Alat-alat yang digunakan Bahan-bahan yang digunakan Lokasi Penelitian Pembuatan Ekstrak Analisis Ekstrak n-heksana secara Kromatografi Lapis Tipis

21

BAB III METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif meliputi pengumpulan dan pengolahan sponge, pemeriksaan karakteristik, pembuatan ekstrak, analisis senyawa metabolit sekunder secara kromatografi lapis tipis KLT dan kromatrografi lapis tipis preparatif. Terhadap isolat yang diperoleh dilakukan uji kemurnian LKT satu arah dan KLT dua arah, dilanjutkan dengan karekterisasi secara UV dan IR

3.1 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanur Nabertherm, seperangkat alat destilasi, seperangkat alat penetapan kadar air, oven listrik Stork, mikroskop Olympus, eksikator, neraca analitik Vibra AJ, penangas air, lemari pengering dan alat-alat gelas Laboratorium.

3.2 Bahan-bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sponge dan air suling dan bahan-bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain berkualitas pro analisis yaitu etil asetat, asam asetat anhidrida, asam sulfat pekat, kloroform, toluen, timbal II asetat, amil alkohol, metanol, natrium hidroksida, asam klorida pekat, serbuk magnesium, serbuk seng, kloralhidrat, isopropanol, natrium sulfat anhidrida, α-naftol, amonia pekat, besi III klorida, iodium, raksa II klorida, kalium iodida, bismut III nitrat dan asam nitrat pekat, n-heksana destilasi, etanol. 22 3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sponge 3.3.1 Pengumpulan sponge Pengumpulan sponge dilakukan dengan cara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan hewan serupa dari daerah lain. Sponge yang digunakan adalah Sponge jenis Xestospongia sp de Laubenfels yang diambil dari Pantai Lhoknga Aceh Besar. Gambar sponge Xestospongia sp de Laubenfels segar dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 46.

3.3.2 Identifikasi sponge

Identifikasi sponge di Laboratorium Ekologi Prodi Biologi FMIPA-Institut Teknologi Sepuluh November ITS Surabaya. Hasil dilihat pada Lampiran 1 halaman 45.

3.3.3 Pengolahan sponge

Sponge yang telah dikumpulkan, didisortasi basah yaitu memisahkan sponge dari kotoran-kotoran atau bahan asing lainnya, kemudian sponge yang telah terkumpul dicuci untuk menghilangkan pengotor yang melekat. Pencucian dilakukan dengan air mengalir, ditiriskan, dikeringkan dengan cara diangin- anginkan terlindung dari sinar matahari langsung lalu ditimbang berat basah. Dikecilkan ukuranya, kemudian dimasukkan ke dalam lemari pengering dengan suhu 40-50 o C. Simplisia yang telah kering disortasi kering yaitu memisahkan benda-benda asing seperti pengotoran-pengotoran lain yang terjadi selama pengeringan. Simplisia ditimbang berat kering, kemudian diserbuk dengan menggunakan blender. Serbuk simplisia disimpan dalam kantung plastik untuk mencegah pengaruh lembab dan pengotoran lainnya. Gambar serbuk sponge Xestospongia sp de Laubenfels dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 47. 23

3.4 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Unversitas Sumatera Utara Medan. 3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.5.1 Larutan pereaksi asam klorida 2 N Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga 100 ml Ditjen POM, 1979.

3.5.2 Larutan pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml Ditjen POM, 1979.

3.5.3 Larutan pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling hingga 100 ml Ditjen POM, 1979.

3.5.4 Larutan pereaksi Mayer

Larutan raksa II klorida P 2,27 bv sebanyak 60 ml dicampur dengan 10 ml larutan kalium iodida P 50 bv, kemudian ditambahkan air secukupnya hingga 100 ml Ditjen POM, 1979.

3.5.5 Larutan pereaksi Dragendorff

Larutan bismut nitrat P 40 bv dalam asam nitrat P sebanyak 20 ml dicampur dengan 50 ml kalium iodida P 54,4 bv, didiamkan sampai memisah sempurna. Lalu diambil lapisan jernih dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml Ditjen POM, 1979. 24

3.5.6 Larutan pereaksi besi III klorida 1

Sebanyak 1 g besi III klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml Ditjen POM, 1979.

3.5.7 Larutan pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 1 bagian asam sulfat pekat. Larutan penyemprotnya dibuat dengan 20 bagian asam asetat anhidrida dengan 1 bagian asam sulfat pekat dan 50 bagian kloroform. Larutan penyemprot ini harus dibuat baru Harborne, 1987.

3.5.8 Larutan pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh volume 100 ml Ditjen POM, 1979.

3.5.9 Larutan air kloroform

Sebanyak 2,5 ml kloroform dikocok dengan 900 ml air suling, encerkan dengan air suling hingga 1000 ml Ditjen POM, 1995.

3.5.10 Larutan kloralhidrat

Sebanyak 50 gram kloralhidrat ditimbang dan dilarutkan dalam 20 ml air suling Ditjen POM, 1979.

3.5.11 Larutan pereaksi timbal II asetat 0,4 N

Sebanyak 15,17 gram timbal II asetat dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida secukupnya hingga 100 ml Ditjen POM, 1979.

3.5.12 Pereaksi asam sulfat 50 dalam metanol

Sebanyak 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan hati-hati kepada 5 ml metanol Ditjen POM, 1979. 25

3.5.13 Pereaksi asam nitrat 0,5 N

Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga volume 100 ml Ditjen POM, 1979.

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam.

3.6.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, dan bau. Hasil dilihat pada Lampiran 4 halaman 48.

3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan kloralhidrat dan ditutupi dengan cover glass kaca penutup kemudian dilihat di bawah mikroskop. Hasil dilihat pada Lampiran 5 halaman 49.

3.6.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi destilasi toluen Depkes, 1995. Cara kerja : 1. Penjenuhan toluen 26 Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Kemudian toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan 0,05 ml. 2. Penetapan kadar air simplisia Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu yang berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetesan perdetik, sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan hingga 4 tetes perdetik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa.

3.6.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform dalam labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 o C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung dengan persen terhadap bahan yang telah kering Depkes, 1995.

3.6.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol 96 dalam labu bersumbat sambil dikocok selama 18 27 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol 96, sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105 o C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah kering Depkes, 1995.

3.6.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan- lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 500-600 o C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah kering Depkes, 1995.

3.6.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang kering Depkes, 1995.

3.7 Skrining Senyawa Kimia

Skrining senyawa kimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa gologan alkaloid, flavonoida, glikosida, glikosida antrakinon, saponin, tanin dan steroidtriterpenoida Farnsworth, 1996. Skrining senyawa kimia ekstrak n- 28 heksana dilakukan dengan cara yang sama dengan skrining fsenyawa kimia serbuk simplisia.

3.7.1 Pemeriksaan alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian ditambah 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut : a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning bila terdapat alkaloida. b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam bila terdapat alkaloida. c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorf akan terbentuk warna merah atau jingga bila terdapat alkaloida.

3.7.2 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan saring dalam keadaan panas. Kedalam 5 ml filtrat ditambahkan serbuk magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok kuat dan dibiarkan memisah. Flavonoida ditunjukkan dengan timbulnya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.

3.7.3 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N bila adanya saponin. 29

3.7.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi III klorida 1. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman bila adanya tanin.

3.7.5 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 95 dengan air 7:3 dan 10 ml asam sulfat 2 N, direfluks selama 1 jam, didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal asetat 0,4 M, dikocok, diamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform 2:3, dilakukan sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50 o C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi selanjutnya, diuapkan di atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch. Tambahkan hati- hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin ungu pada batas kedua cairan bila adanya gula.

3.7.6 Pemeriksaan antrakinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia dicampur dengan 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, lalu didinginkan, ditambahkan 10 ml benzena, dikocok, didiamkan. Lapisan benzena dipisahkan dan disaring. Kocok lapisan benzena dengan 2 ml NaOH 2 N, diamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzena tidak berwarna bila adanya glikosida antrakinon.

3.7.7 Pemeriksaan steroidatriterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksana selama 30 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan 2 tetes Liebermann-Burchard. Apabila terbentuk warna ungu atau merah berubah menjadi ungu atau biru hijau bila adanya steroidatriterpenoida.

3.8 Pembuatan Ekstrak

Cara kerja : Sejumlah 500 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah bertutup, dituangkan 75 bagian n-heksan, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering-sering diaduk, diserkai, diperas, ampas dicuci dengan n-heksan hingga diperoleh 100 bagian penyari, dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindungi cahaya selama 2 hari. Dienaptuangkan atau disaring, kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40-50 o C sampai diperoleh ekstrak kental. Bagan pembuatan ekstrak n- heksan sponge dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 50.

3.9 Analisis Ekstrak n-heksana secara Kromatografi Lapis Tipis

Ekstrak dianalisis secara KLT menggunakan fase diam silika gel GF 254 dengan fase gerak campuran n-heksana-etil asetat dengan perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40 dan 50:50. Sebagai penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann–Burchard. Cara kerja : Ekstrak ditotolkan pada plat lapis tipis, kemudian dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan uap fase gerak. Setelah pengembangan selesai plat dikeluarkan dan dikeringkan, plat disemprot dengan penampak bercak dan 31 dipanaskan dalam oven pada suhu 110 C selama 5 menit lalu diamati perubahan warna yang terjadi. Bagan perolehan isolat dari ekstrak sponge dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 51 dan hasil analisis ekstrak n-heksana secara KLT dapat dillihat pada Lampiran 8 halaman 52. 3.10 Isolasi Senyawa Steroidtriterpenoid secara Kromatografi Lapis Tipis Preparatif Hasil yang menunjukan fase terbaik digunakan untuk pengembang pada KLT Preparatif sebagai penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann- Burchard dan sebagai fase gerak digunakan n-heksana-etilasetat 70:30 dan fase diam silika gel GF 254. Cara kerja: Ekstrak n-heksana ditotolkan seperti pita pada jarak 2 cm dari tepi bawah plat KLT berukuran 20 x 10 cm yang telah diaktifkan, setelah kering plat KLT dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh dengan uap, fase gerak, pengembang dibiarkan naik membawa komponen yang ada, setelah mencapai batas pengembangan plat dikeluarkan dari bejana lalu dikeringkan. Bagian tengah plat ditutup dengan kaca yang bersih sedangkan pada sisi kanan dan kiri plat disemprot dengan penampak bercak Liebermann-Burchard. Bagian tengah plat yang sejajar dengan bercak berwarna ungu dikerok dan dikumpulkan, direndam dengan metanol satu malam lalu disaring kemudian pelarutnya diuapkan, kemudian dilakukan uji kemurnian dengan KLT terhadap isolat yang diperoleh Hostettmann, 1995. Hasil isolasi senyawa steroidtriterpenoid secara KLT preparatif dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 53. 32 3.11 Uji Kemurnian Terhadap Isolat 3.11.1 Uji kromatografi lapis tipis satu arah