus dari kampus tercinta ini;

6. Ayahanda dan Ibunda tercinta Sapan dan Arum Rosalia. Doaku senantiasa mengalir untuk kalian laksana sumur zam-zam yang tak pernah kering. Atas kasih


(7)

sayang yang tiada banding, mendoakan, membantu, mendukung, berkorban, baik secara moril dan materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Rabbighfirli wa liwalidaiya warhamhuma kama rabbayani shaghira…Amin;

7. Ustadz H. Asmuni Marzuki, Ustadz H. Ahmad Fulaih,S.Ag, Ustadz Mulyani,S.Ag, yang telah mendoakan dan banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

8. Teman-teman satu atap di Jinayah: Beben, Oneil, Ajhon, Wildan, Ubuy, Jabar, Auf, Asep, Adin, Pandi, Karya, Rahmat, Suwardi, Sudirman, Katon, Ana (thank untuk bantuannya selama ini), Didi, Nita, Iroh, Lina, Ela, iik, Mamah, Dewi, Elga, Iyam, Manse, Rika. Hadiah terindah yang pernah aku dapat adalah mengenal kalian…Selamat berjuang Kawan!

9. Seluruh rekan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya. Namun, keberadaan kalian akan selalu terukir di dalam hati ini;

Hanya kepada Allah jualah akhirnya penulis memanjatkan doa dan memohon ampunan. Semoga Allah swt memberikan balasan yang lebih baik dan berlipat ganda kepada mereka, sebab tanpa doa dan bantuan mereka, penulis hanyalah hamba yang

dhaif. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan suatu kontribusi bagi perjuangan penegakan syariat Allah di bumi Indonesia tercinta.

Hadanallah wa iyyakum ajma’in.

Jakarta, 22 Mei 2008


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………i

DAFTAR ISI………..iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah……….5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...6

D. Metode Penelitian………...6

E. Sistematika Penulisan……….7

BAB II DESKRIPSI UMUM TENTANG TERORISME DAN JIHAD A. TERORISME 1. Definisi Terorisme……….9

2. Kategori Aksi Terorisme………...11

3. Sanksi Terorisme………...13

4. Bentuk Aksi………..21

B. JIHAD 1. Definisi Jihad.………23

2. Dasar Hukum Tentang Jihad.………26

3. Syarat dan Tujuan Jihad.………...30

BAB III PANDANGAN CENDEKIAWAN MUSLIM TENTANG TERORISME DAN JIHAD


(9)

A. Cendekiawan Muslim di Indonesia.………..41 B. Cendekiawan Muslim di Luar Indonesia..……….57

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME

A. Latar Belakang Lahirnya Fatwa MUI tentang Terorisme….62 B. Terorisme dan Jihad………..65 C. Hukum Terorisme……….82 D. Sanksi Terorisme………...86

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan………...91

B. Saran……….93

DAFTAR

PUSTAKA

………

...94


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama Rahmat Li al-‘Alamin, yaitu agama yang membawa perdamaian bagi seluruh alam. Sejarah Islam telah mencatat, bahwa perkembangan Islam dari masa Rasulullah saw, Khulafaurrasyidin, sampai pada masa sekarang ini selalu disampaikan dengan cara damai dan senantiasa menyerukan kedamaian. Oleh karena itu, tidak mungkin umat Islam melakukan tindak kekerasan yang dapat merugikan umat Islam sendiri dan umat lainnya.1

Islam juga merupakan agama yang mengajak umat manusia untuk merealisasikan kebenaran dan perdamaian, mulai dari lingkup pribadi, sosial, dan negara. Pada waktu yang bersamaan, Islam mengajak untuk berjihad di jalan Allah Ta’ala dalam rangka meninggikan kalimat Allah, mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Misi ini yang diungkapkan seorang sahabat bernama Rabi’ bin Amir kepada panglima perang Persia mengenai Islam dan tujuan kaum muslimin berjihad,

“Kami datang untuk mengeluarkan manusia dari kediktatoran penguasa menuju keadilan Islam, dari dunia yang sempit menuju kepada akhirat yang luas, yang belum pernah telinga mendengar dan mata melihatnya. Islam mengagungkan manusia, mengangkat derajat dan keutamaannya di atas seluruh makhluk. Karena itu, Islam mengharamkan pembunuhan, mencegah penganiayaan terhadap anggota badan dan memperbolehkan membayar diyat untuk merealisasikan

perdamaian”.2

1

Majalah Jihad, Edisi PerdanaTh. I, 27 April 2003 h.8

2

Nawaf Hail Takruri, al-amaliyat al-istishadiyah fil Mizan al-Fiqh, Maktabah al-Asad, 1997 Cet. Ke-2 h.5


(11)

Islam mensyariatkan agar jihad dilakukan dengan harta, jiwa, dan raga. Jihad

adalah sarana paling efektif untuk mewujudkan perdamaian, kebenaran, dan keadilan. Nabi Muhammad saw sendiri menerangkan bahwa tujuan jihad tertinggi adalah syahid3 di jalan Allah swt, syahid adalah cita-cita tertinggi seorang muslim yang benar keimanannya, karena ia adalah jalan yang mulia, dan suci untuk mencapai keridhoan Allah swt. Hal inilah yang ditegaskan dalam Q.S. Ali Imron (3) : 169 bahwa para syuhada itu hidup disisi Tuhannya.

! ﺡ

#$%

&'(ﺏ)

* +,

-.

* ,/%

0

1

23

456

7

Artinya : “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidupdisisi Tuhannya dengan mendapat rezki”.

Bagi sebagian orang, terutama bagi kalangan non muslim yang kurang memahami pengertian jihad, seakan-akan jihad itu mesti dalam bentuk perang atau dengan menggunakan pedang atau senjata. Hal ini terbukti dari uraian yang ditulis oleh H.A.R Gibb dan Jhon Krameres (Shorter Encyclopedia of Islam), sebagaimana dikutip dalam majalah Jihad, mereka menyimpulkan :

Jihad holy war, The spread of Islam by arms, is a religious duty upon Muslims in general. (Jihad adalah perang suci, meyebarkan Islam dengan senjata pada umumnya adalah salah satu tugas keagamaan bagi orang-orang muslim”.4

3

Syahid adalah istilah yang digunakan bagi orang yang gugur didalam berjuang di jalan Allah awt

4


(12)

Padahal, di dalam agama Islam sendiri jihad itu mempunyai makna yang sangat luas, tidak hanya dalam bentuk peperangan. Jihad fi sabilillah dalam pemahaman yang sebenarnya tidaklah identik dengan kekerasan, anarkisme, perang brutal, pengeboman, dan teror yang dilakukan perorangan maupun kelompok.5

Namun, seringkali ada sebagian orang atau kelompok yang mengatasnamakan Islam untuk melakukan tindakan terorisme. Misalnya Imam Samudera (Abdul Aziz), DR. Azhari Husen (alm), Noordin M.Top, dan Cs yang ditetapkan sebagai aktor peledakan bom (kalau tidak ingin menyebut teroris) di beberapa tempat di wilayah Indonesia. Harus disadari bahwa betapa pun teror dan bom yang banyak memakan korban jiwa itu telah membuat rakyat takut. Tindakan yang mereka (para pelaku teror) lakukan, menjadi malapetaka yang menimpa umat Islam di berbagai daerah di Indonesia. Beragam bentuk dan peristiwa yang menuduh dan mencurigai umat Islam sebagai pelaku peledakan terus menerus kita dengar dan saksikan.6 Bahkan berbagai tudingan datang dari negara-negara lain (AS, Inggris, Australia) yang menyebutkan Indonesia adalah negara sarangnya teroris. Tudingan tersebut dilandasi mengingat banyaknya aksi teror yang terjadi di Indonesia, mulai dari tanggal 1 Agustus 2000 hingga 1 Oktober 2005 tercatat sedikitnya 18 peristiwa teror yang menelan korban jiwa dan harta benda. Mulai dari peledakan bom di Kedubes Filipina, Kedubes Malaysia, Kedubes Australia,

5

Majalah Jihad, Edisi Perdana Th. I 27 April 2003, h.12

6


(13)

lalu peledakan bom Bali pertama (12 Oktober 2002) dan bom Bali kedua (1 Oktober 2005).7

Menjadi sebuah pertanyaan besar kepada kita semua, apakah Islam sebagai agama Rahmat Li al-‘Alamin mengajarkan kepada para penganutnya untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan orang lain sampai merenggut banyak korban jiwa dan harta benda seperti aksi terorisme misalnya?

Jawaban kita (umat Islam ) tentunya tidak! Di sinilah kemudian menjadi sebuah perbincangan di kalangan masyarakat Indonesia. Di tengah keadaan yang meresahkan masyarakat atas tindakan terorisme tersebut, maka MUI (Majelis Ulama Indonesia) sebagai wadah perkumpulan para ulama di Indonesia turut andil dalam mengatasi masalah terorisme ini dengan mengeluarkan fatwa seputar masalah terorisme di Indonesia. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa tindakan terorisme adalah haram dengan alasan apapun, apalagi jika dilakukan di negeri damai (Darul al-Suhlt) dan negeri muslim seperti Indonesia. Hal ini dijelaskan dalam QS al-Maidah (5) : 33

/ﻥ9

! :;

* ﺏ)

ﺱ)

* <

=)>

?

*

@

A

BC@

&' #

&' ;)

DE F

G$

=)>

H I

&'

J:F

ﻥK#

&'

L,FM

N %

& O%

-L#P /

0

Q

23

11

7

Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau

7


(14)

dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar”.

Kemudian, masih dalam fatwa tersebut, Islam membedakan hukum terorisme dengan jihad, baik dari aspek pengertian, tindakan yang dilakukan dan tujuan yang ingin dicapai.8

Tertarik dengan substansi fatwa MUI itulah penulis ingin meneliti masalah terorisme di Indonesia dengan mengangkat judul yaitu “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKSI TERORISME DI INDONESIA (Analisis Terhadap Fatwa MUI Tahun 2004 tentang Terorisme)”.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Perumusan masalah penelitian ini adalah berkaitan dengan dikeluarkannya fatwa MUI tentang terorisme, sebagai bentuk sikap dari para ulama Indonesia terhadap aksi terorisme. Untuk itu, penulis akan melakukan tinjauan hukum Islam terhadap aksi terorisme di Indonesia dengan menganalisis fatwa MUI tersebut. Berdasarkan pokok masalah ini, akan diuraikan menjadi beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah gambaran hakikat jihad dan terorisme ?

2. Bagaimanakah pandangan cendekiawan Islam tentang jihad dan terorisme? 3. Bagaimanakah pandangan MUI tentang jihad dan terorisme ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Memberikan penjelasan hakikat jihad dan terorisme

2. Mengetahui pandangan cendekiawan Islam tentang jihad dan terorisme 3. Mengetahui pandangan MUI tentang jihad dan terorisme

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

8


(15)

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan umat Islam tentang definisi dan perbedaan seputar masalah terorisme dengan jihad,

2. Mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang tinjauan hukum islam terhadap aksi terorisme,

3. Untuk menambah khasanah pemikiran Islam mengenai analisis fatwa MUI terhadap aksi terorisme di Indonesia.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data yang dikumpulkan berdasarkan data-data ilmiah yang telah ada. Juga bersifat deskriptif, karena penelitian ini menjabarkan atau menggambarkan obyek penelitian. Kemudian penelitian ini bersifat penelitian hukum normatif-dokriner, karena di dalamnya akan dipakai aturan-aturan yang telah baku dan juga pendapat pendapat dari para ahli.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam tahap ini penulis menggunakan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yaitu melalui Studi Dokumenter, di mana dalam hal ini penulis mengkaji


(16)

literatur-literatur ataupun tulisan-tulisan dari beberapa ahli dalam wacana terorisme ini, dan yang kedua melalui teknik wawancara.9

3. Teknik Analisis Data

Dalam tahap ini penulis menggunakan Teknik Analisis Kualitatif, di mana dalam tahap ini penulis berusaha menganalisa berbagai pemikiran dan kesimpulan yang didapat dalam literatur-literatur tersebut dan juga berusaha melakukan seleksi data dan menginterpretasikan serta menguji kebenarannya.

Adapun Teknik dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada “Pedoman Penulisan Skripsi” yangditerbitkan oleh Fakultas Syari’ah & Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 200710

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan memahami penelitian ini, penulis membaginya menjadi lima bab, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

9

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta UI Press, 1986, h.12

10

Djawahir Hejazziey, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta Fakultas Syariah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007


(17)

Pada bab ini menjelaskan tentang : latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II DESKRIPSI UMUM TENTANG TERORISME DAN JIHAD :

Pada bab ini penulis menjelaskan tentang : definisi terorisme, kategori aksi terorisme, sanksi terorisme, bentuk aksi terorisme, definisi jihad, dasar hukum tentang jihad, syarat dan tujuan jihad.

BAB III PANDANGAN CENDEKIAWAN MUSLIM TENTANG TERORISME DAN JIHAD

Pda bab ini penulis menjelaskan tentang : pandangan cendekiawan Muslim di Indonesia, dan pandangan cendekiawan Muslim di Luar Indonesia.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME

Pada bab ini penulis memaparkan dan menjelaskan : berbagai aksi terorisme di Indonesia, terorisme dan jihad, hukum terorisme, dan sanksi terorisme.

BAB V PENUTUP


(18)

\ BAB II

DESKRIPSI UMUM TENTANG TERORISME DAN

JIHAD

A. TERORISME

1. Definisi Terorisme

Dapatkah

terorisme

didefinisikan?Pertanyaan ini diajukan

oleh Wolter Lacquer. Menurutnya lebih

dari seratus definisi telah dikemukakan

untuk menjelaskan fenomena tersebut.

Kata terorisme diderivasi dari bahasa

Latin yaitu

terrere, berarti membuat

ketakutan, dan terorisme didefinisikan

sebagai suatu “Penggunaan teror yang

sistematik secara khusus sebagai satu

sarana memperoleh tujuan politik”

(systematic use of terror as a means of

gaining some political end). Sedangkan

definisi terorisme menurut Hoffman

(Inside Terrorism) sebagaimana dikutip

dalam buku

‘Terorisme Berjubah


(19)

Agama’

adalah

“Penciptaan

dan

eksploitasi ketakutan yang dilakukan

dengan sengaja melalui kekerasan atau

ancaman kekerasan dalam rangka

mencapai perubahan politik” (the

deliberate creation and exploitation of

fear through violence or the threat of

violence in the pursuit of political

change).

11

Satu

definisi

terbaik

mengenai terorisme telah dikeluarkan

oleh Departemen Pertahanan Amerika

Serikat tahun 1990 bahwa terorisme

adalah “Penggunaan kekuatan atau

kekerasan yang tidak berdasarkan

hukum

atau

mengancam

yang

menghancurkan individu dan harta

benda

untuk

memaksa

dan

mengintimidasi

pemerintah

dan

masyarakat, seringkali untuk mencapai

tujuan-tujuan

politik,

agama

atau

11


(20)

ideologi” (as the unlawful use of, or

threatened use, of force or violence

against individuals or property to

coerce and intimidate governments or

societies, often to achieve political,

religious, or ideological objectives).

12

Sejauh ini tidak ada definisi

tunggal mengenai terorisme yang bisa

disepakati. Bahkan definisi yang telah

dipaparkan di atas bukanlah konsensus

yang dapat diterima dalam mengkaji

isu terorisme. Menurut Azyumardi

Azra, ada beberapa hal yang menjadi

penyebab terjadinya kesulitan dalam

mendefinisikan terorisme. Pertama,

‘terorisme’ merupakan masalah moral

yang sulit, karena istilah ini sering

didasarkan

pada

asumsi

bahwa

sejumlah

tindakan

kekerasan

khususnya menyangkut politik- adalah

12


(21)

justifiable

dan

sebagian

lagi

unjustifiable.

Kekerasan

yang

dikelompokkan ke dalam bagian

terakhir inilah yang sering disebut

sebagai terorisme. Kedua, ‘terorisme’

terletak pada sifat subjektif teror itu

sendiri. Umat manusia mempunyai

akar-akar ketakutan yang berbeda.

Pengalaman-pengalaman pribadi dan

latar belakang budaya yang berbeda

membuat citra ketakutan yang berbeda

pula satu sama lain. Kompleksitas

saling mempengaruhi di antara

faktor-faktor subjektif dan respon-respon

individual yang sering tidak rasional

mengakibatkan

semakin

sulitnya

pengkajian dan pendefinisian secara

akurat dan ilmiah atas terorisme.

13

Namun, terdapat kesamaan pendapat

13

M.Hilaly Basya dan David K. Alka, Amerika Perangi Teroris Bukan Islam, Jakarta, Center For Moderat Muslim (CMM), 2004, h.33-36


(22)

para ahli mengenai ciri-ciri dasar

terorisme, yaitu :

14

a.

Pengeksploitasian

kelemahan

manusia secara sistematis (ketakutan

yang

melumpuhkan

terhadap

kekerasan,

kekejaman,

dan

penganiayaan fisik),

b. Adanya unsur pendadakan atau

kejutan,

c. Mempunyai tujuan politik yang lebih

luas dari sasaran atau korban,

d. Direncanakan, dan dipersiapkan

secara rasional.

2. Kategori Aksi Terorisme

Ada beberapa kategori aksi di

dalam konteks terorisme ini, di

antaranya yaitu yang diungkapkan oleh

T.P Thornton (Teror as a Weapon of

14

Abu Ridho, Terorisme : Kelompok Kajian Dakwah dan Pemikiran Islam,T.tp., Tarbiatuna, h.13


(23)

Political Agitation)

yang dikutip dalam

buku

‘Amerika Perangi Teroris Bukan

Islam’

bahwa ada dua kategori aksi

terorisme, pertama: enforcement terror,

yang

dijalankan

penguasa

untuk

menindas

tantangan

terhadap

kekuasaan mereka. Kedua:

agitational

terror,

yakni kegiatan teroristik yang

dilakukan

mereka

yang

ingin

menganggu tatanan yang mapan untuk

kemudian menguasai tatanan politik

itu.

15

Berkaitan dengan itu juga, menurut

W.F May (Terrorism as Strategy and

Ecstasy) yang juga dikutip dalam buku

‘Amerika

Perangi

Teroris

Bukan

Islam’ yang membagi terorisme ke

dalam dua bagian yaitu : penguasa teror

(regime

terror)

dan

cengkraman

suasana teror (siege of terror). Yang

15


(24)

pertama mengacu kepada terorisme

untuk melayani kekuasaan yang mapan.

Yang kedua mengacu pada terorisme

untuk kepentingan gerakan-gerakan

revolusioner. May mengakui walau

penguasa teror lebih penting, justru

cengkraman

teror

lebih

menyita

perhatian

karena

ia

menyibakkan

persepsi tentang dunia pembunuhan

manusia secara kekerasan dalam cara

mencolok sehingga tampak lebih jelas

pada terorisme negara.

16

Sedikit berbeda dengan Thornton dan

May, Wilkinson (Political Terrorism)

dikutip

dalam

buku

‘Jihad

dan

Terorisme’ membedakan empat jenis

terorisme : kriminal, psikis, perang, dan

politik.

Terorisme

kriminal

didefinisikan sebagai penggunaan teror

secara sistematis untuk mencapai

16


(25)

tujuan-tujuan materiil; terorisme psikis

mempunyai

tujuan-tujuan

mistik,

keagamaan atau magis; terorisme

perang

mempunyai

tujuan

melumpuhkan lawan, menghancurkan

pertahanannya; sedangkan terorisme

politik secara umum didefinisikan

sebagai penggunaan ancaman untuk

mencapai tujuan-tujuan politik.

17

Terorisme gaya baru mengandung

beberapa

karakteristik.

Pertama,

adanya maksimalisasi korban secara

sangat mengerikan.

Kedua, keinginan

untuk mendapatkan liputan di media

massa secara internasional secepat

mungkin.

Ketiga, tidak pernah ada

yang

membuat

klaim

terhadap

terorisme

yang

sudah

dilakukan.

Keempat, serangan terorisme itu tidak

pernah bisa diduga karena sasarannya

17


(26)

sama

dengan

luasnya

seluruh

permukaan bumi.

18

Terorisme

gaya

baru

dapat

menyerang apa saja, menyerang gereja

atau masjid, menghantam pasar atau

supermarket,

melumat

kantor

pemerintah atau lembaga pendidikan,

nightclub, hotel-hotel, bisa menyerang

perkampungan desa maupun kota, bisa

melakukan serangan di jalan raya,

kereta api, bus, pesawat terbang, kapal,

dan lain sebagainya.

3. Sanksi Terorisme

Sebelum

membahas

sanksi

terorisme,

di

sini

penulis

akan

menguraikan terlebih dahulu tujuan

hukum menurut beberapa orang pakar

ilmu hukum, sehingga akan diketahui

tujuan dan kegunaan dari sanksi atau

18


(27)

hukuman

terhadap

pelaku

pelaku

terorisme ini.

Secara

umum

hukum

pidana

memiliki tujuan

social difence

dan

social welfare, di mana manusia harus

memiliki

rasa

aman

dalam

kehidupannya. Di antara tujuan hukum

tersebut

telah

dikemukakan

oleh

beberapa sarjana ilmu hukum di

antaranya sebagai berikut :

19

a.

Menurut Prof. Subekti S.H, hukum

bertujuan untuk melayani tujuan

negara

yaitu

mendatangkan

kemakmuran dan kebahagiaan pada

19

C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, 1989, h.41


(28)

rakyatnya, dengan menyelenggarakan

keadilan dan ketertiban.

b.

Prof.

Van

Apeldoorn

dalam

bukunya

“Inleiding tot de studie van

het Nederlandse recht”

mengatakan

bahwa tujuan hukum ialah mengatur

pergaulan hidup manusia secara

damai.

Hukum

menghendaki

perdamaian

c.

Geny dalam bukunya

“Science et

technique en droit prive positif”


(29)

mengajarkan bahwa hukum bertujuan

semata-mata

untuk

mencapai

keadilan.

d.

Dalam buku

“Inleiding tot de

Rechtswetenschap” Prof. Van Kan

mengatakan bahwa hukum bertujuan

menjaga

kepentingan

tiap-tiap

manusia

supaya

kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.

Dalam Rancangan Undang-Undang

RI Tahun 2000 tentang KUHP dalam


(30)

bab III Pasal 50 disebutkan bahwa

pemidanaan dilakukan dengan tujuan

sebagai berikut :

a.

Mencegah dilakukannya tindak

pidana dengan penegakan norma

hukum dari pengayoman masyarakat;

b.

Memasyarakatkan

terpidana

mengadakan

pembinaan

sehingga

menjadi orang baik dan berguna;


(31)

c.

Menyelesaikan

konflik

yang

ditimbulkan

oleh

terpidana,

memulihkan

keseimbangan

dan

mendatangkan rasa damai dalam

masyarakat;

d.

Membebaskan rasa bersalah para

terpidana,

pemidanaan

yang

di

maksud untuk menderitakan dan

merendahkan martabat manusia.


(32)

Dalam rangka mencegah dan memerangi terorisme tersebut, sejak jauh sebelum maraknya kejadian-kejadian yang digolongkan sebagai bentuk terorisme terjadi di dunia, masyarakat internasional maupun regional serta pelbagai negara telah berusaha melakukan kebijakan kriminal (criminal policy) disertai kriminalisasi secara sistematik dan komprehensif terhadap perbuatan yang dikategorikan sebagai terorisme.

Untuk itu, diperlukan perangkat hukum yang mengatur tentang Tindak Pidana Terorisme. Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada peraturan yang ada saat ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum mengatur secara khusus serta tidak cukup memadai untuk memberantas tindak pidana terorisme, Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1 tahun 2002, yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang dengan nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Keberadaan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme


(33)

merupakan Hukum Pidana Khusus. Hal ini memang dimungkinkan, mengingat bahwa ketentuan Hukum Pidana yang bersifat khusus, dapat tercipta karena : 20

a. Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu di dalam masyarakat. Karena pengaruh perkembangan zaman, terjadi perubahan pandangan dalam masyarakat. Sesuatu yang mulanya dianggap bukan sebagai tindak pidana, karena perubahan pandangan dan norma di masyarakat, menjadi termasuk tindak pidana dan diatur dalam suatu perundang-undangan hukum pidana.

b. Undang-Undang yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap perubahan norma dan perkembangan teknologi dalam suatu masyarakat, sedangkan untuk perubahan undang-undang yang telah ada dianggap memakan banyak waktu.

c. Suatu keadaan yang mendesak sehingga dianggap perlu diciptakan suatu peraturan khusus untuk segera menanganinya.

d. Adanya suatu perbuatan yang khusus di mana apabila dipergunakan proses yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada akan mengalami kesulitan dalam pembuktian.

Sebagai Undang-Undang khusus, berarti Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 mengatur secara materiil dan formil sekaligus, sehingga terdapat

20

Loebby Loqman, Analisis Hukum dan Perundang-Undangan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara di Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1990), h.17


(34)

pengecualian dari asas yang secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)/Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) [(lex specialis derogat lex generalis)]. Keberlakuan lex specialis derogat lex generalis, harus memenuhi kriteria 21:

a. Bahwa pengecualian terhadap Undang-Undang yang bersifat umum, dilakukan oleh peraturan yang setingkat dengan dirinya, yaitu Undang-Undang.

b. Bahwa pengecualian termaksud dinyatakan dalam Undang-Undang khusus tersebut, sehingga pengecualiannya hanya berlaku sebatas pengecualian yang dinyatakan dan bagian yang tidak dikecualikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan pelaksanaan Undang-Undang khusus tersebut.

Dalam hukum pidana Indonesia

dijelaskan jenis-jenis hukuman pidana

di dalam KUHP pasal 10, yaitu :

22

a. Pidana Pokok

1) Pidana Mati;

2) Pidana Penjara;

21

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, (Yogyakarta:Liberty, 1996).

22


(35)

3) Pidana Kurungan;

4) Pidana Denda;

5) Pidana Tutupan.

b. Pidana Tambahan

1) Pencabutan hak-hak tertentu;

2)

Perampasan

barang-barang

tertentu;

3) Pengumuman putusan hakim.

Sanksi

pidana

bagi

pelaku

terorisme

dalam

Undang-undang

Nomor 15 Tahun 2003 diatur dalam

Bab II dengan hukuman terberat adalah

hukuman mati dan dua puluh tahun

penjara, hukuman yang paling singkat

adalah tiga tahun penjara.

23

Adapun

macam

–macam

hukuman/sanksi

tindak

pidana

terorisme dijelaskan dalam

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 dan

23


(36)

perbandingannya

dengan

KUHP

sebagai berikut :

a. Pidana Mati

Hukuman ini merupakan hukuman

terberat yang dijatuhkan kepada para

pelaku terorisme. Sebagaimana diatur

dalam Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2003

yang

menyatakan

bahwa

dijatuhkannya hukuman mati ini,

apabila para pelaku terorisme dengan

sengaja menggunakan kekerasan atau

ancaman

kekerasan,

yang

menimbulkan suasana teror atau rasa

takut terhadap orang secara meluas

atau

menimbulkan

korban

yang

bersifat

massal,

dengan

cara

merampas

kemerdekaan

atau

hilangnya nyawa dan harta benda

orang

lain,

atau

mengakibatkan

kerusakan dan kehancuran terhadap

objek-objek vital yang strategis atau


(37)

lingkungan hidup atau fasilitas publik

atau fasilitas internasional. Dalam

Pasal 104 KUHP pelaku makar

(kekerasan) pun dijatuhi hukuman

mati

sebagai

hukuman

terberat,

apabila

dengan

maksud

menghilangkan

nyawa,

atau

merampas

kemerdekaan,

atau

meniadakan

kemampuan

presiden

atau wakil presiden pemerintah.

b. Pidana Penjara

1)

Penjara seumur hidup

Hukuman ini menempati urutan

kedua

setelah

hukuman

mati.

Kriteria untuk penjara seumur hidup

ini sama dengan kriteria pada

hukuman mati (Ps. 6 UU No. 15

Tahun 2003), hanya saja intensitas

kejahatannya yang berbeda. Para

pelaku terorisme dijatuhi hukuman


(38)

ini

apabila

tingkat

intensitas

kejahatannya tidak separah yang

dilakukan oleh pelaku yang dijatuhi

hukuman mati. Para pelaku makar

pun (Ps. 104 KUHP) dapat dijatuhi

hukuman penjara seumur hidup

apabila perbuatan makar

yang

dilakukan tidak sampai membuat

pelakunya dijatuhi hukuman mati.

2)

Penjara 4 Tahun s.d 20 Tahun

Hukuman ini dijatuhkan kepada

pelaku

terorisme

sebagaimana

kriteria yang disebutkan dalam pasal

6 UU No. 15 Tahun 2003, hanya

saja intensitasnya masih di bawah

para pelaku yang dijatuhi hukuman

mati atau penjara seumur hidup.

Para pelaku makar pun (Ps. 104

KUHP) dapat dijatuhi hukuman

penjara paling lama dua puluh


(39)

tahun, apabila perbuatan makar

yang

dilakukan

tidak

sampai

membuat

pelakunya

dijatuhi

hukuman mati atau penjara seumur

hidup.

3)

Penjara 3 Tahun s.d 15 Tahun

Hukuman ini dijatuhkan kepada

setiap orang yang dengan sengaja

menyediakan atau mengumpulkan

dana dengan tujuan yang akan

digunakan atau patut diketahuinya

akan

digunakan

sebagian

atau

seluruhnya untuk melakukan tindak

pidana terorisme (Ps. 11 UU No. 15

Tahun 2003). Senada dengan pasal

ini, di dalam Pasal 110 KUHP pun

mengatur

tentang

permufakatan

jahat

dan

pidana

yang

sama

diterapkan terhadap orang-orang

yang dengan maksud berdasarkan


(40)

pasal 104, 106, 107, 108 yaitu

mempersiapkan dan memperlancar

kejahatan.

Hukuman penjara minimal 3

tahun dan maksimal 15 tahun juga

dapat dijatuhkan kepada orang yang

dengan

sengaja

menggunakan

kekerasan atau ancaman kekerasan

atau

dengan

mengintimidasi

penyidik,

penyelidik,

penuntut

umum, penasehat hukum, dan atau

hakim yang menangani perkara

tindak pidana terorisme, sehingga

proses peradilan menjadi terganggu

(Pasal 20 UU No. 15 Tahun 2003).

Kemudian, hukuman penjara

minimal 3 tahun dan maksimal 15

tahun juga dapat dijatuhkan kepada

orang yang memberikan kesaksian

palsu, meyampaikan alat bukti palsu

atau

barang

bukti

palsu

dan


(41)

mempengaruhi

saksi

secara

melawan

hukum

di

sidang

pengadilan,

atau

melakukan

penyerangan

terhadap

saksi

termasuk petugas pengadilan dalam

perkara tindak pidana terorisme

(Pasal 21 UU No. 15 Tahun 2003).

Sedangkan di dalam KUHP, setiap

orang

yang

dengan

sengaja

memberikan keterangan palsu di

atas sumpah, baik dengan lisan atau

tulisan, secara pribadi maupun oleh

kuasanya diancam dengan pidana

penjara paling lama tujuh tahun (

Pasal 242 ayat (1) KUHP), bila

keterangan palsu di atas sumpah

diberikan dalam perkara pidana dan

merugikan terdakwa atau tesangka,

maka

diancam

dengan

pidana

penjara paling lama sembilan tahun

(Pasal 242 ayat (2) KUHP).


(42)

4)

Penjara 2 Tahun s.d 7 Tahun

Hukuman ini dijatuhkan kepada

setiap orang yang dengan sengaja

mencegah,

merintangi

atau

menggagalkan secara langsung atau

tidak

langsung

penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan di

sidang pengadilan dalam perkara

tindak pidana terorisme (Pasal 22

UU No. 15 Tahun 2003).

Selanjutnya, selain diancam

dengan hukuman pokok seperti yang

telah dijelaskan dalam pasal-pasal

tersebut di atas, pelaku terorisme

atau hal-hal yang terkait dengan

tindakan terorisme dapat dikenai

hukum tambahan, yaitu : Pasal 39

ayat (1) KUHP : “Barang-barang

kepunyaan terpidana yang diperoleh

dari

kejahatan

atau

sengaja


(43)

dipergunakan

untuk

melakukan

kejahatan dapat dirampas”.

4.

Bentuk Aksi Terorisme

Menurut Lacqueur, tidak semua

kekerasan

dapat

disebut

sebagai

tindakan terorisme. Senada dengan

Lacqueur, ada dua karakteristik dari

terorisme. Pertama, ada kekerasan, dan

Kedua,

dimotivasi

oleh

agama.

24

Berdasarkan

beberapa

karakter

tersebut,

dapatlah

diklasifikasikan

bahwa bentuk aksi terorisme terbagi ke

dalam dua jenis, yaitu :

1. Terorisme Agama

Persepsi yang umum mengenai

kemunculan kekerasan atas nama

agama di penjuru dunia terjadi pada

abad ke dua puluh. Tahun 1998

24


(44)

misalnya, Sekretaris Negara Amerika

Serikat Madelaine Albright telah

membuat

daftar

30

kelompok

terorisme yang paling mengancam

perdamaian

dunia,

lebih

dari

separuhnya adalah karena motivasi

agama. Mereka (para pelaku teror)

memaknai kekerasan sebagai suatu

titah ketuhanan dan aksi sakramen

(upacara suci). Dengan demikian,

menurut Hoffman terorisme agama

mengasumsikan satu dimensi yang

transendental dan akibatnya para

pelaku terorisme tidak dihalangi oleh

hambatan-hambatan

politik

dan

moral.

25

Agama selanjutnya bertugas

sebagai satu kekuatan legitimasi. Ini

menjelaskan mengapa sanksi klerik

menjadi begitu penting bagi para

pelaku terorisme agama dan mengapa

25


(45)

tokoh-tokoh agama seringkali dituntut

untuk

‘merestui’

tindakan

teror

sebelum tindakan itu dilaksanakan.

Pada

terorisme

agama

tidak

bermaksud menerima konstituen lain.

Karenanya, pembatasan-pembatasan

yang dipaksakan sangat tidak relevan

bagi terorisme agama. Tidak adanya

satu konstituen yang lebih luas

mendorong pelaku terorisme agama

ini menampilkan kekerasan yang

kadangkala terbatas melawan satu

kategori target yang nyata (siapapun

yang tidak menjadi anggota dari

terorisme agama atau sekte agama

tersebut). Selain itu, terorisme agama

melihat diri mereka bukan sebagai

satu bagian dari satu sistem sosial,

tetapi sebagai orang luar (outsiders)

yang

mengupayakan


(46)

perubahan-perubahan fundamental dalam satu

sistem sosial yang berlaku.

26

2. Terorisme Sekuler

Dalam

hal

konstituennya,

terorisme sekuler berupaya mencari

dan merangkul para simpatisan yang

aktual dan potensial. Berbanding

terbalik dengan terorisme agama, pada

terorisme

sekuler

pembatasan-pembatasan yang dipaksakan –karena

harapan untuk merangkul pendukung

yang diam-diam atau konstituen yang

pasif- sangatlah relevan. Terorisme

sekuler

menganggap

kekerasan

sebagai satu jalan untuk menuntut dan

mendesak adanya perbaikan dan

perubahan satu sistem sosial yang

pada dasarnya bagus. Terorisme jenis

26


(47)

ini juga memiliki satu set

tujuan-tujuan politik, sosial, atau ekonomi.

27

B. JIHAD

1. Definisi Jihad

Perkataan

jihad

seringkali

diterjemahkan kedalam bahasa Inggris

dengan

Holy War. Di dalam al-Qur’an

Allah swt menyebut kata-kata

jihad

sebanyak 41 kali dengan pengertian

yang berbeda-beda. Menurut Prof. DR.

Quraisy Shihab, sebagaimana dikutip

dalam majalah Jihad,

jihad

merupakan

manifestasi identitas seorang mukmin,

artinya setiap mukmin adalah seorang

mujahid (pelaku

jihad).

28

Jihad

tidak

selalu

identik

dengan

perang

(menggunakan senjata), karena dalam

27

Ibid., h.18

28


(48)

al-Qur’an

istilah

perang

sendiri

menggunakan 4 jenis kata yaitu :

a. Qitaal (

.

)

b. Harb (

N,ﺡ

)

c.

Ghazwah (

L :R

)

d. Jihaad (

? ';

)

Menurut pengertian secara bahasa

jihad

berasal dari kata

al-juhd

(

#'S

)

yang

berarti

kemampuan,

atau

mengeluarkan sepenuh tenaga dan

kemampuan

dalam

mengerjakan

sesuatu. Kata

jihad

juga berasal dari

kata

al-jahd

(

#'S

) artinya kesukaran

yang

untuk

mengatasinya

harus

dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Demikianlah keterangan dari Wahbah

al-Zuhaili dalam kitab

al-Fiqh al-Islam

Wa Adillatuhu.

29

Menurut Imam Raghib

Isfahani (Mu’jam Mufradat Li

al-Fadz al-Qur’an) seperti yang dikutip

29

Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, Juz VI (Damaskus Suriah:Dar al-Fikr,1984), h.413


(49)

dalam buku

‘Meluruskan Makna Jihad

Mencegah Terorisme’

dijelaskan bahwa

yang di maksud dengan

jihad adalah

mengerahkan segala kemampuan untuk

menangkis serangan dan menghadapi

musuh yang tidak tampak yaitu hawa

nafsu, setan, dan musuh yang tampak

yaitu orang kafir yang memusuhi islam.

Jihad dalam pengertian ini tidak hanya

mencakup pengertian perang melawan

musuh yang memerangi Islam, tetapi

lebih luas lagi

jihad

berarti berusaha

sekuat tenaga dan kemampuan untuk

mengalahkan nafsu setan dalam diri

manusia. Nabhani (syakhsiyah

al-Islamiyah)

mendefinisikan

jihad

sebagai perang terhadap terhadap

orang-orang kafir untuk meninggikan kalimat

Allah.

30

Menurut

Sayyid

Quthub

30Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme,

Diterbitkan Oleh Tim Penanggulangan Terorisme, Cet. I, 2006, h.4


(50)

(Ma’aalim Fi al-Thariq), seperti yang

dikutip dalam majalah Jihad,

jihad

adalah kelanjutan dari politik Tuhan.

Jihad

adalah perjuangan revolusioner

yang dirancang untuk melucuti

musuh-musuh Islam, sehingga memungkinkan

muslimin

menerapkan

ketentuan-ketentuan syari’ah yang selama ini

diabaikan atau bahkan ditindas oleh

Barat dan rezim-rezim opresif di dunia

muslim sendiri. Sedangkan menurut

Abul A’la al-Maududi,

jihad

adalah

perjuangan yang harus dilakukan kaum

muslimin untuk mewujudkan cita-cita

islam

sebagai

sebuah

gerakan

revolusioner internasional.

31

Selain definisi diatas, para fuqaha

mengartikan

jihad

sebagai

upaya

mengerahkan segenap kekuatan dalam

perang fi sabilillah baik secara langsung

31


(51)

maupun

dalam

bentuk

pemberian

bantuan keuangan, pendapat, atau

penyediaan logistik dan lain-lain untuk

memenangkan peperangan.

32

Dari beberapa definisi tersebut,

dapat disimpulkan bahwa

jihad

adalah

usaha yang sungguh-sungguh dengan

segenap kemampuan untuk mencapai

tujuan yang luhur di jalan Allah.

Jihad

dapat dilakukan dengan bekerja keras,

melawan

hawa

nafsu

yang

menghancurkan dan menjerumuskan

manusia kepada kebinasaan.

Jihad juga

dapat dilakukan dalam bentuk perang

yang diijinkan oleh Allah swt demi

menjaga

kehormatan,

harkat,

dan

martabat manusia dan kaum muslimin.

2. Dasar Hukum Tentang Jihad

32


(52)

Jihad dalam pengertian umum

mencakup seluruh jenis ibadah dan

amal shalih, diantaranya :

a. Haji Mabrur

Haji yang mabrur merupakan

ibadah yang setara dengan

jihad.

Bahkan bagi perempuan haji yang

mabrur merupakan

jihad

yang utama.

Sebagaimana

ditegaskan

dalam

beberapa hadist, diantaranya :

%

TUP %

VW)

X

'$%

'ﻥ

Y

:

. ﺱ)

ZX

[,ﻥ

? 'S

\

Z /<

]

^#_ Sﻥ

.

:

Z

`

\

? 'S

abﺡ

) ,

).

c )

[) d

33

(

Artinya : “Aisyah r.a bahwasanya ia

berkata : “Ya Rasulullah kami tidak

melihat ada amalan yang lebih baik

daripada jihad, maka apakah tidak ada

jihad untuk kami ? Rasulullah saw

berkata: tidak ada, tetapi untukmu

33

Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,Juz I (Beirut:Dar al-Fikr,1984), h.173


(53)

jihad yang lebih baik dan lebih indah

adalah melaksanakan haji menuju haji

yang mabrur”.(H.R. al-Bukhari)

Pada riwayat al-Bukhari lainnya,

Rasulullah saw juga bersabda :

%

TUP %

(e

$ f/

%

( $

V ﺹ

X

%

& ﺱ

>ﺱ

ch

%

? 'S

,

. @

:

&<ﻥ

? 'S

Kb

-c )

J) d

7

34

Artinya : “

Dari Aisyah Ummul

Mukminin bahwa Rasulullah saw

ditanya oleh istri-istrinya tentang

jihad, beliau menjawab sebaik-baik

jihad adalah haji”. (H.R al-Bukhari)

b. Menyampaikan Kebenaran Kepada

Penguasa Yang Zhalim

Hal ini ditegaskan dalam hadist

riwayat al-Tirmidzi :

%

# <ﺱ

J)#d

*

$

V ﺹ

X

%

& ﺱ

.

:

*

&O%

? 'S

T/(i

D.#%

#$%

D* C ﺱ

D,P ;

) .

c )

J ,(

35

(

34

Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,Juz III (Semarang:Maktabah Thaha Putra, T.th), h.221


(54)

Artinya :

“Dari Abi Said al-Khudri

menyatakan bahwasanya Rasulullah

saw bersabda: Sesungguhnya diantara

jihad yang paling besar adalah

menyampaikan

kebenaran

kepada

penguasa

yang

zhalim”.

(H.R

Tirmidzi)

Kata A’zham (

&O%

) pada hadist di atas

menunjukkan

bahwa

upaya

menyampaikan

kebenaran

kepada

penguasa yang zhalim merupakan

suatu perjuangan yang sangat besar.

Sebab

hal

itu

sangat

mungkin

mengandung resiko yang cukup besar

pula.

36

c. Berbakti Kepada Orang Tua

35

Abi Ali Muhammad Abdurrahman Ibn Abdurrahim al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwazi Bi Syarhi Jami’ al-Tirmizi, Juz VI (Beirut:Dar al-Fikr,T.th), h.396

36Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme,


(55)

Jihad dalam berbakti kepada

orang tua dijelaskan dalam hadist :

! ;

;)

V

( $

V

X

%

& ﺱ

*I>

? 'S

,

. @

:

K ﺡ

^j #

.

:

&<ﻥ

,

.

:

/' G

#_ S

.

-2

kG

%

7

37

Artinya :

“Seseorang datang kepada

Nabi saw untuk meminta izin ikut

berjihad bersamanya, kemudian Nabi

saw bertanya : apakah kedua orang

tuamu masih hidup? Ia menjawab:

masih, Nabi saw bersabda: terhadap

keduanya maka berjihadlah kamu”.

(Muttafaqun Alaih)

Kata

fajaahid (

#_ S

) dalam hadist

tersebut berarti memperlakukan orang

tua dengan cara yang baik, yaitu

dengan mengupayakan kesenangan

orangtua, menghargai jasa-jasanya,

menyembunyikan

kelemahan

dan

37

Muhammad Ibn Ismail al-Makhalani, Subul al-Salam, Juz IV (Mesir:Dar al-Salam,T.th), h.42


(56)

kekurangannya

serta

berperilaku

dengan tutur kata dan perbuatan yang

mulia.

38

d. Menuntut Ilmu dan Mengembangkan

Pendidikan

Didalam

sebuah

hadist

yang

diriwayatkan

Imam

Ibnu

Majah

disebutkan :

! ;

J#S

_

&

>

, d

/(<

<

/(

'

T :$/ﺏ

#_ S/

X

! ;

, l

H I

'

T :$/ﺏ

;,

,O$

V

Dm

c, R

.

-c )

DT;

7

39

Artinya : “Orang yang datang ke

masjidku ini tidak lain kecuali karena

kebaikan yang dipelajarinya atau

diajarkannya, maka ia sama dengan

orang yang berjihad di jalan Allah.

Barangsiapa yang datang bukan karena

itu, maka sama dengan orang yang

38Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme,

h.19

39

Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid Ibnu Majah al-Qazwainiy, Shahih Sunan Ibn Majah,


(57)

melihat kesenangan orang lain.

(H.R

Ibnu Majah).

e. Membantu Fakir Miskin

Jihad yang tidak kalah pentingnya

adalah membantu orang miskin, peduli

kepada sesama, menyantuni kaum

papa. Hadist yang diriwayatkan

al-Bukhari berikut ini menjelaskan :

%

L, ,_

.

:

.

. ﺱ)

X

V ﺹ

X

%

& ﺱ

:

%

V %

T )

` /

#_ S/ i

X

-c )

[) d

7

40

Artinya :

“Dari Abi Hurairah berkata:

Rasulullah saw bersabda: Orang yang

menolong

dan

memberikan

perlindunga kepada janda dan orang

miskin sama seperti orang yang

melakukan jihad di jalan Allah”.

(H.R

al-Bukhari).

40


(58)

Sedangkan

jihad

dalam

arti

khusus,

yaitu bertempur/berperang

memerangi kaum kafir, baru diizinkan

kepada Nabi Muhammad saw setelah

ia bermukim di Madinah selama satu

tahun. Ketika Rasulullah saw berada di

Mekkah penyebaran dakwah Islam

dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Rentan

waktu

Rasulullah

menyembunyikan dakwahnya hingga

turunnya

perintah

untuk

mendakwahkan Islam secara

terang-terangan berkisar selama tiga tahun.

41

Allah swt berfirman dalam QS al-Hijr

(15):94

m#ﺹ

/ﺏ

, f

=,%

%

i,U/

-,S

0

4Q

23

6n

7

41


(59)

Artinya: ”Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa

yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang

musyrik”.

Maka mulailah penyebaran Islam tersebut dilakukan secara

terang-terangan, sekalipun dalam menyebarkan Islam Nabi saw mengalami

berbagai penderitaan. Namun, Allah swt tetap memerintahkan Nabi saw

untuk bersabar. Ketika tindakan kaum quraisy terhadap agama Allah

sudah kelewat batas –mereka menolak kemuliaan yang ingin Allah

berikan kepada mereka, bahkan mereka mendustakan NabiNya,

menyiksa dan mengusir orang-orang yang menyembahNya- maka Allah

swt mengiizinkan Rasulallah untuk berperang dan membela orang-orang

yang di dzalimi dan dianiaya.42 Allah swt berfirman dalam QS al-Hajj:

39-41

!

" #

$ %

' (

)*

+,-.

/0'

.

12(

3 /

45

6758

9ﻡ:#

1ﻡ ﺹ

"1)

"< ﺹ

#$ =ﻡ

>

)2

@ )A>

!/)

B !/

CD

"E E

42 Ibid., h.132


(60)

/Fﻡ

G2

H'I

ﻡ J

KL!

M

K >E

N 5

F/

O8J

' ﻡI

P

QR

S

TU

VW

XY

Z

Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah." Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”.

3. Syarat dan Tujuan Jihad

a.Syarat Jihad

Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa jihad dalam pengertian umum mencakup seluruh jenis ibadah dan amal shalih seperti haji mabrur, berbakti kepada orangtua, menuntut ilmu, membantu fakir miskin, dan lain-lain telah diatur tentang syarat-syarat dan ketentuannya masing-masing didalam fiqh Islam.


(61)

Adapun jihad dalam arti bertempur atau berperang memiliki beberapa syarat wajib yang harus dipenuhi, yaitu43 :

1) Islam ( e]ﺱ ), maka bagi orang kafir tidak wajib jihad,

2) Baligh (o ), maka bagi anak kecil tidak wajib jihad,

3) Berakal ( @< ), maka bagi orang gila tidak wajib jihad,

4) Merdeka (T , ), maka bagi si budak tidak wajib berjihad meskipun sang tuannya memerintahkannya,

5) Laki-laki (T ) i ), maka tidak wajib jihad bagi orang perempuan dan orang banci yang merepotkan,

6) Dalam keadaan sehat (T A ), maka tidak wajib jihad bagi orang sakit dengan suatu penyakit yang dapat menghambat peperangan, seperti sakit panas yang terus-menerus,

7) Kuat bertempur (T C V % . @ ), maka tidak wajib jihad bagi orang yang buntung tangannya, juga tidak wajib atas orang yang tidak mempunyai perlengkapan perang seperti senjata, kendaraan, dan bekal.

Perlu diketahui bahwa sebenarnya menurut ajaran Islam, perang sama sekali tak dikenal karena islam menginginkan terciptanya suasana yang penuh dengan kedamaian dalam keadaan bagaimanapun, kecuali pada dua keadaan : 1) Mempertahankan diri, nama baik, harta dan tanah air ketika diserang

musuh. Allah swt berfirman dalam QS al-Baqarah (2): 190

43

Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim al-Syafi’I, Fathul Qarib, penerjemah Imran Abu Amar, Menara Kudus, Jilid II, h.167


(62)

&`ﻥ @

# <

*9

Kp

# </

-L,@

0

q

23

46r

7

Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang

memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena

sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui

batas”.

2) Dalam keadaan melindungi dakwah di jalan Allah, seperti orang

yang menghentikan dakwah ini dengan jalan menyiksa orang-orang

yang seharusnya keamanannya terjamin, atau dengan jalan

merintangi mereka yang ingin memeluk ajaran Allah, atau melarang

juru dakwah menyampaikan ajaran Allah.44

Dalam berperang, kaum muslimin tidak boleh melampaui batas,

membunuh perempuan, anak-anak dan orangtua renta yang tidak

ikut berperang. Islam juga melarang merusak akses dan fasilitas

publik seperti persediaan makanan, dan pemukiman. Perang juga

tidak boleh dilakukan apabila negosiasi dan proses perjanjian damai

masih mungkin dilakukan. Peperangan harus segera dihentikan

44

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, penerjemah Kamaluddin A. Marzuki, Bandung:al-Ma’arif, h.40


(63)

apabila musuh sudah menyerah, melakukan gencatan senjata atau

meneken perjanjian damai.45

Dalam ungkapan al-Qur’an peperangan dilakukan untuk

menghilangkan fitnah (kemusyrikan dan kedzaliman), apabila telah

tidak ada lagi fitnah, tidak ada alasan untuk melakukan peperangan.

Hal ini dijelaskan di dalam QS al-Baqarah (2): 193

J

[-.

F

"O/[2

F

:#

\2

[

L2

#

.

) ]

P

K 8

S

^

VW

YUT

Z

Artinya: “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”.

Singkatnya, perang diijinkan dalam situasi dan kondisi yang sangat terpaksa. Apabila perang terpaksa dilakukan, peperangan tersebut harus dilakukan untuk tujuan damai, bukan untuk permusuhan dan membuat kerusakan di muka bumi.

b. Tujuan Jihad

Tujuan jihad yang dapat diambil maknanya dari ayat-ayat al-Qur’an adalah terlaksananya syari’at islam dalam arti yang sebenarnya serta terciptanya suasana yang damai dan tentram. Sebagaimana firman Allah swt di dalam QS al-Hajj (22): 41

*9

&_ $`

=)>

L A

!

L i:

,

E ,</ ﺏ

'ﻥ

%

,`$/

T %

) >

-b

0

qq

23

n4

7

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka

mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”.

Tanpa motivasi jihad seperti yang disebutkan di atas, Islam tidak membenarkan pemeluknya untuk melakukan penyerangan ataupun teror terhadap siapapun.

45Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme,


(64)

Jihad belum bisa disebut Jihad yangsebenarnya jika tidak diniatkan karena Allah dan dimaksudkan untuk menegakkan kalimatullah (agama Allah), mengangkat bendera kebenaran dan menghalau kebathilan serta dengan segala daya berupaya mendapatkan ridha Allah swt.

Jika masih ada motif atau tujuan lain selain itu berupa motif duniawi, maka belum bisa dikatakan jihad dalam pengertian yang sebenarnya. Dengan demikian, orang yang mati terbunuh karena ingin mendapatkan bagian ghanimah atau mendapatkan kedudukan atau untuk menunjukkan keberanian atau memperoleh popularitas, maka sesungguhnya orang seperti ini tidak akan mendapatkan pembagian di akhirat, tidak mendapatkan pahala. Imam Abu Daud dan al-Nasa’i meriwayatkan bahwa seseorang berkata : “Wahai Rasulallah, bagaimana pendapatmu tentang orang yang berperang karena mengharap upah dan ingin dikenang, apa yang akan ia peroleh? Rasulullah menjawab : Tidak mendapatkan apa-apa, Rasulullah mengulang kalimat ini tiga kali, kemudian bersabda : Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal kecuali jika amal itu ikhlas dan mengharap ridha dari-Nya”

Jihad sebagai sarana untuk mencapai keridhaan Allah swt dan salah satu ciri dari orang beriman. Tentu saja disesuaikan dengan kemampuan yang ada pada seseorang, seperti melalui lisan, melalui hati ataupun dengan pengorbanan harta sesuai dengan profesinya. Allah swt berfirman di dalam QS al-Shaff (61): 11

I9

)

L) S

'

K\Gﻥ

' 9

j i,

/P

#$%

, F

'

L) S(

, F

+ ,

-sA

0

54

23

44

7

Artinya: “(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.

Di dalam kitab Bulughu al-Maram karangan al-Hafizd Ibnu Hajar Atsqalani disebutkan bahwasanya Rasululah saw bersabda :

i,U/ #_ ;

&`

&` G

&` $

-c )

t $

7

46

Artinya: “ Perangilah orang-orang musyrik dengan hartamu, dan jiwamu, dan lisanmu” (H.R al-Nasa’i).

Jihad bukanlah tujuan akhir dan bukan pula sasaran akhir akan tetapi

jihad adalah jalan yang telah disyariatkan Allah untuk mewujudkan sasaran dan tujuan yang mulia antara lain:

1. Mencari Keridhaan Allah Swt

46

Abdurrahman Ahmad Ibn Syu’aib al-Nasa’i, Shahih Sunan al-Nasa’i,Juz 2 (Riyadh:Maktabah al-Ma’arif,1998), h.369


(65)

Allah swt berfirman dalam QS an-Nisa (4): 74

@

* ,U

L

ﻥK#

L,Fu ﺏ

@

@

p l

E

fﻥ

,;

/ O%

-! $

0

n

23

vn

27

Artinya: "Karena itu, semestinyalah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang dijalan Allah. Barangsiapa yang berperang dijalan Allah, lalu ia gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan kami berikan kepadanya pahala yang besar."

Dari Muaz bin Jabal r.a, dari Rasulullah, beliau bersabda : "Perang itu ada dua. Barangsiapa yang (berperang) mencari wajah Allah, mentaati Imam, menginfakkan harta pilihan, memudahkan kawan, menjauhi perbuatan merusak, maka sesungguhnya tidur dan jaganya semuanya membuahkan pahala. Adapun orang yang berperang karena kesombongan, riya dan mencari kemasyhuran, dan durhaka terhadap Imam serta membuat kerusakan dibumi maka sesungguhnya ia tidak akan kembali dengan rezeki yang cukup.” (HR Abu Daud, an-Nasai dan al-Hakim)

2. Untuk Mengawal Da'wah Islam

Islam wajib disebarkan ke seluruh umat manusia diseluruh muka bumi dengan tidak membenarkan adanya berbagai rintangan yang memisahkan antara Da'i (Pendakwah) dan Mad'u (Yang di Dakwahi). Apakah rintangan itu berupa al-I'tiqadiyah al-Fikriyyah, al-Siyasiyah al-Qanuniyyah, maupun


(66)

al-Madhiyah al-Askariyyah. Maka untuk mengawal perjalanan da'wah dan memeliharanya dari berbagai rintangan seperti tersebut di atas itu, Allah telah mensyariatkan Jihad fi Sabilillah. Dan selain itu, juga untuk memelihara kaum muslimin dari berbagai fitnah terhadap agama mereka, atau dari berbagai ancaman terhadap kehidupan, kehormatan, harta dan akal mereka.

3. Mengokohkan Kaum Muslimin dan Melaksanakan Hukum Allah dimuka Bumi

Allah Azza wa Jalla berfirman dalam QS al-Nur (24): 55

#%

$ !

&`$

/%

w

A

&'$G d

=)>

/i

s d ﺱ

&'

/i

s d ﺱ

'

&

$(`/

&'

&'$ ?

J

V\ )

&'

&'$ (#

#<ﺏ

&' F

$

$ﻥ # <

* i,U

x ﺵ

,Gi

#<ﺏ

H I

Hx >

&_

* @ﺱ G

-) $

0

qn

23

QQ

7

Artinya: "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kalangan kamu (wahai Muhammad) bahwa ia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Ia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Ia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan), sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadat kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik."


(67)

4. Ujian Dari Allah Untuk Orang-Orang Beriman

Hal ini sebagaimana diterangkan didalam QS Ali Imran (3): 142

e

& ﺡ

*

F#

T$S

/

& <

#_ ;

&`$

& <

,ﺏ A

-.

* ,/%

0

1

23

4nq

7

Artinya: "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar."

5. Menghapuskan Penghambaan Manusia Kepada Selain Allah dan digantikan Dengan Penghambaan Kepada Allah Semata-mata

Rasulullah saw bersabda:

Yz<ﺏ

[#

T%

s

V ﺡ

X # <

c#

H ,ﺵ

<;

+)

Y

{

)

<;

.(

) l(A

V %

s F

[D,

U

De @ﺏ

'

&'$

) .

c )

#/ﺡ

47

(

Artinya: "Aku telah diutus menjelang hari kiamat dengan pedang, hingga manusia beribadah hanya kepada Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya, rezekiku dijadikan-Nya dibawah bayangan tombakku, dan kerendahan serta kehinaan dijadikan-Nya terhadap orang-orang yang menyalahi. Dan barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka."(H.R Ahmad).

Aisyah r.a berkata : Rasulullah saw jika mengangkat komandan perang atau angkatan perang, beliau memberikan wasiat khusus agar bertaqwa kepada Allah dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang menyertainya. Kemudian beliau bersabda : “Berperanglah atas nama Allah, di jalan Allah,

47

Ahmad Ibn Hambal, Musnad Li al-Imam Ahmad Ibn Hambal, Juz 2 (Beirut:Dar al-Fikr,1991), h.263


(68)

perangilah orang yang kufur kepada Allah. Berperanglah, jangan berkhianat, jangan mengingkari janji, jangan memotong anggota badan, jangan membunuh anak-anak. Jika engkau bertemu musuhmu dari kaum musyrikin, ajaklah mereka kepada tiga hal. Bila mereka menerima salah satu dari ajakanmu itu, terimalah dan jangan apa-apakan mereka, yaitu : ajaklah mereka memeluk agama islam, jika mereka mau, terimalah keislaman mereka; kemudian ajaklah mereka berpindah dari negeri mereka ke negeri kaum muhajjirin, jika mereka menolak, katakanlah pada mereka bahwa mereka seperti orang-orang arab Badwi yang masuk islam, mereka tidak akan memperoleh apa-apa dari harta rampasan perang dan fai’(harta rampasan tanpa peperangan), kecuali jika mereka berjihad bersama kaum muslimin. Bila mereka menolak masuk islam, mintalah mereka agar membayar upeti. Jika mereka menyetujui, terimalah hal itu dari mereka. Lalu, bila mereka menolak, mintalah perlindungan Allah dan perangilah mereka. Apabila engkau mengepung penduduk yang berada dalam benteng dan mereka mau menyerah jika engkau memberikan kepada mereka tanggungan Allah dan RasulNya, maka jangan engkau lakukan, namun berilah tanggungan kepada kepada mereka. Karena sesungguhnya jika engkau mengurungkan tanggunganmu adalah lebih ringan daripada engkau mengurungkan tanggungan Allah. Apabila mereka menginginkan engkau memberikan keamanan atas mereka berdasarkan hukum Allah, jangan


(69)

engkau lakukan. Tetapi lakukanlah berdasarkan kebijaksanaanmu sendiri, karena engkau tidak tahu, apakah engkau tepat dengan hukum Allah atau tidak dalam menetapkan hukum kepada mereka”. (H.R Muslim).


(1)

pemerintah untuk menghukumnya, dan masih ada pihak-pihak yang merasa di zhalimi dengan kebijakan yang tidak memihak tersebut.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim

Abdullah, Sulaiman. Dinamika Qiyas Dalam Pembaharuan Hukum Islam, Cet.IV. Pedoman Ilmu Jaya, 1996.

Abidin, Ibnu. Hasyiah Rad al-Mukhtar, juz.IV. Beirut: Dar al-Fikr, 1992. Muhammad, Asfar. Islam Lunak-Islam Radikal, Surabaya: JP Press, 2003. Audah, Abdul Qadir. al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, Beirut:Libanon, 2000. Azra, Azyumardi. Jihad dan Terorisme, Jakarta: Islamika, 1997.

Azzam, Abdullah, DR, Jihad: Adab dan Hukumnya, Jakarta: Gema Insani Press, 1991.

______________, Perang Jihad di Zaman Modern, Jakarta: Gema Insani Press, 1994. Basya, M. Hilaly dan K. Alka, David, Amerika Perangi Teroris Bukan Islam, Jakarta:

Center For Moderat Muslim (CMM), 2004.

Bukhari, , Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail. Shahih Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr, 1984.

Buthi, al-, Muhammad Said Ramadhan. al-Jihad Fi al-Islam, Beirut: Dar al-Fikr, 1993.

Bom Bunuh Diri Haram, Media Indonesia, Jakarta, 18 November 2005. Daftar Serangan Teroris di Indonesia, Kompas, Jakarta, 8 Oktober 2005.

Dimyati, al-, Muhammad Syatha’. I’anah al-Thalibin, juz.IV. Indonesia, Dar al-Ihya al-Kutub al-Arabiyah, T.th.

Hambal, Ahmad Ibn. Musnad Li Imam Ahmad Ibn Hambal, juz.II. Beirut: Dar al-Fikr,1991.


(3)

Hamzah, Andi. KUHP & KUHAP, Jakarta: Rineka cipta, 2004.

Harun, Abdussalam. Tahdzib Sirah Nabawiyah,Jakarta: Dar al-Haq, 2003.

Hejazziey,Djawahir. dkk, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta Fakultas Syariah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007.

Http//aniq.wordpress.com/2005/09/07/

Http//hidayatullah.com/index.php?option=com_joomlaboard&func=view&id=35778 &catid=32. Http//id.wikipedia.org/wiki/pengeboman_Bali_2005

Http//mobile.liputan6.com/?c_id=8&id=113002 Http//web.bisnis.com/umum/sosial/1id40619.html

Http//www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A3477_0_3_0_M Http//www.detik.com 20/10/2002

Http//www.freelists.org/archives/ppi/11-2005/msg00115.html Http//www.gatra.com/2003-08-05/artikel.php?id=30471 http://www.gatra.com/2005-04-08/artikel.php?id=83327 Http//www.kpu.go.id/berita/haripertama.php

Http//www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Utama&id=16550 Http//www.suarapembaruan.com/News/2005/11/27/Utama/ut01.htm

Http//www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/11/23/brk,20051123-69615,id.html Http//www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/08/05/brk,20030805-32,id.html Http//www.tragedipalestina.com/intifada02.html

Jihad, edisi perdana Tahun I 27 April 2003 ____, edisi No.2 Tahun I 27 Mei 2003


(4)

Junaedi, Dedi. Konspirasi Di Balik Bom Bali Skenorio Membungkam Gerakan Islam, Jakarta: Bina Wawasan Press, 2003.

Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

Katsir, Abu al-Fida Ismail Ibn. Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, jilid IV, Penerjemah: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Kuala Lumpur: Victorie Agencie,1988. Luqman, Loebby. Analisis Hukum dan Perundang-Undangan Kejahatan terhadap

Keamanan Negara di Indonesia, Jakarta: Universitas Indonesia, 1990.

Mahalli, al-, Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad dan Suyuthi, al-, Jalalaluddin Abdurrahman Ibn Abi Bakr, Tafsir Jalalain, juz.I. Surabaya: Dar al-Abidin, T.th.

Makassary, al-, Ridwan. Terorisme Berjubah Agama, Jakarta: PBB UIN, 2003. Makhalani, al-, Muhammad Ibn Ismail, Subul al-Salam, juz II & IV. Mesir: Dar

al-Salam,T.th.

Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, cet.I. Diterbitkan Oleh Tim Penanggulangan Terorisme, 2006.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1996.

Misrowi, Zuhairi, & Zada, Khamami, Islam Melawan Terorisme, Jakarta: LSIP dan Yayasan TIFA, 2004.

Mubarakfur, al-, Abi Ali Muhammad Abdurrahman Ibn Abdurrahim, Tuhfah al-Ahwazi Bi Syarhi Jami’ al-Tirmizi, juz.VI. Beirut: Dar al-Fikr,T.th.

Muchlis, Ahmad Wardi. Hukuman Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Muhtasib, al-, M. Ramadhan. Hirabah dan Hukumannya, artikel diakses dari http://groups.yahoo.com/group/khilafah/message/701

MUI, Fatwa MUI tentang Terorisme, Jakarta: MUI, 2004.

Munawwir, Ahmad Warsan. al-Munawwir:Kamus Arab-Indonesia, cet.XIV. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.


(5)

Nasa’i, al-, Abdurrahman Ahmad Ibn Syu’aib. Shahih Sunan al-Nasa’i, juz.II. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif,1998.

Naisaburi, al-, Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-Qusyairi, Shahih Muslim, Beirut: Dar al-Fikr, 1995.

Qazwainiy, al-, Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid Ibnu Majah, Shahih Sunan Ibn Majah, juz.I. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, 1997.

Qurthubi, , Muhammad Ibn Ahmad. Jami’ Li Ahkam Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr,1952.

Ridho, Abu, Terorisme : Kelompok Kajian Dakwah dan Pemikiran Islam,T.tp., Tarbiatuna, T.th.

Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid, penerjemah Imam Ghazali & Ahmad Zaidun Jakarta: Pustaka Amani, 2007.

Sabili, No. 6 Tahun XII 8 Oktober 2004.

Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, alih bahasa Kamaluddin A. Marzuki, Bandung: Alma’arif,1987.

Sajastani, al-, Abu Daud Sulaiman Ibn al-Asy’ats, Sunan Abi Daud, juz.IV. Beirut: Dar al-Fikr,1994.

Shabuni, , Muhammad Ali, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, juz.I. Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1402 H.

Shihab, Muhammad Quraisy, Tafsir al-Misbah, vol. III. Jakarta: Lentera Hati,2000. __________________________, Tafsir al-Misbah, vol.V. Jakarta: Lentera Hati,

2002.

__________________________, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996. Soekamto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit UI-Press, 1986. Syafi’I, al-, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim, Fathul Qarib, jilid.II.


(6)

Takruri, Nawaf Hail. al-amaliyat al-Istisyhadiyat fil Mizan al-Fiqh, Maktabah al-asad, 1997.

Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme

Zuhaili, al-, Wahbah. al-Fiqh al-IslamWa Adillatuhu, juz.VI. Damaskus Suriah: Dar al-Fikr, 1984.