Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Arus globasisasi yang membawa pengaruh budaya barat mulai semakin marak di negeri ini. Budaya-budaya luar perlahan namun pasti mulai menggoyahkan budaya ke-Timuran yang dimiliki oleh bangsa ini. Hal-hal yang negatif seperti minum-minuman keras, penggunaan narkoba dan free sex sudah hampir menjadi sesuatu yang tidak lagi tabu di negeri ini bahkan ditambah lagi dengan dunia perfilman yang sudah semakin vulgar dengan mengumbar aurat dan mencontohkan pergaulan bebas tanpa batas. Filterisasipun semakin mengendur sehingga dengan mudah budaya-budaya tersebut masuk ke negeri ini. Akibat dari globalisasi ini membawa dekadensi moral yang berakibat pada prilaku-prilaku menyimpang sehingga akhlak masyarakat menjadi negatif. Nilai-nilai keislaman seperti kejujuran, kebenaran, keadilan, saling tolong menolong, menghargai dan kasih sayang mulai tergantikan oleh penipuan, penyelewengan, penindasan, saling menghujat, dan rasa dendam. Sehingga lambat laun masyarakat mulai mementingkan diri mereka masing- masing dan acuh terhadap kehidupan di sekitarnya. Secara umum, Indonesia dewasa ini sedang mengalami berbagai krisis. Selain sedang mengalami krisis ekonomi, tanah air kita pun sedang dilanda krisis moral, mental, dan spiritual. Sayangnya, kebanyakan obyek dan sekaligus penyebab krisis tadi adalah para perempuan, mulai kasus pornografi, komersialisasi seks, pamer tubuh iklan, tarian erotis, dan banyak hal lagi yang sasaran utama dan umpannya adalah perempuan. 1 Zakiah Daradjat berpendapat dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama bahwa: Seorang wanita kelak akan menjadi seorang istri dan ibu bagi suami dan anak-anak mereka, sehingga mereka memiliki peranan yang sangat penting bagi pembinaan generasi muda. Kalau demikian halnya, maka seorang wanita harus dipersiapkan secara matang sebelum menjadi istri dan ibu. Karena hari depan anak-anak yang akan dilahirkannya nanti banyak tergantung kepadanya. Akan tetapi, dalam kenyataan hidup, sekolah atau kursus untuk persiapan menjadi istri dan ibu itu tidak ada, maka terjadilah apa yang terjadi sekarang yaitu wanita dianggap otomatis mampu menjadi istri dan ibu yang baik tanpa persiapan. 2 Kondisi ini sangat memprihatinkan apalagi jika kita melihat peran dari seorang perempuan yang kelak dari rahim mereka lah akan lahir penerus bangsa. Dalam kondisi ini, perempuan yang sadar memiliki tugas untuk menjelaskan kembali fungsi agama dalam menghantarkan manusia menuju kebahagiaan hakiki sesuai agama masing-masing. Perempuan yang tercerahkan harus mengingatkan saudara-saudara mereka akan peran dan tugas yang dipikul perempuan, baik melalui pendekatan, media, pelatihan, dan cara lainnya. Tugas ini akan berhasil jika dilakukan oleh perempuan itu sendiri. 3 Maka, melalui kesadaran inilah perempuan dapat saling bahu– membahu untuk menginternalisasi nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan mereka sehari-hari sehingga akan terbentuk akhlak yang positif dan mereka mampu membedakan hal yang baik dan buruk. Akhlak seseorang merupakan barometer terhadap kebahagiaan, keamanan dan ketertiban dalam kehidupan manusia dan dapat dikatakan bahwa akhlak merupakan tiang berdirinya suatu umat, sebagaimana shalat merupakan tiang agama Islam. Dengan kata lain apabila rusak akhlak suatu 1 Euis Daryati, “Peran Perempuan dalam Membangun Masyarakat Religius”, dalam Syiar Jakarta: Al-Huda, 2009, h. 35-36. 2 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 2003, Cet. 16, h. 157. 3 Euis Daryati, “Peran Perempuan dalam Membangun, ..., h. 37. umat maka rusaklah bangsanya. Sebagaimana yang dikutip oleh Abudin Nata: As-Syauki Bey mengatakan dalam syairnya: اﻮ ه ذ ﻬﻗ ﺧا ﺖ ه ذ اﻮ ه ناو ﺖﻴ ﺎ ق ﺧ ا ا ﺎ ﻧا ”Selama umat itu akhlaknya baik ia akan tetap eksis, dan jika akhlaknya sirna, maka bangsa itu pun akan binasa”. 4 Pembinaan dan pembentukan akhlak dapat melalui proses pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara kontinyu atau berkesinambungan. Sebagaimana dikatakan Aminudin: ”Ibnu Miskawaih, Ibnu Sina dan Al- Ghazali, sepakat bahwa akhlak dapat dibentuk melalui pendidikan, pelatihan, pembinaan dan perjuangan keras yang sungguh-sungguh”. 5 Dalam lingkup sekolah umum pembentukan akhlak dapat dilakukan melalui pengajaran pendidikan agama Islam. Namun sayangnya, alokasi waktu untuk mata pelajaran agama Islam di sekolah umum sangat minim yaitu setiap minggu hanya diberikan waktu selama dua jam pelajaran saja. Waktu yang diberikan tentu sangat terbatas jika dibandingkan dengan materi yang hendak disampaikan, belum lagi jika para pelajar ingin berdiskusi seputar permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat mungkin terjadi karena pendidikan agama Islam merupakan pedoman yang akan mereka aktualisasikan dalam kehidupan nyata. Selain itu, menurut Towaf 1996 sebagaimana dikutip oleh Muhaimin menyatakan bahwa kelemahan-kelemahan pendidikan agama Islam di sekolah, antara lain sebagai berikut. 1. Pendekatan masih cenderung normatif, dalam arti pendidikan agama menyajikan norma-norma yang seringkali tanpa ilustrasi konteks sosial budaya sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian. 2. Kurikulum pendidikan agama Islam yang dirancang di sekolah sebenarnya lebih menawarkan minimum kompetensi atau minimum informasi, tetapi pihak guru pendidikan agama Islam seringkali terpaku padanya sehingga semangat untuk memperkaya kurikulum dengan pengalaman belajar yang bervariasi kurang tumbuh. 4 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, Cet. 5, h. 176. 5 Aminudin, dkk., Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002, h. 155. 3. Sebagai dampak yang menyertai situasi tersebut di atas maka guru pendidikan agama Islam kurang berupaya menggali berbagai metode yang mungkin bisa dipakai untuk pendidikan agama sehingga pelaksanaan pembelajaran cenderung monoton. 4. Keterbatasan saranaprasarana, mengakibatkan pengelolaan cenderung seadanya. Pendidikan agama yang diklaim sebagai aspek yang penting, seringkali kuranng diberi prioritas dalam urusan fasilitas. 6 Dengan demikian sekolah harus mengadakan suatu wadah atau kegiatan yang dapat membantu para pelajar untuk mengaplikasikan pengetahuan- pengetahuan agama yang telah didapatkan secara optimal. Dalam dunia proses pendidikan, dikenal adanya dua kegiatan yang cukup elementer, yaitu kegiatan kurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan kurikuler merupakan kegiatan pokok pendidikan dimana didalamnya terjadi proses belajar mengajar antara peserta didik dan guru untuk mendalami materi-materi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tujuan pendidikan dan kemampuan yang hendak diperoleh peserta didik. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengembangkan aspek-aspek tertentu dari apa yang ditemukan pada kurikulum yang sedang dijalankan. 7 Kegiatan ekstrakurikuler adalah wahana pengembangan pribadi peserta didik melalui berbagai aktivitas, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan materi kurikulum. 8 Menurut B. Suryosubroto “kegiatan ekstrakurikuler mencakup semua kegiatan di sekolah yang tidak diatur dalam kurikulum”. 9 Sementara menurut Wahjosumidjo dalam bukunya Kepemimpinan Kepala Sekolah menyatakan bahwa: Kegiatan ekstrakurikuler, yaitu kegiatan-kegiatan siswa di luar jam pelajaran, yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah, dengan 6 Muhaimin, et. al., Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004, Cet. 3, h. 89-90. 7 Departemen Agama RI, Panduan Kegiatan Ekstra Kurikuler Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005, h. 3-4. 8 http:kurikulumsmk.freehosting.nethp-buku3page4.html, 23 Desember 2009, 10.30 WIB 9 B. Suryosubroto, Tatalaksana Kurikulum, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, Cet. 1, h. 58. tujuan untuk memperluas pengetahuan, memahami keterkaitan antara berbagai mata pelajaran, penyaluran bakat dan minat, serta dalam rangka usaha untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan para siswa terhadap Tuhan Yang Mahaesa, kesadaran berbangsa dan bernegara, berbudi pekerti luhur dan sebagainya. 10 Kegiatan ekstrakurikuler berada dibawah garis koordinasi OSIS Organisasi Siswa Intra Sekolah yaitu organisasi kesiswaan yang berada di bawah naungan sekolah yang bertujuan untuk melakukan pembinaan terhadap siswa melalui berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan yang dilakukan oleh ekstrakurikuler harus diketahui oleh OSIS agar dapat berkoordinasi dengan baik dan tidak bertentangan dengan visi dan misi sekolah. Pada dasarnya penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler dalam dunia persekolahan ditujukan untuk menggali dan memotivasi siswa dalam bidang tertentu. Karena itu, aktivitas ekstrakurikuler itu harus disesuaikan dengan hobi serta kondisi siswa sehingga melalui kegiatan tersebut siswa dapat memperjelas identitas diri. Kegiatan itupun harus ditujukan untuk membangkitkan semangat, dinamika, dan optimisme siswa sehingga mereka mencintai sekolahnya dan menyadari posisinya di tengah-tengah masyarakat. 11 Bentuk-bentuk kegiatan ekstrakurikuler di SMA Negeri 29 Jakarta yang dapat membantu mereka memperjelas identitas diri yaitu sebagai berikut; Kerohanian Islam Rohis, Kerohanian Kristen Rohkris, Paskibra, Palang Merah Remaja PMRUKS, Pramuka, Olah raga permainan Bola Basket, Bela Diri Karate dan Tae Kwon Do, Teater, Modern Dance, Tari Saman, Vocal Group, Majalah Dinding, Futsal, Pencak Silat, Marawis, Kelompok Ilmiah Remaja KIR, Band, Bridge, dan English Club. 12 Kegiatan yang dapat mengatasi ketimpangan antara kurangnya jam pelajaran dengan materi pendidikan agama Islam di kelas yaitu 10 Wahyosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1999, h. 256. 11 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, Cet. 2, h. 187. 12 Arsip Profil SMA Negeri 29 Jakarta ekstrakurikuler Rohis Kerohanian Islam karena ekskul ini merupakan salah satu ekstrakurikuler keagamaan yang ada di sekolah. Dan diharapkan mampu memberikan kontribusi yang positif dalam mengembangkan pola pikir dan sikap keberagamaan siswa agar lebih baik lagi. Dan sebagai sarana untuk mengaplikasikan nilai-nilai ajaran Islam yang telah diberikan dalam kehidupan sehari-hari. Ekstrakurikuler Rohis di SMA Negeri 29 Jakarta merupakan salah satu ekskul keagamaan yang berada dibawah naungan OSIS yang memiliki beberapa departemen dalam membantu menginternalisasi ajaran-ajaran Islam diantaranya; Asy-Syifa, Orkes Olahraga dan Kesenian, Dikro Pendidikan Rohis, Intel Informasi dan Telekomunikasi dan Perpustakaan. Selain departemen-departemen tersebut, ekstrakurikuler Rohis pun memiliki kegiatan yang dikhususkan bagi pelajar putri yaitu kegiatan Keputrian 13 . Kegiatan ini memiliki kepengurusan tersendiri tetapi tetap berada di bawah garis koordinasi Rohis. Kegiatan ekskul Rohis yang paling urgen bagi pelajar putri adalah Keputrian. Keputrian cenderung menangani masalah-masalah kewanitaan baik dari segi jasmani maupun rohani. Kajian yang dilaksanakan khusus untuk putri ini mengkaji tentang berbagai macam hal yang disyariatkan oleh agama diantaranya yaitu, kewajiban seorang muslimah untuk menutup aurat, batasan-batasan yang harus dijaga antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram, kewajiban dan hak-hak wanita, tips-tips merawat diri dan lain sebagainya. Minimnya pemahaman pelajar putri tentang kewajiban-kewajiban yang disyariatkan oleh agama terkadang membuat perilaku mereka keluar dari norma-norma yang disyariatkan Islam. Seperti halnya beberapa kasus yang telah disebutkan di atas yaitu kasus pornografi, komersialisasi seks, pamer tubuh iklan, tarian erotis, dan lain sebagainya ini merupakan akibat yang terjadi dari kurangnya pemahaman wanita tentang perannya, hingga mereka dapat dengan mudah dijadikan umpan untuk merusak moral bangsa. 13 Arsip Organisasi Rohis-Keputrian SMA Negeri 29 Jakarta. SMA N 29 Jakarta adalah salah satu lembaga pendidikan umum yang ikut serta menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler yang menjadi unggulan di sekolah ini salah satunya yaitu ekskul keagamaan Rohis Kerohanian Islam. Pada ekskul ini terdapat kegiatan keputrian yang mendapat apresiasi sangat baik dari pihak sekolah. Apresiasi ini ditunjukkan dengan mengikutsertakan guru-guru untuk menjadi narasumber pada kegiatan tersebut. Dan menjadikan kegiatan keputrian sebagai kegiatan yang wajib diikuti oleh seluruh pelajar putri dari kelas X, XI, dan XII. Kegiatan ini diselenggarakan secara rutin pada hari Jum’at ketika berlangsungnya sholat Jum’at. Dalam hal ini kegiatan Keputrian dapat dijadikan sebagai wadah untuk saling mengingatkan khususnya kepada pelajar putri akan tugas dan peran yang akan dipikulnya di masyarakat kelak sehingga mereka tidak menjadi icon untuk hal-hal yang negatif. Yaitu dengan memberikan arahan kepada pelajar putri dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan ajaran Islam sehingga dapat terbentuk akhlak yang mulia. Keberadaan kegiatan keputrian Rohis inilah yang menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul: ”EFEKTIVITAS KEGIATAN KEPUTRIAN PADA EKSTRAKURIKULER ROHIS TERHADAP PEMBENTUKAN AKHLAK SISWA DI SMA N 29 JAKARTA”

B. Identifikasi Masalah