Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Sifat Reologi Polimer (Karbopol, Na CMC, Natrium Alginat, Tragakan, Xanthan Gum)

(1)

IDENTIFIKASI PENGARUH STERILISASI UAP

DAN STERILISASI RADIASI TERHADAP

SIFAT REOLOGI POLIMER (KARBOPOL, Na CMC,

NATRIUM ALGINAT, TRAGAKAN, XANTHAN GUM)

SKRIPSI

FENNY DELFIYANTI

1112102000032

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2016


(2)

IDENTIFIKASI PENGARUH STERILISASI UAP

DAN STERILISASI RADIASI TERHADAP

SIFAT REOLOGI POLIMER (KARBOPOL, Na CMC,

NATRIUM ALGINAT, TRAGAKAN, XANTHAN GUM)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

FENNY DELFIYANTI

1112102000032

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2016


(3)

iii

Skripsi ini adalah karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Fenny Delfiyanti

NIM : 1112102000032

Tanda Tangan :


(4)

Nama : Fenny Delfiyanti

NIM : 1112102000032

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Sifat Reologi Polimer (Karbopol, Na CMC, Natrium Alginat, Tragakan, Xanthan Gum)

Disetujui oleh :

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt NIP. 19831028 200901 2 008 NIP. 19750104 200912 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt NIP. 19740430 200501 2 003


(5)

v Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Fenny Delfiyanti

NIM : 1112102000032

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Sifat Reologi Polimer (Karbopol, Na CMC, Natrium Alginat, Tragakan, Xanthan Gum)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt ( )

Pembimbing II : Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt ( )

Penguji I : Dr. Azrifitria, M.Si., Apt ( )

Penguji II : Nurhasni, M.Si ( )

Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 18 Juli 2016


(6)

Nama : Fenny Delfiyanti Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Sifat Reologi Polimer (Karbopol, Na CMC, Natrium Alginat, Tragakan, Xanthan Gum)

Polimer merupakan makromolekul yang tersusun dari pengulangan unit-unit molekul kecil yang disebut monomer. Polimer dalam suatu sediaan farmasi dapat mempengaruhi sifat reologi sediaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh sterilisasi uap dan sterilisasi radiasi terhadap sifat reologi sejumlah polimer (karbopol, Na CMC, natrium alginat, tragakan, xanthan gum). Setiap larutan polimer dibuat menjadi dua konsentrasi, yaitu konsentrasi rendah dengan viskositas 500-1000 cPs dan konsentrasi tinggi dengan viskositas 10.000-20.000 cPs. Larutan polimer pada setiap konsentrasi dibuat menjadi tiga kondisi antara lain tanpa sterilisasi, sterilisasi panas uap dan sterilisasi radiasi. Sterilisasi uap dilakukan pada suhu 121oC selama 15 menit. Sterilisasi radiasi dilakukan pada dosis 25 kGy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) sterilisasi uap tidak mempengaruhi sifat reologi larutan polimer karbopol, tragakan dan xanthan gum konsentrasi tinggi serta karbopol konsentrasi rendah, tetapi mempengaruhi sifat reologi larutan polimer Na CMC dan natrium alginat konsentrasi tinggi serta Na CMC, natrium alginat, tragakan dan xanthan gum konsentrasi rendah; (2) sterilisasi radiasi tidak mempengaruhi sifat reologi larutan polimer karbopol konsentrasi tinggi dan rendah, tetapi mempengaruhi sifat reologi lartuan polimer Na CMC, natrium alginat, tragakan dan xanthan gum pada konsentrasi rendah dan tinggi.


(7)

vii Name : Fenny Delfiyanti

Major : Pharmacy

Title : Identification Effect of Steam Sterilization and Radiation Sterilization on the Rheological Properties of Polymers (Carbopol, CMC Na, Sodium Alginate, Tragacanth, Xanthan Gum)

Polymers are macromolecules composed by many small units of molecules known as monomers. Polymer can affect rheological properties of pharmaceutical formulations. The aim of the research was to investigate effect of steam sterilization and radiation sterilization on the rheological properties of some polymers (carbopol, CMC Na, sodium alginate, tragacanth, xanthan gum). Each polymer solution was prepared in two concentrations, those are low concentration which has viscosity about 500-1000 cPs and high concentration which has viscosity about 10.000-20.000 cPs. Each polymer solution was prepared for three conditions, those are without sterilization, steam sterilization (121oC, 15 minutes) and radiation sterilization (sterilization dose was 25 kGy). The result showed that (1) steam sterilzation could not affect rheological properties of carbopol, tragacanth and xanthan gum solutions at high concentration, and carbopol solution at low concentration, but steam sterilization could affect rheological properties of CMC Na and sodium alginate solutions at high concentration and CMC Na, sodium alginate, tragacanth and xanthan gum solutions at low concentration; (2) radiation sterilization could not affect rheological properties of carbopol solution both at low and high concentration, but radiation sterilization could affect rheological properties of CMC Na, sodium alginate, tragacanth and xanthan gum solutions both at low and high concentration.

Keywords : polymer, rheology, viscosity, steam sterilization, radiation sterilization


(8)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta menganugrahkan kesehatan dan kesempatan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Reologi Polimer (Karbopol, Na CMC, Natrium Alginat, Tragakan, Xanthan Gum)”. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Dalam penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini penulis tidak lepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan dan kesungguhan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Nada Marnada, M.Eng selaku Kepala Balai Iradiasi,

Elektromekanik dan Instrumentasi (IEI), Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN.

2. Bapak Prof. Dr. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt beserta Ibu Nelly Suryani, Ph.D, Apt selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt dan Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt selaku pembimbing I dan II yang telah bersedia meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran membimbing, memberikan dukungan dan masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt dan Ibu Nurhasni, M.Si selaku dewan penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. 6. Kedua orang tua tercinta, Papa Fidel Kasman, SH dan Mama Devi Yerni yang

senantiasa mencurahkan cinta, doa, pengorbanan dan dukungan yang menjadi sumber kekuatan bagi penulis. Semoga Papa dan Mama senantiasa diberikan kesehatan dan limpahan rahmat dari Allah SWT.


(9)

ix penyemangat bagi penulis.

8. Keluarga besar Kakek Umar St. Malano, Kakek H. Ibnu Hajar dan Kakek Herman St. Bagindo yang selalu memberikan doa dan dukungan bagi penulis selama masa perkuliahan hingga penelitian dan penyusunan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

10. Staf dan pegawai Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), terutama Pak Pram dan Kak Ica yang telah banyak membantu penulis selama melakukan sterilisasi radiasi.

11. Sahabat dan partner penelitian, Nurul Fitri Rukmana. Terimakasih atas kerjasama yang sangat baik, motivasi yang begitu menginspirasi, semangat yang tidak pernah padam sampai akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga cita-cita dan harapan kita dikabulkan oleh Allah.

12. Afina Almas Ghasani, Denny Bachtiar dan Rakha Jati Prasetyo, sahabat terbaik yang senantiasa memberikan motivasi dan semangat, yang selalu mendengarkan dan memahami, menjadi tempat berkeluh kesah dan berbagi cita-cita bagi penulis. Semoga Allah selalu menjaga ukhuwah kita.

13. Teman-teman penulis Ade Rachma Islamiah, Azmi Indillah, Risha Natasya, Zakiyah Zahra, Noni Tri Utami, Siti Windi Hariani, Lilis Hermawati, Khoiriyatus Sholihah, Santi Susilawati, Nita Fitriani, Okin, Adia Alghazia, Hary Abdul Rahman, kak Muhammad Haidar yang telah banyak membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi. Hanya Allah yang mampu membalas kebaikan teman-teman semua.

14. Teman-teman satu bimbingan, Fakhrun Nisa, Mauliana, Nur Khasanah dan Yunnica Sri Hapsari atas doa, dukungan dan kerjasamanya.

15. Seluruh laboran FKIK, terutama Kak Eris Risenti dan Kak Lisna yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.


(10)

kebersamaan. Semoga tetap terjalin komunikasi dan silaturahim diantara kita. 17. Keluarga besar HMPS Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode

2014-2015 atas kekeluargaan dan pembelajaran yang begitu berharga.

18. Teman-teman Pharmacy Music Communiy atas seluruh kebersamaan dan

keceriaan sehingga selalu berhasil menjadi tempat penghilang penat bagi penulis. Semoga PMC dapat terus berkarya.

19. Pihak-pihak terkait lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis selama perkuliahan, penelitian dan penyususnan skripsi.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu farmasi di masa yang akan datang.

Jakarta, Juli 2016


(11)

xi

Sebagai sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Fenny Delfiyanti

NIM : 1112102000032

Program Studi : S-1 Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

IDENTIFIKASI PENGARUH STERILISASI UAP DAN STERILISASI RADIASI TERHADAP SIFAT REOLOGI POLIMER (KARBOPOL, Na CMC, NATRIUM ALGINAT, TRAGAKAN, XANTHAN GUM)

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 18 Juli 2016

Yang Menyatakan,


(12)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ...v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ...xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...3

1.3 Tujuan Penelitian ...3

1.4 Manfaat Penelitian ...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...5

2.1 Reologi ...5

2.2 Aliran Newton ...7

2.3 Aliran Non-Newton ...8

2.3.1 Aliran Tidak Bergantung Waktu ...9

2.3.1.1 Plastis ...9

2.3.1.2 Pseudoplastis ...10

2.3.1.3 Dilatan ...10

2.3.2 Aliran Bergantung Waktu ...12

2.3.2.1 Tiksotropi ...12

2.3.2.2 Antitiksotropi ...13

2.3.2.3 Reopeksi ...13

2.4 Viskotester Haake ...13

2.5 Polimer ...14

2.5.1 Karbopol 940 ...14

2.5.2 Natrium Karboksimetilselulosa (Na CMC) ...15

2.5.3 Natrium Alginat ...16

2.5.4 Tragakan ...17

2.5.5 Xanthan Gum ...17

2.6 Sterilisasi Uap ...18

2.7 Sterilisasi Radiasi Gamma ...20

BAB III METODE PENELITIAN ...21

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...21

3.2 Bahan dan Alat ...21


(13)

xiii

3.3.1.1 Pembuatan Larutan Polimer Karbopol 940 ...23

3.3.1.2 Pembuatan Larutan Polimer Na CMC ...23

3.3.1.3 Pembuatan Larutan Polimer Natirum Alginat ....23

3.3.1.4 Pembuatan Larutan Polimer Tragakan ...23

3.3.1.5 Pembuatan Larutan Polimer Xanthan Gum ...24

3.3.2 Pengaturan pH ...24

3.3.3 Sterilisasi Larutan Polimer ...24

3.3.2.1 Sterilisasi Uap ...24

3.3.2.2 Sterilisasi Radiasi Gamma ...24

3.3.4 Evaluasi Fisik ...24

3.3.4.1 Pengamatan Organoleptis ...24

3.3.4.2 Uji Homogenitas ...25

3.3.5 Pengukuran Viskositas dan Reologi ...25

3.3.6 Pembuatan Kurva Viskositas dan Reologi ...25

3.3.7 Rancangan Analisis Data Viskositas ...25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...26

4.1 Preparasi Larutan Polimer ...26

4.2 Hasil Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Larutan Karbopol 940 ...27

4.2.1 Evaluasi Fisik ...27

4.2.2 Sifat Reologi dan Viskositas Karbopol 940 ...28

4.3 Hasil Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Larutan Na CMC ...30

4.3.1 Evaluasi Fisik ...30

4.3.2 Sifat Reologi dan Viskositas Na CMC ...31

4.4 Hasil Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Larutan Natrium Alginat ...34

4.4.1 Evaluasi Fisik ...34

4.4.2 Sifat Reologi dan Viskositas Natrium Alginat ...34

4.5 Hasil Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Larutan Tragakan ...38

4.5.1 Evaluasi Fisik ...38

4.5.2 Sifat Reologi dan Viskositas Tragakan ...38

4.6 Hasil Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Larutan Xanthan Gum ...41

4.6.1 Evaluasi Fisik ...41

4.6.2 Sifat Reologi dan Viskositas Xanthan Gum ...41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...45

5.1 Kesimpulan ...45

5.2 Saran ...45

DAFTAR PUSTAKA ...46


(14)

Halaman

Gambar 2.1 Ilustrasi Hubungan Laju Geser dan Tegangan Geser ... 5

Gambar 2.2 Kurva Reologi Berbagai Jenis Aliran ... 7

Gambar 2.3 Kurva Reologi dan Viskositas Aliran Newton ... 8

Gambar 2.4 Kurva Reologi dan Viskositas Aliran Plastis ... 9

Gambar 2.5 Kurva Reologi dan Viskositas Aliran Pseudoplastis ... 10

Gambar 2.6 Kurva Reologi Aliran Dilatan ... 11

Gambar 2.7 Gambaran Aliran Dilatan ... 11

Gambar 2.8 Kurva Reologi Aliran Tiksotropi dan Antitiksotropi ... 12

Gambar 2.9 Struktur Kimia Karbopol ... 15

Gambar 2.10 Struktur Kimia Na CMC ... 16

Gambar 2.11 Struktur Kimia Natrium Alginat ... 16

Gambar 2.12 Struktur Kimia Tragakan ... 17

Gambar 2.13 Struktur Kimia Xanthan Gum ... 18

Gambar 4.1 Kurva Reologi Karbopol 940 0,1% ... 28

Gambar 4.2 Kurva Reologi Karbopol 940 0,25% ... 29

Gambar 4.3 Kurva Perubahan Viskositas Karbopol 940 terhadap Pengaruh Sterilisasi ... 30

Gambar 4.4 Kurva Reologi Na CMC 1,25%... 31

Gambar 4.5 Kurva Reologi Na CMC 2,5%... 32

Gambar 4.6 Ikatan Glikosida pada Na CMC ... 33

Gambar 4.7 Kurva Perubahan Viskositas Na CMC terhadap Pengaruh Sterilisasi ... 34

Gambar 4.8 Pembentukan Ikatan Ganda Natrium Alginat... 35

Gambar 4.9 Kurva Reologi Natrium Alginat 1,5% ... 36

Gambar 4.10 Kurva Reologi Natrium Alginat 3% ... 37

Gambar 4.11 Kurva Perubahan Viskositas Natrium Alginat terhadap Pengaruh Sterilisasi ... 37

Gambar 4.12 Kurva Reologi Tragakan 1% ... 39

Gambar 4.13 Ikatan Glikosida pada Tragakan ... 39

Gambar 4.14 Kurva Reologi Tragakan 3,5% ... 40

Gambar 4.15 Kurva Perubahan Viskositas Tragakan terhadap Pengaruh Sterilisasi ... 40

Gambar 4.16 Kurva Reologi Xanthan Gum 1% ... 42

Gambar 4.17 Perubahan Konformasi Xanthan Gum oleh Pemanasan ... 42

Gambar 4.18 Kurva Reologi Xanthan Gum 4,5% ... 43

Gambar 4.19 Ikatan Glikosida pada Xanthan Gum ... 44

Gambar 4.20 Kurva Perubahan Viskositas Xanthan Gum terhadap Pengaruh Sterilisasi ... 44


(15)

xv

Halaman

Tabel 2.1 Hubungan Waktu dan Suhu pada Sterilisasi Uap... 19

Tabel 3.1 Kondisi Percobaan ... 22

Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Fisik Larutan Karbopol 940 ... 27

Tabel 4.2 Perubahan Viskositas Larutan Karbopol ... 29

Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Fisik Larutan Na CMC ... 30

Tabel 4.4 Perubahan Viskositas Larutan Na CMC ... 32

Tabel 4.5 Hasil Evaluasi Fisik Larutan Natrium Alginat ... 35

Tabel 4.6 Perubahan Viskositas Larutan Natrium Alginat... 35

Tabel 4.7 Hasil Evaluasi Fisik Larutan Tragakan ... 38

Tabel 4.8 Perubahan Viskositas Larutan Tragakan ... 38

Tabel 4.9 Hasil Evaluasi Fisik Larutan Xanthan Gum ... 41


(16)

Halaman

Lampiran 1. Alur Peneltian ... 52

Lampiran 2. Sertifikat Analisis Karbopol 940 ... 53

Lampiran 3. Sertifikat Analisis Na CMC... 54

Lampiran 4. Sertifikat Analisis Natrium Alginat ... 55

Lampiran 5. Sertifikat Analisis Tragakan ... 57

Lampiran 6. Sertifikat Analisis Xanthan Gum ... 58

Lampiran 7. Alat-Alat Penelitian ... 59

Lampiran 8. Data Reologi Karbopol 940 ... 60

Lampiran 9. Data Reologi Na CMC ... 61

Lampiran 10. Data Reologi Natrium Alginat... 62

Lampiran 11. Data Reologi Tragakan ... 63

Lampiran 12. Data Reologi Xanthan Gum ... 64

Lampiran 13. Data Viskositas Karbopol 940 ... 65

Lampiran 14. Data Viskositas Na CMC ... 66

Lampiran 15. Data Viskositas Natrium Alginat... 67

Lampiran 16. Data Viskositas Tragakan ... 68

Lampiran 17. Data Viskositas Xanthan Gum ... 69

Lampiran 18. Hasil Analisis Statistik Viskositas Larutan Polimer Karbopol 940 ... 70

Lampiran 19. Hasil Analisis Statistik Viskositas Larutan Polimer Na CMC... 71

Lampiran 20. Hasil Analisis Statistik Viskositas Larutan Polimer Natrium Alginat ... 72

Lampiran 21. Hasil Analisis Statistik Viskositas Larutan Polimer Tragakan ... 73

Lampiran 22. Hasil Analisis Statistik Viskositas Larutan Polimer Xanthan Gum... 74


(17)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.1 Latar Belakang

Polimer merupakan makromolekul yang tersusun dari pengulangan unit-unit molekul kecil yang disebut monomer (Guerra & Lima, 2013). Kandungan polimer pada sediaan farmasi berbentuk cairan dan semisolid dapat mempengaruhi reologi dan viskositas sediaan. Sifat reologi suatu sediaan menjadi indikator yang baik bagi stabilitas dan waktu simpan sediaan (Korhonen

et al., 2001). Sifat reologi yang baik juga dapat mempermudah pemasukan dan

pengeluaran sediaan dari wadah atau device (seperti spuit), meningkatkan penerimaan pasien terhadap sediaan karena nyaman saat digunakan serta dapat meningkatkan ketersediaan obat dalam tubuh (Mastropietro et al., 2013; Wilson

et al., 1998).

Polimer dapat digolongkan berdasarkan muatannya, yakni polimer anionik, kationik dan nonionik. Polimer anionik merupakan polimer yang umum digunakan pada berbagai sediaan farmasi termasuk sediaan steril karena memiliki kestabilan yang cukup baik, tidak toksik dan tidak mengiritasi (Rowe et al., 2009). Pemanfaatan polimer anionik pada sediaan steril antara lain, karbopol dan natirum alginat yang dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada sediaan gel mata in situ

(Champalal & Sushilkumar, 2012), xanthan gum yang digunakan sebagai peningkat viskositas pada sediaan tetes mata sehingga akan memperlama waktu retensi obat pada area prekorneal (Ceulemans et al., 2002), serta natrium

karboksimetilselulosa (Na CMC) dan tragakan yang dapat digunakan sebagai

rheology modifier pada sediaan parenteral (Malik et al., 2010)

Sediaan steril merupakan sediaan dengan persyaratan khusus, antara lain steril atau bebas mikroorganisme dan pirogen sehingga harus memerlukan proses sterilisasi. Sterilisasi berfungsi membunuh semua mikroorganisme (baik dalam bentuk spora maupun nonspora dari bakteri, virus dan protozoa) yang dapat berbahaya bagi kesehatan manusia bila mengontaminasi sediaan farmasi (World Health Organization, 2015).


(18)

Metode sterilisasi secara umum dibagi menjadi dua yaitu sterilisasi panas dan sterilisasi tanpa panas. Salah satu metode sterilisasi panas yang umum digunakan adalah sterilisasi panas uap, dimana panas tersebut dihasilkan dari uap pemanasan air (WHO, 2015; Dion & Parker, 2013). Metode ini umum digunakan karena keuntungannya antara lain tidak toksik, efisien, mudah dikontrol dan dimonitor, cepat, mudah berpenetrasi ke wadah dan lebih aman untuk sediaan karena temperatur yang digunakan cenderung lebih rendah dibandingkan metode sterilisasi panas lainnya (Rutala et al., 2008). Salah satu metode sterilisasi tanpa

panas yang banyak digunakan adalah radiasi gamma, karena memiliki keuntungan antara lain efektif, aman, mudah, serta tidak menimbulkan masalah toksisitas dan ekologi seperti pada sterilisasi etilen oksida dan formaldehid (Silindir & Özer, 2012). Pada metode ini, bahan dipaparkan dengan radiasi pengion dalam bentuk radiasi gamma dari sumber radioisotop yang sesuai seperti cobalt-60 (60Co)

(WHO, 2015).

Metode sterilisasi seperti sterilisasi uap dan sterilisasi radiasi, cenderung dapat merusak polimer. Kerusakan yang mungkin terjadi antara lain timbulnya perubahan warna, perubahan transisi termal, sampai pemutusan rantai polimer yang dapat berpengaruh kepada reologi dan viskositas larutan polimer (Silindir & Özer, 2012). Maka dari itu penting bagi seorang formulator untuk mempertimbangkan metode sterilisasi dan pemilihan polimer yang tepat, agar tetap dihasilkan sediaan dengan sifat alir yang baik sesuai kebutuhan. Beberapa penelitian terdahulu telah mengidentifikasi bagaimana pengaruh sterilisasi terhadap reologi dan viskositas larutan polimer. Penelitian Bindal et al, (2003)

mempublikasikan bahwa viskositas larutan polimer guar gum dan hidroksietilselulosa menurun setelah disterilisasi uap pada suhu 121oC, sedangkan

viskositas metil selulosa dan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) tidak berubah signifikan setelah disterilisasi uap (Duggirala & DeLuca, 1996). El-Bagory et al,

(2010) dalam penelitiannya mempublikasikan bahwa radiasi gamma pada gel

pluronic menyebabkan peningkatan viskositas gel, sedangkan pada larutan polimer alginat yang disterilisasi dalam bentuk bubuk, radiasi gamma menyebabkan penurunan viskositas secara signifikan sampai lebih dari 70% (Sintzel et al., 1997).


(19)

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada dan seberapa besar perubahan reologi dan viskositas polimer setelah disterilisasi dengan sterilisasi uap dan sterilisasi radiasi. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi pengaruh sterilisasi uap dan sterilisasi radiasi terhadap perubahan reologi sejumlah polimer anionik, antara lain karbopol 940, natrium karboksimetilselulosa (Na CMC), natrium alginat, tragakan dan xanthan gum.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini antara lain :

a. Bagaimana pengaruh sterilisasi uap terhadap sifat reologi sejumlah polimer (karbopol 940, Na CMC, natrium alginat, tragakan dan xanthan gum)?

b. Bagaimana pengaruh sterilisasi radiasi terhadap sifat reologi sejumlah polimer (karbopol 940, Na CMC, natrium alginat, tragakan dan xanthan gum)?

1.3 Tujuan Penelitian

a.Mempelajari pengaruh sterilisasi uap terhadap sifat reologi sejumlah polimer (karbopol 940, Na CMC, natrium alginat, tragakan dan xanthan gum)

b.Mempelajari pengaruh sterilisasi radiasi terhadap sifat reologi sejumlah polimer (karbopol 940, Na CMC, natrium alginat, tragakan dan xanthan gum)

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Memberikan informasi mengenai perubahan sifat reologi dari

karbopol 940, Na CMC, natrium alginat, tragakan dan xanthan gum setelah dilakukan sterilisasi uap


(20)

b. Memberikan informasi mengenai perubahan sifat reologi dari karbopol 940, Na CMC, natrium alginat, tragakan dan xanthan gum setelah dilakukan sterilisasi radiasi

c. Memberikan informasi pemilihan metode sterilisasi yang tepat di antara sterilisasi uap dan sterilisasi radiasi untuk sediaan steril yang menggunakan polimer karbopol 940, Na CMC, natrium alginat, tragakan atau xanthan gum

d. Memberikan informasi pemilihan polimer yang tepat yang dapat digunakan pada sediaan steril yang disterilisasi dengan sterilisasi uap atau sterilisasi radiasi


(21)

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1 Reologi

Reologi berasal dari bahasa yunani yaitu rheo (mengalir) dan logos (ilmu).

Istilah reologi pertama kali diperkenalkan oleh Bingham dan Crawford untuk menggambarkan aliran suatu cairan dan deformasi (perubahan bentuk) dari padatan (Martin et al., 2008). Reologi berhubungan dengan viskositas. Viskositas

merupakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir (Podczeck, 2007).

Sifat reologi pada setiap bahan dalam formulasi sediaan farmasi menjadi salah satu pertimbangan penting dalam proses produksi. Sebagai contoh, bahan dengan viskositas tinggi akan membutuhkan energi yang besar dalam proses pengadukan, sedangkan bahan dengan viskositas yang rendah dapat mempercepat waktu pencampuran dan meningkatkan homogenitas sediaan. Sifat reologi dari sediaan farmasi juga dapat mempengaruhi stabilitas sediaan, misalnya sediaan suspensi dengan viskositas rendah akan mudah mengalami sedimentasi yang mengindikasikan bahwa suspensi tersebut memiliki stabilitas buruk. Selain itu sifat reologi sediaan farmasi juga dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien, contohnya suspensi dan emulsi harus memiliki sifat alir yang baik agar mudah dikeluarkan dari wadah serta mudah dalam menakar dosisnya pada sendok takar (Podczeck, 2007). Oleh sebab itu, prinsip reologi memegang peranan penting dalam pengembangan dan produksi sediaan-sediaan farmasi.

Gambar 2.1 Ilustrasi Hubungan Laju Geser dan Tegangan Geser (F : tegangan geser, dv : kecepatan antar bidang, dr : jarak antar bidang)


(22)

Reologi digambarkan melalui suatu kurva reogram antara shear rate (laju

geser) dan shearing stress (tegangan geser). Viskositas juga digambarkan melalui

suatu kurva antara viskositas dan shear rate (laju geser). Laju geser (γ) merupakan

perbedaan kecepatan antara dua bidang cairan (dv) yang dipisahkan oleh jarak yang

sangat kecil (dr), sedangkan tegangan geser (σ) merupakan gaya per satuan luas

(F’/A) yang diperlukan untuk menghasilkan laju geser tertentu. Semakin besar viskositas suatu cairan, akan semakin besar pula tegangan geser yang diperlukan untuk menghasilkan laju geser tertentu, oleh karena itu laju geser berbanding lurus dengan tegangan geser sebagai berikut :

(2.1)

dimana η adalah viskositas, F = F’/A dan G = dv/dr, sehingga persamaan viskositas dapat ditulis sebagai (Martin et al., 2008) :

(2.2)

Reogram atau kurva reologi terdiri dari dua kurva. Satu kurva menggambarkan peningkatan laju geser (kurva menaik), sedangkan kurva lainnya menggambarkan perlambatan laju geser (kurva menurun). Kedua kurva ini didapatkan dengan melakukan pengukuran dari laju geser nol ke maksimum, dan kembali lagi ke laju geser nol (Triantafillopoulos, 1988). Melalui kurva ini, dapat diidentifikasi bagaimana sifat alir dari suatu bahan. Sifat alir atau reologi dibagi menjadi dua jenis yaitu aliran newton dan non-newton. Masing-masing jenis aliran memiliki sifat reologi yang berbeda yang digambarkan dalam reogram (Gambar 2.2).

Reologi dan viskositas dapat berubah oleh berbagai faktor, diantaranya tekanan, suhu, shear time dan pH. Peningkatan tekanan akan meningkatkan

viskositas bahan newton maupun non-newton walaupun perubahannya sangat kecil, dan pada kondisi tekanan dibawah 1 bar perubahan viskositas tidak terdeteksi. Peningkatan suhu akan menurunkan viskositas, terutama pada bahan dengan viskositas tinggi, sehingga perlu kontrol suhu yang lebih baik pada bahan dengan viskositas tinggi. Selain itu, lamanya waktu geser yang diberikan pada suatu bahan, juga akan mempengaruhi kerusakan struktur bahan sehingga viskositas sediaan


(23)

berubah. Namun pada beberapa bahan tertentu, berhentinya laju geser akan mengembalikan struktur seperti semula atau disebut fase pemulihan (Podczeck, 2007). Kemudian faktor lain yang dapat mempengaruhi reologi dan viskositas bahan adalah perubahan pH, secara umum peningkatan pH dapat meningkatkan viskositas, walaupun tidak signifikan (Islam et al., 2004).

Gambar 2.2 Kurva Reologi Berbagai Jenis Aliran, (a) aliran newton; (b) aliran plastis; (c) aliran pseudoplastis; (d) aliran dilatan

Sumber : Aulton et al., 2001

2.2 Aliran Newton

Aliran newton merupakan sistem aliran yang konstan, dimana semakin besar tegangan geser yang diberikan, maka semakin besar laju geser. Viskositas aliran newton selalu konstan dan tidak dipengaruhi oleh seberapa besar laju geser yang diberikan, namun akan bernilai nol jika laju geser dihentikan. Walaupun dalam waktu penyimpanan yang cukup lama, viskositas aliran newton tidak berubah. Cairan homogen seperti air, gliserol, minyak lemak atau pelarut organik memiliki sifat alir newton (Barnes et al., 1989; Martin et al., 2008).


(24)

Gambar 2.3 Kurva Reologi dan Viskositas Aliran Newton Sumber : Aulton et al., 2001

Aliran newton dapat berubah menjadi aliran non-newton. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perubahan reologi dari aliran newton menjadi non- newton antara lain (Mastropietro et al., 2013).

a) Besar rasio antar partikel b) Partikel berpori

c) Adanya agregasi partikel d) Ukuran partikel

e) Luas area partikel

f) Jumlah partikel yang terdispersi

g) Bentuk partikel (spheris atau plate-like)

h) Sistem polimer (unipolymer atau multipolymer; polimer rantai panjang atau pendek)

2.3 Aliran non-Newton

Sediaan farmasi berupa larutan pada dasarnya tidak mengikuti hukum aliran newton karena terdapat variasi viskositas dengan peningkatan atau penurun laju geser. Hal ini terjadi karena sediaan farmasi merupakan campuran dari berbagai bahan. Aliran non-newton umumnya ditunjukkan oleh sediaan seperti larutan koloid, emulsi, suspensi dan gel. Aliran non-newton dibagi menjadi dua tipe aliran, yaitu aliran tidak dipengaruhi waktu (time-independent behavior) dan aliran yang

dipengaruhi waktu (time-dependent behavior). Karakteristik aliran non-newton


(25)

Loop tersebut mengindikasikan terjadinya kerusakan struktur. Maka dari itu,

semakin besar area loop maka semakin besar derajat kerusakan bahan (Aulton et al, 2001).

2.3.1 Aliran Tidak Bergantung Waktu

2.3.1.1 Plastis

Kurva aliran plastis tidak melewati titik asal (0,0) tapi memotong sumbu tegangan geser pada suatu bagian tertentu yang dikenal yield value. Yield value

didefinisikan sebagai tegangan geser minimum yang dibutuhkan untuk menghasilkan aliran. Konsep yield value ini pada dasarnya hanya perkiraan karena

nilai tegangan yang diberikan tergantung pada waktu pengukuran. Hampir semua cairan akhirnya mengalir jika diberikan tegangan geser pada waktu dan besar tegangan tertentu.

Gambar 2.4 Kurva Reologi dan Viskositas Aliran Plasits Sumber : Aulton et al., 2001

Aliran plastis berhubungan dengan adanya partikel-partikel yang terflokulasi dalam suspensi. Yield value disebabkan oleh adanya kontak antar partikel-partikel yang berdekatan (disebabkan oleh gaya van der waals), yang harus dipecah sebelum aliran terjadi. Maka dari itu, yield value merupakan indikasi dari kekuatan flokulasi. Semakin banyak suspensi yang terflokukasi maka semakin tinggi yield value, artinya semakin besar kemampuan medium

pendispersi untuk mempertahankan partikel terdispersi tidak mudah mengendap. Dengan demikian, besarnya yield value dapat digunakan sebagai kriteria untuk

mengendalikan sedimentasi sediaan suspensi selama waktu penyimpanan (Herh et al., 1998).


(26)

2.3.1.2 Pseudoplastis

Aliran pseudoplastis atau shear thinning adalah sifat alir yang paling

umum dari sediaan farmasi. Laju geser yang meningkat tetap dari waktu ke waktu akan memecah ketika status termodinamika dari sistem agregat tidak stabil secara kinetik (Mastropietro et al., 2013). Berbeda dengan aliran plastis, aliran

pseudoplastis dimulai dari titik asal (0,0) atau paling tidak mendekati titik asal pada laju geser yang rendah dan menunjukkan penurunan viskositas dengan meningkatnya laju geser (Martin et al., 2008).

Gambar 2.5 Kurva Reologi dan Viskositas Aliran Pseudoplastis Sumber : Aulton et al., 2001

Shear thinning sering ditemukan pada larutan yang mengandung

makromolekul seperti selulosa atau polimer tidak bercabang. Tegangan geser yang diberikan menyebabkan molekul-molekul yang awalnya tidak beraturan, membentuk rantai panjang lurus beraturan yang menyebabkan berkurangnya viskositas larutan. Selain itu, pelarut yang berikatan dengan molekul dapat lepas akibat adanya laju geser, sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi efektif dan penurunan molekul-molekul terdispersi. Hal ini juga menyebabkan viskositas larutan menurun (Podczeck, 2007).

2.3.1.3 Dilatan

Aliran dilatan merupakan tipe aliran yang berkebalikan dengan aliran pseudoplastis, dimana viskositas meningkat dengan meningkatnya laju geser. Aliran dilatan atau shear thickening merupakan tipe aliran pada suspensi atau pasta yang memiliki konsentrasi partikel terdispersi lebih dari 50% dengan ukuran partikel dibawah 50µm yang mudah mengalami deflokulasi (Podczeck, 2007).


(27)

Gambar 2.6 Kurva Reologi Aliran Dilatan Sumber : Aulton et al, 2001

Pada keadaan istirahat, partikel-partikel tersebut tersusun rapat dengan volume antar partikel atau volume kosong (void) pada keadaan minimum. Medium

pendispersi pada suspensi tersebut cukup untuk mengisi volume kosong tersebut sehingga partikel-partikel lebih mudah bergerak pada laju geser rendah. Dengan demikian suspensi lebih mudah dituang karena masih berbentuk cairan encer. Namun, pada saat diberi laju geser tinggi, partikel-partikel terdispersi akan mengembang atau memuai (dilate). Kondisi ini membuat meningkatnya volume kosong diantara partikel. Jumlah medium pendispersi yang tetap tidak cukup untuk mengisi volume kosong, sehingga hambatan aliran meningkat karena partikel-partikel tersebut tidak bisa dibasahi atau dilumasi lagi oleh medium pendispersi, yang mengakibatkan suspensi atau pasta menjadi kaku. Efek ini bersifat reversibel jika laju geser diturunkan. (Martin et al., 2008; Podczeck, 2007).

Gambar 2.7 Gambaran Aliran Dilatan Sumber : Aulton et al., 2001


(28)

2.3.2 Aliran Bergantung Waktu

Sifat alir bergantung waktu adalah ketika suatu bahan diberi laju geser tertentu akan mengalami pemecahan struktur yang bersifat reversibel, namun memerlukan waktu untuk kembali ke struktur aslinya. Karakteristik umum dari bahan ini adalah jika mereka mengalami peningkatan laju geser secara bertahap dan segera diikuti oleh penurunan laju geser ke titik nol, maka akan dihasilkan kurva menurun yang berbeda dengan kurva menaik (Aulton et al., 2001).

Perbedaan kurva menaik dan menurun menyebabkan pembentukan loop hystereis

(Triantafillopoulos, 1998). Daerah loop menandakan waktu yang dibutuhkan

untuk suatu struktur kembali seperti semula setelah gaya dihilangkan (Herh et al.,

1998).

2.3.2.1 Tiksotropi

Tiksotropi merupakan aliran bergantung waktu dimana dengan meningkatnya laju geser, viskositas cairan menurun (shear thinning). Pada aliran tiksotropi, struktur bahan rusak akibat adanya laju geser dan pulih pada saat pendiaman (Bagley & Dintzis, 1999).

Gambar 2.8 Kurva Reologi Aliran Tiksotropi dan Antitiksotropi Sumber : Podczeck, 2007 (telah diolah kembali)

Tiksotropik bisa didefinisikan sebagai suatu pemulihan yang isoterm dan lambat pada pendiaman suatu bahan yang kehilangan viskositasnya karena laju geser. Struktur yang pecah tidak berbentuk kembali dengan segera jika laju geser dihilangkan atau dikurangi. Informasi mengenai reologi ini sangat penting untuk diketahui. Pada umumnya, aliran yang diinginkan dalam suatu sistem farmasetika


(29)

cair adalah aliran tiksotropi karena suatu sediaan yang ideal harus mempunyai konsistensi tinggi dalam wadah, namun dapat dituang dan disebar dengan mudah (Martin et al., 2008). Contohnya pada sediaan suspensi harus memiliki sifat alir

yang tepat baik selama pembuatan maupun penggunaan serta harus memiliki konsistensi yang tepat sehingga partikel dapat tersebar dalam wadah (Herh et al.,

1998).

2.3.2.2 Antitiksotropi

Antitiksotropi atau disebut juga tiksotropi negatif merupakan tipe aliran yang bergantung waktu dimana struktur terbentuk pada laju geser, sedangkan disintegrasi terjadi pada saat pendiaman (Siginer et al., 1999). Menurut Samyn & Jung (1967), antitiksotropi terjadi karena meningkatnya frekuensi tumbukan dari partikel-partikel terdispersi yang kemudian membentuk gumpalan-gumpalan akibat adanya laju geser, sehingga terjadi peningkatan viskositas. Antitiksotropi juga timbul karena gumpalan tertentu yang menjadi longgar akibat adanya laju geser. Dalam keadaan diam, gumpalan-gumpalan tersebut mengalami disintegrasi atau pemecahan menjadi partikel yang lebih kecil, sehingga terjadi penurunan viskositas (Martin et al., 2008).

2.3.2.3 Reopeksi

Reopeksi merupakan aliran bergantung waktu dimana apabila diberikan laju geser sedang sampai tinggi struktur bahan menjadi rusak, namun kembali pulih pada laju geser rendah serta stabil pada saat pendiaman (Siginer et al., 1999). Pada

aliran reopeksi, peningkatan viskositas dari bentuk koloid menjadi gel terjadi lebih cepat pada pengadukan perlahan (laju geser rendah). Dalam sistem reopeksi, gel tersebut adalah bentuk keseimbangan. Sedangkan dalam sistem antitiksotropi, keadaan keseimbangan adalah bentuk koloid (Martin et al., 2008)

2.4 Viskotester Haake

Viskositas dan sifat reologi dari suatu sistem ditentukan menggunakan viskometer. Pengukuran viskositas dan reologi diperlukan untuk kontrol kualitas dalam proses produksi. Viskometer yang digunakan pada penelitian ini yaitu viskometer haake 6R. Viskometer ini merupakan viskometer tipe rotasional yaitu


(30)

menggunakan silinder atau spindle yang direndam di dalam larutan yang akan

diuji yang menimbulkan ketahanan larutan terhadap gerak rotasi silinder pada kecepatan tertentu. Sudut deviasi dari spindle diukur secara elektronik yang

dinyatakan dalam nilai torque. Nilai torque dihitung berdasarkan kecepatan putar spindle yang menghasilkan pembacaan langsung nilai viskositas larutan yang diuji

dalam satuan mPa (milipascal). Untuk penentuan viskositas, ukuran dan kecepatan spindle yang digunakan harus proposional terhadap ketahanan larutan.

Untuk penentuan sifat reologi, dilakukan rentang pengukuran pada berbagai kecepatan putar (Thermo Scientific, 2007).

2.5 Polimer

Polimer adalah molekul besar atau makromolekul yang tersusun dari pengulangan unit-unit molekul kecil yang disebut monomer (Guerra & Lima, 2013). Molekul polimer ada yang berbentuk linear, bercabang serta berupa linear atau bercabang yang terpisah yang bergabung dengan suatu ikatan silang. Polimer yang tersusun dari satu jenis monomer disebut homopolimer, sedangkan polimer yang tersusun dari lebih dari satu jenis monomer disebut kopolimer. Polimer yang larut dalam air memiliki kemampuan untuk meningkatkan viskositas suatu sediaan sedangkan polimer yang tidak larut dalam air digunakan untuk membentuk film tipis dan matriks pembungkus obat (Florence & Attwood, 2006).

2.5.1 Karbopol 940

Karbopol adalah serbuk halus berwarna putih, higroskopis dengan sedikit bau yang khas. Karbopol digunakan sebagai rheology modifier pada berbagai

formulasi sediaan cair atau semisolid, antara lain formulasi krim, gel dan lotion

yang diaplikasikan pada mata, rektal, topikal, dan vagina. Selain itu karbopol juga digunakan sebagai pembentuk gel, agen pengemulsi, agen pensuspensi, dan controlled-release agent (Rowe et al., 2009). Kelebihan karbopol antara lain

memiliki viskositas tinggi pada konsentrasi rendah, interval viskositas beragam, sifat alir yang baik, ketercampuran dengan banyak zat aktif, suhu stabil, dan karakteristik organoleptis yang sangat baik sehingga penerimaan pasien baik (Islam et al., 2004). Kekurangan karbopol yaitumudah terjerapnya gelembung


(31)

udara di dalam sediaan, terutama dalam larutan karbopol dengan konsentrasi tinggi.

Karbopol memiliki pH 2,5 sampai 4,0 pada konsentrasi 0,2% (b/v) dalam bentuk dispersi koloid. Apabila karbopol dinetralkan dengan penambahan suatu basa, maka secara progresif gugus karboksil akan terionisasi. Adanya gaya tolak- menolak antara gugus yang terionkan menyebabkan ikatan hidrogen pada gugus karboksi meregang sehingga terjadi peningkatan viskositas. Viskositas maksimum karbopol terjadi antara pH 6 sampai 11 (Florence & Attwood, 2006). Larutan karbopol memiliki sifat alir pseudoplastis (Kulkarni & Shaw, 2016).

Gambar 2.9 Struktur Kimia Karbopol Sumber : Rowe et al., 2009

Karbopol terdiri dari berbagai jenis yang dibedakan berdasarkan berat molekulnya. Karbopol tipe 940 dengan rumus molekul (C3H4O2)n untuk jenis 940

memiliki berat molekul monomer 72 gram/mol dan karbopol 940 memiliki jumlah monomer 1450 monomer (Suyudi, 2014). Karbopol 940 merupakan salah satu jenis karbopol yang memiliki kejernihan yang sangat baik dan cocok digunakan sebagai

thickening atau rheology modifier terutama pada viskositas tinggi (Allen,

2002). Dalam bentuk larutan, karbopol 940 merupakan salah satu jenis karbopol yang mudah mengalami degradasi oksidatif terutama oleh sinar matahari dan logam tertentu, sehingga menyebabkan perubahan warna dan penurunan viskositas pada larutan karbopol (Lubrizol, 2005).

2.5.2 Natrium Karboksimetilselulosa (Na CMC)

Na CMC adalah granul halus putih yang tidak memiliki rasa dan bau. Na CMC cukup stabil dan merupakan bahan yang higroskopis. Larut pada air panas maupun dingin, stabil pada pH 2-10 dan memiliki sifat alir agak tiksotropik.


(32)

Pengendapan dapat terjadi pada pH kurang dari 2 dan viskositas menurun dengan cepat pada pH diatas 10. Secara umum Na CMC dalam viskositas tinggi memiliki kestabilan yang baik pada pH 7-9 (Rowe et al., 2009)

Gambar 2.10 Struktur Kimia Na CMC Sumber : Rowe et al., 2009

Na CMC banyak digunakan sebagai peningkat viskositas pada sediaan oral, topikal, dan parenteral serta pada konsentrasi tinggi dapat digunakan sebagai basis gel dan pasta (Kulkarni & Shaw, 2016; Rowe et al., 2009). Pada sediaan wound care (penutup luka), Na CMC dapat digunakan sebagai sebagai agen

mukoadesif yang dapat menyerap eksudat luka (Rowe et al., 2009).

2.5.3 Natrium Alginat

Natrium alginat merupakan garam natrium dari asam alginat yang tersusun dari asam D-manuronat dan asam L-gluronat. Natrium alginat merupakan serbuk yang tidak memiliki rasa dan bau yang berwarna putih sampai kuning pucat kecoklatan yang diperoleh dari netralisasi asam alginat yang diekstrak dari rumput laut dengan natrium bikarbonat (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.11 Struktur Kimia Natrium Alginat Sumber : Steele et al., 2014


(33)

Natrium alginat merupakan bahan higroskopis dan cukup stabil pada temperatur sejuk dan kelembaban relatif. Larutan natrium alginat lebih stabil pada pH 4-10, dibawah pH 3 asam alginat akan mengalami presipitasi (Rowe et al., 2009). Natrium alginat digunakan dalam berbagai sediaan farmasi oral maupun topikal. Pada sediaan topikal, natrium alginat digunakan sebagai thickening dan

suspending agent pada krim, pasta, dan gel. Pada sediaan steril, natrium alginat digunakan sebagai pembentuk gel pada sediaan gel mata in situ (Champalal & Sushilkumar, 2012).

2.5.4 Tragakan

Tragakan merupakan serbuk berwarna putih sampai kekuningan, tidak berbau dan dalam bentuk mucilago memiliki rasa hambar. Tragakan merupakan gum dari alam yang mengandung campuran dari polisakarida L-fukosa, D-xylosa, D-galaktosa (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.12 Struktur Kimia Tragakan Sumber : Aspinal dan Baillie, 1963

Tragakan memiliki aliran tiksotropik (shear thinning) (Kulkarni dan Shaw,

2016). Tragakan dalam bentuk larutan 1% memiliki viskositas 300 Viskositas (cPs) hingga 3000 Viskositas (cPs). Tragakan digunakan sebagai suspending agent dan viscosity-increasing agent pada berbagai formulasi sediaan farmasi seperti krim, gel dan emulsi (Rowe et al., 2009). Tragakan juga dapat digunakan sebagai rheology modifier pada sediaan parenteral (Malik et al., 2010).

2.5.5 Xanthan Gum

Xanthan gum merupakan gum polisakarida berupa serbuk halus putih dan tidak berwarna yang mengandung D-glukosa dan D-mannosa sebagai unit heksosa


(34)

yang dominan. Setiap xanthan gum mengulang lima unit gula; 2 glukosa, 2 mannosa dan 1 asam glukoronat (Rowe et al., 2009)

Gambar 2.13 Struktur Kimia Xanthan Gum Sumber : Garchia-Ochoa et al., 2000

Xanthan gum banyak digunakan pada formulasi sediaan oral dan topikal sebagai thickening, agen pensuspensi, agen penstabil sediaan dan agen pengemulsi

(Rowe et al., 2009). Larutan xanthan gum bersifat sangat pseudoplastis. Pada

konsentrasi rendah, larutan xanthan gum menunjukkan viskositas tinggi dibandingkan dengan larutan polisakarida lainnya. Sifat seperti ini membuat xanthan gum digunakan sebagai rheology modifier dan stabilizer yang sangat efektif (Sharma et al., 2006). Xanthan gum tidak toksik dan kompatibel dengan berbagai bahan-bahan lainnya, serta memiliki stabilitas yang baik pada rentang pH 4-10 dan temperature 10-60oC dalam bentuk larutan. Xanthan gum memiliki sifat

alir pseudoplastis (Rowe et al., 2009). Contoh penggunaan xanthan gum pada sediaan farmasi yaitu pada sediaan tetes mata, xanthan gum dapat berinteraksi dengan musin yang dapat memperlama retensi obat pada area prekorneal (Ceulemans et al., 2002). Xanthan gum juga dapat meningkatkan kekuatan

bioadesif sediaan vaginal (Vermani et al., 2002).

2.6 Sterilisasi Uap

Sterilisasi dibutuhkan untuk membunuh semua mikroorganisme (baik dalam bentuk spora maupun nonspora dari bakteri, virus dan protozoa) yang dapat mengontaminasi sediaan farmasi. Salah satu teknik sterilisasi yang sederhana yaitu


(35)

dengan sterilisasi uap. Sterilisasi uap merupakan proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh bertekanan dalam suatu alat yang disebut autoklaf (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Tabel 2.1 Hubungan Waktu dan Suhu pada Sterilisasi Uap

Suhu (oC) Waktu

115-116 30 menit

121-124 15 menit

126-129 10 menit

134-138 5 menit

Sumber : WHO, 2015; Ansel et al., 2011

Banyak produk farmasi yang tidak bisa disterilisasi menggunakan sterilisasi panas kering, karena dapat merusak produk. Sedangkan sterilisasi dengan panas uap cenderung lebih aman karena temperaturnya tidak terlalu tinggi. Selain itu, dengan adanya kelembaban pada metode sterilisasi uap, membuat bakteri lebih mudah terkoagulasi dan terdekstruksi bila dibandingkan dengan tanpa adanya kelembaban. Adanya panas uap yang lembab akan mendenaturasi dan mengkoagulasi protein-protein esensial pada mikroorganisme, hal ini terjadi karena ikatan hidrogen pada protein mudah putus oleh adanya molekul air. Faktor kritis dalam sterilisasi uap antara lain waktu, suhu, dan pergantian udara dengan uap (tidak boleh ada udara yang terjerap). Semakin meningkat suhu sterilisasi, maka semakin singkat waktu yang dibutuhkan (Ansel et al., 2011; Dion & Parker, 2013).

Sterilisasi uap dapat digunakan pada semua sediaaan farmasi dan bahan- bahan yang tahan terhadap panas, lembab, dan dapat dipenetrasi oleh uap. Sterilisasi uap tidak digunakan untuk sterilisasi minyak, lemak, sediaan mengandung lemak, dan lain-lain yang tidak bisa dipenetrasi oleh uap, serta sediaan solid atau serbuk yang mungkin rusak oleh adanya lembab (Ansel et al., 2011).


(36)

2.7 Sterilisasi Radiasi Gamma

Sterilisasi radiasi gamma merupakan sterilisasi menggunakan radiasi pengion dalam bentuk radiasi gamma dari sumber radioisotop yang sesuai seperti cobalt-60 (60Co). Mutasi DNA mikroorganisme oleh radiasi gamma menyebabkan

mikroorganisme menjadi mati atau inaktif (WHO, 2015). Sterilisasi radiasi dapat dengan aman diterapkan pada berbagai bahan dan sediaan farmasi, bahkan metode ini telah digunakan dalam 50 tahun lebih. Dosis radiasi yang direkomendasikan oleh International Pharmacopoeia (2015) adalah 25 kGy (kilogray). Dari sudut pandang mikrobiologi, dosis ini adalah dosis yang memenuhi syarat untuk produk- produk farmasi yang diproduksi secara GMP (good manufacturing practice).

Sterilisasi radiasi merupakan sterilisasi tanpa panas yang memiliki berberapa keuntungan antara lain efektif karena tidak membutuhkan waktu yang lama, aman bagi teknisi dan pasien, daya tembus radiasi yang tinggi sehingga dapat menembus berbagai jenis wadah, serta tidak menimbulkan masalah toksisitas dan ekologi seperti pada sterilisasi etilen oksida dan formaldehid akibat residu yang dihasilkan. Satu-satunya kelemahan metode ini adalah tingginya biaya produksi karena alat yang mahal (Silindir & Özer, 2012).


(37)

21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian II dan Laboratorium Formulasi Sediaan Steril Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dalam kurun waktu Februari 2016–Mei 2016.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Karbopol 940 (Pharmaceutical Grade, Shadhong Bio-Technologi), natrium karboksimetilselulosa (Pharmaceutical Grade, Shadhong Bio-Technologi), natrium alginat (Food Grade, Shandong Jiejing), tragakan (Food Grade, Brataco Chemika), xanthan gum (Food Grade, Danisco), trietanolamin, HCl 1M dan akuades.

3.2.2 Alat

Neraca analitik (GH-202, AND, Jepang), overhead stirrer (RW 20 Digital, IKA), hot plate (Cimarec), viscotester (6R Haake, Jerman), autoklaf digital (ALP), gamma irradiator cell 220 dan alat gelas.

3.3 Prosedur Kerja

Penelitian ini bersifat eksperimental, dimana setiap larutan polimer akan diuji sifat reologinya pada berbagai kondisi, yaitu setelah sterilisasi uap dengan autoklaf pada suhu 121oC dan sterilisasi radiasi dengan dosis radiasi 25 kGy.


(38)

Tabel 3.1 Kondisi Percobaan Kondisi

Percobaan Polimer Konsentrasi

Sterilisasi Uap

(1210C, 15 menit)

Sterilisasi Radiasi (25 kGy)

K1 Karbopol 940 0,1% - -

K2 Karbopol 940 0,1% √ -

K3 Karbopol 940 0,1% - √

K4 Karbopol 940 0,25% - -

K5 Karbopol 940 0,25% √ -

K6 Karbopol 940 0,25% - √

K7 Na CMC 1,25% - -

K8 Na CMC 1,25% √ -

K9 Na CMC 1,25% - √

K10 Na CMC 2,5% - -

K11 Na CMC 2,5% √ -

K12 Na CMC 2,5% - √

K13 Natrium Alginat 1,5% - -

K14 Natrium Alginat 1,5% √ -

K15 Natrium Alginat 1,5% - √

K16 Natrium Alginat 3% - -

K17 Natrium Alginat 3% √ -

K18 Natrium Alginat 3% - √

K19 Tragakan 1% - -

K20 Tragakan 1% √ -

K21 Tragakan 1% - √

K22 Tragakan 3,5% - -

K23 Tragakan 3,5% √ -

K24 Tragakan 3,5% - √

K25 Xanthan Gum 1% - -

K26 Xanthan Gum 1% √ -

K27 Xanthan Gum 1% - √

K28 Xanthan Gum 4,5% - -

K29 Xanthan Gum 4,5% √ -


(39)

3.3.1 Pembuatan Larutan Polimer

3.3.1.1 Pembuatan Larutan Polimer Karbopol 940

Karbopol 940 ditimbang seksama sebanyak yang dibutuhkan, kemudian dilarutkan dalam akuades menggunakan overhead stirrer dengan kecepatan

300-800 rpm pada suhu 70oC (dimodifikasi dari Allen, 2002). Akuades ditambah

sampai berat larutan mencapai 500 gram. Dengan prosedur yang sama, larutan dibuat duplo.

3.3.1.2 Pembuatan Larutan Polimer Na CMC

Na CMC ditimbang seksama sebanyak yang dibutuhkan, kemudian dilarutkan dalam akuades menggunakan overhead stirrer dengan kecepatan 300-500 rpm pada suhu 30-60oC (dimodifikasi dari Allen, 2002). Akuades ditambah

sampai berat larutan mencapai 500 gram. Dengan prosedur yang sama, larutan dibuat duplo.

3.3.1.3 Pembuatan Larutan Polimer Natrium Alginat

Natrium alginat ditimbang seksama sebanyak yang dibutuhkan, kemudian dilarutkan dalam akuades menggunakan overhead stirrer dengan

kecepatan 500 rpm pada suhu 30-60oC (Patel et al., 2011). Akuades ditambah

sampai berat larutan mencapai 500 gram. Dengan prosedur yang sama, larutan dibuat duplo.

3.3.1.4 Pembuatan Larutan Polimer Tragakan

Tragakan ditimbang seksama sebanyak yang dibutuhkan, kemudian dilarutkan dalam akuades menggunakan overhead stirrer dengan kecepatan 500-800 rpm pada suhu 70oC (dimodifikasi dari Farzi et al., 2015). Akuades ditambah

sampai berat larutan mencapai 500 gram. Dengan prosedur yang sama, larutan dibuat duplo.


(40)

3.3.1.5 Pembuatan Larutan Polimer Xanthan Gum

Xanthan gum ditimbang seksama sebanyak yang dibutuhkan, kemudian dilarutkan dalam akuades menggunakan overhead stirrer dengan kecepatan

500-800 rpm pada suhu 70oC (Food and Agriculture Organization, 1999).

Akuades ditambah sampai berat larutan mencapai 500 gram. Dengan prosedur yang sama, larutan dibuat duplo.

3.3.2 Pengaturan pH

Pada setiap larutan polimer yang sudah homogen, dilakukan pengaturan pH menggunakan trietanolamin sampai pH larutan mendekati 7,4 + 0,1 (Broadhead, 2004).

3.3.3 Sterilisasi Larutan Polimer 3.3.3.1 Sterilisasi Uap

Setiap larutan polimer yang telah dipreparasi, disimpan terlebih dahulu selama 24 jam kemudian dilakukan sterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit

menggunakan alat autoklaf (Bindal et al., 2003; WHO, 2015).

3.3.3.2 Sterilisasi Radiasi Gamma

Setiap larutan polimer yang telah dipreparasi, disimpan terlebih dahulu selama 24 jam kemudian dilakukan sterilisasi radiasi dengan dosis radiasi 25 kilogray (WHO, 2015), dengan laju dosis 7,399 kGy/jam menggunakan alat

gamma irradiator cell.

3.3.4 Evaluasi Fisik

3.3.4.1 Pengamatan Organoleptis

Pengamatan organoleptis dilakukan untuk melihat tampilan fisik sampel dengan cara melakukan pengamatan warna, dan kekeruhan dari larutan polimer yang telah dipreparasi (Suyudi, 2014).


(41)

3.3.4.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan mengoleskan larutan pada kaca preparat transaparan dan dilihat ada tidaknya partikel yang belum tercampur secara homogen (Suyudi, 2014).

3.3.5 Pengukuran Viskositas dan Reologi

Pengukuran viskositas dan reologi dilakukan 24 jam setelah preparasi pada suhu 25 + 2oC (Bindal et al., 2003). Pengukuran dilakukan menggunakan

alat viskotester 6R Haake dengan spindle R2 dan R3 untuk larutan konsentrasi

konsentrasi rendah serta spindle R6 untuk larutan konsentrasi tinggi. Pengukuran

dilakukan pada laju geser 0,3-200 rpm secara duplo (Suyudi 2014; Islam et al., 2004).

3.3.6 Pembuatan Kurva Viskositas dan Reologi

Kurva viskositas dibuat dengan menempatkan nilai viskositas (cps) sebagai sumbu X dan nilai laju geser (rpm) sebagai sumbu Y. Sedangkan kurva reologi dibuat dengan menempatkan nilai % torque sebagai sumbu X dan nilai laju geser sebagai sumbu Y (Ansel et al., 2011).

3.3.7 Rancangan Analisis Data Viskositas

Data hasil viskositas satu titik yaitu pada 60 rpm disajikan dalam bentuk mean ± RSD (%). Perubahan viskositas tanpa sterilisasi dibandingkan dengan viskositas setelah sterilisasi uap atau radiasi dengan analisis statistik menggunakan Paired Samples T Test. Hasil dianggap bermakna secara statistik


(42)

4.1 Preparasi Larutan Polimer

Polimer yang digunakan dalam penelitian ini antara lain karbopol 940, Na CMC, natrium alginat, tragakan dan xanthan gum. Kelima polimer ini merupakan polimer golongan anionik dan diantara jenis polimer anionik lainnya, kelima polimer ini memiliki viskositas yang dapat diukur dengan viscotester Haake.

Pengaturan pH dilakukan pada setiap larutan polimer dengan menambahkan trietanolamin (TEA) pada larutan polimer hingga didapatkan pH larutan yaitu 7,4 + 0,1. Rentang pH ini merupakan pH optimum yang dipersyaratkan untuk

sediaan

steril. Pengaturan pH dilakukan sebagai bentuk simulasi sediaan steril dan berfungsi untuk menyeragamkan kondisi pada setiap larutan polimer, karena adanya variasi pH pada masing-masing polimer.

Larutan polimer masing-masing dibuat menjadi dua seri konsentrasi yaitu konsentrasi rendah dan konsentrasi tinggi. Pemilihan konsentrasi didasarkan pada syarat viskositas sediaan steril yang diaplikasikan pada jaringan terutama mata yaitu gel in situ. Gel in situ merupakan bentuk sediaan yang memiliki kemampuan

untuk mengalami transisi sol-to-gel yaitu perubahan dari bentuk larutan menjadi

gel ketika diaplikasikan (Bhowmik et al., 2010; Baranowski et al., 2013;

Makwana et al., 2016). Syarat viskositas sediaan dalam bentuk fase larutan adalah

5-1000 cps, dan 10.000-50.000 cps setelah mengalami transisi menjadi fase gel (Ramchandra et al., 2012; Saxena et al., 2013; Gangadia et al., 2014).

Berdasarkan rentang viskositas tersebut, kemudian dipilih dua seri konsentrasi larutan polimer dimana larutan polimer konsentrasi rendah memiliki viskositas 500-1000 cps, sedangkan larutan polimer konsentrasi tinggi memiliki viskositas 10.000-20.000 cps pada laju geser 30 rpm.

Dalam penelitian ini, setiap konsentrasi larutan polimer dibuat menjadi tiga kondisi antara lain tanpa sterilisasi, sterilisasi panas uap dan sterilisasi radiasi. Sterilisasi panas uap dilakukan pada suhu 121oC selama 15 menit. Sterilisasi radiasi dilakukan menggunakan gamma irradiator pada dosis 25 kGy. Dosis 25 kGy merupakan dosis radiasi yang direkomendasikan oleh WHO karena dari


(43)

sudut pandang mikrobiologi, dosis ini memenuhi syarat untuk produk-produk farmasi yang diproduksi secara GMP (good manufacturing practice) (WHO,

2015).

4.2 Hasil Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Larutan Karbopol 940

4.2.1 Evaluasi Fisik

Evaluasi fisik yang terdiri dari pengamatan organoleptis dan homogenitas bertujuan untuk melihat apakah ada perubahan warna dan homogenitas pada larutan polimer setelah mengalami proses sterilisasi. Hasil pengamatan menunjukan bahwa larutan karbopol 940 mengalami perubahan warna menjadi jingga transparan setelah mengalami sterilisasi radiasi, baik pada karbopol konsentrasi 0,1% maupun 0,25% (Lampiran 23).

Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Fisik Larutan Karbopol 940

Polimer Konsentrasi Perlakuan Organoleptis Kekeruhan Homogenitas

Karbopol 940 0,1% TS Tidak Berwarna Transparan Homogen

Karbopol 940 0,1% SU Tidak Berwarna Transparan Homogen

Karbopol 940 0,1% SR Jingga Transparan Homogen

Karbopol 940 0,25% TS Tidak Berwarna Transparan Homogen

Karbopol 940 0,25% SU Tidak Berwarna Transparan Homogen

Karbopol 940 0,25% SR Jingga Transparan Homogen

Keterangan :

- TS = Tanpa Sterilisasi - SU = Sterilisasi Uap - SR = Sterilisasi Radiasi

Perubahan warna ini terjadi akibat adanya proses radiolisis setelah polimer terpapar radiasi sehingga menyebabkan peningkatan pembentukan radikal bebas dapat berupa radikal hidrogen dan hidroksil yang sangat reaktif (Silindir & Özer, 2012). Dalam bentuk larutan, karbopol 940 merupakan salah satu jenis karbopol yang mudah mengalami degradasi oksidatif yang dikatalisis oleh sinar matahari dan logam tertentu, sehingga menyebabkan perubahan warna dan penurunan viskositas (Lubrizol, 2005). Karbopol 940 tidak mengalami perubahan organoleptis dan homogenitas setelah mengalami sterilisasi uap.


(44)

4.2.2 Sifat Reologi dan Viskositas Karbopol 940

Karbopol 940 menghasilkan sifat reologi pseudoplastis pada kedua konsentrasi yaitu 0,1% dan 0,25%. Sifat reologi pseudoplastis juga dihasilkan pada semua kondisi, baik yang tidak disterilisasi, sterilisasi uap dan sterilisasi radiasi. Pada kurva reologi tidak terdapat loop antara kurva naik dan kurva turun,

sehingga dapat disimpulkan sifat reologi karbopol 940 tidak dipengaruhi oleh waktu.

Gambar 4.1 Kurva Reologi Karbopol 940 0,1% (a) Tanpa Sterilisasi, (b) Sterilisasi Uap, (c) Sterilisasi Radiasi

Sterilisasi uap pada suhu 121oC selama 15 menit tidak mengubah sifat reologi pada kedua konsentrasi larutan karbopol, namun mempengaruhi viskositas larutan. Data viskositas diuji secara statistik menggunakan Paired Samples T Test

yang menunjukkan hasil bahwa perubahan viskositas larutan karbopol tidak berbeda bermakna, baik pada konsentrasi 0,1% (p > 0,05) maupun pada konsentrasi 0,25% (p > 0,05) (Lampiran 18). Hal ini terjadi karena suhu transisi dari karbopol adalah 130-140oC, sehingga pada suhu sterilisasi uap 121oC, karbopol tidak mengalami penurunan viskositas (Gómez-Carracedo et al., 2004).


(45)

Perubahan viskositas karbopol akibat sterilisasi uap dan radiasi dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Perubahan Viskositas Larutan Karbopol

Polimer Rerata Viskositas (cPs) + RSD (%)

Tanpa Sterilisasi Sterilisasi Uap Sterilisasi Radiasi

Karbopol 0,1% 1450 ± 2,93 1355 ± 14,09 540

Karbopol 0,25% 11650 ± 1,82 11350 ± 10,59 1300

Gambar 4.2 Kurva Reologi Karbopol 940 0,25% (a) Tanpa Sterilisasi, (b) Sterilisasi Uap, (c) Sterilisasi Radiasi

Sterilisasi radiasi pada dosis 25 kGy tidak mengubah sifat reologi dari larutan karbopol 940, namun menyebabkan penurunan viskositas dari polimer karbopol 940 pada kedua konsentrasi. Pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.3, terlihat penurunan viskositas yang cukup besar. Penurunan viskositas larutan karbopol 940 adalah bermakna secara statistik baik pada konsentrasi 0,1% (p < 0,05) maupun konsentrasi 0,25% (p < 0,05) (Lampiran 18). Polimer pada umunya akan mengalami dua mekanisme yang terjadi bersamaan ketika terpapar radiasi gamma, antara lain membentuk cross-link dan mengalami pemotongan rantai secara acak (Sintzel et al., 1997). Larutan karbopol 940 pada penelitian ini diduga lebih


(46)

dominan mengalami pemotongan rantai yang mengakibatkan pengurangan berat molekul sehingga terjadi penurunan viskositas, seperti yang terlihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Kurva Perubahan Viskositas Karbopol 940 terhadap Pengaruh Sterilisasi (a) Konsentrasi 0,1%;(b) Konsentrasi 0,25%

4.3 Hasil Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Larutan Na CMC

4.3.1 Evaluasi Fisik

Hasil pengamatan menunjukkan Na CMC tidak mengalami perubahan organoleptis maupun homogenitas setelah mengalami proses sterilisasi uap, namun larutan Na CMC dengan konsentrasi 1,25% menjadi cenderung

transluscent atau keruh setelah mengalami sterilisasi radiasi (Lampiran 23). Hal ini diduga terjadi akibat rantai polimer Na CMC mengalami perubahan berupa pemutusan rantai pada bagian rantai glikosidik (Sebert et al, 1994). Hasil pengamatan organoleptis dan homogenitas Na CMC dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Fisik Larutan Na CMC

Polimer Konsentrasi Perlakuan Organoleptis Kekeruhan Homogenitas

Na CMC 1,25% TS Tidak Berwarna Transparan Homogen

Na CMC 1,25% SU Tidak Berwarna Transparan Homogen

Na CMC 1,25% SR Agak Putih Translucent Homogen

Na CMC 2,5% TS Tidak Berwarna Transparan Homogen

Na CMC 2,5% SU Tidak Berwarna Transparan Homogen


(47)

(48)

(49)

Gambar 4.6 Ikatan Glikosida pada Na CMC Sumber : Braun dan Rosen, 2000

Sterilisasi radiasi pada dosis 25 kGy menyebabkan perubahan reologi menjadi aliran newton pada larutan Na CMC 1,25%, dan menjadi aliran dilatan pada larutan Na CMC 2,5%. Pemutusan rantai secara acak diduga terjadi lebih dominan dibandingkan pembentukan ikatan silang (cross-link) dengan makromolekul radikal, sehingga terjadi pengurangan berat molekul yang mempengaruhi perubahan sifat reologi serta penurunan viskositas. Larutan polimer pada konsentrasi rendah 1,25% mengalami perubahan sifat reologi menjadi aliran newton. Pemutusan rantai menyebabkan pembentukan oligomer yang lebih sederhana yang lebih mudah melarut dalam medium, sehingga terbentuk larutan homogen dengan sifat reologi newton. Penurunan viskositas terjadi cukup besar pada larutan Na CMC setelah mengalami proses sterilisasi radiasi, yaitu menjadi 16 cPs seperti yang terlihat pada Tabel 4.3. Berdasarkan hasil statistik, penurunan viskositas tersebut adalah bermakna baik pada konsentrasi 1,25% (p < 0,05) maupun konsentrasi 2,5% (p < 0,05) (Lampiran 19). Secara kimiawi, pemutusan rantai polimer Na CMC setelah sterilisasi radiasi terjadi pada ikatan (1-4) glikosida seperti yang terlihat pada Gambar 4.6, sedangkan makromolekul radikal terbentuk akibat pemutusan ikatan antara hidrogen dengan karbon (Hegazy et al., 2009; Sebert et al, 1994). Pemutusan rantai biasanya terjadi pada larutan Na CMC konsentrasi rendah, sebaliknya pembentukan ikatan silang dengan makromolekul radikal terjadi pada larutan Na CMC konsentrasi tinggi (Choi et al., 2008). Penggunaan Na CMC konsentrasi tinggi adalah salah satu solusi untuk memelihara viskositas setelah proses radiasi.


(50)

Gambar 4.7 Kurva Perubahan Viskositas Na CMC terhadap Pengaruh Sterilisasi (a) Konsentrasi 1,25%; (b) Konsentrasi 2,5%

4.4 Hasil Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Larutan Natrium Alginat

4.4.1 Evaluasi Fisik

Natrium alginat mengalami perubahan warna menjadi lebih gelap setelah disterilisasi uap dan radiasi, baik pada konsentrasi 1,5% dan 3% (Lampiran 23). Perubahan warna menjadi indikator kerusakan rantai polimer natrium alginat akibat pemanasan dan radiasi. Menurut penelitian Nagasawa et al (2000),

perubahan warna larutan natrium alginat setelah sterilisasi radiasi adalah akibat pembentukan ikatan ganda. Skema pembentukan ikatan ganda tertera pada Gambar 4.8. Paparan radiasi gamma pada larutan natrium alginat menyebabkan terjadinya pembentukan radikal pada C1 yang menyebabkan pemotongan rantai glikosida, setelah itu terjadi perpindahan radikal dari C1 ke posisi C4 (1b). Hidrogen pada C5 mungkin mengalami reaksi abstraksi oleh radikal OH. Hasilnya, terbentuk ikatan ganda pada C4 dan C5 (2). Struktur baru dengan ikatan ganda (2) menghasilkan perubahan warna fisik pada larutan natrium alginat. Perubahan warna larutan natrium alginat semakin intensif dengan semakin meningkatnya dosis radiasi (Lee et al., 2003).

4.4.2 Sifat Reologi dan Viskositas Natrium Alginat

Natrium alginat menghasilkan sifat reologi pseudoplastis pada konsentrasi 1,5% dan 3%. Pada kurva reologi tidak terdapat loop antara kurva naik dan kurva


(51)

Tabel 4.5 Hasil Evaluasi Fisik Larutan Natrium Alginat

Polimer Konsentrasi Perlakuan Organoleptis Kekeruhan Homogenitas

Natrium Alginat 1,5% TS Hampir Kekuningan Tidak Berwarna Translucent Homogen

Natrium Alginat 1,5% SU Kekuningan Translucent Homogen

Natrium Alginat 1,5% SR Kekuningan Translucent Homogen

Natrium Alginat 3% TS Kekuningan Translucent Homogen

Natrium Alginat 3% SU Kuning Gelap Translucent Homogen

Natrium Alginat 3% SR Kuning Gelap Translucent Homogen

Gambar 4.8 Pembentukan Ikatan Ganda Natrium Alginat Sumber : Nagasawa et al., 2000 (telah diolah kembali)

Sterilisasi uap pada suhu 121oC selama 15 menit mengubah sifat reologi natrium alginat konsentrasi 1,5% menjadi dilatan sedangkan pada konsentrasi 3% menjadi aliran newton. Natrium alginat mengalami penurunan viskositas yang cukup besar seperti yang terlihat pada Tabel 4.4 Data viskositas diuji secara statistik menggunakan Paired Samples T Test yang menunjukkan hasil bahwa

perubahan viskositas natrium alginat setelah sterilisasi uap adalah bermakna, pada konsentrasi 1,5% (p < 0,05) dan konsentrasi 3% (p < 0,05) (Lampiran 20). Natrium alginat memiliki suhu transisi yaitu 70oC, sehingga pada suhu sterilisasi uap yaitu 121oC terjadi depolimerisasi yang menyebabkan penurunan viskositas (Rowe et al., 2009; Leoet al., 1990).

Tabel 4.6 Perubahan Viskositas Larutan Natrium Alginat

Polimer Rerata Viskositas (cPs) + RSD (%)

Tanpa Sterilisasi Sterilisasi Uap Sterilisasi Radiasi

Natrium Alginat 1,5% 1125 ± 0,63 72 ± 3,93 8


(52)

Gambar 4.9 Kurva Reologi Natrium Alginat 1,5% (a) Tanpa Sterilisasi, (b) Sterilisasi Uap, (c) Sterilisasi Radiasi

Sterilisasi radiasi pada dosis 25 kGy menyebabkan perubahan sifat reologi natrium alginat menjadi aliran dilatan pada kedua konsentrasi, seperti yang terlihat pada Gambar 4.9 dan 4.10. Penurunan viskositas secara besar terjadi pada kedua konsentrasi, dimana berdasarkan analisis statistik, penurunan terjadi secara bermakna baik pada konsentrasi 1,5% (p < 0,05) maupun konsentrasi 3% (p < 0,05) (Lampiran 20). Natrium alginat dan beberapa polimer polisakarida lainnya cenderung mengalami pemotongan rantai acak yang mengakibatkan penurunan berat molekul sehingga terjadi penurunan viskositas (Sintzel et al., 1997). Pada

dasarnya, semua bentuk larutan yang mengandung air akan mengalami radiolisis molekul air membentuk radikal bebas hidrogen dan hidroksil setelah mengalami radiasi gamma. Reaksi radiolisis tersebut mempercepat pemutusan rantai natrium alginat yang disusul dengan pembentukan ikatan ganda. Pembentukan ikatan ganda ditandai dengan perubahan warna (Nagasawa et al.,2000). Skema

pemutusan rantai natrium alginat dan pembentukan ikatan ganda setelah radiasi, tertera pada Gambar 4.8.


(53)

Gambar 4.10 Kurva Reologi Natrium Alginat 3% (a) Tanpa Sterilisasi, (b) Sterilisasi Uap, (c) Sterilisasi Radiasi

Gambar 4.11 Kurva Perubahan Viskositas Natrium Alginat terhadap Pengaruh Sterilisasi (a) Konsentrasi 1,5%; (b) Konsentrasi 3%


(54)

4.5 Hasil Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Larutan Tragakan

4.5.1 Evaluasi Fisik

Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada pengaruh sterilisasi uap dan radiasi terhadap warna, kekeruhan dan homogenitas, baik pada konsentrasi 1% dan 3,5% (Lampiran 23).

Tabel 4.7 Hasil Evaluasi Fisik Larutan Tragakan

Polimer Konsentrasi Perlakuan Organoleptis Kekeruhan Homogenitas

Tragakan 1% TS Putih Translucent Homogen

Tragakan 1% SU Putih Translucent Homogen

Tragakan 1% SR Putih Translucent Homogen

Tragakan 3,5% TS Putih Susu Opaque Homogen

Tragakan 3,5% SU Putih Susu Opaque Homogen

Tragakan 3,5% SR Putih Susu Opaque Homogen

4.5.2 Sifat Reologi dan Viskositas Tragakan

Tragakan menghasilkan sifat reologi tiksotropik pada konsentrasi 1% dan 3,5%. Sifat reologi tiksotropik merupakan sifat alir yang bergantung waktu, dimana ketika diberikan laju geser, terjadi pemecahan struktur yang tidak terbentuk lagi dengan segera jika laju geser atau stress dihentikan (Martin et al.,

2008).

Sterilisasi uap pada suhu 121oC selama 15 menit mengubah sifat reologi tragakan konsentrasi 1% menjadi aliran pseudoplastis, namun tidak mengubah sifat reologi pada konsentrasi 3,5%. Setelah mengalami sterilisasi uap, viskositas larutan tragakan pada kedua konsentrasi tidak mengalami perubahan yang besar, seperti yang terlihat pada Gambar 4.15 dan Tabel 4.8. Berdasarkan uji statistik menggunakan Paired Samples T Test, penurunan viskositas terjadi secara bermakna pada tragakan 1% (p < 0,05), dan tidak bermakna pada tragakan 3,5% (p > 0,05) (Lampiran 21). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tragakan merupakan polimer yang cukup stabil terhadap pemanasan.

Tabel 4.8 Perubahan Viskositas Larutan Tragakan

Polimer Rerata Viskositas (cPs) + RSD (%)

Tanpa Sterilisasi Sterilisasi Uap Sterilisasi Radiasi

Tragakan 1% 1250 ± 3,39 820 ± 1,72 11


(55)

Gambar 4.12 Kurva Reologi Tragakan 1% (a) Tanpa Sterilisasi, (b) Sterilisasi Uap, (c) Sterilisasi Radiasi

Gambar 4.13 Ikatan Glikosida pada Tragakan Sumber : Aspinal dan Baillie, 1963

Sterilisasi radiasi pada dosis 25 kGy mengakibatkan perubahan sifat reologi tragakan menjadi newton pada konsentrasi 1% dan menjadi dilatan pada konsentrasi 3,5%, seperti yang terlihat pada Gambar 4.12 dan 4.13. Penurunan viskositas secara besar terjadi pada kedua konsentrasi. Berdasarkan analisis statistik, penurunan viskositas tersebut terjadi secara bermakna pada konsentrasi 1% (p < 0,05) dan konsentrasi 3% (p < 0,05) (Lampiran 21). Polimer polisakarida cenderung mengalami pemotongan rantai acak setelah mengalami sterilisasi


(56)

radiasi. Hal ini mengakibatkan penurunan berat molekul sehingga terjadi penurunan viskositas larutan polimer (Nagasawa et al., 2000; Sintzel et al., 1997).

Pemotongan rantai cenderung terjadi pada ikatan yang lemah misalnya ikatan glikosida, seperti yang terlihat pada Gambar 4.13.

Gambar 4.14 Kurva Reologi Tragakan 3,5% (a) Tanpa Sterilisasi, (b) Sterilisasi Uap, (c) Sterilisasi Radiasi

Gambar 4.15 Kurva Perubahan Viskositas Tragakan terhadap Pengaruh Sterilisasi (a) Konsentrasi 1%; (b) Konsentrasi 3,5%


(57)

4.6 Hasil Identifikasi Pengaruh Sterilisasi Uap dan Sterilisasi Radiasi terhadap Larutan Xanthan Gum

4.6.1 Evaluasi Fisik

Xanthan gum tidak mengalami perubahan warna setelah mengalami sterilisasi uap maupun radiasi, namun terdapat partikel-partikel yang terdispersi pada larutan xanthan gum konsentrasi 1% yang mengalami sterilisasi radiasi. Apabila didiamkan beberapa saat, partikel-partikel tersebut cenderung mengendap. Sterilisasi radiasi mengakibatkan pemutusan ikatan glikosida yang menghasilkan banyak fragmen oligomer yang berat molekulnya lebih rendah (Li

et al., 2011). Oligomer tersebut diduga tidak dapat melarut lagi akibat telah mencapai kondisi jenuh sehingga cenderung membentuk endapan.

Tabel 4.9 Hasil Evaluasi Fisik Larutan Xanthan Gum

Polimer Konsentrasi Perlakuan Organoleptis Kekeruhan Homogenitas

Xanthan Gum 1% TS Putih Translucent Homogen

Xanthan Gum 1% SU Putih Translucent Homogen

Xanthan Gum 1% SR Putih Translucent Terdapat Partikel

Xanthan Gum 4,5% TS Putih Susu Opaque Homogen

Xanthan Gum 4,5% SU Putih Susu Opaque Homogen

Xanthan Gum 4,5% SR Putih Susu Opaque Homogen

4.6.2 Sifat Reologi dan Viskositas Xanthan Gum

Larutan polimer xanthan gum menghasilkan sifat reologi tiksotropik pada konsentrasi 1% dan 4,5%, dan merupakan sifat reologi yang bergantung waktu. Sterilisasi uap pada suhu 121oC selama 15 menit mengubah sifat reologi xanthan gum konsentrasi 1% menjadi aliran pseudoplastis, namun tidak mengubah sifat reologi pada konsentrasi 4,5%.

Xanthan gum merupakan polimer dengan konformasi rantai ganda yang memiliki suhu transisi yaitu sekitar 65oC, dimana di bawah suhu tersebut viskositas xanthan gum tetap stabil dan konformasi rantai ganda tetap dipertahankan (Oviatt et al, 1993). Sterilisasi uap pada 121oC menyebabkan

penurunan viskositas pada larutan xanthan gum 1% dan perubahan reologi menjadi pseudoplastis, hal ini disebabkan oleh suhu sterilisasi uap yang digunakan lebih tinggi daripada suhu transisi xanthan gum yang mengakibatkan perubahan konformasi xanthan gum menjadi rantai tunggal. Berdasarkan analisis statistik menggunakan Paired Samples T Test, penurunan viskositas tersebut


(58)

terjadi secara bermakna (p < 0,05) (Lampiran 22). Larutan xanthan gum 4,5% tetap pada bentuk aliran tiksotropik dan tidak mengalami penurunan viskositas setelah mengalami sterilisasi uap, hal ini terjadi karena pada konsentrasi yang lebih tinggi interaksi antarmolekul akibat pemanasan hanya menyebabkan pembelitan rantai, tidak mengakibatkan perubahan konformasi menjadi rantai tunggal (Bindal et al, 2007), seperti yang terlihat pada Gambar 4.16. Apabila

diberikan laju geser, maka rantai polimer menyusun kembali, namun membutuhkan waktu sehingga menghasilkan sifat reologi tiksotropik. Berdasarkan analisis statisik, perubahan viskositas tersebut adalah tidak bermakna (p > 0,05) (Lampiran 22).

Gambar 4.16 Kurva Reologi Xanthan Gum 1% (a) Tanpa Sterilisasi, (b) Sterilisasi Uap, (c) Sterilisasi Radiasi

Tabel 4.10 Perubahan Viskositas Larutan Xanthan Gum

Polimer Rerata Viskositas (cPs) + RSD (%)

Tanpa Sterilisasi Sterilisasi Uap Sterilisasi Radiasi

Xanthan Gum 1% 870 ± 1,63 540 ± 0,00 16


(1)

Lampiran 20.

Hasil Analisis Statistik Viskositas Larutan Natrium Alginat

a. Natrium Alginat 1,5%

Paired Samples Test Paired Differences

Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Pair 1 TS_NaAlginat_1.5 -

SU_NaAlginat_1.5 1.11567E3 71.79369 .001

Keputusan : Data perubahan viskositas larutan polimer natrium alginat 1,5% sebelum dan setelah sterilisasi uap adalah berbeda bermakna

Paired Samples Test Paired Differences

Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Pair 1 TS_NaAlginat_1.5 -

SR_NaAlginat_1.5 1.17233E3 67.98774 .001

Keputusan : Data perubahan viskositas larutan polimer natrium alginat 1,5% sebelum dan setelah sterilisasi radiasi adalah berbeda bermakna

b. Natrium Alginat 3%

Paired Samples Test Paired Differences

Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Pair 1 TS_NaAlginat_3.0 -

SU_NaAlginat_3.0 1.16083E4 1318.25958 .004

Keputusan : Data perubahan viskositas larutan polimer natrium alginat 3% sebelum dan setelah sterilisasi uap adalah berbeda bermakna

Paired Samples Test Paired Differences

Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Pair 1 TS_NaAlginat_3.0 -

SR_NaAlginat_3.0 1.22043E4 1326.44349 .004

Keputusan : Data perubahan viskositas larutan polimer natrium alginat 3% sebelum dan setelah sterilisasi radiasi adalah berbeda bermakna


(2)

Lampiran 21.

Hasil Analisis Statistik Viskositas Larutan Polimer Tragakan

a. Tragakan 1%

Paired Samples Test Paired Differences

Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Pair 1 TS_Tragakan_1.0 -

SU_Tragakan_1.0 5.78333E2 165.40355 .026

Keputusan : Data perubahan viskositas larutan polimer tragakan 1% sebelum dan setelah sterilisasi uap adalah berbeda bermakna

Paired Samples Test Paired Differences

Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Pair 1 TS_Tragakan_1.0 -

SR_Tragakan_1.0 1.69667E3 502.35877 .028

Keputusan : Data perubahan viskositas larutan polimer tragakan 1% sebelum dan setelah sterilisasi radiasi adalah berbeda bermakna

b. Tragakan 3,5%

Paired Samples Test Paired Differences

Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Pair 1 TS_Tragakan_3.5 -

SU_Tragakan_3.5 -5.00000E2 250.00000 .074

Keputusan : Data perubahan viskositas larutan polimer tragakan 3,5% sebelum dan setelah sterilisasi uap adalah tidak berbeda bermakna

Paired Samples Test Paired Differences

Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Pair 1 TS_Tragakan_3.5 -

SR_Tragakan_3.5 8.65500E3 2867.84327 .035

Keputusan : Data perubahan viskositas larutan polimer tragakan 3,5% sebelum dan setelah sterilisasi radiasi adalah berbeda bermakna


(3)

Lampiran 22.

Hasil Analisis Statistik Viskositas Larutan Polimer Xanthan Gum

a. Xanthan Gum 1%

Paired Samples Test Paired Differences

Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Pair 1 TS_Xanthan_1.0 -

SU_Xanthan_1.0 5.05000E2 153.21553 .029

Keputusan : Data perubahan viskositas larutan polimer xanthan gum 1% sebelum dan setelah sterilisasi uap adalah berbeda bermakna

Paired Samples Test Paired Differences

Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Pair 1 TS_Xanthan_1.0 -

SU_Xanthan_1.0 5.05000E2 153.21553 .028

Keputusan : Data perubahan viskositas larutan polimer xanthan gum 1% sebelum dan setelah sterilisasi radiasi adalah berbeda bermakna

b. Xanthan Gum 4,5%

Paired Samples Test Paired Differences

Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Pair 1 TS_Xanthan_4.5 -

SU_Xanthan_4.5 5.66667E2 351.18846 .108

Keputusan : Data perubahan viskositas larutan polimer xanthan gum 4,5% sebelum dan setelah sterilisasi uap adalah tidak berbeda bermakna

Paired Samples Test Paired Differences

Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Pair 1 TS_Xanthan_4.5

SR_Xanthan_4.5 8.00333E3 2715.00153 .036

Keputusan : Data perubahan viskositas larutan polimer xanthan gum 4,5% sebelum dan setelah sterilisasi uap adalah berbeda bermakna


(4)

Lampiran 23.

Evaluasi Fisik Larutan Polimer

Karbopol 940 0,1% : TS, SU, SR (kiri ke kanan)

Karbopol 940 0,25% : TS, SU, SR (kiri ke kanan)

Na CMC 1,25% : TS, SU, SR (kiri ke kanan)


(5)

Natrium Alginat 1,5% : TS, SU, SR (kiri ke kanan)

Natrium Alginat 3% : TS, SU, SR (kiri ke kanan)

Tragakan 1% : TS, SU, SR (kiri ke kanan)


(6)

Xanthan Gum 1% : TS, SU, SR (kiri ke kanan)