Tanggung Jawab Analisis Sosiologis Legenda Tao Sipinggan dohot Tao Silosung

piak-pihak yang terkait di dalamnya, seperti dalam Legenda Tao Sipinggan dohot Tao Silosung yang melibatkan dua marga yaitu marga Lubis dan marga Pasaribu yang sampai sekarang ini tidak dapat bersatu.

3.2 Analisis Sosiologis Legenda Tao Sipinggan dohot Tao Silosung

Berdasarkan tinjauan dari unsur-unsur intrinsik pada bab tiga, dapatlah dianalisis nilai-nilai sosiologis Legenda Tao Sipinggan dohot Tao Silosung dengan menggunakan pendekatan sosiologis tanpa menghilangkan konteks sastra karena tidak terlepas dari unsur-unsur karya sastra tersebut. Dalam karya sastra ini lebih menekankan kepada pembahasan nilai-nilai sosiologis maka objek bahasanya adalah intraksi aksi dari para tokoh-tokoh cerita tersebut sehingga menghasilkan nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam karya sastra itu sendiri. Awang 1990: 5 . Nilai-nilai sosiologi dalam legenda ini antara lain :

3.2.1 Tanggung Jawab

Pertangungjawaban merupakan kesediaan melakukan sesuatu kewajiban yang harus dilakukan, hal tersebut adalah sesuatu yang bersumber dari situasi yang dihadapi walaupun hal tersebut bukan direncanakan sebelumnya. Dalam Legenda Tao Sipinggan dan Tao Silosung ini ada beberapa pertanggung jawaban antara lain : Universitas Sumatera Utara 1. Tanggung Jawab kepada kepercayaan untuk penitipan sesuatu. Hal itu terlihat ketika Sahangmaima meminjam Tombak Jambar Baho untuk dipakai berburu babi hutan yang merusak tanamanya. Datu Dalu memberikan Tongkat Jambar Baho kepada Sahangmaima dengan sebuah perjanjian agar Tombak Jambar Baho dikembalikan dengan baik sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Apa bila Tombak Jambar Baho hilang maka semua keturunan Sahangmaima dijadikan sebagai pembantu di perkampungan Datu Dalu. Tanggung jawab akan kepercayaan yang dimaksudkan adalah agar Sahangmaima hati-hati mempergunakanya dan menjaganya sesuai pesan yang disampaiakan Datu Dalu. 2. Tanggung jawab Sahangmaima dengan keterlambatan pengembalian Tombak Jambar Baho dengan rendah hati memohon kepada Datu Dalu agar Tombak Jambar Baho digantinya dengan semua harta bendanya. 3. Tanggung Jawab Sahangmaima dengan usaha dan kerja keras mencari Tombak Jambar Baho ke Banua Toru tempat jatuhnya babi hutan yang ditombaknya dengan Tombak Jambar Baho. Pertentangan Pertentangan dapat diartikan akibat pereselisihan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, yang disebabkan oleh perbedaan pendapat, salah Universitas Sumatera Utara paham, dendam dan lain sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari pertikaian dapat merugikan dari pihak yang berselisih, walaupun terkadang salah satu pihak yang bertikai mendapat sedikit keuntungan, tetapi secara umum pertikaian itu adalah luapan emosional dari satu orang dengan orang lain karena kesalahan ataupun batasan emosional melebihi dari kesabaran yang dimilikinya. Dalam legenda ini ada beberapa sebab dan akibat dari pertentangan antara lain : 1. Permohonan Sahangmaima kepada Datu Dalu ketika Tombak Jambar Baho hilang dibawa babi hutan yang jatuh ke Banua Tongah dengan menggantikanya menempa kembali sebuah tombak yang menyerupai Tombak Jambar Baho. 2. Sebagai ganti dari Tombak Jambar Baho, Sahangmaima memberikan segala harta bendanya untuk mengantikan Tombak Jambar Baho 3. Kekerasan hati Datu Dalu yang tidak mengabulkan permohonan dari Sahangmaima untuk mengganti Tombak Jambar Baho 4. Sahangmaima menuntut kepada isteri Datu Dalu daun pisang yang di ambil dari ladang Sahangmaima tanpa memberitahukanya dengan bentuk semula tanpa daun pisang tersebut layu. Universitas Sumatera Utara 5. Rasa tersinggung yang dimiliki Datu Dalu ketika mengetahui Sahangmaima menuntut sesuatu kepada isterinya karena menurut Datu Dalu, hal itu bukan berurasan kepada isteri tetapi kepada dirinya. Kasih Sayang Kasih sayang adalah perasaan senang dan suka kepada seseorang baik kepada lawan jenis ataupun sesama jenis. Kata sayang juga dapat diartiakan sebagai kasihan, merasa rugi menyerah atau tidak ikhlas. Sayang dapat diartikan sesuai dengan situasi yang dialami seseorang. Misalnya, kasih sayang seseorang kepada kekasihnya dengan tulus ikhlas rela berkorban untuk kebahagiaan pasanganya. Demikin juga dengan kasih sayang orang tua kepada anaknya. Dari pendapat itu dapat disimpulkan bahwa perasaan sayang, kasih kepada seseorang terhadap orang di sekitar lingkunganya atau kasih terhadap sesama, saudara dan lain sebagainya. Dari awal cerita tentang kasih sayang belum memperlihatkan dari para tokoh-tokoh secara terperinci. Tetapi dalam legenda ini ada kasih sayang yang dimiliki oleh para tokoh-tokoh yaitu kasih sayang Sahangmaima kepada keluarga dan seluruh keturunanya. Sahangmaima mencari Tombak Jambar Universitas Sumatera Utara Baho ke Banua Tongah agar keluarga dan keturunanya tidak menjadi buruh Datu Dalu. Adat istiadat Dalam Legenda Tao Silosung dohot Tao Sipinggan ini hanya menyebutkan beberapa adat istiadat yan dimiliki masyarakat pada masa peristiwa itu terjadi. Adat istiadat itu adalah : 1. Adat Berbicara Adat berbicara dalam Legenda Tao Sipinggan dohot Tao Silosung ini didapati dari setiap pembicaraan para tokoh. Setiap tokoh lebih banyak mempergunakan bahasa perumpamaan seperti pada saat Sahangmaima di datangangi Datu Dalu untuk meminta kembali Tombak Jambar Baho. Dalam Hal itu terdapat dalam kutipan : ‘Adat ni paminjamon, ia barang na niinjam ba laos ido paulahon. Adat ni ompunta ro di amanta : Aek na litok tingkiron tu julu, hori na rundut tingkiron tu rompean. Ndada sisik nilangkophon, imbulu sinuanhon”. Hudokpe songon i, manang dia pandokmu singkat silehononhu, olo do ahu, asal unang marbadai hita’. Universitas Sumatera Utara ‘Adat dalam hal meminjam adalah jika sesuatu barang dipinjam, maka barang yang seperti itu pula yang dikembalikan. Adat itu sudah diwariskan sampai kepada orang tua kita : Air yang keruh, kita melihat ke hulu,benang yang berbalut dilihat tempat gulunganya. Bukan kulit ditutupkan, bulu ditanamkan”. Kukatakanpun demikian, apapun yang engkau katakan, ganti rugipun pasti aku berikan, asal diantara kita tidak terjadi perselisiahan’. Adat berbicara dapat juga menunjukkan nilai kesopanan kepada seseorang antara laki-laki dengan perempuan, antara yang tua dengan yang muda bagi masyarakata Batak Toba. Misalnya, inang yaitu sebutan atau panggilan kepada perempuan yang sudah dewasa ataupun yang sudah tua oleh laki-laki maupun perempuan dengan melihat konteks status sosialnya. Dalam legenda ini dapat dilihat dalam kutipan berikut : ‘Jadi didok Sahangmaima ma tu panduda i : ‘ Ale inang, molo dipatuduhon hamu na hulului on, tarpangolu ahu do manuk na binunumuna i’. ‘Jadi Sahangmaima pun berkata : “O Ibu, jikalau engkau menunjukkan apa yang aku cari ini, akan kuhidupkan kembali ayam yang terbunuh ini’. Selanjutnya, kesopanan berbicara dapat dilihat dalam kutipan berikut ini : Universitas Sumatera Utara ‘O ale amang, tung na jahat do i, tarbahen ido rupana mimbarimbar laho manangko suansuanan ni halak, i pe disi do hujurmi”, ninna boruboru i’. ‘O Bapak, itu sangat jahat, dia dapat melakukan apapun merubah wujudnya supaya dapat mencuri tanaman orang lain, mungkin tombak yang engkau cari ada disana’. 2. Pardongan Sabutuhaon kerabat semarga Adat Dongan Sabutuha adalah bagian dari adat istiadat Dalihan Na Tolu bagi kehidupan masyarakat Batak Toba. Dalihan Na Tolu tersebut memiliki tiga kelompok besar yang mempunyai peranan masing-masing dalam adat istiadat masyarakat Batak umumnya dan Batak Toba khususnya. Ketiga kelompok yang dimaksud adalah Hulahula, Dongantubu dongan sabutuha dan Boru. Dalam Legenda Tao Sipinggan dohot Tao Silosung ini adat dalam dongan parsabutuhaon diharapkan saling tolong menolong, saling pengertian dan tidak saling merugikan satu sama lain. Tetapi pertikaian dan perselisihan tidak dapat terpikirkan oleh masyarakat penganutnya kapan terjadi dan apa yang menyebakan perselisihan itu terjadi, akibatnya hubungan antara kaum semarga dapat terputus dan saling menyimpan unsur dendam dan saling membenci . Hal inilah yang terjadi dalam Legenda Tao Sipinggan dohot Tao Silosung ketika Universitas Sumatera Utara Sahangmaima dengan rendah hati mengharapkan Datu Dalu dapat mengabulkan permintaanya dengan maksud menggantikan Tombak Jambar Baho dengan cara menempa kembali seperti Tombak Jambar Baho yang hilang terbawa babi hutan ke Banua Toru. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut : ‘Aut sura pe i, boi do singkatan na so disi. Hudok pe songon , manang dia pe pandokmu singkat silehononhu olo do ahu, asal ma unang marbada hita. Adat ni pardongan sabutuhaon : “ Ijur tarbirsak, pat tardege, tongka masipaihutihutian”, ninna Sahangmaima’. ‘Walaupun demikian, itu dapat aku buktikan bahwa yang aku katakan itu benar. Aku mengatakan demikian, apapun yang engkau katakan untuk menggantikanya, akupun bersedia asalkan kita tidak bertengkar dan ada perselisihan. Adat bagi kaum semarga : “ Air ludah terburai, kaki terpijak, tidak baik untuk saling menuduh dan saling beradu kesakatian”, kata Sahangmaima’. 3. Adat Beperang adu kesaktian Dalam Legenda Tao Sipinggan dohot Tao Silosung ini apabila terjadi peperangan atau adu kesaktian dimulai, tahap awalnya dilakukan tawar menawar dan saling menantang ilmu yang dimiliki sebelum bertanding. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut : ‘Ba na sopatut do na nidokmi, ai didok ompunta sijolojolotubu ; Ia duri sinuan, duri do dapoton. Hodo na mandok, ndang boi singkat ni ali ni na Universitas Sumatera Utara mago, ba laos songon na binahenmi do na hubaen tu ho, gabe sogo roham. Uhum sintong do I pandok mi, juap ndang talu ndang monang hita manguji. Alai anggo geduk nabinahenmu talu maho jala tullangon ni hujur buaton ni bodil. Tangi ma pangkuling ni ompunta sisada pinggol on, na tangis so apuloan na maila so dapotaon on’. ‘Yang engkau katakan itu tidak baik, sudah disampaikan oleh leluhur kita : Jika kita menanm duri, duri yang kita dapatkan. Tidak bisa diganti yang hilang dengan apapun, itulah yang yang kulakukan kepadamu, engkau jadi sakit hati. Hukum yang benarkah yang engkau buat itu, kita lihat tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang mari kita beradu kesaktian. Jikalau hukum yang engkau buat itu salah, engakau akan ditkam tombak dan ditembak dengan senjata.mudah-mudahan leluhur kita mendengarkan yaitu dengan telinga satu tak berhenti menangis dan tidak mempunyai rasa malu’. Agama dan Kepercayaan Agama atau Religion, yang disebut juga religi dalam bahasa Indonesia- Belanda merupakan suatu yang menjadi pegangan bagi umat manusia. Religi berasal dari kata latin “ relogo “ yang berarti memeriksa kembali, menimbang- nimbang, merenungkan keberatan hati nurani. Mangunwijaya dalam Siti Fatimah 1993 : 103 mengatakan defenisi agama adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 1. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Esa dan sifat-sifat serta kekuasaan Tuhan dan pemerimaan ajaran dan perintahnya yang disebut dengan Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Kepercayaan kepada sesuatu dewa dan lain-lain yang dipuja dan sebagainya dan dianggap sebagai sesuatu yang amat berkuasa. Dari pendapat di atas, yang menguraikan tentang agama yang menjadi panutan setiap manusisa bahwa tidak dapat dinafikan bahwa manusia itu mempunyai naluri beragama dan suka memikirkan hal-hal ketuhanan. Nilai ini akan tumbuh dan berkembang apabila akal pikiran manusisa telah maju serta wawasan berpikirnya semakin luas. Sampai pada kondidi ini, manusia dapat berpikir tentang dirinya, tentang kejadian alam dan tentang keindahan yang ada disekelilingnya. Melalui pembahasan ini, akan dapat dilihat tentang keagamaan dan kepercayaan masyarakat waktu itu. Agama dan kepercayaan dalam Legenda Tao Sipinggan dohot Tao Silosung ini jelas memperlihatkan pengaruh agama Hindu yang sifatnya menyembah dengan bentuk ritual. Realitas ini akan mencoba mengungkapkan dengan cara menghubungkan sumber sejarah dan karya sastra yang dihasilkan khususnya Legenda Tao Sipinggan dohot Tao Silosung ini yaitu menyangkut keadaan masyarakat Batak Toba sebelum masuk agama Islam dan Kristen. Universitas Sumatera Utara Melihat dari penganalisisan Legenda Tao Sipinggan dohot Tao Silosung ini lebih menekankan bentuk kepercayaan animisme yang mengungkapkan tentang kepercayaan kepada roh leluhur dan masih mengenal Ompu Mulajadi Na Bolon sebagai Tuhan mereka. Mengenal tentang benda-benda gaib atau bertuah juga merupakan sebuah fakta nyata bagi masyarakat disekitar lokasi legenda ini seperti Tombak Jambar Baho misalnya menurut keturunan dari Datu Dalu dan Sahangmaima adalah benda pusaka titipan orang tuanya yang memiliki ilmu magic dan hidup dan mampu digunakan untuk memberikan kehidupan bagi masyarakat penganutnya. Disamping itu juga Tombak Jambar Baho dapat digunakan sebagai pagar kampung untuk menangkal penyakit dan ajian dari sekitarnya. Tao Sipinggan dohot Tao Silosung menurut ceritanya tidak dapat disatukan walaupun dengan berbagai cara, apabila itu dilakukan maka pihak yang menyatukan itu akan mati. Dan sampai sekarang ini masyarakat di luar marga Pasaribu dan Lubis juga mempercayaai nilai magic dari kedua Tao tersebut. Pandangan Masyarakat Terhadap Legenda Setiap manusia atau msyarakat mempunyai sistem lapisan masyarakat. Lapisan ini wujud dari suatu organisasi yang di miliki masyarakat itu sendiri milai dari nenek moyangnya. Sebagai salah satu contoh dalam wujud Dalihan Universitas Sumatera Utara Na tolu sebagai pengontrol sosial masyarakat khususnya masyarakat Batak. Setiap suku atau etnis yang mempunyai kebudayaan tertentu adalah hasil ciptaan masyarakat itu sendiri. Kebudayaan yang ada dalam masyarakat misalnya, adat istiadat, karya sastra yang terdiri dari cerita, legenda, pantun dan lain sebagainya. Misalnya legenda yang dimiliki oleh masyarakat penganutnya adalah salah satu kisah yang harus diketahi dan di jaga serta diajarkan secara turun temurun kepada generasi berikutnya. Legenda Tao Sipinggan dohot Tao Silosung adalah legenda yang dipercayai dari dua marga yaitu Lubis dan Pasaribu. Dari legenda tersebut dapat digambarkan karakteristik secara psikologi sikap dan laku kedua marga. Sampai sekarang kepercayaan bahwa kedua Tao tersebut tidak dapat disatukan dan kisah ini sudah diketahui mulai dari awal sampai selesai dan sudah mendapatkan amanah atau nilai-nilai sosial yang dijadikan sebagai pedoman dan tantangan dalam khidupan. Universitas Sumatera Utara BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan