pusaka titipan orang tuanya, yang akhirnya mereka saling beradu kesaktian sehingga menjadi dua buah Tao danau yang diberi nama Tao Sipinggan
dohot Tao Silosung. Legenda ini masih dapat di jumpai sampai sekarang dan masyarakat di sekitarnya mempercayai kedua Tao danau tersebut memiliki
magic dan dianggap keramat. Apabila melakukan aktivitas yang berkenaan dengan kedua Tao tersebut, harus melakukan ritual dan memohon izin kepada
guru kunci kedua Tao tersebut. Melihat dari sedikit penjelasan diatas maka penulis mengangkat judul
“Analisis Sosiologis Legenda Tao Sipinggan dohot Tao Silosung”. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis cerita tersebut biar dapat di
ketahui bagaimana unsur intrinsik pembentuk cerita dan nilai-nilai sosial yang terdapat dalam legenda tersebut terhadap masyarakat pemilikya. Hal ini di
pandang perlu untuk melakukan penganalisisan dan pengkajian, karena belum pernah di teliti. Berdasarkan latar belakang diataslah yang mendorong penulis
memilih judul seperti yang di jelaskan di atas.
1.2. Rumusan Masalah
Menghindari pembicaraan atau pembahasan yang menyimpang dari permasalahan, penulis membatasi masalah agar dapat membahas secara terarah
dan terperinci, masalah yang dibahas adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Bagaimana unsur pembentuk Legenda Tao Sipinggan dohot Tao
Silosung yang dilihat dari unsur instrinsiknya ? 2.
Nilai-nilai sosiologis apa saja yang terkandung dalam legenda tersebut
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk : 1.
Memaparkan dan mengetahui unsur – unsur pembentuk legenda dari unsur intrinsiknya.
2. Menguraikan nilai-nilai sosiologis yang terkandung dalam Legenda
Tao Sipinggan dohot Tao Silosung
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini daiharapkan bermanfaat bagi semua pembaca terkhusus kepada penulis untuk di jadikan sebagai :
1. Menambah khasanah kajian dan penganalisisan terhadap legenda,
cerita rakyat terkhusus pada Legenda Tao Sipinggan dohot Tao Silosung
2. Memperkaya apresiasi sastra daerah khususnya apresiasi sastra
Batak terhadap prosa rakyat legenda
Universitas Sumatera Utara
3. Melestarikan dan mendokumentasikan cerita rakyat Batak Toba
sehingga tidak terlatar belakangi atau punah.
1.5 Kepustakaan Yang Relevan
1.5.1 Pengertian Sastra
Sastra merupakan pengucapan ekpresi jiwa yang paling individual oleh seorang pengarang serta tinggi nilainya. Karya sastra adalah bersifat khusus
yang menggambarkan individu atau wakil yang tertentu pula. Dengan kata lain sastra merupakan ungakapan pemikiran seseorang tentang sesuatu hal yang
dituang dalam bentuk karya sastra. Sastra tidak dapat didenefisikan secara mendeteil atau secara definitif. Luxemburg :1986 : 9 mengatakan :
“Sastra bukanlah benda yang bisa kita jumpai, sastra adalah sebuah identitas atau nama dengan alasan tertentu yang diberikan kepada sejumlah
hasil dalam suatu lingkungan kebudayaan “. Hal itu di dasari oleh alasan – alasan sebagai berikut :
1. Sulitnya seseorang menentukan karya sastra untuk mengkategorikan
apakah karya sastra tersebut termasuk sastra atau tidak. 2.
Sastra didenefisikan di dalam situasi pembaca sedangkan bagi orang lain tidak
Universitas Sumatera Utara
3. Adanya anggapan bahwa sastra terlalu beorientasi kepada sastra
luar, sehingga sulit didenefisikan untuk zaman tertentu ataupun lingkungan yang tertentu pula.
4. Kebanyakan defenisi sastra, sedikitnya kurang relevan bila diterapkan
pada sastra. Rene Wellek dan Austin Warren 1986 :3 mengatakan :
“ Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni “. Maksudnya adalah dari keseluruhan defenisi diatas berdasarkan presepsi masing-masing dan sifat
deskriptif, pendapat itu berbeda satu sama lain. Manusia menggunakan seni sebagai pengungkapan segi-segi kehidupan. Ini merupakan suatu kreatifitas
bagi manusia yang mampu menyajikan pemikiran dan pengalaman hidup dengan bentuk karya sastra.
Ada yang menyatakan sastra adalah ungkapan eksperesi jiwa yang dimuat dalam bentuk buku yang didalamnya mengungkapkan tentang perasaan
manusia yang mendalam dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, keluasan pandangan yang mempesona. Eksperesi atau ungkapan manusia
adalah upaya untuk mengeluarkan sesuatu bakat yang tertanam di dalam dirinya. Bentuk dari diri manusia dapat diekspresikan dalam bentuk karena
tanpa bentuk tidak akan mungkin isi dari ungkapan tersebut disampaikan kepada orang lain, misalnya dalam bentuk bahasa. Bahasa merupakan bahan
Universitas Sumatera Utara
utama untuk mengungkapkan karya yang indah. Jadi dengan melihat beberapa pandangan di atas batasan sastra dapat disimpulkan bahwa ungkapan pribadi
manusia baik berupa pengalaman, pemikiran, ide keyakinan dan lain sebagainya dapat dilakukan karena menggunakan bahasa sebagai alat.
Berarti batasan yang dimaksud adalah batasan yang bersifat deskriptif yang mencakup semua karya sastra yang bermutu atau tidak dalam suatu
zaman. Sumarjo 1991 : 3 menyatakan :
Dalam mengungkapkan batasan sastra tersebut ada beberapa unsur batasan yang selau disebut yaitu :
1. Isi sastra yang berupa pikiran, perasaan, pengalaman, semangat,
keyakinan, kepercayaan dan lain sebagainya. 2.
Ekspresi atau ungkapan. Ekspresi merupakan upaya mengeluarkan sesuatu dari dalam diri manusia. Dapat saja seseorang memiliki
pengalaman yang luas, pikiran yang cemerlang, perasaan yang mendalam tetapi selama ia tidak mampu mengekspresiaknya, selama itu
pula orang lain tidak dapat mengetahui dan merasakanya. 3.
Bentuk. Bentuk sastra dapat diekspresikan kedalam bentuk seni tertentu seperti seni tari, sastra, musik dan lain sebasgainya.
4. Bahasa. Bahasa merupakan bahan utama yang mewujudkan ungkapan
pribadi dalam bentuk karya yang indah
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan batasan tersebut Sumarjo 1991:3 mendefinisikan sastra sebagai berikut :
“Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, ide, keyakinan dalam bentuk gambaran konkret yang
membangkitkan pesona dengan alat bahasa” Defenisi sastra yang diberikan hanyalah bersifat deskripsi saja dan dapat
mencakup semua karya sastra yang disebut bermutu atau tidak bermutu dalam suatu zaman. Telah disebutkan bahwa bahan untuk mewujudkan sastra adalah
bahasa. Bahasa dalam sastra dapat berwujud lisan dan melahirkan sastra lisan. Tetapi dapat juga berwujud tulisan yang melahirkan sastra lisan.
1.5.2 Pengertian Sosiologi Sastra
Secara etimologi, sosiologi berasal dari dua kata yaitu Socius dan Logos. Socius berarti kawan, dan logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi jika
dilihat dari asal katanya, maka sosiologi itu berarti berbicara tentang masyarakat, atau dengan perkataan lain ilmu yang membicarakan tentang
masyarakat. Seorang filosof Prancis yang dikenal juga sebagai ahli sosiologis bernama
Aguste Comte telah banyak menulis buku-buku yang merupakan pendekatan dalam meneliti masyarakat. Sehingga demikian penelitian terhadap soal-soal
kemasyarakatan dan gejala-gejala masyarakat semakin meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Untuk lebih jelasnya tentu tentang apa yang dimaksudkan dengan sosiologi itu, maka di bawah ini beberapa pendapat para ahli. Menurut Van
Doorn dan Hammers dalam Soekamto, 1990:15 menyatakan, sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur stabil. Selanjutnya menurut
Soelo Soemardjan dan Solaeman Soemardi 1974:29 menyatakan : “Sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur
sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.” Struktur sosial adalah keseluruhan, jalinan antara unsur-unsur sosial norma-norma,
lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial.” Berdasarkan batasan sosiologi yang telah diutarakan di atas, dalam
mengungkapkan memang berbeda, namun suatu hal yang harus dipegang bahwa batasan yang di kemukakan oleh para ahli tersebut tertumpu pada suatu
kajian yakni membicarakan masalah-masalah atau gejala-gejala sosial masyarakat dan menjadikan masyarakat sebagai objek penelitian.
Sosiologi disebut sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri karena telah memenuhi persyaratan suatu ilmu pengetahuan yakni :
1. Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan
tersebut didasarkan kepada observasi dengan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif
Universitas Sumatera Utara
2. Sosiologi bersifat teoritis, ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha
untuk menyusun abstrak dari hasil-hasil observasi tersebut sehingga merupakan kerangka pada unsur-unsur yang tersusun secara logis
serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat 3.
Sosiologi bersifat kumulatif, yang berarti bahwa teori-teori yang sudah ada diperbaiki dan diperluaskan
4. Sosiologi bersifat non-etnis, karena tidak mempersoalkan baik
buruk fakta melainkan hanya memperjelaskan fakta
Sosiologi sastra berdasarkan proyeksi bahwa karya sastra merupakan refleksi masyarakat pada zaman karya sastra itu ditulis, yaitu masyarakat yang
melingkupi penulis sebab sebagai anggota sehingga penulis tidak terlepas darinya.
Menurut Laurenson 1972 dalam Fananie 2000:133 terdapat tiga perspektif yang berkaitan dengan sosiologi sastra perspektif yang dimaksud ialah:
1. Perspektif yang memandang sastra sebagai dokumen sosial yang di
dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan.
2. Perspektip yang mencerminkan situasi sosial penulisnya.
3. Model yang dipakai karya sastra tersebut sebagai menifestasi dari
kondisi sosial budaya atau peristiwa sejarah.
Universitas Sumatera Utara
Dalam ilmu sosial tidak ada yang kurang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan beberapa jumlah manusia yang harus ada, akan tetapi
paling sedikit dua orang yang hidup bersama.
Jika manusia berkumpul maka manusia yang baru akan lahir pula. Manusia muncul dapat juga berkomunikasi, membantu, dan berhubungan
dalam konteks sosial untuk mencapai keinginan dalam kehidupannya. Sosiologi dalam kehidupan masyarakat dapat diartikan sebagai ilmu atau
kelompok pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia-manusia lainnya serta peroses
pembudayaannya. Ilmu sosiologi dapat dipergunakan masyarakat untuk mencari tentang nilai-nilai sosiologi dalam sebuah cerita maupun legenda
dapat diwujudkan untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Seperti yang diuraikan di atas bahwa dalam mencari nilai-nilai sosial dalam sebuah cerita
ataupun legenda, dapat dipergunakan sebuah perspektif dari teori sosiologi sastra yaitu perspektif yang mencerminkan situasi sosial penulisnya .
Persperktif sebagai cerminan status sosial dapat digambarkan bagaimana status sosial penulis dalam situasi legenda itu terjadi, sehingga dapat
menyampaikan nilai-nilai sosial yang harus dipahami oleh pembaca terlebih kepada masyarakat penganutnya. Dalam sebuah cerita atau legenda
Universitas Sumatera Utara
mengkisahkan sebuah peristiwa yang terjadi dalam lingkungan masyarakat yang terjadi akibat berbagai macam persoalan misalnya perselisihan adu
kekuasaan, akibat melanggar sumpah atau janji padan, kesalah pahaman dan lain sebagainya.
1.5.3 Hubungan Sastra dengan Sosiologi
Dari penjelasan di atas telah dinyatakan bahwa sosiologi berbicara tentang masyarakat. Sosiologi adalah telaah objektif dan ilmiah tentang
manusia dalam suatu masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan berusaha untuk menyelidiki bagaimana masyarakat tersebut, kelangsungan,
dan kelanjutanya. Hal ini juga berhubungan dengan sastra yang juga berurusan dengan manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Damono 1984:6 mengatakan : “Sosiologi adalah telaah objkektif dan ilmiah tentang manusia dan
masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimugkinkan, bagaimana ia tetap ada,
bagaimana ia berlangsung” Tentang sastra Damono 1984:6 mengatakan :
“Sastra adalah lembaga sosial yang mempergunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan
gambaran kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam
Universitas Sumatera Utara
paengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dengan orang seorang, antara manusia, antarperistiwa yang terjadi
dalam bathin seseorang”.
Berdasarkan apa yang dikutip di atas mengenai sosiologi dan sastra maka dapat dikatakan bahwa sosiologi dan sastra memiliki objek yang sama yakni
sama-sama berurusan dengan masyarakat. Dalam hubungan inilah terjadi suatu disiplin ilmu yang baru yaitu sosiologi sastra.
Sosiologi sastra bertolak dari pandangan bahwa sastra adalah pencerminan masyarakat.
Atar Semi 1984:46 menyatakan : Sosiologi sastra adalah analisis sosiologi sastra adalah analisis sosiologi
terhadap karya sastra. Wellek dan Warren dalam Melani Budianta, 1989:11- 12 mengemukakan analisis sosiologi sastra mempunyai tiga klasifikasi yaitu :
Pertama,adalah sosiologi pengarang, profesi pengarang dan institusi sastra. Yang kedua, adalah isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat
dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial. Yang terakhir adalah permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra.sejauh
mana sastra ditentukan atau tergantung dari latar sosial, perubahan dan perkembangan sosial, adalah pertanyaan yang termasuk dalam ketiga jenis
permasalahan di atas.
Di dalam memahami sastra, keberadaan sosiologi sebagai ilmu bantu dalam memahami sastra sangat besar. Ini karena sosiologilah akan dapat
Universitas Sumatera Utara
diketahui seluk beluk kehidupan masyarakat. Hal ini sehubungan dengan pendapat Abrams dalam Warren, 1988:36, cenderung untuk membicarakan
kesusastraan dalam hubunganya dengan masalah-masalah sebenarnya di luar kesusastraan itu sendiri. Ia berpendapat bahwa kesusatraan sebagai satu dengan
kehidupan dan melihat kesusastraan sebagai satu cara untuk mengekspresikan atau menciptakan semula pengalaman hidup dalam bentuk kata-kata.
Walaupun sosiologi dan sastra mempunyai hubungan yang erat karena persamaan objek yang dibahas, namun hakekatnya keduanya juga mempunyai
perbedaan. Perbedaan tersebut terdapat pada cara meneliti objek yang dibahas. Damono 1984:7 mengatakan :
“Perbedaan antara keduanya sosiologi dan sastra adalah bahwa sosiologi melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan sastra novel menyusup
menembus permukaan kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaanya”.
Adanya analisis ilmiah objektif ini menyebabkan seandainya ada dua orang ahli sosiologi mengadakan paenelitian atas satu masyarakat yang sama,
hasil penelitian itu besar kemungkinan menunjukkan persamaan juga. Seandainya dua orang novelis menulis tentang suatu masyarakat yang sama
hasilnya cenderung berbeda sebab cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaan itu berbeda-beda menurut pandangan orang-orang.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat kita pahami, pendekatan sosiologi lebih bersesuaian untuk dijadikan acuan dalam mempelajari masyarakat. Ini
karena sosiologi mengungkapkan masyarakat berdasarkan kenyataan dan sesuai dengan disiplin ilmu yang akan dapat kita pertanggungjawabkan
kebenaranya. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa antara sosiologi dan sastra jelas mempunyai persamaan-persamaan dan perbedaan-
perbedaanya. Walau sastra sebagai cerminan masyarakat namun sastra tidak dapat berdiri sendiri sebagai fakta yang ilmiah karena membutuhkan
pendakatan sosiologi.
1.6 Teori Yang digunakan
Teori merupakan hal yang sangat perlu dalam penganalisisan suatu karya sastra yang diajukan sebagai objek penelitian, karena teori adalah landasan
berpijak untuk melihat aspek-aspek atau unsur-unsur yang terdapat didalamnya. Dalam menganalisis cerita ini maka penulis menerapkan teori
struktural yaitu berupa nilai-nilai sosiologis cerita untuk nilai-nilai sosiologis yang opatimal dari karya sastra yang akan dianalisis.
Teori struktural atau pendekatan struktural sering juga dinamakan pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik. Semi :
1989 :67, pendekatan struktur beranggapan bahwa karya sastra terbagi karya
Universitas Sumatera Utara
kreatif memiliki otonomi penuh yang harus di lihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal lain diluar dirinya.
Menurut Semi 1989:90 , pendekatan struktural memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan pendekatan lain karena selain tertumpu pada
karya sastra tersebut juga memiliki kriteria sebagai berikut : 1.
Karya sastra dipandang dan diperlukan dengan sosok yang berdiri sendiri
2. Memiliki penilaian terhadap keserasian semua komponen dalam
membentuk seluruh struktur 3.
Kajian struktural adalah mengkaji persoalan, pemikiran, falsafah, cerita pengesahan dan tema.
Dengan demikian pendekatan struktural merupakan titik tolak bagi pendekatan lain dalam usaha memahami karya sastra secara keseluruhan.
Dalam pendekatan struktural dibicarakan unsur-unsur pembentuk cerita yang berkaitan erat dengan pendekatan diluar karya sastra.
Unsur-unsur intrinsik yang dimasksud adalah tema, alurplot, latarsetting dan perwatakan.
1. Tema Staton 1965:88 tema adalah makna yang dikandung sebuah cerita.
Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra
Universitas Sumatera Utara
yang terkandung dalamnya yang menyangkut persamaan dan perbedaan. Tema disaraing dalam motif-motif yang terdapat dalam karya sastra.
Dalam sebuah karya sastra baik prosa maupun puisi pasti mempunyai pokok persoalan yang ingin dikemukakan oleh pengarang.
Menurut pendapat Saad dalam Zainal, 1979: 23 : “Tema adalah sesuatu yang menjadi pokok pikiran atau persoalan bagi
pengarang, di dalamnya terbayang pandangan hidup atau cita-cita pengarang. Bagaimana ia melihat persoalan yang kadang-kadang disertai dengan
pemecahan persoalan itu sekaligus” Lebih lanjut Sudjiman 19784: 74 mengatakan:
“ Tema adalah gagasan, ide atau pemikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap ataupun yang tak terungkap. Dickinson dalam Hasyim,
1990:268 secara ringkas menegaskan lagi bahwa tema adalah dasar utama yang ingin di sampaikan dalam sebuah cerita”.
Dari ketiga pendapat di atas, jelas mengungkapkan tema adalah suatu hal yang penting dalam sebuah karya sastra. Tema adalah apa yang ingin
diungkapkan oleh pengarang.
2. AlurPlot
Nama lain dari alur adalah plot. Dalam sebuah cerita alur merupakan satu bagian yang penting. Alur adalah jalinan sebab akibat kejadian dalam
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan sebuah cerita. Foster dalam Zainal, 1979 mengemukakan bahwa :
“Plot merupakan elemen yang menarik dan penting dalam sebuah karya sastra karena untuk mempelajari penyatuan antara tema dan plot”.
Alur atau plot terbentuk dari rangkaian kisah tentang peristiwa-peristiwa yang disebabkan sesuatu dengan tahapan-tahapan yang melibatkan konflik atau
masalah. Dalam kaitan ini, Hassain 1988 :255 menjelaskan :
“Plot adalah sesutau yang menghubungkan antara peristiwa dalam sebuah cerita yang rapat pertalianya dengan gerak laku lahiriah dan
batiniah watak-watak dalam cerita. Setiap peristiwa dan gerak laku itu dari awal hingga akhir adalah didasarkan kepada hukum sebab akibat.
Plot tidak hanya maengemukakan apa yang terjadi tetapi ialah mengapa hal itu terjadi dan dalam hal ini setiap peristiwa adalah berhubungan dan
hubungan itu diadakan oleh faktor-faktor sebab akibat” Menurut S. Tasrif dalam Mochtar Lubis 1983 : 17 pada
kesimpulanya elemen-elemen plot dapat dibagi menjadi beberapa unsur diantaranya :
1. Situation situasi
2. Rising Action keadaan mulai memuncak
3. Climax puncak cerita
4. Demoument penyelesaian
Universitas Sumatera Utara
5. Ending
3. Latar Setting
Dalam sebuah karya sastra latar memainkan peranan yang sangat penting untuk memberikan suasana kepada peristiwa-peristiwa dan manusia-manusia
yang terdapat dalam cerita. Menurut Sumarjo dan Saini, K.M 1991:76 menyatakan :
Pemilihan latar setting dapat membentuk tema tertentu dan plot tertentu pula.. Setting biasa berarti banyak yaitu tempat tertentu, daerah tertentu,
orang tertentu, watak-watak tertentu, akibat situasi lingkungan atau zamanya, cara hidup tertentu dan cara berpikir tertentu”.
Lebih lanjut Sumarjo dan Saini 1991:76 juga menjelaskan bahwa setting bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk memuat suatau
cerita menjadi logis. Latar juga memiliki unsur psikologis sehingga latar mampu menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana
tertentu yang meggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya. Kedua pendapat di atas dapat disimpulkan, latar menjadikan suatu peristiwa
dan manusia menjadi konkrit. Penyesuaian antara latar dan watak-watak serta masyarakat ini dipaparkan menjadi suatu karya sastra yang bermutu, dan
kelihatan kekreatifitasan dan pengalaman pengarang.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Legenda Tao Sipinggan dan Tao Silosung ini, dapat dibagi menjadi dua latar yaitu :
1. Latar tempat 2
Latar waktu atau zaman 3
Latar sosial
4. Perwatakan Penokohan
Perwatakan atau karakter kadang-kadang disebut juga penokohan. Dalam sebuah karya sastra, alur dan perwatakan tidak dapat dipisahkan. Hal ini adalah
disebabkan karena alur meyakinkan watak-watak atau tokoh-tokoh beraksi dan bereaksi.
Pelukisan perwatakan dapat digambarkan secara langsung atau tidak langsung dari tokoh dalam ceriata tersebut. Perwatakan penting karena
merupakan puncak atau konflik adalah watak-watak itu sendiri. Hubungan perwatakan dan alur menjadi penting karena perwatakan adalah sifat
menyeluruh manusia yang disorot, termasuk perasaan, keinginan, cara bearpikir, cara bertindak, dan sebagainya.
Poerwadarminta 1976:1149 menyatakan, perwatakan adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran, tabiat,dan budi pekerti.
Lebih lanjut Sudjiman 1991:80 menjelaskan:
Universitas Sumatera Utara
Watak adalah sifat dan ciri yang ada pada seseorang tokoh, dimana kualitas nalar dan jiwanya yang membedakanya dengan tokoh-tokoh lain. Sebagai salah satu
unsur sastra perwatakan termasuk unsur yang penting dalam membangun konflik dalam sebuah cerita”
Setiap analisis pengkajian ataupun penelitian memerlukan satu landasan teori. Dalam analisis Legenda Tao Sipinggan dohot Tao Silosung ini
dipergukan landasan teori yang di kemukakan oleh Hartoko 1984; 24 yang mengatakan:
“Yang di teliti ialah hubungan, antara aspek-aspek teks sastra dan susunan masyarakat sejauh mana sistem masyarakat serta perubahanya
tercermin di dalam sastra. Sastrapun dipergunkan sebagai sumber untuk menganalisis sistem masyarakat”.
Pendekatan sosiologi sastra bertolak dari pembuatan sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat. Pendapat di atas memperlihatkan kaitan
sosiologi dengan sastra, dan sastra sebagi acuan bagi menelaah masyarakat. Sastra sebagai cerminan masyarakat dapat di buktikan dengan pengkajian yang
dilakukan. Damono 1984;45 menegaskan bahwa sosiologi sastra sebagai pendekatan sosio kultural, yaitu karya sastra tidak dapat di pahami secara
lengkap apabila dipisahkan dari cakupanya atau kebudayaannya yang menghasilkannya. Hal ini bertepatan seperti yang diungkapkan oleh Awang
1990: 5 yang mengungkapkan:
Universitas Sumatera Utara
“Dari kesusastraan akan terpancar gambaran, keadaan atau corak kebudayaan maksudnya, dari kesusastraan kita dapat melihat cara hidup,
pikiran, sikap, dan peradaban masyarakat Batak Bertitik tolak dari pandangan para ahli di atas, analisis sosiologis sastra
dilakukan terfokus dalam memperhatikan tata kehidupan masyarakat yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Namun, unsur-unsur yang membangun karya sastra tidak
dapat di pisahkan.
1.7 Motodologi