1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada masa sekarang ini Pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya mengadakan pembangunan Nasional. Namun pembangunan tersebut tidak dapat
terlepas dari masalah penduduk tanpa pengatasan terhadap masalah penduduk pembangunan tidak akan berjalan lancar. Masalah penduduk yang paling utama di
Negara yang sedang berkembang pada umumnya dan di Indonesia khususnya adalah pertambahan jumlah penduduk. Yang di maksud pertambahan penduduk adalah
selisih antara angka kelahiran dan angka kematian. Pada saat ini, sebagai akibat kemajuan yang di temukan dalam bidang
kedokteran, kemajuan dalam bidang pendidikan termasuk pendidikan kesehatan serta sebagai akibat makin baiknya sistem komunikasi, maka angka kelahiran tetap tidak
banyak terpengaruh. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya masalah pertambahan jumlah penduduk, yang terutama di alami oleh Negara yang sedang berkembang
termasuk Indonesia. Karena pertambahan jumlah penduduk yang besar, maka timbul masalah-
masalah sosio-ekonomi, pengangguran, kejahatan yang terus meningkat disamping itu juga derajat kesehatan masyarakat, mutu lingkungan hidup dan kwalitas hidup
menjadi rendah. Banyak anak yang tidak dapat meneruskan sekolah bahkan sama
2
sekali tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah karena kekurangan atau ketiadaan biaya, di lain pihak pendapatan perkapita Negara tidak sesuai dengan
jumlah penduduk yang ada. Untuk mengatasi masalah kependudukan tadi, pelbagai upaya penyelesaian
banyak dilakukan terutama yang menuju kearah pengendalian jumlah penduduk. Dalam rangka mencari jalan keluar dari tingginya laju pertambahan penduduk di
Indonesia, pemerintah melaksanakan beberapa aktivitas, antara lain peraturan dan undangan-undang tanggungan keluarga dan perkawinan dan salah satu antaranya
ialah dengan melaksanakan program KB.
1
Dalam kegiatan selanjutnya, keluarga berencana di Indonesia mengalami proses yang tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Negara-negara lainya yang
sedang berkembang, yaitu sangat ditentukan oleh alasan kesehatan. Tetapi perkembangan selanjutnya semakin di sadari lagi, bahwa permasalahannya
bertambah luas; dimana keluarga berencana dianggap sebagai salah satu cara untuk menurunkan angka kelahiran, sebagai suatu sarana untuk mengendalikan
pertambahan penduduk yang semakin pesat.
2
Dalam hal ini KB dapat dipahami dalam dua pengertian : Pertama, KB dapat dipahami sebagai suatu program nasional yang dijalankan pemerintah untuk
mengurangi populasi penduduk, karena diasumsikan pertumbuhan populasi penduduk
1
Aznul Azwar, Peranan Sterlisasi Dalam Pengendalian Pertambahan Penduduk Seminar Evaluasi ZPG Pusat Indonesia 29-30 September 1979 di Yogyakarta, hal. 3.
2
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, Berbagai Kasus Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Jakarta : Kalam Mulia, 2003, cet. Pertama, hal. 59.
3
tidak seimbang dengan ketersediaan barang dan jasa. Dalam pengertian ini, KB didasarkan pada teori populasi menurut Thomas Robert Malthus. KB dalam
pengertian pertama ini diistilahkan dengan tahdid an-nasl pembatasan kelahiran.
3
Kedua, KB dapat dipahami sebagai aktivitas individual untuk mencegah kehamilan man‟u al-hamli dengan berbagai cara dan sarana alat. Misalnya dengan kondom,
IUD, pil KB, dan sebagainya. KB dalam pengertian kedua diberi istilah
tanzhim an-
nasl
pengaturan kelahiran.
Adapun hukum keduanya ulama kontemporer membolehkan tanzhim an-nasl pengaturan atau penjarangan kelahiran. Namun melarang dan mengharamkan
tahdid an-nasl pembatasan kelahiran atau yang umum dikenal dengan KB. Ulama kontemporer melarang tahdid an-nasl di dalam KB sebagai program
nasional tidak dibenarkan secara syara‟. Jika pembatasan kelahiran itu dilatarbelakangi oleh sikap takut miskin, takut anak tidak kebagian rizki, dan yang
semisalnya, maka yang demikian ini hukumnya haram karena bertentangan dengan
Aqidah Islam. Selain itu, dari segi tinjauan fakta, teori Malthus tidak sesuai dengan
kenyataan, bahwa produksi pangan dunia bukan kurang, melainkan cukup, bahkan lebih dari cukup untuk memberi makan seluruh populasi manusia di dunia. Pada
bulan Mei tahun 1990, FAO Food and Agricultural Organization mengumumkan
3
Ali Ahmad As-Salus, Mausu‟ah Al-Qadhaya Al-Fiqhiyah Al-Mu‟ashirah, Mesir :
Daruts Tsaqafah – Maktabah Darul Qur`an, 2002, hal. 53.
4
hasil studinya, bahwa produksi pangan dunia ternyata mengalami surplus 10 untuk dapat mencukupi seluruh populasi penduduk dunia.
4
Sedangkan ulama kontemporer membolehkan tanzhim an-nasl pengaturan atau penjarangan kelahiran, apabila dijalankan oleh individu bukan dijalankan
karena program negara untuk mencegah kelahiran man‟u al-hamli dengan berbagai
cara dan sarana, hukumnya mubah, bagaimana pun juga motifnya. Adapun dalil yang membolehkannya tanzhim an-nasl diantaranya : Hadits
dari sahabat Jabir RA yang berkata, ”Dahulu kami melakukan „azl pada masa Rasulullah SAW sedangkan al-Qur`an masih turun
.” Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Muslim: Hal itu sampai kepada Nabi SAW dan beliau tidak melarangnya
pada kami. Namun
kebolehannya disyaratkan
tidak adanya
bahaya dharar.
Sebagaimana kaidah fiqih menyebutkan : Adh-dhararu yuzaal Segala bentuk bahaya haruslah dihilangkan. Dan kebolehan pengaturan kelahiran juga terbatas pada
pencegahan kehamilan yang temporal sementara, misalnya dengan pil KB dan kondom. Adapun pencegahan kehamilan yang permanen sterilisasi, seperti
vasektomi atau tubektomi, hukumnya haram. Sebab Nabi SAW telah melarang pengebirian al-ikhtisha`, sebagai teknik mencegah kehamilan secara permanen yang
ada saat itu.
4
Ibid., hal. 31.
5
Di mana gerakan program keluarga berencana di Indonesia sudah dirintis sejak tahun 1953 oleh tokoh-tokoh masyarakat. Kemudian tahun 1957 berdiri
organisasi swasta bernama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia PKBI mulai melopori pelaksanaannya. Kegiatannya dilakukan secara diam-diam dan
bersifat perseorangan, karena waktu itu program keluarga berencana masih dilarang oleh pemerintah.
Sejak lahirnya orde baru tahun 1996, Pemerintah mulai menyadari bahwa masalah penduduk harus segera mendapat perhatian. Tahun 1967 Preside RI ikut
mendatangi Deklarasi Kependudukan Dunia dan sejak itu pemerintah mengambil alih tanggung jawab pelaksanaan keluarga berencana melalui intruksi presiden No.20
tahun 1968 yang membentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional LKBN yang berstatus semi pemerintah. Fungsi dari lembaga ini adalah untuk mengembangkan
keluarga berencana dan mengelola segala jenis bantuan. Pada tahun 1970 pemerintah mengambil kebijaksanaan bahwa keluarga berencana merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional. Dengan keputusan presiden No.8 tahun 1970 dibentuklah Badan Koordinasi Keluarga Berencan Nasional BKKBN yang berstatus lembaga
pemerintah yang berfungsi : Membantu presiden dalam menetapkan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang keluarga berencana. Mengkoordinasikan pelaksanaan keluarga berencana yang dilakukan oleh
unit-unit keluarga berencana.
6
Sesuai dengan perkembangan yang telah meningkat maka organisasi BKKBN pun terus disempurnakan. Tahun 1972 dikeluarkan Surat Keputusan Presiden No. 38
tahun 1978 organisasi dan tata kerja BKKBN menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Bertugas mempersiapkan kebijaksanaan umum dan mengkoordinasikan pelaksanaan program keluarga berencana dan kependudukan yang mendukungnya, baik ditingkat
pusat maupun daerah serta mengkoordinasikan pelaksanaannya dilapangan.
5
Pada dasarnya syari‟at Islam tidak membenarkan usaha pengaturan kehamilan dengan cara sterilisasi karena akan menimbulkan ketidakmampuan menurunkan
keturunan, adapun keluarga berencanan yang dikehendaki Islam adalah keluarga berencana dalam arti “membatasi kelahiran secara mutlak bagi setiap orang dalam
berbagai kondisi”. Oleh karena itu, sterilisasi apabila dilaksanakan hanya untuk pencegahan kehamilan serta dijiwai niat segan mempunyai keturunan tanpa alasan
lain tidak dibolehkan dalam Islam, karena tindakan sterilisasi itu tidak sesuai dengan tinjauan terhadap keluarga berencana menurut pandangan Islam:
“Ikhtiar manusia untuk mengatur kelahiran diseimbangkan dengan kemampuan dan kesanggupan dan
bukan karena adanya rasa segan mempunyai anak”.
6
5
A. Rahmat Rosyadi-Soerso Dasar, Indonesia : Keluarga Berencana Ditinjau Dari Hukum Islam, Bandung : Penerbit Pustaka, 1406 H-1986 M, cet. I, hal. 11.
6
BKKBN, Biro Penerangan dan Motivasi, Pandangan Islam Terhadap Keluarga Berencana, Jakarta : BKKBN, 1979, hal. 8.
7
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis sangat tertarik melakukan penelitian tentang bagaimana sterilisasi dapat digunakan atau diterapkan di dalam
Keluarga Berencana terhadap masyarakat. Oleh karena itu, penulis akan mengangkat judul
“TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG STERILISASI DALAM KELUARGA BERENCANA Studi Analisa Terhadap Fatwa MUI Tentang
Sterilisasi”.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah