Pengaruh Faktor Predisposisi Dan Pendukung Terhadap Partisipasi Tokoh Masyarakat Dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi Di Desa Lhoknga Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar

(1)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI DAN PENDUKUNG TERHADAP PARTISIPASI TOKOH MASYARAKAT DALAM MENGURANGI RISIKO

BENCANA ALAM GEMPA BUMI DI DESA LHOKNGA KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR

T E S I S

Oleh

IRWANDASYAH PUTRA 087035003/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI DAN PENDUKUNG TERHADAP PARTISIPASI TOKOH MASYARAKAT DALAM MENGURANGI RISIKO

BENCANA ALAM GEMPA BUMI DI DESA LHOKNGA KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRWANDASYAH PUTRA 087035003/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI DAN PENDUKUNG TERHADAP PARTISIPASI TOKOH MASYARAKAT DALAM

MENGURANGI RISIKO BENCANA ALAM GEMPA BUMI DI DESA LHOKNGA

KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR

Nama Mahasiswa : Irwandasyah Putra Nomor Induk Mahasiswa : 087035003

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr.Muslich Lufti, Drs, M.B.A, I.D.S) (Abdul Muthalib, S.H, M.A.P) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 25 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Muslich Lufti, Drs, M.B.A, I.D.S Anggota : 1. Abdul Muthalib, S.H, M.A.P

2. Drs. Amir Purba, Ph.D 3. Suherman, S.K.M, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI DAN PENDUKUNG TERHADAP PARTISIPASI TOKOH MASYARAKAT DALAM MENGURANGI RISIKO

BENCANA ALAM GEMPA BUMI DI DESA LHOKNGA KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 25 Agustus 2010

IRWANDASYAH PUTRA 087035003/IKM


(6)

ABSTRAK

Berdasarkan data gempa tsunami 2006 yang terjadi pada tahun 2004, lebih dari 21.565 jiwa mengalami kehilangan penduduk di Aceh Besar. Kecamatan Lhoknga mengalami kehilangan penduduk sebanyak 14.513 jiwa, setelah bencana tsunami jumlah penduduk menjadi 11.310 jiwa. Salah satu desa di Kecamatan Lhoknga yang mengalami kehilangan penduduk terbesar adalah Desa Lhoknga yaitu 2.959 jiwa. Sebelum kejadian tsunami 2004 jumlah penduduk 3.946 jiwa dan setelah bencana tsunami menjadi 987 jiwa, maka lebih dari 75% jumlah penduduk menjadi korban.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap) dan pendukung (ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dan kemudahan mengakses) terhadap partisipasi tokoh masyarakat dalam mengurangi risiko bencana alam gempa bumi di Desa Lhoknga. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian tokoh masyarakat yang terdapat di Desa Lhoknga terdiri dari: imam, cerdik pandai, kepala desa, sekretaris desa, tokoh pemuda, ketua PKK dan kepala lingkungan sebanyak 35 orang dan seluruhnya dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner; dianalisis dengan regresi berganda dengan α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor predisposisi tokoh masyarakat (pengetahuan dan sikap) berpengaruh terhadap partisipasi dalam mengurangi risiko bencana alam gempa bumi. Faktor pendukung tokoh masyarakat (sumber daya manusia, sarana dan prasarana, serta kemudahan mengakses) berpengaruh terhadap partisipasi dalam mengurangi risiko bencana alam gempa bumi. Tingkat partisipasi tokoh masyarakat dalam mengurangi risiko bencana alam gempa bumi paling dominan dipengaruhi oleh variabel pengetahuan dengan nilai koefisien (B) sebesar 0,497.

Disarankan kepada pemerintah Kabupaten Aceh Besar untuk : 1) Meningkatkan peran serta tokoh masyarakat dalam mengurangi risiko bencana

alam gempa bumi., 2) Melibatkan seluruh masyarakat dalam mobilisasi sumber daya manusia, sarana dan prasarana dan 3) Masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab dalam mengurangi risiko bencana alam gempa bumi.


(7)

ABSTRACT

More than 21,565 peoples of Aceh Besar have been lost following the tsunami disaster 2006 as reported. Subdistrict of Lhoknga has lost 14.513 peoples, thus the number of population post-tsunami disaster was 11.310 people. One of villages in subdistrict of Lhoknga with most serious effect was Lhoknga villages 2,959 peoples. Number of population post-tsunami disaster in 2004 was 3,946 peoples, and it was 987 people post-tsunami disaster. It means, more than 75% of the population has been victimized.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of of predisposition factors (knowledge, attitude) and the supporting factors (the availability of human resources, facilities, infrastructures, and accessibility) on the participation of opinion leaders in minimizing the risk of earthquake in Lhoknga village. The population of this study were the 35 opinion leaders in Lhoknga villages and all of them were selected to be the samples. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically the factors of predisposition of the opinion leaders (knowledge and attitude) had an influence on the participation of the opinion leaders in minimizing the risk of earthquake. The supporting factors of the opinion leaders (the availability of human resources, facilities, infrastructures, and accessibility) had an influence on the participation of the opinion leaders in minimizing the risk of earthquake. The level of participation of the opinion leaders in minimizing the risk of earthquake mostly influenced by the variable of knowledge with the coefficient B of 0.497.

It is suggested to government of Aceh Besar district to :1) Increase participation of opinion leaders in minimizing the risk of earthquake, 2) Involve the entire community in the mobilization of human resources, facilities and infrastructure and 3) Society and Non Governmental Organizations (NGOs) to increase participation and responsibilities in minimizing the risk of earthquake.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

Pengaruh Faktor Predisposisi dan Pendukung terhadap Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi di Desa Lhoknga Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar.

Penulisan tesis ini juga dapat terlaksana berkat dukungan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak yang pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

Selanjutnya kepada Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Dr. Muslich Lufti, Drs. M.B.A, I.D.S selaku ketua komisi pembimbing dalam penulisan tesis ini dan kepada Abdul Muthalib, S.H, M.A.P, sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan sehingga tesis


(9)

ini dapat diselesaikan. Drs. Amir Purba, Ph.D dan Suherman, S.K.M, M.Kes selaku dosen pembanding tesis ini, dan para dosen dilingkungan S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Terima kasih disampaikan kepada Camat Kecamatan Lhoknga yang dijabat oleh Muchtar Yakub serta teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa/i dilingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terimakasih kepada keluarga tercinta Ayahanda (Alm) M. Juned, dan Ibunda Tercinta (Alm) Nuraini, yang telah mendidik penulis sejak kecil, dengan diiringi doa restunya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. Teristimewa buat istri tercinta Cut Nurhasanah, S.ST, M.Kes dan putra-putri tersayang Dian Qatrunnada, Risa Putroe Dalilah dan Muhammad Al Furqan dengan penuh kesabaran memberikan motivasi serta doanya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan mengampuni segala kesalahan yang pernah dilakukan selama ini, Amin.

Akhirnya penulis menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan tesis ini, oleh karenanya kritik dan saran semua pihak sangat penulis harapkan sehingga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan tokoh masyarakat Kecamatan Lhoknga .

Medan, Agustus 2010


(10)

RIWAYAT HIDUP

Irwandasyah Putra, Lahir pada tanggal 12 Maret 1972 di Lampuuk Kabupaten Aceh Besar, Anak kedua dari enam bersaudara dari Bapak (Alm) M. Juned dan Ibu (Alm) Nuraini. Menikah dengan Cut Nurhasanah, S.ST, M.Kes. di karuniai dua putri dan satu putra ; Dian Qatrunnada, Risa Putroe Dalilah dan Muhammad Al Furqan.

Pada tahun 1977-1983, sekolah di MIS Lampuuk Aceh Besar dengan Status berijazah. Tahun 1983-1986 SMP Negeri Lampuuk Aceh Besar dengan status berijazah. Tahun 1986-1989 SMA Negeri 5 Banda Aceh dengan status berijazah. Tahun 1989-1992 Akademi keperawatan Depkes RI Banda Aceh dengan stastus berijazah, tahun 1998-2000 S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadyah Banda Aceh dengan status berijazah.

Pada tahun 2008-2010 melanjutkan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana di Universitas Sumatera Utara. Bekerja sejak tahun 1993 sampai sekarang sebagai staf Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1. Faktor Predisposisi ... 10

2.1.1. Pengetahuan ... 10

2.1.2. Sikap... 12

2.2. Faktor Pendukung ... 13

2.3. Bencana Alam Gempa Bumi... 14

2.3.1. Tipe Gempa Bumi ... 15

2.3.2. Penyebab terjadinya Gempa Bumi... 15

2.4. Manajemen Penanggulangan Bencana... 16

2.5. Mengurangi Risiko Bencana ... 19

2.6. Kearifan Lokal dan Penanggulangan Bencana di Aceh... 23

2.7. Tokoh Masyarakat... 26

2.8. Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana ... 29

2.9. Landasan Teori... 31

2.10.Kerangka Konsep Penelitian ... 32

BAB 3. METODE PENELITIAN... 33

3.1. Jenis Penelitian... 33

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.3. Populasi dan Sampel ... 33

3.3.1. Populasi ... 33


(12)

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.4.1. Data Primer ... 35

3.4.2. Data Sekunder ... 35

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 36

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 39

3.6. Metode Pengukuran ... 41

3.7. Metode Analisis Data... 42

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 43

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 43

4.2. Kajian Kerentanan Desa Lhoknga terhadap Gempa ... 44

4.3. Kelembagaan Sosial dan Tokoh Masyarakat di Desa Lhoknga... 46

4.4. Karakteristik Responden Penelitian ... 47

4.5. Faktor Predisposisi ... 48

4.5.1. Pengetahuan Tokoh Masyarakat terhadap Bencana Alam Gempa Bumi ... 48

4.5.2. Sikap Tokoh Masyarakat terhadap Bencana Alam Gempa Bumi... 56

4.6. Faktor Pendukung ... 59

4.6.1. Sumber Daya Manusia... 59

4.6.2. Sarana dan Prasarana ... 63

4.6.3. Kemudahan Mengakses ... 66

4.7. Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 70

4.7.1. Keterlibatan ... 70

4.7.2. Tanggung Jawab ... 74

4.8. Analisis Bivariat (Uji Chi Square)... 77

4.8.1. Hubungan Faktor Predisposisi dengan Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 78

4.8.2. Hubungan Faktor Pendukung dengan Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 78

4.9. Analisis Multivariat ... 80

BAB 5 PEMBAHASAN... 82

5.1. Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi... 82

5.1.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 82


(13)

5.1.2. Pengaruh Sikap terhadap Partisipasi Tokoh Masyarakat

dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 86

5.2. Pengaruh Faktor Pendukung terhadap Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi... 89

5.2.1. Pengaruh Sumber Daya Manusia terhadap Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 89

5.2.2. Pengaruh Sarana dan Prasarana terhadap Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 91

5.2.3. Pengaruh Kemudahan Mengakses terhadap Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 93

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 99

6.1. Kesimpulan ... 99

6.2. Saran... 99


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Tokoh Masyarakat yang Menjadi Sampel Penelitian... 34

3.2. Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan... 36

3.3. Hasil Uji Validitas Variabel Sikap... 37

3.4. Hasil Uji Validitas Variabel Sumber Daya Manusia ... 37

3.5. Hasil Uji Validitas Variabel Sarana dan Prasarana... 38

3.6. Hasil Uji Validitas Variabel Kemudahan Mengakses ... 38

3.7. Hasil Uji Validitas Variabel Partisipasi Tokoh Masyarakat ... 39

3.8. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian... 41

4.1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga menurut Desa Lhoknga tahun 2010... 43

4.2. Karakteristik Responden menurut Umur, Pekerjaan dan Pendidikan di Desa Lhoknga ... 48

4.3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan tentang Pengertian Gempa Bumi ... 49

4.4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkatan Pengetahuan tentang Pengertian Gempa Bumi ... 50

4.5. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan tentang Penyebab Gempa Bumi ... 51

4.6. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkatan Pengetahuan tentang Penyebab Gempa Bumi... 51

4.7. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan tentang Sifat Gempa Bumi ... 52


(15)

4.8. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkatan Pengetahuan tentang Sifat Gempa Bumi... 52 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan tentang Kekuatan

Gempa Bumi ... 53 4.10. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkatan Pengetahuan tentang

Kekuatan Gempa Bumi ... 54 4.11. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan tentang

Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Dampak Gempa Bumi ... 54 4.12. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkatan Pengetahuan tentang

Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Gempa Bumi... 55 4.13. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kategori Pengetahuan tentang

Gempa Bumi ... 55 4.14. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap terhadap Syarat

Bangunan tahan Gempa Bumi ... 56 4.15. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap terhadap Syarat

Bangunan Perumahan tahan Gempa Bumi ... 57 4.16. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap terhadap Syarat

Bangunan Perkantoran tahan Gempa Bumi ... 57 4.17. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap terhadap Syarat

Bangunan Kawasan Perdagangan tahan Gempa Bumi ... 58 4.18. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap terhadap Syarat Jalan

dan Jembatan tahan Gempa Bumi... 58 4.19. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kategori Sikap terhadap

Gempa Bumi ... 59 4.20. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan Tenaga Terlatih

dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 60 4.21. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan Tenaga Medis

dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 60 4.22. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Proses Mobilisasi Sumber


(16)

4.23. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Bimbingan Kepada Masyarakat dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 61 4.24. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Bimbingan Kepada Masyarakat

dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 62 4.25. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kategori Dukungan Sumber

Daya Manusia terhadap Bencana Alam Gempa Bumi... 62 4.26. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan Sistem Peringatan

Dini dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi... 63 4.27. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan Sistem Peringatan

Dini Tradisional dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi. 64 4.28. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan Tanda-Tanda Alam

sebagai Peringatan Dini Tradisional dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 64 4.29. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan Sarana Transportasi

dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 65 4.30. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan Sarana Penerangan

dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 65 4.31. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kategori Dukungan Sarana

Prasarana dalam Pengurangan Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 66 4.32. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kemudahan Menggunakan

Sistem Peringatan Dini dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa

Bumi... 67 4.33. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Penyebarluasan Informasi

tentang Bencana Alam Gempa Bumi... 67 4.34. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kemudahan Media yang

digunakan Penyebarluasan Informasi tentang Bencana Alam Gempa

Bumi... 68 4.35. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kemudahan Prosedur Media

yang digunakan Penyebarluasan Informasi tentang Bencana Alam Gempa Bumi ... 68


(17)

4.36. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kemudahan yang Diberikan Pemerintah dalam Melakukan Kerja Sama dengan Kelompok Masyarakat 69 4.37. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kategori Kemudahan

Mengakses dalam Pengurangan Risiko Bencana Alam Gempa Bumi... 70 4.38. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Respons Terhadap Masyarakat

yang Rentan Mengalami Bencana Alam Gempa Bumi ... 71 4.39. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Keterlibatan dalam Menyusun

Rencana Kerja Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 71 4.40. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Keterlibatan dalam Jaringan

Kerjasama dengan Lembaga Lain... 72 4.41. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Keterlibatan dalam Sosialisasi

Cara Melakukan Upaya Kesiapsiagaan kepada Masyarakat... 72 4.42. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Keterlibatan dalam Menentuan

Lokasi yang Digunakan untuk Evakuasi Masyarakat ... 73 4.43. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kategori Keterlibatan Tokoh

Masyarakat dalam Pengurangan Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 73 4.44. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sumbangan Pemikiran Tentang

Upaya Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 74 4.45. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Bimbingan dan Pelatihan

Kesiapsiagaan Masyarakat ... 75 4.46. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Penyediaan Materi dan Bahan

untuk Membimbing dan Melatih Kesiapsiagaan Masyarakat... 75 4.47. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Penyediaan Tempat atau

Lokasi untuk Membimbing dan Melatih Kesiapsiagaan Masyarakat ... 76 4.48. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Penyediaan Peralatan untuk

Membimbing dan Melatih Kesiapsiagaan Masyarakat ... 77 4.49. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kategori Tanggung Jawab

Tokoh Masyarakat dalam Pengurangan Risiko Bencana Alam Gempa


(18)

4.50. Hubungan Faktor Predisposisi dengan Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 78 4.51. Hubungan Faktor Pendukung dengan Partisipasi Tokoh Masyarakat

dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi ... 79 4.52. Hasil Uji Multivariat Regresi Ganda ... 80


(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Siklus Manajemen Bencana... 17 2.2. Kerangka Konsep Penelitian... 32


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 106

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 111

3. Uji Asumsi Klasik ... 114

4. Uji Model ... 118

5. Uji F ... 119

6. Uji t ... 120

7. Uji Univariate... 121

8. Uji Bivariate ... 135

9. Uji Multivariate... 140

10. Master Data Penelitian ... 141

11. Surat Izin Penelitian dari S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat USU... 142


(21)

ABSTRAK

Berdasarkan data gempa tsunami 2006 yang terjadi pada tahun 2004, lebih dari 21.565 jiwa mengalami kehilangan penduduk di Aceh Besar. Kecamatan Lhoknga mengalami kehilangan penduduk sebanyak 14.513 jiwa, setelah bencana tsunami jumlah penduduk menjadi 11.310 jiwa. Salah satu desa di Kecamatan Lhoknga yang mengalami kehilangan penduduk terbesar adalah Desa Lhoknga yaitu 2.959 jiwa. Sebelum kejadian tsunami 2004 jumlah penduduk 3.946 jiwa dan setelah bencana tsunami menjadi 987 jiwa, maka lebih dari 75% jumlah penduduk menjadi korban.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap) dan pendukung (ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dan kemudahan mengakses) terhadap partisipasi tokoh masyarakat dalam mengurangi risiko bencana alam gempa bumi di Desa Lhoknga. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian tokoh masyarakat yang terdapat di Desa Lhoknga terdiri dari: imam, cerdik pandai, kepala desa, sekretaris desa, tokoh pemuda, ketua PKK dan kepala lingkungan sebanyak 35 orang dan seluruhnya dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner; dianalisis dengan regresi berganda dengan α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor predisposisi tokoh masyarakat (pengetahuan dan sikap) berpengaruh terhadap partisipasi dalam mengurangi risiko bencana alam gempa bumi. Faktor pendukung tokoh masyarakat (sumber daya manusia, sarana dan prasarana, serta kemudahan mengakses) berpengaruh terhadap partisipasi dalam mengurangi risiko bencana alam gempa bumi. Tingkat partisipasi tokoh masyarakat dalam mengurangi risiko bencana alam gempa bumi paling dominan dipengaruhi oleh variabel pengetahuan dengan nilai koefisien (B) sebesar 0,497.

Disarankan kepada pemerintah Kabupaten Aceh Besar untuk : 1) Meningkatkan peran serta tokoh masyarakat dalam mengurangi risiko bencana

alam gempa bumi., 2) Melibatkan seluruh masyarakat dalam mobilisasi sumber daya manusia, sarana dan prasarana dan 3) Masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab dalam mengurangi risiko bencana alam gempa bumi.


(22)

ABSTRACT

More than 21,565 peoples of Aceh Besar have been lost following the tsunami disaster 2006 as reported. Subdistrict of Lhoknga has lost 14.513 peoples, thus the number of population post-tsunami disaster was 11.310 people. One of villages in subdistrict of Lhoknga with most serious effect was Lhoknga villages 2,959 peoples. Number of population post-tsunami disaster in 2004 was 3,946 peoples, and it was 987 people post-tsunami disaster. It means, more than 75% of the population has been victimized.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of of predisposition factors (knowledge, attitude) and the supporting factors (the availability of human resources, facilities, infrastructures, and accessibility) on the participation of opinion leaders in minimizing the risk of earthquake in Lhoknga village. The population of this study were the 35 opinion leaders in Lhoknga villages and all of them were selected to be the samples. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically the factors of predisposition of the opinion leaders (knowledge and attitude) had an influence on the participation of the opinion leaders in minimizing the risk of earthquake. The supporting factors of the opinion leaders (the availability of human resources, facilities, infrastructures, and accessibility) had an influence on the participation of the opinion leaders in minimizing the risk of earthquake. The level of participation of the opinion leaders in minimizing the risk of earthquake mostly influenced by the variable of knowledge with the coefficient B of 0.497.

It is suggested to government of Aceh Besar district to :1) Increase participation of opinion leaders in minimizing the risk of earthquake, 2) Involve the entire community in the mobilization of human resources, facilities and infrastructure and 3) Society and Non Governmental Organizations (NGOs) to increase participation and responsibilities in minimizing the risk of earthquake.


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana. Sejak tahun 1988 sampai pertengahan 2003 terjadi 647 bencana alam (banjir, longsor, gempa bumi, angin topan), menyebabkan 2022 korban jiwa dan kerugian trilyunan rupiah. Sejak pertengahan tahun 2003 sampai pertengahan 2004 terjadi ratusan bencana yang mengakibatkan hampir 1000 korban jiwa (Pusat Studi Bencana IPB, 2006).

Berdasarkan data gempa tsunami (2006) yang terjadi pada tahun 2004, dari 13 negara, Indonesia mengalami kehilangan penduduk dan meninggal dunia lebih dari 198.801 jiwa. Diantaranya sebanyak 21.565 jiwa di Aceh Besar dan lebih dari 14.513 di Kecamatan Lhoknga Setelah bencana tsunami tahun 2004 jumlah penduduk menjadi 11.310 jiwa sedangkan. Di Desa Lhoknga Kecamatan Lhoknga yang tersebar pada 4 dusun jumlah penduduk sebelum tsunami 3.946 dan setelah bencana tsunami menjadi 987 jiwa, maka lebih dari 75% jumlah penduduk menjadi korban.

Menurut Triutomo (2008), ada pergeseran paradigma tentang kebencanaan. Peningkatan intensitas bencana di Indonesia menyebabkan penanganan bencana semakin kompleks sehingga diperlukan manajemen penanggulangan bencana yang baik. Kompleksitas permasalahan bencana ini mengharuskan penanganan bencana tidak lagi ditangani secara sektoral tetapi dilakukan secara multisektor oleh berbagai


(24)

intansi/lembaga/departemen terkait secara terpadu dalam suatu koordinasi yang berdasar pada rencana penanganan yang matang.

Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah menyatakan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari upaya responsif menjadi mengutamakan upaya preventif. Untuk itu guna mendukung implementasi dari amanat undang-undang tersebut maka perlu pemahaman yang komprehensif tentang hakekat dan pengetahuan penanggulangan bencana oleh semua jajaran pengambil keputusan. Perubahan paradigma ini penting terutama setelah disadari bersama oleh para perencana pembangunan bahwa penanggulangan bencana pada saat sebelum terjadinya bencana dengan melaksanakan program pengurangan risiko bencana, peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan, serta mitigasi secara ekonomi diperhitungkan sebagai cara yang lebih murah dibanding upaya responsif. Disamping itu upaya preventif tersebut juga dipandang dapat menjamin terwujudnya program pembangunan yang berkelanjutan.

Penanggulangan bencana berbasis masyarakat adalah upaya yang dilakukan oleh anggota masyarakat secara terorganisir baik sebelum dan saat sesudah bencana dengan menggunakan sumberdaya yang mereka miliki semaksimal mungkin untuk mencegah, mengurangi, menghindari dan memulihkan diri dari dampak bencana . Dari pengalaman dalam menangani berbagai macam kejadian bencana diberbagai belahan bumi ini, dalam 20 tahun terakhir telah dirasakan pentingnya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat, bukan saja pada tingkat pemerintah dari suatu negara atau suatu daerah, tetapi pada tingkatan komunitas yang langsung merasakan dan harus


(25)

menghadapi bencana itu sendiri, terutama sebelum bantuan atau pertolongan datang dari instansi pemerintah atau badan–badan non pemerintah untuk penanganan bencana yang resmi (UNDP-Indonesia, 2007).

Pada realitasnya, dimasyarakat masih banyak terdapat berbagai penafsiran yang berbeda terhadap kesiapsiagaan. Dalam kajian untuk pengembangan kerangka penilaian kesiapsiagaan masyarakat ini, telah digunakan suatu konsep atau pengertian dari Nick Carter (1991), mengenai kesiapsiagaan dari suatu pemerintahan, suatu kelompok masyarakat atau individu.

Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana dan didalam konsep bencana yang berkembang saat ini, pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pencegahan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro- aktif, sebelum terjadinya suatu bencana (LIPI – UNESCO/ISDR, 2006).

Indonesia merupakan wilayah rawan terhadap bencana, baik bencana alam sendiri maupun bencana yang ditimbulkan akibat ulah manusia. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya bencana adalah kondisi geografis, iklim, dan faktor - faktor lain seperti kepercayaan, sosial budaya dan politik, wilayah Indonesia secara geografis merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng benua asia dan benua Australia serta lempeng samudra india dan fasifik (LIPI – UNESCO/ISDR, 2006).

Kejadian bencana menimbulkan dampak risiko bencana yang merupakan krisisnya dibidang kesehatan antara lain lumpuhnya pelayanan kesehatan, korban


(26)

mati, korban luka, pengungsi, masalah gizi, masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan, penyakit menular dan stress/gangguan kejiwaan. Akibat banyaknya risiko yang ditimbulkan setelah terjadinya bencana (Pasca Bencana) maka perlu melakukan sosialisasi dengan memberikan pelatihan-pelatihan tentang kesiapsiagaan terhadap pengurangan risiko bila terjadinya bencana, oleh karena sangat dituntut kepada tokoh masyarakat agar dapat melakukan langkah–langkah dalam penanggulangan bencana untuk dapat mengantisipasi dan melakukan pencegahan risiko bencana yang sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan mengenai penanggulangan bencana (LIPI – UNESCO/ISDR, 2006).

Pelaksanaan rangkaian penanggulangan bencana adalah kewajiban semua pihak untuk membuat masyarakat yang rentan lebih berkapasitas. Dengan tujuan, membuat masyarakat yang rentan mampu mengatasi semua ancaman agar tidak menjadi bencana (Sumarno, 2008).

Dirhamsyah (2008) menyatakan kearifan tradisional masyarakat setempat dalam mencegah dan menanggulangi bencana sangat penting untuk digali dan ditelaah untuk dijadikan bahan pembelajaran yang bernilai dalam Pengurangan Risiko Bencana. Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota mempunyai peran strategis dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memenuhi hak asasi manusia; sedangkan fungsi pelayanan diarahkan pada pemberdayaan sehingga dengan potensi yang dimiliki (lebih dikenal sebagai kearifan lokal), masyarakat dapat mengambil peran secara utuh dalam kerangka pencegahan termasuk pengurangan


(27)

risiko bencana di daerahnya sendiri dan atau penggerakan peran serta bagi daerah lainnya.

Metode partisipatif merupakan salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendukung mekanisme internal. Wujud nyata dari konsep ini adalah perlunya lembaga-lembaga pemerintah, swasta dan swadaya masyarakat mendukung proses peningkatan potensi yang ada, sekaligus upaya mengurangi kerentanan mereka (Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2007).

Peran tokoh masyarakat dalam pencegahan risiko bencana sangat penting, hal ini terkait dengan keberadaan tokoh masyarakat yang memiliki status, kedudukan, kemampuan, dan keahlian yang diakui oleh masyarakat di lingkungannya merupakan sosok strategis untuk membawa ide baru di tengah masyarakat. Akibat pengaruhnya, semua ucapan, tingkah laku, dan tindakannya akan dijadikan panutan oleh masyarakat di lingkungannya (Donousodo, 2008).

Kajian dampak bencana tsunami pada masyarakat Simeulue (2006), menyimpulkan bahwa ketika tsunami melanda wilayah pantai Aceh dan Nias pada tanggal 26 Desember 2004 lalu, lebih dari 198.801 jiwa meninggal dunia dan dinyatakan hilang. Namun di Pulau Simeulue, salah satu daerah yang juga dilanda tsunami dan berada dekat pusat gempa, jumlah korban yang jatuh relatif sedikit. Beberapa sumber menyebutkan bahwa korban meninggal dunia sebanyak 7 orang, suatu jumlah yang tidak signifikan dibandingkan dengan jumlah penduduk pulau Simeulue pada saat itu yaitu sebanyak 78,128 jiwa (Juni 2005) yang sebagian besar bermukim di wilayah pantai (Sarlimwati. et al, 2005).


(28)

Sedikitnya korban meninggal di Pulau Simeulue ditafsirkan karena beberapa hal, yaitu (1) sebagai kuasa Tuhan, (2) adanya kearifan lokal dan (3) topografi wilayah. Prinsip hidup masyarakat Aceh di Simeulue yang sangat agamis seringkali mengkaitkan berbagai peristiwa di dunia ini dengan aspek keagamaan, sehingga peristiwa tsunami juga dianggap sebagai bagian dari cobaan Allah terhadap keimanan manusia. Alasan kedua, adanya suatu “kearifan” lokal dalam bentuk cerita turun-temurun tentang peristiwa tsunami yang pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya. Salah satu nilai kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Simeulue adalah apabila terjadi suatu gempa kuat yang diiringi dengan surutnya air laut, maka masyarakat harus naik ke wilayah yang lebih tinggi. Kondisi topografi wilayah di sebagian besar permukiman di Pulau Simeulue yang berbukit-bukit juga memudahkan masyarakat untuk segera menyelamatkan diri (Sarlimwati, et al, 2005).

Menurut Viciawati (2006), tokoh masyarakat masyarakat sebagai individu yang menjadi panutan di tengah masyarakat dalam perilakunya memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu: : (a) Faktor Predisposisi, yaitu penyebab yang mempengaruhi perilaku secara rasional atau motivasi perilaku, (b). Faktor Pendukung, yaitu penyebab perilaku yang memfasilitasi motivasi untuk dapat terrealisasikan dan (c) Faktor Pendorong,yaitu faktor yang diakibatkan oleh perilaku yang menyediakan penghargaan yang terus menerus atau insentif yang memberikan kontribusi terhadap keberlangsungan perilaku tersebut.

Keberadaan tokoh masyarakat sering menjadi tempat tujuan warga untuk membantu mengatasi persoalan keseharian dan memperkuat modal sosial. Dengan


(29)

kondisi kerentanan sosial-ekonomi tersebut, beberapa hal yang perlu dilakukan dalam kaitannya dengan pengurangan resiko bencana antara lain melalui upaya pemberdayaan rumah tangga lemah ekonomi sehingga dapat mengurangi kerentanan ekonomi. Di sisi lain, mengoptimalkan modal sosial di tingkat masyarakat merupakan aspek yang perlu diperhatikan dalam upaya pengelolaan bencana yang mengacu pada pengurangan risiko (Romdiati. et al, 2008).

Menurut Hidayati (2008) bahwa masyarakat percaya kepada tokoh masyarakat dapat membantu mereka dan lembaga-lembaga kemasyarakatan dapat diberdayakan untuk mengantasipasi bencana. Tingkat kepercayaan masyarakat ini dipengaruhi oleh faktor kerentanan penduduk dari parameter sosial kemasyarakatan terhadap bencana, serta keterlibatan masyarakat dalam lembaga-lembaga sosial relatif rendah sehingga respon kolektif masyarakat terhadap bencana juga terbatas.

Perencanaan kontigensi dalam upaya mengurangi risiko bencana Kecamatan Lhoknga, sampai saat ini dalam proses pengkajian instansi terkait, sehingga kebijakan yang terkait dengan penanganan bencana masih mengacu kepada pedoman umum yang dikeluarkan oleh Perpres No 8 tahun 2008 tentang koordinasi dengan BNPB dan dalam operasionalnya ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Permendagri No 46 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap) dan faktor pendukung (sumber daya manusia, sarana/prasarana dan kemudahan mengakses) terhadap


(30)

partisipasi tokoh masyarakat dalam mengurangi risiko bencana. Sehingga dapat diambil suatu kebijakan kongkrit terhadap peningkatan keselamatan terhadap masyarakat bila terjadinya suatu bencana.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang penelitian dalam uraian diatas, maka permasalahan yang timbul dalam penelitian yaitu: bagaimana pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap) dan faktor pendukung (ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dan kemudahan mengakses) terhadap partisipasi tokoh masyarakat dalam mengurangi risiko bencana gempa alam bumi di Desa Lhoknga Kecamatan Lhoknga kabupaten Aceh Besar.

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap) dan faktor pendukung (ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dan kemudahan mengakses) terhadap partisipasi tokoh masyarakat dalam mengurangi risiko bencana alam gempa bumi di Desa Lhoknga Kecamatan Lhoknga kabupaten Aceh Besar.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap) dan faktor pendukung (ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dan kemudahan


(31)

mengakses) terhadap partisipasi tokoh masyarakat dalam mengurangi risiko bencana alam gempa bumi di Desa Lhoknga Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah kabupaten dalam menyusun program perencanaan bencana khususnya bidang yang mendasari dalam mengurangi risiko bencana.

1.5.2. Sebagai bahan pemikiran yang didasari pada teori dan analisis terhadap kajian praktis dalam meningkatkan partisipasi tokoh masyarakat dalam mengurangi risiko bencana.

1.5.3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan referensi perpustakaan hingga menjadi dasar pemikiran untuk pelaksanaan penelitian yang selanjutnya.

1.5.4. Untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang dimiliki oleh peneliti dan merupakan proses berfikir ilmiah dalam memahami dan menganalisa serta mengantisipasi masalah kesehatan yang ada.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi dalam teori yang dmaksud adalah meliputi pengetahuan dan sikap, sebagai berikut:

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai hal sesuatu, Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Dan ini terjadi setelah seorang melakuan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, penginderaan melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan rasa raba. Pengetahuan/kongnitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Perilaku didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Notoatmodjo, 2003).

Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berprilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni :

a) Awarness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui lebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b) Interest, dimana orang mulai tertarik pada stimulus

c) Evaluation, (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.


(33)

d) Trial, dimana seseorang telah mencoba berprilaku baru (adaption), dimana seseorang telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dengan sikapnya dengan stimulus

Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.


(34)

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Adapun yang melihat sikap sebagai kesiapan syaraf sebelum memberi respon.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, mengatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksana motif


(35)

tertentu (Notoadmojo, 2003), sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah merupakan pre-disposisi tindakan atau prilaku.

Sikap yang sudah positif terhadap sesuatu objek, tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata, hal ini disebabkan oleh :

a. Sikap untuk terwujudnya didalam suatu tindakan bergantung pada situasi pada saat itu.

b. Sikap akan diikuti atau tidak oleh suatu tindakan mengacu pula pada pengalaman orang lain.

c. Sikap akan diikuti atau tidak oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

Pengukuran terhadap sikap ini dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung, secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek dan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan yang bersifat hipotesis, kemudian ditekankan pendapat responden

2.2. Faktor Pendukung

Menurut Green (1980) dalam (Notoatmodjo, 2003), bahwa salah satu determinan perilaku sebagai faktor utama yang mempengaruhi perilaku masyarakat enabling factor (faktor pendukung). Faktor pendukung adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.


(36)

Faktor ini ini mencakup ketersediaan sumber daya, sarana dan prasarana, dan kemudahan mengakses.

Dalam upaya mengurangi risiko bencana alam gempa bumi, maka tokoh masyarakat akan berpartisipasi dengan baik apabila didukung dengan adanya sumber daya yang terkait dengan penanganan bencana, adanya sarana dan prasarana untuk mengurangi bencana serta sumber daya dan sarana tersebut dapat diakses.

2.3. Bencana Alam Gempa Bumi

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan (lempeng bumi). Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan (Geodesi-ITB, 2008).

Menurut Yulaelawati dan Syihab (2008) gempa bumi terdiri dari gempa vulkanik dan tektonik. Gempa bumi vulkanik diakibatkan desakan magma ke permukaan, sedangkan gempa tektonik terjadi karena adanya gesekan atau pergerakan pada lempeng bumi.

Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang bersifat alamiah, yang terjadi pada lokasi tertentu, dan sifatnya tidak berkelanjutan. Getaran pada bumi terjadi akibat dari adanya proses pergeseran secara tiba-tiba (sudden slip) pada kerak bumi. Pergeseran secara tiba-tiba terjadi karena adanya sumber gaya (force) sebagai


(37)

penyebabnya, baik bersumber dari alam maupun dari bantuan manusia (artificial earthquakes). Selain disebabkan oleh sudden slip, getaran pada bumi juga bisa disebabkan oleh gejala lain yang sifatnya lebih halus atau berupa getaran kecil-kecil yang sulit dirasakan manusia. Getaran tersebut misalnya yang disebabkan oleh lalu-lintas, mobil, kereta api, tiupan angin pada pohon dan lain-lain. Getaran seperti ini dikelompokan sebagai mikroseismisitas (getaran sangat kecil) (Geodesi-ITB, 2008).

2.3.1. Tipe Gempa Bumi

a.

aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempa bumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut (Geodesi-ITB, 2008).

b.

yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi.

2.3.2. Penyebab terjadinya Gempa Bumi

Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut


(38)

tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itu lah gempa bumi akan terjadi (Geodesi-ITB, 2008).

Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. karena materi kedalaman lebih dari 600 km (Geodesi-ITB, 2008).

2.4. Manajemen Penanggulangan Bencana

Pusat Penelitian Siaga Bencana IPB (2008), menyebutkan bahwa dalam manajemen penanggulangan bencana juga dikenal adanya dua mekanisme, yaitu:

a. Mekanisme internal, yaitu pola penanggulangan bencana yang dilakukan unsur-unsur masyarakat di lokasi bencana, baik berupa keluarga, organisasi sosial, dan masyarakat lokal.

b. Mekanisme eksternal, yaitu penanggulangan bencana dengan melibatkan unsur-unsur di luar unsur-unsur yang terlibat dalam mekanisme internal. Apabila diperhatikan, penanggulangan bencana saat ini umumnya menggunakan pendekatan konvensional dan dilakukan dengan mekanisme eksternal.

Fase-fase dalam merespon adanya keadaan krisis dan berbagai masalah kesehatan setelah terjadinya suatu bencana meliputi fase-fase seperti dalam ‘Siklus Manajemen Disaster’. Siklus ini diawali dengan kegiatan yang dilakukan sebelum


(39)

terjadinya bencana yang meliputi kegiatan dalam rangka pencegahan, mitigasi (mengurangi dampak dari bencana) dan kesiapsiagaan (preparedness). Saat bencana terjadi dilakukan kegiatan tanggap darurat (emergency response) dan setelah itu dilakukan kegiatan rehabilitasi dan selanjutnya adalah kegiatan rekonstruksi. Adapun siklus manajemen bencana dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Siklus Manajemen Bencana

Sumber : WHO-WPR (2003)

Bencana (disaster) merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen pemicu (trigger), ancaman (hazard), dan kerentanan (vulnerability bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya risiko (risk) pada komunitas. Bencana terjadi apabila komunitas mempunyai tingkat kemampuan yang lebih rendah dibanding dengan tingkat ancaman yang mungkin terjadi padanya.


(40)

Ancaman menjadi bencana apabila komunitas rentan, atau memiliki kapasitas lebih rendah dari tingkat bahaya tersebut, atau bahkan menjadi salah satu sumber ancaman tersebut. Tentu sebaiknya tidak dipisah-pisahkan keberadaannya, sehingga bencana itu terjadi dan upaya-upaya peredaman risiko itu dilakukan.

Bencana terjadi apabila masyarakat dan sistem sosial yang lebih tinggi yang bekerja padanya tidak mempunyai kapasitas untuk mengelola ancaman yang terjadi padanya. Ancaman, pemicu dan kerentanan, masing-masing tidak hanya bersifat tunggal, tetapi dapat hadir secara jamak, baik seri maupun paralel, sehingga disebut bencana kompleks.

Bencana dalam kenyataan keseharian menyebabkan: (1) Berubahnya pola-pola kehidupan dari kondisi normal (2) Merugikan harta / benda / jiwa manusia,

(3) Merusak struktur sosial komunitas

(4) Memunculkan lonjakan kebutuhan pribadi / komunitas.

Oleh karena itu bencana cenderung terjadi pada komunitas yang rentan, dan akan membuat komunitas semakin rentan. Kerentanan komunitas diawali oleh kondisi lingkungan fisik, sosial dan ekonomi yang tidak aman yang melekat padanya. Kondisi tidak aman tersebut terjadi oleh tekanan dinamis internal maupun eksternal, misalnya di komunitas institusi lokal berkembang dan ketrampilan tepat guna tidak dimiliki.


(41)

2.5. Mengurangi Risiko Bencana

Pembentukan Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sejalan dengan Kerangka Aksi Hyogo 2005-2015 yang telah disepakati oleh 168 negara, termasuk Indonesia, dalam konferensi sedunia untuk Pengurangan Bencana di Kobe, Jepang pada bulan Januari 2005. Hal ini tercermin juga dalam visi penanggulangan bencana yang bertujuan untuk membangun ketangguhan bangsa dan masyarakat terhadap bencana. Saat ini Indonesia telah menempatkan PRB sebagai salah satu prioritas dalam pembangunan nasional dan menjadi bagian dalam proses perencanaan pembangunan (Widjaja. 2009).

Terbitnya Undang-Undang. Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, merupakan suatu komitmen Pemerintah yang sangat jelas dalam menangani kebencanaan di tingkat nasional maupun daerah, yang mencakup berbagai aspek yang bersifat terobosan di dalam pengelolaan dan penanganan masalah kebencanaan secara lebih komprehensif dan berdimensi sistemik. Hal ini ditunjukkan dengan muatan dari undang-undang Nomor 24 tahun 2007, yang menjadi dasar hukum dalam penanganan masalah kebencanaan, tidak hanya dalam penanganan kedaruratan, namun juga mencakup kesiapsiagaan menghadapi bencana, dan penanganan pemulihan pascabencana dalam jangka menengah dan panjang (Laporan Kinerja Pembangunan, 2009).

Salah satu turunan dari Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 adalah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Tugas dan tanggung jawab dari BNPB, selain


(42)

dalam melakukan koordinasi penanggulangan bencana di tingkat nasional, namun juga memberikan dukungan peningkatan kapasitas bagi lembaga penanggulangan bencana di tingkat daerah, serta berbagai upaya lainnya untuk meningkatkan kesiapsiagaan di tingkat nasional maupun daerah di dalam penanggulangan dan pengurangan risiko bencana (Laporan Kinerja Pembangunan, 2009).

Undang-undang ini mengubah paradigma penanganan bencana dari semula hanya ditangani pemerintah secara sentralistis, sektoral, dan lebih memfokuskan pada upaya responsif, menjadi tanggung jawab bersama seluruh pemangku kepentingan yang didesentralisasikan di segala tingkatan secara multisektor serta penekananan pada pengurangan risiko bencana (Bappenas/BPPN, 2009).

Kebijakan dan payung hukum terkait pengurangan risiko bencana sebagai turunan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana sangat diperlukan dengan alasan sebagai berikut:

a. Menjamin ketersediaan sumber daya dan kontinuitas pengurangan risiko bencana.;

b. Pemerintah memandang bahwa pengkajian risiko bencana merupakan suatu isu utama dalam menyusun kebijakan bagi pengurangan risiko bencana;

c. Mengatur sistem peringatan dini guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas kesiapsiagaan dan respon terhadap bencana;

d. Memberikan dasar bagi pemaduan pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan formal dan nonformal dalam upaya mengubah pola pikir,


(43)

sikap dan perilaku dalam upaya mengurangi risiko bencana serta menjadikan upaya pengurangan risiko bencana menjadi budaya masyarakat;

e. Menjamin pengutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan yang berkelanjutan;

f. Menggalakkan sinkronisasi pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim mulai dari tingkat nasional sampai dengan komunitas guna membantu meningkatkan efektivitas penggunaan sumber daya yang berkesinambungan;

g. Sebagai suatu negara hukum, maka apapun yang telah dan akan dilaksanakan untuk pengurangan risiko bencana harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum;

h. Undang-undang tentang kebencanaan di Indonesia masih relatif baru dan belum lengkap sehingga diperlukan upaya untuk.

Penelitian Wahdiny (2008), tentang Tsunami Drill sebagai bagian penting dari implementasi Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Ina-Tsunami Early Warning System), yang diinisiasi oleh pemerintah pusat sejak tahun 2005. Program Tsunami Drill pada dasarnya ditujukan untuk menstimulasi peran serta masyarakat dalam pencapaian kesiapsiagaan terhadap bencana gempa bumi dan tsunami. Tetapi sampai saat ini belum ada kajian yang mengevaluasi pelaksanaan program Tsunami Drill tersebut. Kajian yang bersifat evaluatif penting sebagai sarana pembelajaran dan untuk membuat perbaikan-perbaikan di kemudian hari. Penelitian ini merupakan


(44)

sebuah inisiatif untuk melakukan kajian evaluatif terhadap program Tsunami Drill, dengan mengambil Tsunami Drill Bali 2006 sebagai sebuah kasus.

Hasil penelitian Wahdiny (2008), menunjukkan bahwa implementasi Tsunami Drill Bali 2006, telah memberikan sumbangan terhadap upaya-upaya peningkatan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana gempa bumi dan tsunami. Khususnya sumbangan ini dalam bentuk pengetahuan dan ketrampilan baru, yang diseminasikan ke masyarakat lokal. Tingkat partisipasi masyarakat dan pemerintah lokal cukup tinggi dalam pelaksanaan program tersebut, meskipun pelaksanaan Tsunami Drill Bali 2006 telah memfasilitasi kerjasama dan kemitraan antara pemerintah lokal dan masyarakat lokal, masih terdapat pertanyaan berkenaan dengan keberlanjutan kemitraan tersebut. Selain itu, indikator-indikator capaian yang diadopsi oleh program Tsunami Drill dapat dikatakan kurang memperhatikan peran penting dari kearifan lokal, terutama kearifan lokal berkenaan dengan fenomena alam dan sikap masyarakat terhadap fenomena alam.

Rencana mitigasi bencana gempa bumi dapat meningkatkan cara pandang yang luas dan terintegrasi terhadap sistem pengurangan resiko bencana yang meliputi beberapa elemen sebagai berikut:

1. Identifikasi bencana dan kerentanannya serta evaluasi resiko bencana tersebut. 2. Strategi pengurangan bencana yang bersumber dari wilayah dan dimiliki oleh


(45)

3. Seperangkat peraturaan, perundang-udangan dan regulasi yang menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk interaksi antara berbagai organisasi dan insitusi yang berbeda.

4. Mekanisme koordinasi institusi yang kuat

5. Sistem yang solid untuk mengendalikan pemenuhan dan penguatan code dan standar untuk konstruksi bangunan yang aman

6. Perencanaan tataguna lahan dan permukiman yang menggabungkan kepedulian akan bencana dan pengurangan resiko.

7. Penggunaan peralatan komunikasi untuk pengurangan resiko akibat bencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bencana, pendidikan, pelatihan dan penelitian.

8. Manajemen kesiapsiagaan dan kedaruratan berdasarkan pada pemahaman resiko. 9. Kerjasama dan koordinasi antar kota dalam satu program mega city.

2.6. Kearifan Lokal dan Penanggulangan Bencana di Aceh

Masyarakat Aceh memiliki sejumlah kearifan lokal dalam penanggulangan bencana. Diantaranya, masyarakat Aceh memiliki institusi adat yang bertangungjawab mengelola lingkungan dan memastikan tidak ada pengrusakan yang bisa menimbulkan bencana, seperti Institusi Adat : Ulee Seneuboek, Ketuha Uteun yang menjaga pengelolaan hutan dalam pemukiman mereka dan Panglima Laot yang bertanggungjawab dalam mengatur penggunaan sumberdaya laut dan menjaga kelestarian alam laut (CSO - NAD, 2007).


(46)

Pelaksanaan rangkaian penanggulangan bencana selama ini nampak kurang melibatkan masyarakat yang terkena bencana dan tidak memperhatikan potensi masyarakat yang menjadi korban. Jika dicermati lebih jauh lagi, perlengkapan baku dalam kegiatan manajemen terdiri dari perlengkapan operasional yang mungkin aneh buat masyarakat. Padahal, sangat mungkin, masyarakat setempat dengan kearifan lokal yang mereka warisi turun-temurun telah memiliki seperangkat alat yang lebih tepat guna bagi mereka. Adalah kewajiban semua pihak untuk membuat masyarakat yang rentan lebih berkapasitas. Dengan tujuan, membuat masyarakat yang rentan mampu mengatasi semua ancaman agar tidak menjadi bencana (CSO - NAD, 2007).

Menurut Yusuf (2007), di beberapa daerah, mitos serta kearifan lokal seputar gempa masih terjaga kelestariannya hingga saat ini. Mitos dan kearifan lokal seputar gempa yang berkembang sebaiknya tidak hanya kita maknai sebagai kekayaan khazanah budaya, melainkan dapat juga dijadikan sebagai bentuk peringatan dini dan antisipasi dalam menghadapi berbagai bencana kebumian yang ada. Contoh kearifan lokal yang terbukti mampu menyelamatkan masyarakat dari bencana gempa di antaranya adalah rumah panggung, seperti rumah gadang yang berarsitektur bagonjong di Sumatra Barat. Rumah panggung tersebut tetap berdiri tegak dan selamat meski gempa sering kali terjadi.

Contoh lain, kearifan lokal juga telah mampu menjadi peringatan dini yang efektif dan terbukti menyelamatkan banyak orang dari tsunami. Sebagaimana kearifan lokal yang dikembangkan masyarakat Pulau Simelue. Sehingga ketika terjadi megatsunami pada 2004, ribuan manusia terselamatkan. Mereka belajar dari kejadian


(47)

tsunami yang terjadi beberapa ratusan tahun silam dan mengembangkannya menjadi sistem peringatan dini. Teriakan semong yang berarti air laut surut dan segera lari menuju ke bukit merupakan kearifan lokal yang melekat di hati setiap penduduk Pulau Simelue (Yusuf, 2007).

Keberhasilan masyarakat Simeulue dalam menghadapi bencana smong/tsunami kiranya dapat menjadi pelajaran penting bagi kita untuk mempelajari kembali dan merevitalisasi kearifan-kearifan budaya lokal (local wisdom). Kearifan budaya lokal tersebut secara kontinu dan simultan perlu dilestarikan, jika tidak maka secara gradual akan terlupakan dan hilang. Upaya melestarikan pengetahuan tentang bencana alam melalui nafi-nafi, sayangnya tidak tersosialisasi. Terma smong sendiri hanya dimiliki oleh masyarakat Simeulue, tanpa tersosialisasi kepada masyarakat di luar pulau itu. Seandainya seluruh masyarakat yang berdomisili di Aceh memiliki pengetahuan itu, tentu saja korban manusia yang jatuh dapat diminimalisir secara drastis. Begitupun tentang terma yang digunakan, tentu bencana dahsyat pada 26 Desember 2004 itu akan dinamai dengan smong, bukan tsunami

Lepas dari semua itu, kita patut belajar kepada masyarakat Simeulue atas kepeloporan, konsistensi dan komitmen mereka dalam melestarikan pengetahuan melalui kearifan budaya lokal. Memang sekarang ada upaya-upaya yang dilakukan ragam kalangan untuk mengingatkan masyarakat Aceh terhadap musibah smong, baik melalui tulisan berupa buku-buku, artikel jurnal, majalah, dan sebagainya. Ada melalui pembangunan monumen dan museum tsunami. Bahkan yang paling anyar adalah peringatan dini bahaya tsunami (tsunami early warning). Begitupun dengan


(48)

peringatan tsunami yang digelar saban tahun dengan aneka paket kegiata 2009).

2.7. Tokoh Masyarakat

Pengertian tokoh masyarakat menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol adalah adalah seseorang yang karena kedudukan sosialnya menerima kehormatan dari masyarakat dan/atau Pemerintah. Sedangkan menurut Donousodo (2008) tokoh masyarakat adalah seseorang yang berpengaruh dan ditokohkan oleh lingkungannya. Penokohan tersebut karena pengaruh posisi, kedudukan, kemampuan, dan kepiawaiannya. Oleh karena itu, segala tindakan, ucapan, dan perbuatannya akan diikuti oleh masyarakat di sekitarnya.

Di dalam operasionalisasi, dikenal dengan dua sebutan bagi tokoh masyarakat, yaitu tokoh masyarakat formal dan tokoh masyarakat informal. Tokoh masyarakat formal adalah seseorang yang ditokohkan karena kedudukannya atau jabatannya di lembaga pemerintahan. Misalnya ketua RT, ketua RW, kepala desa, lurah, camat, dan lain-lain. Tokoh masyarakat informal adalah seseorang yang ditokohkan oleh masyarakat di lingkungannya akibat dari pengaruhnya, posisinya, dan kemampuannya yang diakui masyarakat di lingkungannya, yaitu:

1) Tokoh agama: seseorang yang ditokohkan karena kemampuan dan kepiawaiannya di bidang keagamaan.


(49)

2) Tokoh adat: seseorang yang ditokohkan oleh masyarakat di lingkungannya karena kemampuan dan kepiawaiannya di bidang adat dan kebudayaan, yang saat ini populer disebut kearifan lokal.

3) Tokoh perempuan: seseorang yang ditokohkan karena kemampuannya, dan suaranya dapat mewakili suara perempuan.

4) Tokoh pemuda: seseorang yang ditokohkan karena kemampuannya dan suaranya dapat mewakili pemuda.

Jadi, tokoh masyarakat informal adalah seluruh tokoh masyarakat yang diakui karena kedudukan, kemampuan, keahlian, maupun kepiawaiannya di bidang tertentu yang diakui oleh masyarakat di lingkungannya.

Menurut Basri (2006), tokoh masyarakat adalah orang yang memiliki 5 faktor yang mempengaruhi kearifan di tengah masyarakat, yaitu: (1) kondisi spiritual-moral; (2) kemampuan hubungan antar manusia; (3) kemampuan menilai dan mengambil keputusan; (4) kondisi personal; dan (5) kemampuan khusus/istimewa. Dengan demikian seorang tokoh masyarakat dapat ditinjau dari faktor-faktor yang berorientasi ke dalam diri pribadi mereka maupun dari faktor-faktor yang berorientasi ke luar, yaitu keberhasilan berhubungan sosial dengan orang-orang lain.

Peran tokoh masyarakat dalam mendukung pengembangan kemampuan masyarakat dalam pengurangan risiko bencana alam gempa bumi akan lebih berdayaguna apabila didukung sistem kelembagaan di masyarakat. Menurut Rissalwan (2007), kelembagaan lokal di tingkat akar rumput dalam hal penanggulangan bencana sesungguhnya dapat menjadi aktor yang berperan vital


(50)

dengan membentuk rangkaian jembatan yang berkonstruksi jaringan koordinasi lembaga-lembaga lokal. Keadaan ideal inilah yang merupakan pertanyaan apakah keterlibatan institusi lokal dapat membentuk rangkaian yang sinergis dan terkoordinasi Atau lembaga tersebut berjalan sendiri-sendiri guna mendapatkan popularitas dan menambah modal. Sehingga tidak ada aktor pengorganisir lembaga dan bertanggung jawab atas penanggulangannya. Dengan adanya kelembagaan lokal sebagai kekuatan sumber daya masyarakat seharusnya hal ini dapat dimanfaatkan guna mengatasi bencana yang sering terjadi dan akan terjadi. Sehingga diperlukan sinergisme kelembagaan lokal masyarakat guna penanggulangan bencana yang terkoordinasi di tingkat kelembagaan komunitas akar rumput, baik itu sebelum bencana, saat bencana, dan setelah bencana.

Kriteria tokoh masyarakat dalam penanggulangan bencana menurut penelitian Irsyadi (2008), tentang pemberdayaan masyarakat dalam program rehabilitasi dan rekontruksi korban tsunami di Desa Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, menyatakan bahwa tokoh masyarakat merupakan orang yang memahami betul kondisi dan tanggapan masyarakatnya terhadap penanganan bencana yang dihadapi sehingga dapat memberikan informasi tentang bagaimana penilaiannya tentang penanganan bencana tersebut.

Dalam manajemen risiko bencana berbasis masyarakat, keterlibatan langsung pemuka masyarakat dalam melaksanakan tindakan-tindakan peredaman risiko di tingkat lokal adalah suatu keharusan. Keikutsertaan dan keterlibatan pemuka masyarakat digunakan secara bergantian, yang berarti bahwa pemuka masyarakat


(51)

bertanggung jawab untuk semua tahapan program termasuk perencanaan dan pelaksanaan. Pada akhirnya, ujung dari partisipasi pemuka masyarakat dalam penanggulangan bencana adalah penanggulangan bencana oleh pemuka masyarakat itu sendiri.

Pengalaman dalam pelaksanaan penanggulangan bencana yang berorientasi pada pemberdayaan dan kemandirian pemuka masyarakat akan merujuk pada:

(1) Melakukan upaya pengurangan risiko bencana bersama komunitas di kawasan rawan bencana, agar selanjutnya komunitas mampu mengelola risiko bencana secara mandiri

(2) Menghindari munculnya kerentanan baru dan ketergantungan komunitas di kawasan rawan bencana pada pihak luar.

(3) Penanggulangan risiko bencana merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam untuk pemberlanjutan kehidupan komunitas di kawasan rawan bencana.

(4) Pendekatan multisektor, multi disiplin, dan multi budaya.

2.8. Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana

Bentuk partisipasi atau keterlibatan masyarakat yang ideal adalah ikut bertanggungjawab dalam pengenalan masalah, perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pemanfaatan dalam suatu program (Santoso, et al, 2001).

Partisipasi masyarakat dalam masalah kesehatan sangat diperlukan sebagaimana masyarakat tersebut ikut menjadi peserta yang efektif. Bentuk


(52)

partisipasi masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk suatu kelompok yang mempunyai tujuan khusus dan bertanggungjawab sebesar-besarnya pada kelompok atau organisasi tertentu. Partisipasi masyarakat yang efektif terdapat dalam suatu gambaran penting yaitu adanya komitmen dan keterlibatan anggota masyarakat yang lebih penting dari sekedar partisipasi, termasuk pengambilan keputusan dalam membuat tujuan dan rencana implemenatsi (Ndiye, et al, 2001).

Menurut Magnis (1987), kehandalan pendekatan partisipatif dalam pengembangan dan pengelolaan kelembagaan serta pemberdayaan masyarakat menuju pembangunan berkelanjutan merupakan hal yang tak terbantahkan. Penerapan manajemen partisipatif pada organisasi-organisasi sektor publik dan swasta di beberapa negara telah menjadi hal yang lazim, dan pendekatan ini telah diterapkan dalam proses pembangunan di negara-negara berkembang pada proyek-proyek yang dilaksanakan oleh berbagai lembaga mulai dari LSM terkecil hingga yang dikerjakan oleh lembaga donor bilateral maupun multilateral. Kebijakan tingkat tinggi pemerintah Indonesia telah memperkenalkan pendekatan partisipatif sejak dua puluh tahun lalu, namun dampaknya kurang bergema. Tetapi sejak pemerintahan era reformasi, nampaknya mereka memiliki komitmen besar untuk menerapkannya secara total, sehingga hasilnya jauh lebih baik.

Conyers (1994), mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh determinan dan kesadaran masyarakat itu sendiri aktif dalam Partisipasi masyarakat yang semakin


(53)

meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku.

2.9. Landasan Teori

Kemampuan tokoh masyarakat untuk berpartisipasi di tengah masyarakat terkait dengan mengurangi bencana, tidak terlepas dari faktor predisposisi yang dimiliki tokoh masyarakat itu sediri dan faktor pendukung yang ada di lingkungan sekitarnya. Dimana kedua faktor tersebut mempengaruhi bagaimana tokoh masyarakat berperilaku.

Menurut Green dan Kreuter (2005), faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor : (1) faktor predisposisi (predisposing faktor) mencakup pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu; (2) faktor pendukung (enabling faktors) yaitu tersedianya sumber daya, sarana/prasarana kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya ; (3) faktor pendorong (reinforcing faktors) berasal dari kelompok atau individu yang dekat dengan seseorang termasuk keluarga, teman, guru, pengambil kebijakan dan petugas/aparat.

Terkait dengan mengurangi risiko bencana, maka faktor yang mempengaruhi tokoh masyarakat yang utama adalah faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap) dan faktor pendukung (ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dan kemudahan mengakses).


(54)

2.10. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Predisposisi

1. Pengetahuan 2. Sikap

Faktor Pendukung

1. Sumber daya manusia 2. Sarana/prasarana

3. Kemudahan mengakses

Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Mengurangi Risiko Bencana Alam Gempa Bumi

1. Keterlibatan 2. Tanggung Jawab


(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan explanatory reseatch yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel- variabel melalui analisis statistik (Ghozali, 2005), yaitu menjelaskan pengaruh faktor predisposisi dan faktor pendukung terhadap partisipasi tokoh masyarakat dalam mengurangi risiko bencana alam gempa bumi di Desa Lhoknga Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Lhoknga dengan pertimbangan : Desa Lhoknga terletak ditengah–tengah Desa lainnya dan merupakan akses dari Kecamatan Lhoknga juga merupakan pusat pemerintahan Kecamatan Lhoknga. Penelitian ini dilaksanakan mulai Maret sampai dengan Mei 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah tokoh masyarakat yang terdapat di Desa Lhoknga terdiri dari: imam mukim, cerdik pandai, kepala desa, sekretaris desa, tokoh pemuda, ketua PKK dan kepala lingkungan, sebanyak 35 orang.


(56)

3.3.2. Sampel

Adapun jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini seluruh populasi (total sampling) yaitu berjumlah 35 orang di Desa Lhoknga yang terdiri dari 4 Desa, dengan perincian sebagai berikut.

Tabel 3.1. Tokoh Masyarakat yang menjadi Sampel Penelitian Tokoh Masyarakat

No Dusun

Jenis Tokoh Jumlah Total

1 Mon Ikeun a. Imam 1

b. Cerdik Pandai 1

c. Kepala Desa 1

d. Sekretaris Desa 1

e. Ketua PKK 1

f. Tokoh Pemuda 2

g. Kepala Lingkungan 2

9 orang

2 Weu Raya a. Imam 1

b. Cerdik Pandai 1

c. Kepala Desa 1

d. Sekretaris Desa 1

e. Ketua PKK 1

f. Tokoh Pemuda 1

g. Kepala Lingkungan 2

8 orang

3 Lamkruet a. Imam 1

b. Cerdik Pandai 1

c. Kepala Desa 1

d. Sekretaris Desa 1

e. Ketua PKK 1

f. Tokoh Pemuda 2

g. Kepala Lingkungan 2

9 orang

4 Lampaya a. Imam 1

b. Cerdik Pandai 1

c. Kepala Desa 1

d. Sekretaris Desa 1

e. Ketua PKK 1

f. Tokoh Pemuda 2

g. Kepala Lingkungan 2

9 orang


(57)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder.

3.4.1. Data Primeir

Data primer merupakan data yang bersumber dari responden yang dikumpukan dengan melakukan wawancara secara langsung dengan menggunakan pedoman wawancara (kuesioner) tentang pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap) dan faktor pendukung (ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dan kemudahan mengakses) terhadap partisipasi tokoh masyarakat dalam mengurangi risiko bencana alam gempa bumi di Desa Lhoknga Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar tahun 2010.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang bersumber dari organisasi/ instansi terkait. Data sekunder diperlukan untuk melengkapi data primer yang dianggap perlu untuk penelitian ini. Data diperoleh melalui laporan atau catatan pada instansi terkait seperti Kantor Camat Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar, yaitu tentang gambaran umum Kecamatan Lhoknga serta data yang menyangkut dengan penanggulangan bencana alam gempa bumi dan data-data pendukung lainnya yang dibutuhkan dalam pembahasan penelitian ini.


(58)

Sebelum dilakukan pengumpulan data primer, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap kuesioner yang akan dipergunakan, agar layak digunakan sebagai alat pengumpulan data primer, yaitu untuk mengetahui atau mengukur sejauh mana kuesioner dapat dijadikan sebagai alat ukur terhadap kuesioner yang mewakili variabel terikat dan variabel bebas pada suatu penelitian.Kelayakan menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji dilakukan kepada 30 responden di Desa Lampuuk Kecamatan Lhoknga, karena wilayah ini hampir serupa dengan lokasi penelitian. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment Corelation Coeficient (r), dengan ketentuan nilai koefisien korelasi >0,3 (valid) dan nilai alpha Cronbach > 0,6 (reliabel).

Setelah dilakukan ujicoba kuesioner diketahui bahwa item-item pertanyaan pada variabel pengetahuan, sikap, ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemudahan mengakses dan partisipasi tokoh masyarakat, hasilnya valid dan reliabel untuk digunakan pada penelitian ini, hasil perhitungan (lampiran 2) dengan hasil berikut :

Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan a. Variabel Pengetahuan

No. Soal Rhitung Rtabel Keterangan

1 0.520 0.361 Valid

2 0.782 0.361 Valid

3 0.738 0.361 Valid

4 0.825 0.361 Valid

5 0.804 0.361 Valid


(59)

Berdasarkan Tabel 3.2. diatas dapat dilihat bahwa seluruh variabel pengetahuan sebanyak 5 soal mempunyai nilai r-hitung >0,361 (r-tabel) dengan nilai Cronbach Alpha 0.884, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel pengetahuan valid dan reliabel.

b. Variabel Sikap

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas Variabel Sikap

No. Soal Rhitung Rtabel Keterangan

1 0.575 0.361 Valid

2 0.741 0.361 Valid

3 0.694 0.361 Valid

4 0.772 0.361 Valid

5 0.796 0.361 Valid

Sumber : hasil penelitian, 2010

Berdasarkan Tabel 3.3. diatas dapat dilihat bahwa seluruh variabel sikap sebanyak 5 soal mempunyai nilai r-hitung >0,361 (r-tabel) dengan nilai Cronbach Alpha 0.874, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel sikap valid dan reliabel.

c. Variabel Sumber Daya Manusia

Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas Variabel Sumber Daya Manusia

No. Soal Rhitung Rtabel Keterangan

1 0.523 0.361 Valid

2 0.646 0.361 Valid

3 0.710 0.361 Valid

4 0.776 0.361 Valid

5 0.771 0.361 Valid

Sumber : hasil penelitian, 2010

Berdasarkan Tabel 3.4. diatas dapat dilihat bahwa seluruh variabel sumber daya manusia sebanyak 5 soal mempunyai nilai r-hitung >0,361 (r-tabel) dengan nilai


(60)

Cronbach Alpha 0.858, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel sumber daya manusia valid dan reliabel.

d. Variabel Sarana dan Prasarana

Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas Variabel Sarana dan Prasarana

No. Soal Rhitung Rtabel Keterangan

1 0.486 0.361 Valid

2 0.795 0.361 Valid

3 0.650 0.361 Valid

4 0.798 0.361 Valid

5 0.724 0.361 Valid

Sumber : hasil penelitian, 2010

Berdasarkan Tabel 3.5. diatas dapat dilihat bahwa seluruh variabel sarana dan prasarana sebanyak 5 soal mempunyai nilai r-hitung >0,361 (r-tabel) dengan nilai Cronbach Alpha 0.862, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel sarana dan prasarana valid dan reliabel.

e. Variabel Kemudahan Mengakses

Tabel 3.6. Hasil Uji Validitas Variabel Kemudahan Mengakses

No. Soal Rhitung Rtabel Keterangan

1 0.549 0.361 Valid

2 0.754 0.361 Valid

3 0.601 0.361 Valid

4 0.698 0.361 Valid

5 0.730 0.361 Valid

Sumber : hasil penelitian, 2010

Berdasarkan Tabel 3.6. diatas dapat dilihat bahwa seluruh variabel kemudahan mengakses sebanyak 5 soal mempunyai nilai r-hitung >0,361 (r-tabel) dengan nilai Cronbach Alpha 0.850, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel kemudahan mengakses valid dan reliabel.


(61)

f. Variabel Partisipasi Tokoh Masyarakat

Tabel 3.7. Hasil Uji Validitas Variabel Partisipasi Tokoh Masyarakat

No. Soal Rhitung Rtabel Keterangan

1 0.530 0.361 Valid

2 0.744 0.361 Valid

3 0.682 0.361 Valid

4 0.795 0.361 Valid

5 0.735 0.361 Valid

Berdasarkan Tabel 3.7. diatas dapat dilihat bahwa seluruh variabel partisipasi tokoh masyarakat sebanyak 5 soal mempunyai nilai r-hitung >0,361 (r-tabel) dengan nilai Cronbach Alpha 0.863, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel partisipasi tokoh masyarakat valid dan reliabel.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Risiko Bencana alam gempa bumi adalah suatu keadaan mengakibatkan terjadinya kerusakan dan dapat merugikan masyarakan pada umumnya yang disebabkan oleh alam dan ulah manusia sendiri.

3.5.2. Tokoh masyarakat adalah orang yang lebih tinggi derajatnya dan bertanggung jawab dalam struktur organisasi kecamatan, desa, dan merupakan sesepuh bagi masyarakat dalam mengambil suatu keputusan.

3.5.3. Pengetahuan adalah pemahaman tokoh masyarakat didalam menerima imformasi tentang mengurangi risiko bencana alam gempa bumi yang dapat membantu masyarakat pada umumnya saat terjadi bencana alam gempa bumi. 3.5.4. Sikap adalah reaksi tokoh masyarakat didalam melakukan penerapan sosialisasi

tentang langkah –langkah yang dihadapi pada saat terjadinya bencana alam gempa bumi


(1)

Crosstabs

Pengetahuan * Partisipasi Tokoh Masyarakat

Pengetahuan * Partisipasi Tokoh Masyarakat Crosstabulation

0 3 0 3

.4 1.9 .7 3.0

.0% 13.6% .0% 8.6% .0% 8.6% .0% 8.6%

5 10 1 16

2.3 10.1 3.7 16.0 100.0% 45.5% 12.5% 45.7% 14.3% 28.6% 2.9% 45.7%

0 9 6 15

2.1 9.4 3.4 15.0 .0% 40.9% 75.0% 42.9% .0% 25.7% 17.1% 42.9%

0 0 1 1

.1 .6 .2 1.0

.0% .0% 12.5% 2.9% .0% .0% 2.9% 2.9%

5 22 8 35

5.0 22.0 8.0 35.0 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 14.3% 62.9% 22.9% 100.0% Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total

Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total

Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total

Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total

Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total

Tidak Tahu

Kurang Tahu

Tahu

Sangat Tahu Pengetahuan

Total

Tidak baik Kurang Baik Baik Partisipasi Tokoh Masyarakat

Total

Chi-Square Tests

14.393a 6 .026

16.736 6 .010

7.523 1 .006

35 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

10 cells (83.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .14.

a.


(2)

Sikap * Partisipasi Tokoh Masyarakat

Crosstab

2 2 0 4

.6 2.5 .9 4.0

40.0% 9.1% .0% 11.4%

5.7% 5.7% .0% 11.4%

1 1 0 2

.3 1.3 .5 2.0

20.0% 4.5% .0% 5.7%

2.9% 2.9% .0% 5.7%

2 11 1 14

2.0 8.8 3.2 14.0

40.0% 50.0% 12.5% 40.0%

5.7% 31.4% 2.9% 40.0%

0 8 6 14

2.0 8.8 3.2 14.0

.0% 36.4% 75.0% 40.0%

.0% 22.9% 17.1% 40.0%

0 0 1 1

.1 .6 .2 1.0

.0% .0% 12.5% 2.9%

.0% .0% 2.9% 2.9%

5 22 8 35

5.0 22.0 8.0 35.0

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

14.3% 62.9% 22.9% 100.0%

Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Kurang Setuju

Setuju

Sangat Setuju Sikap

Total

Tidak baik Kurang Baik Baik

Partisipasi Tokoh Masyarakat

Total

Chi-Square Tests

16.847a 8 .032

Pearson Chi-Square

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)


(3)

Sumber Daya Manusia * Partisipasi Tokoh Masyarakat

Crosstab

2 1 0 3

.4 1.9 .7 3.0

40.0% 4.5% .0% 8.6% 5.7% 2.9% .0% 8.6%

1 12 2 15

2.1 9.4 3.4 15.0 20.0% 54.5% 25.0% 42.9% 2.9% 34.3% 5.7% 42.9%

2 9 5 16

2.3 10.1 3.7 16.0 40.0% 40.9% 62.5% 45.7% 5.7% 25.7% 14.3% 45.7%

0 0 1 1

.1 .6 .2 1.0

.0% .0% 12.5% 2.9% .0% .0% 2.9% 2.9%

5 22 8 35

5.0 22.0 8.0 35.0 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 14.3% 62.9% 22.9% 100.0% Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total

Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total

Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total

Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total

Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total

Tidak Mendukung

Kurang Mendukung

Mendukung

Sangat Mendukung Sumber Daya

Manusia

Total

Tidak baik Kurang Baik Baik Partisipasi Tokoh Masyarakat

Total

Chi-Square Tests

12.785a 6 .047

10.547 6 .103

5.257 1 .022

35 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

10 cells (83.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .14.


(4)

Sarana dan Prasarana * Partisipasi Tokoh Masyarakat

Crosstab

4 1 0 5

.7 3.1 1.1 5.0

80.0% 4.5% .0% 14.3%

11.4% 2.9% .0% 14.3%

0 3 1 4

.6 2.5 .9 4.0

.0% 13.6% 12.5% 11.4%

.0% 8.6% 2.9% 11.4%

1 12 0 13

1.9 8.2 3.0 13.0

20.0% 54.5% .0% 37.1%

2.9% 34.3% .0% 37.1%

0 6 4 10

1.4 6.3 2.3 10.0

.0% 27.3% 50.0% 28.6%

.0% 17.1% 11.4% 28.6%

0 0 3 3

.4 1.9 .7 3.0

.0% .0% 37.5% 8.6%

.0% .0% 8.6% 8.6%

5 22 8 35

5.0 22.0 8.0 35.0

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

14.3% 62.9% 22.9% 100.0%

Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total Sangat Tidak Mendukun

Tidak Mendukung

Kurang Mendukung

Mendukung

Sangat Mendukung Sarana dan

Prasarana

Total

Tidak baik Kurang Baik Baik Partisipasi Tokoh Masyarakat

Total

Chi-Square Tests

36.405a 8 .000

33.489 8 .000

Pearson Chi-Square Likelihood Ratio

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)


(5)

Kemudahan Mengakses * Partisipasi Tokoh Masyarakat

Crosstab

0 3 0 3

.4 1.9 .7 3.0

.0% 13.6% .0% 8.6% .0% 8.6% .0% 8.6%

5 9 1 15

2.1 9.4 3.4 15.0 100.0% 40.9% 12.5% 42.9% 14.3% 25.7% 2.9% 42.9%

0 10 3 13

1.9 8.2 3.0 13.0 .0% 45.5% 37.5% 37.1% .0% 28.6% 8.6% 37.1%

0 0 4 4

.6 2.5 .9 4.0

.0% .0% 50.0% 11.4% .0% .0% 11.4% 11.4%

5 22 8 35

5.0 22.0 8.0 35.0 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 14.3% 62.9% 22.9% 100.0% Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total

Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total

Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total

Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total

Count

Expected Count % within Partisipasi Tokoh Masyarakat % of Total

Sulit

Agak Mudah

Mudah

Sangat Mudah Kemudahan

Mengakses

Total

Tidak baik Kurang Baik Baik Partisipasi Tokoh Masyarakat

Total

Chi-Square Tests

23.089a 6 .001

23.861 6 .001

10.493 1 .001

35 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

10 cells (83.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .43.


(6)

Regression

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .909a .825 .795 1.767

a. Predictors: (Constant), Kemudahan Mengakses, Pengetahuan, Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana, Sikap

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 428.167 5 85.633 27.417 .000a

Residual 90.576 29 3.123

1

Total 518.743 34

a. Predictors: (Constant), Kemudahan Mengakses, Pengetahuan, Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana, Sikap

b. Dependent Variable: Partisipasi Tokoh Masyarakat

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 6.254 2.519 2.483 .019

Pengetahuan .497 .145 .319 3.432 .002

Sikap .254 .117 .241 2.172 .038

Sumber Daya Manusia .266 .129 .182 2.056 .049

Sarana dan Prasarana .256 .107 .264 2.391 .024

1