Perencanaan Bangunan Komposit Baja-Beton Bertingkat Tahan Gempa Sesuai Peta Gempa 2010

(1)

PERENCANAAN

BANGUNAN KOMPOSIT BAJA-BETON BERTINGKAT

TAHAN GEMPA SESUAI PETA GEMPA 2010

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

NASRUL AMIN 06 0404 072

SUBJURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Perkembangan teknologi saat ini juga berimbas pada dunia konstruksi yang juga mengalami kemajuan yang cukup drastis terutama di bidang desain. Kayu dan beton yang selama ini digunakan penuh dalam setiap pembangunan gedung kini sudah mulai beralih menggunakan material baja. Karena diharapkan dengan menggunakan material baja ini dapat mengurangi terciptanya sampah-sampah konstruksi yang selama ini masih menjadi masalah bagi lingkungan. sebagai hasilnya terciptalah berbagai metode dalam desain struktur salah satunya sistem struktur komposit yang terdiri dari gabungan baja dan beton. Dengan adanya sistem ini bangunan tingkat tinggi bukan lagi menjadi sesuatu yang tabu pada dunia konstruksi saat ini, tetapi sudah menjamur di setiap kota di setiap negara di dunia disamping proses pengerjaannya ramah terhadap lingkungan juga proses pengerjaannya lebih cepat dari konstruksi beton biasa.

Pada tugas akhir ini direncanakan bangunan komposit tahan gempa yang mengacu pada peta gempa 2010. Bangunan terdiri dari 10 lantai dimana dimensi bangunan 24 x 24 m2, bangunan direncanakan berada di kota Medan dengan kondisi tanah lunak. Perhitungan analisa struktur dilakukan dengan program ETABS v 9.5.0, sedangkan untuk desain elemen struktur dilakukan secara manual dengan metode LRFD mengacu pada SNI 03-1729-2002. Desain struktur direncanakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMMK)dan tetap menggunakan konsep Strong Coloum Weak Beam (SCWB).

Dari hasil desain yang dilakukan didapatkan bahwa bangunan yang direncanakan telah memenuhi kriteria tahan gempa sesuai ASCE 7-05 dan juga telah memenuhi syarat SRPMK dan SCWB sesuai standard SNI 03-1729-2002.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahnat dan hidayah, serta innayah-Nya hingga terselesaikannya tugas akhir ini dengan judul “Perencanaan Bangunan Komposit Baja-Beton Bertingkat Tahan Gempa Sesuai Peta Gempa 2010”.

Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Penulis menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Untuk penyempurnaannya, saran dan kritik dari bapak dan ibu dosen serta rekan mahasiswa sangatlah penulis harapkan.

Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang senantiasa penulis cintai yang dalam keadaan sulit telah memperjuangkan hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan. Selaku dosen pembimbing dan juga selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini


(4)

3. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT ; Bapak Ir. Sanci Barus, MT dan Bapak Muhammmad Agung Putra Hardana, ST, MT selaku pembanding yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang luar biasa kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak/Ibu staf pengajar jurusan teknik sipil Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam penyelesaian administrasi

6. Kedua orang tua penulis Bapak Ali Sabda dan Ibu Gusbaini tersayang yang selalu mendo’akan dan terus memperjuangkan penulis untuk bisa menyelesaikan tugas akhir ini, juga abang penulis Ali Saputra yang telah memnbantu penulis untuk tetap bisa melanjutkan perkuliahan serta adik-adik penulis Tika dan Tina (si kembar) yang memberi motivasi kepada penulis.

7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi jurusan teknik sipil terutama untuk teman-teman stambuk 2006 diantaranya (MUSTEKER yaitu zainal, hery/si men, ulil, husni, dicky, fadhly S, Aidil, adri, haikal, fadli M, ichram, hadi, sa’i, royhan, septian, wahyudi, khoir, kang maman, syawal, septian), didik, tami, yusuf, rivan, muhajir, subroto, hotmaster, sami, eka, sintong, tosek, agung, ade, budi dan diana, ricky, nasib, untung, alex, roby (alumni), sinar, alfi, yosef, afdol, joki, serta stambuk 2006 lain yang tak tersebutkan penulis minta maaf kalian


(5)

8. Anak-anak kos 32 yaitu darly, deni, yogi, anjas, mardi, rangga, restu, bg irul (togap), bg hariadi, bg kurniawan juga ibu dan bapak kos yaitu bu’ neng dan pak manan beserta keluarga (siti, ade, iqbal dan agung) yang memberikan warna berbeda dalam hidup ini.

Akhir kata penulis mengharapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2011

Nasrul Amin 06 0404 072


(6)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... xi

Daftar Notasi... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah ... 1

I.2. Pembatasan Masalah ... 4

I.3. Maksud dan Tujuan ... 5

I.4. Metodologi Pembahasan ... 6

I.5. Sistematika Permasalahan ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

II.1. Umum ... 10

II.2. Struktur Komposit ... 12

II.2.1. Balok Komposit ... 13

II.2.1.1. Lebar Efektif Pelat Beton... 15


(7)

II.3. Struktur Tahan Gempa ... 25

II.3.1. Desain Struktur Tahan Gempa ... 27

II.3.1.1. Kategori Hunian dan Faktor Keutamaan ... 27

II.3.1.2. Klasifikasi Site... 28

II.3.1.3. Peta Percepatan Respon Spectral ... 28

II.3.1.4. Spectral Response Coefficient... 30

II.3.1.5. Kategori Desain Gempa ... 32

II.3.1.6. Penentuan Koefisien R, Cd, dan • ... 33

II.3.1.7. Prosedur Pengerjaan yang Dipergunakan ... 33

II.3.1.8. Desain Base Shear ... 34

II.3.1.9. Periode Struktur Dasar... 35

II.3.1.10. Distribusi Gaya Vertikal ... 36

II.3.1.11. Distribusi Gaya Horizontal... 37

II.4. SRPMK dan SCWB ... 37

II.4.1. Sambungan Balok Kolom ... 39

II.4.1.1. Batasan-Batasan Terhadap Balok Kolom ... 40

II.4.1.2. Perbandingan Momen Kolom Terhadap Momen Balok ... 40

II.4.2. Jenis-Jenis Kombinasi Sambungan... 42

II.4.2.1. Sambungan Sederhana (Simple Connections)... 42

II.4.2.2. Sambungan Momen (Moment Connections)... 42

BAB III PEMBEBANAN DAN ANALISA STRUKTUR ... 46

III.1. Pendahuluan ... 46


(8)

III.1.2. Asumsi Perencanaan ... 48

III.1.3. Building Code... 49

III.1.4. Pembebanan ... 50

III.1.5. Kombinasi Pembebanan ... 52

III.1.6. Prosedur Perencanaan ... 52

III.2. Perhitungan Pembebanan ... 53

III.2.1. Struktur Sekunder ... 53

III.2.1.1. Perencanaan Tangga ... 54

III.2.1.2. Perencanaan Struktur Lantai ... 74

III.2.1.3. Perencanaan Balok Anak ... 80

III.2.1.4. Perencanaan Sambungan Balok Anak dan Balok Induk ... 91

III.2.1.5. Perencanaan Balok Lift ... 94

III.2.2. Analisa Beban Gempa... 111

III.2.2.1. Perhitungan Berat Struktur... 112

III.2.2.2. Analisa Statis Ekivalen ... 115

III.2.2.3. Pusat Massa ... 115

III.2.2.4. Arah Pembebanan Gempa... 116


(9)

III.2.2.11. Penentuan koefisien R, Cddan • ... 120

III.2.2.12. Penentuan Waktu Getar Alami Fundamental... 120

III.2.2.13. Koefisien Gempa Dasar ... 121

III.2.2.14. Gaya Geser Dasar Total Gempa ... 121

III.2.2.15. Distribusi Gaya Gempa Vertikal ... 122

III.2.2.16. Distribusi Gaya Gempa Horizontal ... 122

III.2.2.17. Permodelan Struktur Dengan ETABS ... 123

III.2.2.18. Kontrol Drift... 125

BAB IV APLIKASI DAN DESAIN STRUKTUR ... 128

IV.1. Pendahuluan... 128

IV.2. Desain SRPMK dan SCWB... 128

IV.3. Desain Struktur Utama ... 130

IV.3.1. Perencanaan Balok Induk... 131

IV.3.1.1. Sebelum Komposit... 131

IV.3.1.2. Sesudah Komposit ... 135

IV.3.2. Perencanaan Kolom Komposit ... 143

IV.3.3. Perencanaan Sambungan ... 151

IV.3.3.1. Sambungan Balok Induk Interior dan Kolom ... 151

IV.3.3.2. Sambungan Kolom dan Kolom ... 162

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 167

V.1. Kesimpulan ... 167

V.2. Saran... 168 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel.II.1 : Klasifikasi site ... 28

Tabel.II.2 : Koefisien periode pendek (Fa)... 31

Tabel.II.3 : Koefisien periode 1 detik (Fv)... 31

Tabel.II.4 : Kategori gempa berdasarkan parameter percepatan respon periode pendek... 32

Tabel.II.5 : Kategori gempa berdasarkan parameter percepatan respon periode 1 detik ... 33

Tabel.II.6 : Nilai parameter periode pendekatan Ct dan x... 35

Tabel.II.7 : Koefisien untuk batasan atas pada periode yang dihitung ... 36

Tabel.II.8 : Nila perbandingan lebar terhadap tebal pelat untuk elemen tekan ... 40

Tabel.III.1 : Data perencanaan struktur ... 47

Tabel.III.2 : Data penampang komponen struktur bangunan ... 111

Tabel.III.3 : Perhitungan berat lantai atap ... 112

Tabel.III.4 : Perhitungan berat lantai 8 dan 9 ... 112

Tabel.III.5 : Perhitungan berat lantai 5 dan 7 ... 113

Tabel.III.6 : Perhitungan berat lantai 2 dan 4 ... 113


(11)

Tabel.III.12 : Kategori desain gempa berdasarkan Parameter Respon Periode

1 detk (ASCE 7-05)... 119

Tabel.III.13 : Distribusi gaya gempa vertical (Fx) dan horizontal (Vx) pada arah x dan y ... 122

Tabel.III.14 : Kontrol drift limit pada gempa arah x... 126

Tabel.III.15 : Kontrol drift limit pada gempa arah y... 127


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar.I.1 : Hubungan tegangan-regangan pada beton dan baja ... 2

Gambar I.2 : Peta gempa Indonesia 2010 ... 3

Gambar I.3 : Denah dan potongan bangunan... 4

Gambar.II.1 : Pemasangan shear connector pada balok komposit ... 11

Gambar.II.2 : Model shear connector pada balok komposit ... 11

Gambar.II.3 : Tipe balok komposit yang diberi bondek ... 13

Gambar.II.4 : Penampang balok komposit ... 15

Gambar.II.5 : Disribusi tegangan elastic pada balok ... 16

Gambar.II.6 : Disribusi tegangan plastis pada balok ... 18

Gambar.II.7 : Tipe-tipe shear connector ... 19

Gambar II.8 : Penampang kolom komposit dari profil baja IWF, persegi dan O yang dibungkus beton... 21

Gambar II.9 : Profil baja King Cross ... 21

Gambar II.10 : Perbandingan defleksi antar balok komposit & nonkomposit.... 25

Gambar II.11 : Peta percepatan gempa maksimum Indonesia dalam PPTI-UG 1983... 29 Gambar II.12 : Peta percepatan gempa maksimum Indonesia dalam SNI


(13)

03-Gambar II.17 : Sambungan momen pelat ujung... 45

Gambar.III.1 : Denah Bangunan... 47

Gambar.III.2 : Permodelan struktur 3D ... 48

Gambar.III.3 : Denah tangga ... 55

Gambar.III.4 : Potongan A-A tangga ... 55

Gambar.III.5 : Tampak anak tangga ... 56

Gambar.III.6 : Tampak melintang anak tangga ... 58

Gambar.III.7 : Sketsa pembebanan anak tangga... 58

Gambar.III.8 : Sketsa pembebanan balok utama tangga ... 62

Gambar.III.9 : Sketsa momen pada balok tangga ... 66

Gambar.III.10 : Sketsa profil canal 260.90.10.14... 67

Gambar.III.11 : Sketsa pembebanan balok penumpu bordes ... 69

Gambar.III.12 : Sambungan balok bordes dengan balok penumpu bordes ... 73

Gambar.III.13 : Sambungan balok tangga dengan balok tumpuan tangga ... 73

Gambar.III.14 : Potongan pelat lantai atap... 76

Gambar.III.15 : Potongan pelat lantai 1 sampai 10 ... 78

Gambar.III.16 : Potongan pelat lantai mesin lift ... 80

Gambar.III.17 : Bidang M,D dan N pada balok sebelum komposit ... 82

Gambar.III.18 : Potongan balok anak ... 87

Gambar.III.19 : Detail sambungan balok anak dengan balok induk ... 93

Gambar.III.20 : Detail pelat siku pada gelagar... 95

Gambar.III.21 : Denah lift ... 96

Gambar.III.22: Sketsa mekanika perhitungan balok penggantung lift ... 98


(14)

Gambar.III.24 : Sketsa pembebanan ... 105

Gambar.III.25 : Distribusi tegangan plastis pada balok penumpu lift ... 108

Gambar.III.26 : Grafik Respon Spektrum Rencana... 119

Gambar.IV.1 : Lokasi contoh perhitungan Strong Column Weak Beam... 129

Gambar.IV.2 : Distribusi tegangan elastis positif ... 136

Gambar.IV.3 : Distribusi tegangan plastis positif... 138

Gambar.IV.4 : Distribusi tegangan plastis negatif ... 139

Gambar IV.5 : Lokasi kolom yang didesain ... 143

Gambar IV.6 : Sketsa penampang kolom komposit... 144

Gambar IV.7 : Pemodelan letak kolom (interior) lantai 1-4... 147

Gambar IV.8 : Lokasi titik sambungan balok dan kolom rencana... 151

Gambar IV.9 : Lokasi sendi plastis dan momen rencana pada sambungan ... 152

Gambar IV.10 : Detail sambungan momen pelat ujung dan model rencana gaya baut... 153

Gambar IV.11 : Rencana pelat pengaku... 156

Gambar IV.12 : Pola garis leleh pada sayap kolom... 158

Gambar IV.13 : Detail sambungan balok dengan kolom ... 161

Gambar IV.14 : Lokasi titik sambungan kolom dengan kolom... 162


(15)

DAFTAR NOTASI

Ag = Luas penampang bruto kolom (mm2) As = luas penampang beton (mm2)

Ar = Luas penampang tulangan longitudinal (mm2)

Asc = Luas penampang penghubung geser jenis paku (mm2)

c1,c2,c3 = Koefisien untuk perhitungan karakteristik material kolom komposit Cs = Koefisien respon gempa yang ditentukan sesuai dengan pasal 12.8.1.1 Cvx = Faktor distribusi vertikal

dz = Tinggi daerah panel diantara pelat terusan (mm)

E = Modulua elastisitas baja (MPa)

Ec = Modulus elastisitas beton (MPa)

Em = Modulus elastisitas untuk perhitungan kolom komposit (Mpa) Fa = Koefisien periode pendek

Fv = Koefisien periode 1.0 detik

Fi = Porsi geser dasar gempa (V) yang timbul di tingkat i

fcr = Tegangan tekan kritis (Mpa)

fL = Tegangan leleh dikurangi tegangan sisa, (Mpa)

fr = Tegangan sisa, (Mpa)

fy = Tegangan leleh penampang (Mpa)

fyc = Tegangan leleh penampang kolom (Mpa)

fym = tegangan leleh untuk perhitungan kolom komposit (Mpa)


(16)

G = Modulus geser baja

g = Percepatan gravitasi 9.81 m/det2.

hi / hx = Tinggi (ft atau m) dari dasar sampai Tingkat i atau x

h = Tinggi penampang I = Inersia profil

I = Faktor keutamaan hunian yang ditentukan sesui pasal 11.5-1 J = Momen inersia torsi

Kc = Faktor panjang tekuk

kc = Factor panjang efektif kolom

k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut: L = Panjang bentang

Lb = Panjang bentang antara 2 pengekang yang berdekatan Lk = Panjang tekuk

Lp = Batas panjang bentang untuk balok yang mampu menerima momen plastis

Lr = Panjang bentang minimum untuk balok yang kekuatannya mulai Mcr = Momen kritis terhadap tekuk torsi lateral

Mn = Momen lentur nominal penampang Mp = Momen plastis penampang


(17)

R = Faktor reduksi gempa r = Jari-jari kelengkungan rmin = Jari-jari girasi terkecil

rm = jari-jari girasi kolom komposit (mm)

ry = Jari-jari girasi terhadap sumbu y (sumbu lemah)

Ss = Nilai spektra percepatan untuk periode pendek 0.2 detik di batuan dasar (SB) mengacu pada peta gempa indonesia 2010

S1 = Nilai spektra percepatan untk periode 1.0 detik di batuan dasar (SB) mengacu pada peta gempa indonesia 2010

SDS = Respon spektra percepatan desain untuk perioda pendek. SD1 = Respon spektra percepatan desain untuk perioda 1.0 detik.

= Seksion modulus penampang

Te = Waktu getar alami efektif yang memperhitungkan kondisi inelastic tf = Tebal flens

tw = Tebal web

V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur V1 = Gaya gempa static ekivalen

Vn = Gaya geser nominal penampang Vp = Gaya geser plastis penampang Vu = Gaya geser perlu

W = Berat gempa efektif menurut pasal 12.7.2

wr = Lebar efektif gelombang pelat baja berprofil (mm) x1,x2 = Koefisien perhitungan momen tekuk torsi lateral Zx, Zy = Modulus plastis penampang


(18)

* pb

M = Jumlah momen-momen balok-balok pada pertemuan as balok dan as kolom

*

pc

M = Jumlah momen-momen kolom dibawah dan diatas sambungan pada pertemuan as balok dan as kolom

•T = Target perpindahan

•c = Parameter kelangsingan elemen tekan

•p = Batas kelangsingan untuk penampang kompak •r = Batas kelangsingan untuk penampang non kompak • = Koefisien/faktor tekuk

= Angka Poisson • = Tegangan normal

= Factor reduksi kekuatan

•• = Perputaran sendi plastis

•s = Perpindahan (story driff) akibat gempa

øc = Factor reduksi beban aksial tekan

µ = Konstanta yang tergantung pada peraturan perencanaan bangunan yang digunakan, misalnya untuk IBC-2009 dan ASCE 7-10 dengan


(19)

ABSTRAK

Perkembangan teknologi saat ini juga berimbas pada dunia konstruksi yang juga mengalami kemajuan yang cukup drastis terutama di bidang desain. Kayu dan beton yang selama ini digunakan penuh dalam setiap pembangunan gedung kini sudah mulai beralih menggunakan material baja. Karena diharapkan dengan menggunakan material baja ini dapat mengurangi terciptanya sampah-sampah konstruksi yang selama ini masih menjadi masalah bagi lingkungan. sebagai hasilnya terciptalah berbagai metode dalam desain struktur salah satunya sistem struktur komposit yang terdiri dari gabungan baja dan beton. Dengan adanya sistem ini bangunan tingkat tinggi bukan lagi menjadi sesuatu yang tabu pada dunia konstruksi saat ini, tetapi sudah menjamur di setiap kota di setiap negara di dunia disamping proses pengerjaannya ramah terhadap lingkungan juga proses pengerjaannya lebih cepat dari konstruksi beton biasa.

Pada tugas akhir ini direncanakan bangunan komposit tahan gempa yang mengacu pada peta gempa 2010. Bangunan terdiri dari 10 lantai dimana dimensi bangunan 24 x 24 m2, bangunan direncanakan berada di kota Medan dengan kondisi tanah lunak. Perhitungan analisa struktur dilakukan dengan program ETABS v 9.5.0, sedangkan untuk desain elemen struktur dilakukan secara manual dengan metode LRFD mengacu pada SNI 03-1729-2002. Desain struktur direncanakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMMK)dan tetap menggunakan konsep Strong Coloum Weak Beam (SCWB).

Dari hasil desain yang dilakukan didapatkan bahwa bangunan yang direncanakan telah memenuhi kriteria tahan gempa sesuai ASCE 7-05 dan juga telah memenuhi syarat SRPMK dan SCWB sesuai standard SNI 03-1729-2002.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Gempa bumi merupakan suatu fenomena alam yang tidak dapat dihindari, tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan berapa besarnya, serta akan menimbulkan kerugian baik harta maupun jiwa bagi daerah yang ditimpanya dalam waktu relatif singkat. Letak Indonesia yang merupakan pertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng Eurasia, menyebabkan hampir semua wilayah Indonesia mempunyai resiko gempa tektonik tinggi. Karena letaknya yang demikian, Indonesia seakan-akan berada di dalam lingkaran api yang terus membara.

Melihat perkembangan konstruksi gedung di Indonesia, perlu dicari suatu solusi yang mampu mengatasi resiko gempa yang besar di Indonesia, diantaranya penggunaan baja sebagai salah satu alternatif material bangunan yang dipilih di Indonesia. Disamping itu, juga perlu adanya perbaikan terhadap peraturan gempa Indonesia (SNI 03-1726-2002) termasuk pengkajian ulang terahadap Peta Zona Gempa yang digunakan untuk keperluan perancangan infrastruktur tahan gempa selama ini karena banyak sudah gempa terjadi dalam satu dekade terakhir sejak dikeluarkannya peraturan gempa Indonesia (SNI 03-1726-2002), seperti gempa Aceh,


(21)

bersifat daktail, dimana daktail adalah suatu sifat yang mempengaruhi mekanisme keruntuhan pada material baja ketika struktur baja telah berada pada kondisi inelastis (plastisnya). Ketika mekanisme ini terjadi, baja akan mengalami leleh sebelum runtuh yang akan memberikan waktu bagi para pengguna gedung untuk menyelamatkan diri, tidak seperti beton tanpa tulangan baja yang bersifat getas yang akan runtuh seketika pada saat gaya yang bekerja telah melampaui kemampuan ultimit beton.

Gambar 1.1. Hubungan tegangan-regangan pada beton dan baja (beban sentris)

Pada tugas akhir ini direncanakan bangunan menggunakan penampang komposit baja-beton, dimana penampang komposit merupakan penampang yang terdiri dari profil baja dan beton yang digabung bersama untuk memikul beban tekan dan lentur. Dan diharapkan dengan menggunakan penampang komposit ini baik dari segi kualitas dan efisiensi waktu pekerjaan akan lebih menguntungkan.

Keistimewaan yang nyata dari sitem komposit (Charles G.Salmon, 1991)


(22)

− Penampang balok baja yang digunakan lebih kecil − Kekakuan lantai meningkat

− Kapasitas menahan beban lebih besar

− Panjang bentang untuk batnag tertentu dapat lebih besar

Penampang komposit mempunyai kekakuan yang lebih besar dibandingkan dengan penampang lempeng beton dan gelagar baja yang bekerja sendiri-sendiri dan dengan demikian dapat menahan beban yang lebih besar atau beban yang sama dengan lenturan yang lebih kecil pada bentang yang lebih panjang. Apabila untuk mendapatkan aksi komposit bagian atas gelagar dibungkus dengan lempeng beton, maka akan didapat pengurangan pada tebal seluruh lantai, dan untuk bangunan-bangunan pencakar langit, keadaan ini memberikan penghematan yang cukup besar dalam volume, pekerjaan pemasangan kabel-kabel, pekerjaan saluran pendingin ruangan, dinding-dinding, pekerjaan saluran air, dan lain-lainnya. (Amon, Knobloch & Mazumder,1999).


(23)

dan perancangan infrastruktur tahan gempa termasuk pengganti peta gempa yang ada di Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Indonesia (SNI-03-1726-2002).

Dalam tugas akhir ini juga akan dibuat contoh perhitungan untuk bangunan 10 lantai dengan ketinggian setiap lantai 3,75 meter. dengan bantuan software ETABS v.9.5 secara 3 dimensi, dan selanjutnya gaya/beban gempa yang bekerja dihitung dengan metode statis ekivalen.

375 cm 375 cm 375 cm 375 cm 375 cm 375 cm 375 cm 375 cm 375 cm 425 cm

600 cm 600 cm 600 cm 600 cm 600 cm

600 cm

600 cm

600 cm

600 cm 600 cm 600 cm 600 cm

Gambar 1.3 Denah dan Potongan Bangunan

I.2. Pembatasan Masalah

Secara garis besar batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah :

1. Perencanaan ini tidak meninjau analisa biaya, manajemen konstuksi, maupun segi arsitektural;

2. Balok ditahan secara lateral oleh pelat lantai sehingga pengaruh lateral torsional buckling (LTB) balok tidak diperhitungkan.


(24)

a) Beban gempa dihitung dengan menggunakan analisa beban gempa statik ekuivalen (SNI 03-1726-2002).

b) Perhitungan mekanika struktur (kecuali struktur pelat lantai) untuk mendapatkan gaya-gaya dalam (bidang M, D dan N) menggunakan bantuan program ETABS v.9.5.

c) Permodelan struktur dilakukan secara 3 Dimensi (analisa gempa ditinjau pada dua arah).

d) Model desain yang digunakan adalah Sistem Rangka Pemikul Momen Khusu (SRPMK)

e) Simpangan antar tingkat (inter story drift) untuk keadaan layan batas (servicesability limit state),

I.3. Maksud Dan Tujuan

Tujuan dari penyusunan Tugas Akhir ini adalah :

1. Menentukan dimensi sruktur utama gedung (preliminari desain), baik penampang struktur primer maupun sekunder..

2. Memodelkan dan menganalisa struktur dengan menggunakan program bantu ETABS v.9.5.

3. Bisa merencanakan sambungan pada balok-kolom maupun kolom-kolom yang memenuhi kriteria perancangan struktur.


(25)

2. Diharapkan gedung yang direncanakan dengan metode SRPMK ini mampu menahan beban gempa yang dimungkinkan akan terjadi, dan memberikan rasa aman dan nyaman kepada penghuninya.

I.4. Metodologi Pembahasan

Adapun metodologi pembahasan dilakukan dengan metode study literatur yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku-buku, perpustakaan serta masukan dari dosen pembimbing. Analisa struktur dilakukan dengan bantuan program komputer untuk mempercepat perhitungan. Dalam hal ini program yang akan digunakan adalah ETABS v.9.5.

Untuk perencanaan hitungan gempa digunakan analisis beban statik ekivalen, dan sebelum perhitungan beban, ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu elemen-elemen pada struktur dipilih dengan cara coba-coba (trial and error), dengan mempertimbangkan kekuatan elemen dan simpangan antar tingkat yang terjadi kemudian dilakukan perhitungan berat bangunan pada setiap lantainya.

Untuk perencanaan/desain penampang digunakan metode LRFD (Load Resistance Factor Desain), dan dilakukan dalam beberapa tahap berikut ini:

1) Setelah dilakukan analisa struktur dengan menggunakan program ETABS v.9.5, maka didapat nilai momen dan gaya geser ultimit yang terjadi, dimana momen dan gaya geser ultimit tersebut diambil dari kombinasi yang paling menentukan.

2) Dengan hasil analisa ETABS, selanjutnya profil yang didesain diawal dilakukan pengecekan kembali dengan tahapan sebagai berikut:


(26)

Secara garis besar bisa diperhatiukan pada bagan/diagram alir di bawah ini:

Bagan/diagram alir metode penulisan tugas akhir:

Jika NOT OK

Mulai

Pemilihan Kriteria Design Pengumpulan dan pencarian data

Preliminary design

Beban gempa Statis

Analisa Struktur dengan ETABS ( 3 Dimensi )

Output gaya dalam akibat beban gravitasi dan gempa statis

Selesai

Beban gravitasi

Syarat-syarat OK

Menganalisis dan mendesain SRPMK berdasarkan peraturan SNI 03-1729-2002


(27)

I.5. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara garis besar isi setiap bab yang akan dibahas pada tugas akhir ini. Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi mengenai latar belakang dan perumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, dan sistematika pembahasan. Secara umum bab ini memberikan gambaran secara umum mengenai penyusunan tugas akhir ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi penjelasan dan gambaran umum dari material baja dan beton sebagai struktur komposit, konsep Sistem Struktur Pemikul Momen Khusus, konsep mekanisme keruntuhan dan plastisitas struktur portal gedung, serta konsep perencanaan sesuai peta gempa 2010.

BAB III PEMBEBANAN DAN ANALISA STRUKTUR

Bab ini berisi asumsi-asumsi, aturan-aturan yang dijadikan patokan serta tahapan/proses perhitungan dalam mendesain struktur komposit tahan gempa ini. Disamping itu bab ini juga berisi perhitungan beban-beban pada struktur termasuk beban mati, hidup dan gempa yang kemudian dilakukan pemodelan struktur bangunan dengan menggunakan bantuan program ETABS v.9.5, disamping itu juga


(28)

BAB IV APLIKASI DAN DESAIN STRUKTUR

Bab ini berisi tentang proses mendesain struktur utama termasuk balok komposit, kolom komposit dan rencana sambungan antar balok dan balok serta antara kolom dan kolom.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang dapat diambil dari seluruh kegiatan tugas akhir ini dengan menitikberatkan pada kinerja dan perilaku kedua sistem struktur bangunan tersebut.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. UMUM

Kemajuan teknologi sangat berpengaruh terhadap perkembangan konstruksi di Indonesia termasuk pemakaian baja menjadi bahan konstruksi. Baja menjadi sangat penting karena memiliki tingkat daktalitas (ductility) yang sangat tinggi, dimana ductility merupakan kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan maupun regangan sebelum terjadi kegagalan. (Charles G. Salmon, 1991)

Sebelumnya pada struktur komposit, kerangka baja yang menyangga konstruksi pelat beton bertulang pengaruh komposit dari pelat beton dan baja yang bekerja bersama-sama tidak diperhitungkan. Hal ini terjadi karena adanya asumsi pada saat mendesain bahwa pelat beton dan baja dalam menahan beban bekerja secara terpisah, dan ikatan antara pelat beton dan bagian atas balok baja dianggap tidak dapat diandalkan.

Namun dengan berkembangnya teknik pengelasan, pemakaian alat penyambung geser (shear connector) mekanis menjadi praktis untuk menahan gaya geser horizontal yang timbul ketika batang terlentur. (Charles G. Salmon, 1991)

Karena struktur komposit melibatkan dua macam material yang berbeda, maka perhitungan kapasitasnya tidak sesederhana bila struktur bukan komposit. Karakteristik dan dimensi kedua bahan akan menentukan bagaimana pemilihan jenis profil dan pelat beton yang akan dikomposisikan dan kinerja struktur tersebut.


(30)

Gambar 2.1 Pemasangan shear connector pada balok komposit

Sistem struktur komposit sendiri terbentuk akibat interaksi antara komponen struktur baja dan beton yang karakteristik dasar masing-masing bahan dimanfaatkan secara optimal. Karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur baja adalah kekuatan tinggi, modulus elastisitas tinggi, serta daktalitas tinggi. Sedangkan karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur beton adalah ketahanan yang baik terhadap api, mudah dibentuk, dan murah. (Dong Keon Kim, 2005).


(31)

Gambar 2.2 Model shear connector pada balok komposit

Struktur komposit dalam aplikasinya dapat merupakan elemen dari bangunan, baik sebagai balok, kolom, dan pelat. Struktur balok komposit terdiri dari dua tipe yaitu balok komposit dengan penghubung geser dan balok komposit yang diselubungi beton. Kolom komposit dapat merupakan tabung atau pipa baja yang dicor beton atau baja profil yang diselimuti beton dengan tulangan longitudinal dan diikat dengan tulangan lateral. Pada struktur pelat komposit digunakan pelat beton yang bagian bawahnya diperkuat dengan dek baja bergelombang. (Ida Bagus Rai Widiarsa & Putu Deskarta, 2007).

II.2. STRUKTUR KOMPOSIT

Batang komposit adalah batang yang terdiri dari profil baja dan beton yang digabung bersama untuk memikul beban tekan dan atau lentur. Batang yang memikul lentur umumnya disebut dengan balok komposit. Sedangkan batang yang memikul beban tekan umumnya disebut dengan kolom komposit.


(32)

baja-penuh ini sendiri mempunyai beberapa tipe, diantaranya balok komposit dengan pelat beton yang dicor tempat (solid in situ), balok komposit yang menggunakan precast reinforced concrete planks yang bagian atasnya kemudian dicor tempat, balok komposit yang penghubung gesernya diberi perkuatan, serta balok komposit yang diberi bondek (gambar 2.3 )

Gambar 2.3 Tipe balok komposit yang diberi bondek

Keuntungan yang didapatkan dengan menggunakan balok komposit yaitu penghematan berat baja, penampang balok baja dapat lebih rendah, kekakuan lantai meningkat, panjang bentang untuk batang tertentu dapat lebih besar, kapasitas pemikul beban meningkat. Penghematan berat baja sebesar 20 % sampai 30 %


(33)

penghematan bahan bangunan yang lain seperti dinding luar dan tangga (Salmon & Johnson, 1991)

III.2.1.Balok Komposit

Balok adalah salah satu diantara elemen-elemen struktur yang paling banyak dijumpai pada setiap struktur. Balok adalah elemen struktur yang memikul beban yang bekerja tegak lurus dengan sumbu longitudinalnya. Hal ini akan menyebabkan balok melentur (Spiegel & Limbrunner,1998).

Sebuah balok komposit (composite beam) adalah sebuah balok yang kekuatannya bergantung pada interaksi mekanis diantara dua atau lebih bahan (Bowles,1980). Beberapa jenis balok komposit antara lain :

a) Balok komposit penuh

Untuk balok komposit penuh, penghubung geser harus disediakan dalam jumlah yang memadai sehingga balok mampu mencapai kuat lentur maksimumnya. Pada penentuan distribusi tegangan elastis, slip antara baja dan beton dianggap tidak terjadi (SNI 03-1729-2002 Ps.12.2.6).

b) Balok komposit parsial

Pada balok komposit parsial, kekuatan balok dalam memikul lentur dibatasi oleh kekuatan penghubung geser. Perhitungan elastis untuk balok seperti ini, seperti pada penentuan defleksi atau tegangan akibat beban layan, harus mempertimbangkan pengaruh adanya slip antara baja dan beton (SNI 03-1729-2002 Ps. 12.2.7).


(34)

Walaupun tidak diberi angker, balok baja yang diberi selubung beton di semua permukaannya dianggap bekerja secara komposit dengan beton, selama hal-hal berikut terpenuhi (SNI 03-1729-2002 Ps.12.2.8)

− Tebal minimum selubung beton yang menyelimuti baja tidak kuang daripada 50 mm, kecuali yang disebutkan pada butir ke-2 di bawah.

− Posisi tepi atas balok baja tidak boleh kurang daripada 40 mm di bawah sisi atas pelat beton dan 50 mm di atas sisi bawah plat.

− Selubung beton harus diberi kawat jaring atau baja tulangan dengan jumlah yang memadai untuk menghindari terlepasnya bagian selubung tersebut pada saat balok memikul beban.

Gambar 2.4 Penampang balok komposit

III.2.1.1. Lebar efektif pelat beton


(35)

b eff

b tr

GN baja

tb H

H/2

?

yb ya

GN komposit

Ea Eaea

M ec

es

Xe

ec = (es/n)

Es x es

+ ≤ o

E b

b (jarak dari pusat balok ke pinggir slab) Dimana : L = bentang balok

bo = bentang antar balok

III.2.1.2. Kekuatan balok komposit dengan Penghubung geser

Kuat lentur positif rencana ditentukan sebagai berikut (LRFD Pasal 12.4,2,1) :

y

w f

t

h 1680

≤ , dengan

− øb = 0,85 dan Mndihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis pada penampang komposit

− øb = 0,9 dan Mn dihitung berdasarkan superposisi tegangan-tegangan elastis yang memperhitungkan pengaruh tumpuan sementara plastis pada penampang komposit.

Kuat lentur negatif rencana øb . Mn harus dihitung untuk penampang baja saja, dengan mengikuti ketentuan-ketentuan pada butir 8 (LRFD Pasal 12.4.2.2)

III.2.1.3. Menghitung Momen Nominal


(36)

− Menghitung nilai transformasi beton ke baja

(MPa)……….untuk beton normal Dimana : Es = 200000 MPa

c s

E E n= ;

n b

btr

=

eff dan Atr =

(

btr xts

)

− Menentukan letak garis netral penampang transformasi :

(

tr s

)

s tr A A d ts A ts A GNE +           + + = 2 . 2 .

− Menghitung momen inersia penampang transformasi

( )

3 2 2

2 2 12 .           + + + +       +

= b ts A GNE ts Ix A d ts hr GNE

It s

tr tf

− Mengitung modulus penampang transformasi

yt I S dan yc I S GNE hr ts d yt GNE yc tr t tr tr c

tr = =

− + + = = . .

− Menghitung momen ultimit

Kapasitas momen positif penampang balok komposit penuh digunakan dari nilai yang terkecil dari :


(37)

b eff

b tr

0.85 fc'

GN baja

GN pelat tb d c T Cc a

fy fy fy

d1

d/2

tb

Cs

T' d2"d2'

0.85 fc' 0.003

GN komposit

Pelat memadai Pelat tidak memadai Regangan batas

Perhitungan Mnberdasar distribusi tegangan plastis :

Gambar 2.6 Distribusi tegangan plastis (sumber: Charles G. Salmon, 1996)

Menghitung momen nominal (Mn) positif :

− Gaya tekan (C) pada beton : C = 0,85. f’c.tp.beff Gaya tarik (T) pada baja : T = As.fy

*Dari hasil diatas dipilih nilai terkecil − Menentukan tinggi balok tekan effektif :

eff b c f fy As a . ' . 85 , 0 . =

− Kekuatan momen nominal : Mn= C..d1atau T.d1

Kuat nominal dalam bentuk gaya baja : 

     + = 2 2

.fy d ts a As

Mn

Menghitung momen nominal (Mn) negatif :

− Menentukan lokasi gaya tarik pada balok baja

T = n.Ar.fy dan Pyc = As.fy Gaya pada sayap ; Pf =bf.tf.fy

Gaya pada badan ; Pw= Pyc−T −Pf

2 ; w y

w w f t P a . = − Menghitung jarak ke centroid


(38)

(

)

(

(

)

)

2

. 5 , 0 .

5 , 0 .

3 2 1

d d

Pw Pf

a tf

Pw tf

Pf d

c tb hr d

web

=

+ + +

=

− + =

− Menghitung momen ultimit ;

Mn = T (d1+ d2) + Pyc (d3+ d2)

III.2.1.4. Penghubung Geser( Shear Connector )

Gaya geser yang terjadi antara pelat beton dan profil baja harus dipikul oleh sejumlah penghubung geser, sehingga tidak terjadi slip pada saat masa layan. Idealnya alat penghubung geser harus cukup kaku untuk menghasilkan interaksi penuh, namun hal ini akan memerlukan pengaku yang sangat tergar.Adapun jenis-jenis alat penghubung geser yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :

- Alat penyambung stud (stud connector) berkepala dan berbentuk pancing. - Alat peyambung kanal (canal connector)

- Alat penyambung spiral (spiral connector)


(39)

Pada tugas akhir ini, alat penghubung geser yang digunakan berbentuk stud berkepala (stud connector). Kekuatan penghubung geser jenis paku (LRFD Pasal 12.6.3)

(

f cEc

)

rs A fu

A

Qn =0,5. sc. ' . . ≤ sc.

Dimana : rs untuk balok tegak lurus balok : 0,85. . 1≤1            = hr Hs hr wr Nr rs

rs untuk balok sejajar balok : 0,6. . 1≤1            = hr Hs hr wr rs

Dan untuk perhitungan jumlah penghubung geser (shear connector) yang

dibutuhkan digunakan persamaan : n Q

C n=

III.2.1.5. Kontrol Lendutan

Batasam lendutan atau deflection pada balok telah diatur dalam SNI 03-1729-2002. Lendutan diperhitungkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut :

- Lendutan yang besar dapat mengakibatkan rusaknya barang-barang atau alat-alat yang didukung oleh balok tersebut .

- Lendutan yang terlalu besar akan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi penghuni bangunan tersebut. Perhitungan lendutan pada balok berdasarkan beban kerja yang dipakai di dalam perhitungan struktur, bukan berdasarkan beban terfaktor. Besar lendutan dapat dihiutng dengan rumus : I E ql f . . 384 . 5 4

max = , untuk beban terbagi merata, dan

I E Pl f . . 48 4


(40)

III.2.2. Kolom Komposit

Kolom komposit didefinisikan sebagai “kolom baja yang dibuat dari potongan baja giling (rolled) built-up dan di cor di dalam beton struktural atau terbuat dari tabung atau pipa baja dan diisi dengan beton struktural (Salmon & Jonson, 1996). Menurut SNI 03-1729-2002 Ada dua tipe kolom komposit, yaitu :

− Kolom komposit yang terbuat dari profil baja yang diberi selubung beton di sekelilingnya (kolom baja berselubung beton).

− Kolom komposit terbuat dari penampang baja berongga (kolom baja berintikan beton).

a) b)

c) d)

Gambar 2.8 Penampang Kolom Komposit dari profil baja IWFdan Kingcross yang dibungkus beton, Persegi dan O yang diisi beton


(41)

Gambar 2.9 Profil Baja Kingcross

Pada kolom baja berselubung beton (gambar a dan b) penambahan beton dapat menunda terjadinya kegagalan lokal buckling pada profil baja serta berfungsi sebagai material penahan api, sementara itu material baja disini berfungsi sebagai penahan beban yang terjadi setelah beton gagal. Sedangkan untuk kolom baja berintikan beton (gambar c dan d) kehadiran material baja dapat meningkatkan kekuatan dari beton serta beton dapat menghalangi terjadinya lokal buckling pada baja.

Kolom komposit merupakan suatu solusi hemat untuk kasus dimana kapasitas beban tambahan yang diinginkan lebih besar dibandingkan dengan penggunaan kolom baja sendiri. Kolom komposit juga menjadi solusi yang efektif untuk berbagai permasalahan yang di ada pada desain praktis. Salah satunya, yaitu jika beban yang terjadi pada struktur kolom sangatlah besar, maka penambahan material beton pada struktur kolom dapat memikul beban yang terjadi, sehingga ukuran profil baja tidak perlu diperbesar lagi (Roberto Leon, Larry Griffis,2005).

Kriteria untuk kolom komposit bagi komponen struktur tekan (SNI 03-1729-2002 Ps.12.3.1) :


(42)

2. Selubung beton untuk penampang komposit yang berintikan baja harus diberi tulangan baja longitudinal dan tulangan pengekang lateral.

3. Tulangan baja longitudinal harus menerus pada lantai struktur portal, kecuali untuk tulangan longitudinal yang hanya berfungsi memberi kekangan pada beton.

4. Jarak antar pengikat lateral tidak boleh melebihi 2/3 dari dimensi terkecil penampang kolom komposit. Luas minimum penampang tulangan transpersal (atau longitudinal) terpasang, tebal bersih selimut beton dari tepi terluar tulangan longitudinal dan transversal minimum sebesar 40 mm.

5. Mutu beton yang digunakan tidak lebih 55 MPa dan tidak kurang dari 21 MPa untuk beton normal dan tidak kurang dari 28 MPa untk beton ringan.

6. Tegangan leleh profil dan tulangan baja yang digunakan untuk perhitungan kekuatan kolomkomposit tidak boleh lebih dari 380 MPa. 7. Tebal minimum dinding pipa baja atau penampang baja berongga yang

diisi beton adalah untuk setiap sisi selebar b pada penampang persegi dan untuk penampang bulat yang mempunyai diameter luar D.


(43)

2 . 1 25

.

0 ≤λr ≤ ……...maka

c w λ 67 . 0 6 . 1 47 . 1 − = 2 . 1 ≥ r

λ ……….maka w=1.25 xλ2c

dengan : Em fmy r L kc c mπ λ = c f w E A A E c E E A A c f c A A fyr c fy fmy c s c c m s c s r ' 041 , 0 ' 5 , 1 3 2 1 =     + =     +     + =

III.2.3. Aksi Komposit

Aksi komposit terjadi apabila dua batang struktural pemikul pemikul beban seperti pada pelat beton dan balok baja sebgai penyangganya dihubungkan secara menyeluruh dan mengalami defleksi sebagai satu kesatuan.

Pada balok non-komposit pelat beton dan balok baja tidak bekerja bersama-sama sebagai satu kesatuan karena tidak terpasang alat penghubung geser, sehinga masing-masing memikul beban secara terpisah. Apabila balok non-komposit mengalami defleksi pada saat dibebani, mka permukaan bawah pelat beton akan tertarik dan mengalami perpanjangan sedangkan permukaan atas dari balok baja akan tertekan dan mengalami perpendekan.

Karena pengubung geser tidak terpasang pada bidang pertemuan antara pelat beton dan balok baja maka pada bidang kontak tersebut tidak ada gaya yang menahan perpanjangan serat bawah pelat dan perpendekan serat atas balok baja. Dalam hal ini, pada bidang kontak tersebut hanya bekerja gaya geser vertical.


(44)

Sedangkan pada balok komposit, pada bidang pertemuan antara pelat beton dan balok baja dipasang alat penghubung geser (shear connector) sehingga pelat beton dan balok baja bekerja sebagai satu kesatuan. Pada bidang kontak tersebut bekerja gaya geser vertical dan horizontal, dimana gaya geser horizontal tersebut akan menahan perpanjangan serat bawah pelat dan perpendekan serat atas balok baja.

Gambar 2.10 Perbandingan defleksi antara balok komposit dan non-komposit

Pada dasarnya aksi komposit pada balok komposit dapat tercapai atau tidaknya tergantung dari penghubung gesernya. Biasanya penghubung geser diletakkan disayap atas profil baja. Hal ini bertujuan untk mengurangi terjadinya slip pada pelat beton dengan balok baja. (Qing Quan Liang, 2004)

II.3. STRUKTUR TAHAN GEMPA

Gempa bumi merupakan salah satu bagian dari jenis beban yang dapat membebani struktur selain beban mati, beban hidup dan beban angin, dimana beban gempa ini termasuk kepada beban dinamis. Beban dinamis adalah beban yang


(45)

kapan datangnya, sehinga ketika gempa menimpa struktur bangunan maka ada hal yang dapat dilihat. Bangunan itu tetap kokoh tanpa ada korban jiwa, bangunan rusak tanpa ada korban jiwa, dan bisa juga bangunan rusak serta terdapat korban jiwa.

Kerusakan bangunan akibat gempa bumi dapat diantisipasi dengan beberapa metode, baik secara konvensional maupun secara teknologi.

Umumnya ada tiga faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain semua struktur yaitu : faktor kekuatan, kekakuan, dan stabilitas.

Pertimbangan kekuatan adalah faktor yang penting untuk bangunan bertingkat rendah. Akan tetapi dengan semakin bertambah tingginya bangunan, faktor kekakuan dan stabilitas menjadi lebih penting bahkan menjadi faktor utama dalam desain.

Ada dua cara untuk memenuhi faktor kekakuan dan stabilitas didalam suatu struktur. Yang pertama adalah memperbesar ukuran-ukuran elemen dengan melampaui permintaan kekuatan. Namun hal ini memiliki keterbatasan, dimana pada suatu tempat menjadi tidak praktis dan tidak ekonomis lagi untuk memperbesar ukuran elemen. Cara kedua adalah merupakan cara penyelesaian yang lebih baik adalah dengan mengubah struktur menjadi sesuatu yang lebih kaku dan stabil untuk membatasi deformasi dan juga untuk meningkatkan stabilitas.

Belum ada laporan yang mengatakan bahwa sebuah bangunan runtuh karena gaya atau beban angin. Secara analitis dapat ditunjukkan bahwa bangunan tinggi yang diberi aksi angin pada suatu titik tertentu akan mencapai keruntuhan yang disebut efek delta P (•- P). Karena itu kriteria kestabilan (stabilitas) adalah untuk memastikan bahwa gaya angin yang akan terjadi dibawah beban yang diperbolehkan pada batasan stabilitas.


(46)

Pertimbangan kedua adalah pembatasan defleksi lateral agar detail arsitektur dan dinding penyekat ruangan tidak rusak. Meskipun tidak separah kerusakan / keruntuhan bangunan secara keseluruhan, tetapi defleksi lantai dengan lantai (tarikan antar lantai) harus dibatasi dikarenakan biaya untuk mengganti jendela serta elemen non struktur lainnya adalah besar dan pecahan-pecahan kaca dapat melukai bahkan membunuh penghuni bangunan tersebut.

II.3.1. Desain Struktur Tahan Gempa

Bagi struktur yang direncanakan dapat menahan beban gempa, maka struktur tersebut harus dapat memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Pada saat terjadi gempa ringan, maka tidak terjadi kerusakan baik pada elemen struktural maupun non-srruktural.

2. Pada saat terjadi gempa sedang, elemen structural tidak boleh rusak, sedangkan elemen non-struktural boleh rusak tetapi masih bisa diperbaiki lagi.

3. Pada saat terjadi gempa kuat, elemen non-struktural dan structural rusak (terjadi sendi plastis pada struktur) tetapi struktur tidak sampai runtuh (mekanisme runtuh di desain)

Untuk perencanaan pembebanan gempa ini digunakan analisis beban statik ekivalen. Karena peta zoning gempa Indonesia terbaru 2010 mengacu pada ASCE 7-05, maka perhitungannya juga dilakukan dengan metode yang ada pada aturan


(47)

Untuk kategori hunian dari bangunan yang akan direncanakan dapat dilihat pada table 1.1 pada ASCE 7-05, sedangkan factor keutamaan (I) dijelaskan pada table 11.5-1 ASCE 7-05.

II.3.1.2. Klasifikasi Site

Klasifikasi site merupakan kategori jenis tanah pada tempat bangunan yang akan direncanakan sesuai kategori-kategori yang sudah ditetapkan pada peta gempa Indonesia 2010 table 2 ataupun pada ASCE 7-05 table 20.1 sebagai berikut :

Klasifikasi Site Vs (m/s) N Su (kPa)

A. Batuan Keras Vs • 15 00 N/A N/A

B. Batuan 750 < Vs •

1500 N/A N/A

C. Tanah Sangat Padat

dan Batuan Lunak 350 < Vs • 750 N> 50 Su • 100 D. Tanah Sedang 175 < Vs • 350 15 • N• 50 50 • Su • 100 E. Tanah Lunak Vs < 175 N< 15 Su < 50

Atau setiap profil lapisan tanah dengan ketebalan lebih dari 3 m dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Indeks plaastisitas, PI > 20, 2. Kadar air (w) • 40 %, dan

3. Kuat geser tak terdrainase Su< 25 kPa

F. Lokasi yang membutuhkan

penyelidikan

geoteknik dan analisis respon

spesifik (site specific response analisys)

Setiap profil ;lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik seperti :

- Rentan dan berpotensi gagal terhadap beban gempa seperti likuifaksi, tanah lempung sangat sensitive, tanah tersementasi lemah. - Lempung organic tinggi dan/atau gambut

(dengan ketebalan > 3 m)

- Plastisitas tinggi (ketebalan H > 7.5 m dengan PI > 75 )

- Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan ketebalan H> 35 m

Tabel 2.1 Klasifikasi Site

Dari table diatas dapat ditentukan jenis tanah sesuai data-data yang sudah ada. Untuk tugas akhir ini direncanakan berada pada tanah lunak atau kategori E dan


(48)

II.3.1.3. Peta percepatan respon spectral (Ssdan S1)

Peta percepatan maksimum gempa di batuan dasar mulai digunakan untuk peraturan perencanaan Indonesia pada tahun 1983 melalui PPTI-UG (Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung) 1983. Pembagian daerah gempa tersebut adalah seperti pada gambar dibawah ini. Peta gempa ini merupakan hasil studi oleh Beca Carter dalam kerjasama bilateral Indonesia-New Zealand (Beca Carter Hollings dan Ferner, 1978).

Gambar 2.11. Peta percepatan gempa maksimum Indonesia dalam PPTI-UG 1983 PPTI-UG 1983 diperbaharui pada tahun 2002 dengan keluarnya Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002 (Gambar4). Peraturan baru ini disusun dengan mengacu pada UBC 1997.


(49)

Seiring dengan perkembangan konstruksi gedung di Indonesia dan juga karena seringnya terjadi gempa besar belakangan ini, maka dikeluarkanlah peta gempa Indonesia terbaru 2010 , dimana yang menjadi patokan dalam pembuatan peta gempa ini adalah ASCE 7-10.

Gambar 2.13. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar pada kondisi spektra T = 0.2 detik untuk 2% PE 50 tahun.

Berbeda dengan peta zoning gempa Indonesia 1983 dan 2002, peta gempa Indonesia 2010 secara kuantitatip tidak lagi diberikan dalam bentuk peta zoning gempa akan tetapi disajikan dalam format dua buah peta kontur percepatan gempa rencana maximum dari batuan dasar untuk waktu getar pendek 0.2 detik SS dan 1 detik, S1.

II.3.1.4. Spectral response coefficients (SDSdan SD1)

Respon spectra adalah nilai yang menggambrakan respon maksimum dari system berserajat kebebasan tunggal (SDOF) pada berbagai frekuensi alami (periode alami) teredam akibat suatu goyangan tanah. Untuk kebutuhan praktis, maka respon


(50)

Untuk penentuan parameter respon spectra percepatan di permukaan tanah, diperlukan factor ampkasi terkait spectra percepatan untuk periode pendek (Fa) dan periode 1 detik (Fv). Selanjutnya parameter respon spectra percepatan dipermukaan tanah dapat diperoleh dengan cara mengalikan koefisien Fa dan Fv (relatip sama dengan UBC-97 atau SNI 1726) dengan spectra percepatan untuk periode pendek (Ss) dan Periode 1 detik (S1) di batuan dasar yang diperoleh dari peta gempa Indonesia 2010 sesuai rumus berikut :

SMS= Fa xSs ,dan SMS= FvxS1

Klasifikasi Site Ss

SS• 0.25 SS= 0.5 SS= 0.75 SS= 1.0 SS• 1.25

Batuan keras (SA) 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

Batuan (SB) 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0

Tanah Sangat Padat dan

Batuan Lunak (Sc) 1.2 1.2 1.1 1.0 1.0

Tanah Sedang (SD) 1.6 1.4 1.2 1.1 1.0

Tanah Lunak (SE) 2.5 1.7 1.2 0.9 0.9

Tanaha Khusus (SF) SS SS SS SS SS

Tabel 2.2 Koefisien periode pendek, Fa

Klasifikasi Site SPGA

SS• 0.1 SS= 0.2 SS= 0.3 SS= 0.4 SS• 0.5

Batuan keras (SA) 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

Batuan (SB) 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0

Tanah Sangat Padat dan

Batuan Lunak (Sc) 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2


(51)

spektra percepatan desain untuk perioda pendek dan perioda 1.0 detik dapat diperoleh melalui perumusan berikut ini:

SDS= • S MS , dan SD1= • S M1

II.3.1.5. Kategori Desain Gempa (Seismic Design Category/SDC)

Perhitungan perancangan besarnya gaya gempa rencana untuk desain dan analisis perhitungan dinyatakan oleh besarnya gaya geser dasar, ketentuan mengenai syarat kekuatan dan pendetailan tulangan serta fleksibilitas ketidak teraturan bentuk bangunan dan limitasi tinggi bangunan tidak lagi ditentukan oleh peta zoning gempa sebagaimana halnya yang telah ditetapkan dalam SNI 1726-02. Pada ASCE 7-05, ketentuan mengenai hal tersebut di atas telah di gantikan oleh kriteria perancangan baru yang di sebut Kategori Desain Gempa (Seismic Design Category-SDC) dan dikaitkan dengan Kategori Hunian atau Occupancy Category. Struktur harus diperuntukan pada Kategori Desain Gempa sesuai dengan ASCE 7-05, Tabel 11.6-1 dan Tabel 11.6-2.

Nilai SDS

Kategori Hunian

I atau II III IV

SMS < 0,167 A A A

0,167 • SDS < 0,33 B B C

0,33 • SDS < 0,50 C C D

0,50 • SDS D D D

Tabel 2.4 Kategori gempa berdasarkan parameter percepatan respon periode pendek Nilai SDS

Kategori Hunian

I atau II III IV

SMS < 0,067 A A A

0,067 • SDS < 0,133 B B C

0,133 • SDS < 0,20 C C D


(52)

II.3.1.6. Penentuan Koefisien R, Cd, dan •

Sistem penahan gaya gempa lateral dan vertikal dasar harus memenuhi pada salah satu tipe yang ditunjukkan dalam ASCE 7-05, Tabel 12.2-1 atau kombinasi sistem seperti dalam ASCE 7-05, Pasal 12.2.2, 12.2.3, dan 12.2.4. Setiap tipe dibagi-bagi oleh tipe elemen vertikal yang digunakan untuk menahan gaya gempa lateral.

Sistem struktur yang digunakan harus sesuai dengan kategori desain gempa dan batasan ketinggian yang ditunjukkan dalam Tabel, 12.2-1. Koefisien modifikasi respons yang tepat, R, faktor kuat lebih sistem, • , dan faktor pembesaran defleksi,

Cd, ditunjukkan dalam Tabel 12.2-1 harus digunakan dalam penentuan geser dasar, gaya desain elemen, dan drif tingkat desain

II.3.1.7. Prosedur pengerjaan yang dipergunakan

Analisis struktur yang dibutuhkan terdiri dari salah satu dari tipe yang diperbolehkan dalam ASCE 7-05, Tabel 12.6-1 berdasar pada kategori desain gempa struktur, sistem struktural, data dinamik, dan keteraturan, atau dengan persetujuan otoritas yang mempunyai yurisdiksi, suatu alternatif prosedur yang berlaku umum boleh digunakan. Prosedur Analisis yang terpilih harus diselesaikan menurut kebutuhan sesuai dengan subbab yang terkait mengacu pada Tabel 5.6-1.


(53)

      = T R S Cs DS

Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan ASCE 7-05, Pers. 12.8-2 tidak perlu melebihi:

      = T R T S C D s 1

untuk T • TL

      = T R T T S

Cs D L

2 1

untuk T > TL

Csharus tidak kurang dari 0,01. Dan sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi dimana S1 sama dengan atau lebih besar dari 0,6g, Cs harus tidak kurang

dari :       = I R S Cs 0,5 1

II.3.1.9. Periode Struktur Dasar (T)

Perioda struktur dasar (T) dalam arah yang ditinjau harus diperoleh menggunakan properti struktur dan karateristik deformasi elemen penahan dalam analisis yang teruji. Perioda dasar (T) tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan atas pada perioda yang dihitung (Cu) dari ASCE 7-05, Tabel 12.8-1 dan perioda dasar pendekatan, (Ta) yang ditentukan dari ASCE 7-05, Pers. 12.8-7.

Sebagai alternatif pada pelaksanaan analisis untuk menentukan perioda dasar (T)diijinkan secara langsung menggunakan perioda bangunan pendekatan, (Ta) yang dihitung sesuai dengan ASCE 7-05, Pasal 12.8.2.1. Perioda dasar pendekatan (Ta), dalam detik, harus ditentukan dari ASCE 7-05, Pasal 12.8.2.1, Pers.12.8-7, dimana


(54)

hn adalah tinggi dalam feet di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur dan koefisien Ct dan x ditentukan dari ASCE 7-05, Tabel 12.8-2.

Tipe Struktur Ct x

Sistem rangka penahan momen dimana rangka menahan 100% gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan

komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi bilamana dikenai gaya gempa:

Rangka penahan momen baja

0.028 (0.0724)a

0.8

Rangka momen penahan beton

0.016 (0.046)a

0.9

Rangka baja dibres secara eksentris

0.03 (0.0731)a

0.75

Semua sistem struktur lainnya

0.02 (0.0488)a

0.75

Tabel 2.6 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ctdan x

Dimana nilai Perioda dasar ( T) tidak boleh melebihi, T • CuTa dengan Cu sebagai batasan atas pada perioda yang dihitung yang ditentukan dari ASCE 7-05, Tabel 12.8-1.


(55)

II.3.1.10. Distribusi gaya Vertikal (Fx)

Gaya gempa lateral (Fx) (kip atau kN) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari ASCE 7-05, Pasal 12.8.3:

V C

Fx = vx dan

=

= n i

k i i

k x x vx

h w

h w C

1

Dimana : Cvx = faktor distribusi vertikal

V = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur w1/ w2 = porsi berat gempa efektif total struktur (W) yang

ditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x hi /hx = tinggi (ft atau m) dari dasar sampai Tingkat i atau x

k = eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut:

- k = 1 untuk periode sebesar 0,5 detik - k = 2 untuk periode sebesar 2,5 detik - jika 0,5 < T < 2.5, maka harus diinterpolasi. II.3.1.11. Distribusi gaya Horizontal (Vx)

Geser tingkat desain gempa di semua tingkat (Vx) (kip atau kN) harus ditentukan dari ASCE 7-05, Pasal 12.8.4:

=

= n x i

x

x F

V

Dimana : Fi = Porsi geser dasar gempa (V) yang timbul di tingkat i Geser tingkat desain gempa (Vx) (kip atau kN) harus didistribusikan pada berbagai elemen vertikal sistem penahan gaya gempa di tingkat yang ditinjau


(56)

II.4. SRPMK dan SCWB

Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) merupakan sistem rangka ruang (yang terbentuk dari balok dan kolom) dimana komponen-komponen struktur dan join-joinnya menahan beban gravitasi dan beban lateral yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial. Sehingga struktur diharapkan dapat merespon gempa kuat secara inelastis tanpa mengalami keruntuhan getas, melainkan secara daktail.

Getas ialah sifat bahan atau struktur yang apabila diberi beban luar sampai melebihi kuat elastisnya maka bahan atau struktur tersebut akan segera pecah atau rusak. Daktail merupakan sifat bahan atau struktur yang apabila diberi beban luar sampai melebihi kuat elastisnya tidak langsung pecahatau rusak, namun berubah bentuk dulu (misalnya memanjang) secara plastis sampai batas tertentu dan akan pecah atau rusak bila batas kemampuan plastisnya tercapai.

Apabila struktur bersifat getas maka struktur harus kuat menahan beban gempa tersebut, namun pada struktur yang daktail kekuatannya tidak perlu lebih besar dari beban gempa tersebut. Hal ini karena pada strukitur yang getas akan segera runtuh jika beban gempa melebihi kekuatan elastisnya, sedangkan pada struktur yang daktail tidak akan runtuh, hanya akan mesuk pada kondisi lendutan plastis, hanya jika lendutan plastis ini mencapai maksimum baru struktur akan runtuh.


(57)

Gambar 2.14. Ilustrasi pembentukan sendi plastis pada SCWB II.4.1. Sambungan Balok-Kolom

- Sambungan balok-kolom harus menunjukkan rotasi inelasis sekurang-kurangnya sebesar 0.03 rad berdasarkan referensi dari SNI-129-2002.

- Sambungan balok-kolom harus memiliki juat lentur sekurang-kurangnya sama dengan momen nominal (Mp) dimana Mp = fy .Zx , kecuali apabila sambungan yang ada adalah sambungan antara kolom dan balok dengan penampang melintang yang direduksi. Balok tersebut akan memiliki nilai kuat lentur minimum sebesar 0.8 Mp.

- Gaya geser terfaktor (Vu) yang dimiliki oleh sambungan balok-kolom harus ditentukan menggunakan kombinasi bean 1.2 DL + 0.5L ditambah dengan gaya geser yang dihasilkan dari bekerjanya momen lentur sebesar 1.1 RyfyZ. Gaya geser tersebut ditinjau pada masing-masing ujung balok.


(58)

II.4.1.1. Batasan-Batasan Terhadap Balok dan Kolom

Tidak diperkenankan terjadi perubahan luas sayap balok yang mendadak pada daerah sendi plastis. Selain itu, rasio antara lebar terhadap tebal harus memenuhi persyaratan •ppada tabel berikut :

Keterangan Elemen Perbandingan Lebar Terhadap Tebal Nilai batas perbandingan lebar terhadap tebal Sayap-sayap profil I,

profil hibrida atau profil tersusun dan profil kanal

dalam lentur

t b

fy

135

Pelat-pelat badan pada kombinasi lentur dan

aksial tekan w

c

t h

Bila Nu/øbNy• 0.125

        − y b u N N fy 1 1.54φ 1365

Bila Nu/øbNy> 0.125

fy N

N

fy b y

u 665 33 . 2 500 ≥         − φ

Penampang baja bulat beraongga dalam aksial

tekasn dan lentur t

D

fy 9000

Penampang baja persegi berongga dalam aksial

tekan dan lentur t

b atau w c t h fy 290

Tabel 2.8 Nilai Perbandingan lebar tehadap tebal (•p) untuk elemen tekan


(59)

• M*column : Jumlah momen-momen kolom dibawah dan diatas sambungan pada pertemuan antara as kolom dan as balok. Ditentukan dengan menjumlahkan proyeksi kuat lentur nominal kolom diatas dan dibawah sambungan pada as balok dengan reduksi akibat gaya aksial tekan kolom. Diperkenankan untuk mengambil :

    

  

− =

g uc yc c

pc A

N f Z M*

• M *bea m : Jumlah momen-momen balok pada pertemuan as balok dan as kolom. Ditentukan dengan menjumlahkan proyeksi kuat lentur nominal balok di daerah sendi plastis pada as kolom. Diperkenankan mengambil

M*pb =

(

1.1RyMp +My

)

, dengan My adalah momen tambahan akibat amplikasi gaya geser dari lokasi sendi plasris ke as kolom.

Apabila perbandingan antara jumlah momen kolom terhadap jumlah momen balok yang lebih besar dari 1.25 dan tetap berada dalam keadaan elastis di luar daerah panel, maka sambungan balok-kolom hanya perlu dikekang pada daerah sayap atas balok. Bila suatu kolom tidak menunjukkan keelastisitasannya di luar daerah panel, maka persyaratan berikut harus dipenuhi :

1. Sayap-sayap kolom perlu dikekang secara lateral pada kedua sisi atas 2. Setiap pengekang lateral sayap kolom direncanakan terhadap gaya

terfaktor sebesar 2% dari kuat nominal 1 sayap balok (Ag.fy)

3. Sayap-sayap kolom dikekang secara langsung maupun tidak langsung yaitu melalui pelat badan kolom atau pelat-pelat sayap balok


(60)

II.4.2. Jenis-Jenis Kombinasi Sambungan

II.4.2.1. Sambungan Sederhana (Simple Connections)

Gambar 2.15. Simple Connections

Sambungan sederhana (simple connection) biasa dipakai untuk menyambung suatu balok ke balok lainnya atau ke sayap kolom. Pada tugas akhir ini penulis menggunakan metode sambungan ini yaitu pada sambungan balok anak dengan balok induk.

II.4.2.2.Sambungan Momen (Momen Connections)

Sambungan momen (moment connection) dirancang untuk memindahkan semua momen dan meniadakan rotasi batang pada sambungan karena sayap suatu


(61)

Gambar 2.16. Moment Connections

Adapun sambungan momen ini memiliki jenis yang berbeda-beda diantaranya :

1. Cover Plate Connections

Sambungan ini dibuat dengan menambahkan lempengan baja pada ujung-ujung balok yaitu pada bagian atas dan bawah bagian sayap balok. Lempengan ini ditambahkan pada bagian ujung balok dengan mengelas bagian sisi lempengan tersebut terhadap elemen utama struktur (balok dan kolom).

Dengan penambahan pelat ini diharapkan bagian sambungan akan menjadi lebih kuat sehingga sendi plastis tidak akan terjadi di sambungan, tetapi diharapkan terjadi di bagian bentang balok sehingga mekanisme Strong Coloum Weak Beam (SCWB) bias terpenuhi.

2. Flange Rib Connections

Sambungan ini dibuat dengan menambahkan 2 buah pelat baja (umumnya) yang dipasang vertical pada bagian atas dan bawah di wilayah sambungan yang bertujuan untuk mengurangi kebutuhan pengelasan pada flens kolom dan untuk menggeser sendi plastis dari daerah muka kolom.

Kemampuan dari kombinasi ini tergantung pada pengelasan flens di ujung bentang.Sambungan bisa mengalami kegagalan pada bagian flens kolom, walaupun


(62)

seharusnya tahanan terhadap kegagalan semacam itu lebih baik daripada yang dimiliki oleh cover plate dengan berkurangnya bagian yang di las.

Pada saat pengetesan, ukuran dari benda uji membutuhkan dua ribs yang dipasang berdiri pada masing-masing bagian flens. Hal ini tentu saja menambah kebutuhan biaya. Namun, sejumlah tes desain terhadap benda uji yang hanya menggunakan satu buah rib mengindikasikan terjadinya kegagalan yang lebih cepat pada bagian las rib di ujung.

3. Top and Bottom Haunch Connections

Haunch diletakkan pada bagian atas dan bawah flens. Dari hasil tes yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa sambungan ini telah sukses memenuhi tujuan yang diinginkan.

Namun, sambungan ini termasuk salah satu sambungan yang paling banyak memakan biaya. Biaya dapat dikurangi dengan menghilangkan bagian las antara flens balok dengan kolom. Namun, kemampuan dari jenis sambungan tersebut masih belum pernah diujikan. Salah satu kelemahan dari sistem ini adalah bahwa keberadaan haunch diatas girder dapat menimbulkan masalah kearsitekturan.

4. Reduced Beam Section Connections


(63)

5. Sambungan Pelat Ujung (End Plate Connections)

Sambungan momen plat ujung terdiri dari plat yang dilas pada ujung balok dan kemudian dibaut di lapangan ke kolom. Sambungan momen plat ujung dapat dikelompokkan berdasar keadaan ujung luarnya yaitu rata (flush) atau diperluas (extended). Sambungan momen plat ujung rata bila ujung ujung luar plat rata dengan sayap balok dan semua baut ada diantara kedua sayap balok. Sambungan momen plat ujung diperluas bila ujung plat ditambah permukaannya melampaui sayap sayap balok sehingga memungkinkan adanya baut untuk ditempatkan di daerah perluasan ini. Baik sambungan momen plat ujung rata atau plat ujung diperluas dapat diberi perkuatan sehingga lebih kaku seperti ditunjukkan oleh Gambar di bawah ini.

Gambar 2.17 Sambungan Momen Pelat Ujung

Adapun pada tugas akhir ini sambungan yang akan digunakan pada setiap titik sambungan adalah jenis sambungan momen pelat ujung (End Plate Connections). Penulis memilih jenis ini dikarenakan sambungan ini selain memiliki kekakuan yang lebih stabil juga lebih mudah dalam pelaksanaan dilapangan.


(64)

BAB III

PEMBEBANAN DAN ANALISA STRUKTUR

III.1. PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai pembebanan pada struktur serta analisa struktur dengan menggunakan program ETABS v 9.5. Disamping itu juga akan dibahas mengenai metodologi pembahasan serta langkah-langkah pengerjaan tugas akhir ini. Sebagai langkah awal akan ditampilkan denah bangunan, asumsi-asumsi yang digunakan, data-data struktur dan peraturan-peraturan yang digunakan dalam mendesain.

III.1.1. Permodelan Geometri

Struktur yang ditinjau dalam tugas akhir ini adalah sebuah portal ruang yang merupakan bagian dari gedung 10 tingkat yang direncanakan dengan menggunakan program analisa struktur ETABS v 9.5.

Adapun tinggi bangunan adalah 38 meter dan setiap lantai memiliki ketinggian yang sama yaitu 3.75 meter, kecuali untuk lantai pertama ketinggian lantai yaitu 4,25 meter. Jarak untuk masing-masing bentang adalah sebesar 6 meter, dan memiliki denah yang simetris.


(65)

600 cm 600 cm 600 cm

600 cm

600 cm

600 cm

BALOK ANAK

BALOK INDUK

KOLOM

TANGGA

500 cm

300 cm 300 cm

LIFT

Gambar 3.1. Denah Bangunan

Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan ditampilkan tabel yang menunjukkan data struktur secara keseluruhan:

Data Struktur

Jumlah Lantai 10 lantai Luas Tiap Lantai 24 x 24 m2

Tinggi Bangunan 38 m

Tinggi lantai 1 4.25 m Tinggi Tingkat Lain 3.75 m Tebal Pelat Atap 9 cm Tebal Pelat Lantai 10 cm

Mutu baja (f’y) 240 MPa Mutu Beton (f’c) 25 MPa


(66)

Gambar 3.2 Permodelan struktur 3D (ETABS v 9.5)

III.1.2. Asumsi Perencanaan

Asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam perencanaan ini adalah :

− Model struktur yang digunakan dalam studi ini adalah bangunan tiga dimensi struktur rangka komposit baja-beton.


(67)

− Seluruh profil baja pada struktur komposit menggunakan mutu baja dengan tegangan leleh 240 MPa.

− Bangunan direncanakan berada di kota Medan dengan kondisi tanah lunak, dimana pada peta gempa indonesia 2010 memiliki spektra percepatan periode pendek 0.2 detik (Sa= 0.5 g) dan periode 1 detik (S1= 0.3 g)

III.1.3. Building Code

Dalam merencanaan sebuah bangunan setidaknya kita harus memiliki acuan yang jelas, sehingga nantinya tidak ditemukan kesalahan-kesalahan dalam perencanaan. Oleh karena itu, penulis menggunakan beberapa building code atau peraturan-peraturan yang digunakan dalam perencanaan ini, diantaranya :

1. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 (Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, 1983)

2. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Rumah dan Gedung, SNI 1726-2002 (Badan Standarisasi Nasional, 2002)

3. Tata Cara Perhitungan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, SNI 1729-2002 (Departemen Pekerjaan Umum, 1729-2002)

4. Peta Hazard Gempa Indonesia 2010 (Kementrian Pekerjaan Umum).

5. Tata Cara Perencanaan Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-2847-2002 (Badan Standarisasi Nasional, 2002)


(68)

III.1.4. Pembebanan

Perencanaan Pembebanan pada struktur ini berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung (PPIUG 1983) dan SNI 03-1726-2002. Pembebanan tersebut adalah :

1. Beban Mati (PPIUG 1983 Bab 1 pasal 1.1 )

Beban mati ialah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. Yang nilainya sebagai berikut :

− Berat volume beton : 2400 kg/m3 (tabel 2.1) − Berat volume baja : 7850 kg/m3 (tabel 2.1) − Berat volume spesi : 2100 kg/m3 (tabel 2.1) − Berat volume tegel : 2400 kg/m3 (tabel 2.1) − Berat volume pasangan batu bata : 250 kg/m2 (tabel 2.1) − Berat volume plafond : 11 kg/m2 (tabel 2.1) − Berat volume Penggantung : 7 kg/m2 (tabel 2.1) − Berat volume AC dan perpipaan : 10 kg/m2 (tabel 2.1)


(69)

masa hidup dari gedung itu,sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut.

− Beban hidup pada lantai atap diambil sebesar 100 kg/m2(pasal 3.2.1)

− Beban hidup pada lantai diambil sebesar 250 kg/m2 (pasal 3.1)

− Beban hidup pada lantai mesin elevator diambil sebesar 400 kg/m2 (tabel 3.1)

− Beban hidup pada tangga diambil sebesar 300 kg/m2 (tabel 3.1)

3. Beban Gempa (PPIUG 1983 Bab 1 pasal 1.4 )

Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa disini adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.

4. Permodelan Perletakan

Untuk struktur ini, dimodelkan perletakannya adalah jepit. Perletakan jepit berarti bahwa struktur tersebut memiliki fondasi dengan jenis fondasi dalam, bisa berupabored pile ataupun spun pile. Pemilihan jenis ini didasarkan pada jenis tanah yang ada pada daerah pembangunan struktur. Dalam tinjauan ini diasumsikan bahwa struktur berada pada daerah dengan kondisi tanah lunak. Dengan kondisi tersebut, maka jenis fondasi bored pile bisa menjadi salah satu alternatif yang cocok agar struktur dapat berdiri dengan kuat. Selain itu, jenis fondasi dalam lebih baik untuk dapat menahan beban lateral seperti gempa.


(70)

III.1.5. Kombinasi Pembebanan

Untuk kombinasi pembebanan digunakan kombinasi pembebanan sesuai dengan LRFD tersebut diatas dengan kombinasi sebagai berikut (metode LRFD) :

− Kombinasi 1 : 1.4 D

− Kombinasi 2 : 1.2 D + 1.6 L + 0.5 (La atau H)

− Kombinasi 3 : 1.2 D + 1.6 (La atau H) + (•L L atau 0.8 W)

− Kombinasi 4 : 1.2 D + 1.3 W + •LL + 0.5 (La atau H)

− Kombinasi 5 : 1.2 D + 1.0 E + •LL

− Kombinasi 6 : 0.9 D – (1.3 W atau 1.0 E)

III.1.6. Prosedur Perencanaan

Sebagai garis besar prosedur perencanaan dalam mendesain SRPMK adalah sebagai berikut :

1. Memperkirakan dimensi profil untruk balok dan kolom

2. Menghitung beban gempa dengan menggunakan metode statik ekivalen

3. Membuat permodelan dan memasukkan beban-beban yang bekerja di ETABS v 9.5 termasuk beban mati, beban hidup, dan beban gempa.


(71)

yang digunakan dalam ”Stress Check Design” ETABS v 9.5 adalah AISC-LRFD 99. Apabila Pemeriksaan menunjukkan nilai interaksi kira-kira 75 % dari nilai interaksi maksimum, maka komposisi profil sudah cukup optimal dan dapat digunakan. Bila ”Stress Check Design” menunjukkan interaksi yang kurang optimal, dilakukan perencanaan ulang profil balok dan kolom.

6. Setelah komposisi profil balok dan kolom cukup optimal, dilakukan desain SRPMK sesuai SNI 1726-2002. Apabila balok dan kolom tidak memenuhi persyaratan desain SRPMK, maka kembali dilakukan perencanaan profil balok dan kolom.

III.2. PERHITUNGAN PEMBEBANAN III.2.1. STRUKTUR SEKUNDER

Dalam hal ini beban yang diperhitungkan merupakan beban-beban yang berasal dari elemen struktur lain selain struktur utama, diantaranya pelat lantai dan atap, balok anak, tangga, balok lift, serta perencanaan sambungan balok anak dan balok induk yang disebut sebagai struktur sekunder.

Sebagai bagian dari komponen struktur secara keseluruhan, struktur sekunder akan memberikan pengaruh terhadap struktur utama sebagai beban. Dalam perencanaan desain gempa, struktur sekunder merupakan komponen struktur yang dikomposisikan untuk menerima beban lateral akibat gempa, sehingga dalam perhitungannya struktur sekunder dapat direncanakan dan dianalisa secara terpisah dari struktur utama.


(72)

Sebelum struktur sekunder ini bisa dijadikan sebagai beban nantinya, maka sebelum itu dilakukan perencanaan terhadap elemen struktur sekunder tersebut, adapun perhitungannya sebagai berikut :

a). Perencanaan Tangga Data yang sudah diketahui:

Data Lantai 1 Lantai > 1

Tinggi antar lantai (cm) 425 375

Tinggi bordes (cm) 212.5 187.5

Lebar injakan (i) (cm) 35 33

Panjang tangga (cm) 350 330

Lebar pegangan tangga (cm) 5 5

Untuk merencanakan tangga harus memenuhi persyaratan : 60 cm • (2t + i ) • 65 cm

250 • a • 40 0 maka,

- Tinggi injakan (t) =

2 35 65−

= 15 cm

- Jumlah tanjakan =

15 5 . 212

= 15 buah


(73)

187,5 cm

150 cm 15,63 cm

30 cm

28°

A A

150 cm 600 cm

350 cm

120 cm

35 cm

300 cm

Gambar 3.3 Denah tangga


(74)

1200 mm Pelat Baja t = 4 mm Profil Siku L60x60x6 350 mm

a). Rencana pelat tangga

Gambar 3.5 Tampak anak tangga

Diketahui :

− Tebal pelat tangga = 0.004 m − Berat jenis baja = 7850 kg/m3

− Mutu baja Bj 37 = 2400 kg/m2 (tegangan leleh)

Perhitungan Beban :

Berat pelat = 0.004 x 1.2 x 7850 = 37.65 kg/m Alat penyambung (10 %) = 3.765 kg/m +

Beban Mati (qD) = 41.448 kg/m

Beban hidup (qL) = ( 300 x 1.2 ) = 360 kg/m


(1)

STORY6 B26 COM B5 M IN 300 0,04 -4,183

STORY6 B26 COM B5 M IN 431,25 0,04 -334150,503

STORY6 B26 COM B5 M IN 562,5 0,04 -668458,119

STORY6 B26 COM B6 M AX 37,5 -0,04 -5,601

STORY6 B26 COM B6 M AX 168,75 -0,04 76290,541

STORY6 B26 COM B6 M AX 300 -0,04 572407,678

STORY6 B26 COM B6 M AX 300 3710,7 572407,678

STORY6 B26 COM B6 M AX 431,25 3847,68 334150,503 STORY6 B26 COM B6 M AX 562,5 3984,67 668458,119 STORY6 B26 COM B6 M IN 37,5 -3985,42 -668772,346 STORY6 B26 COM B6 M IN 168,75 -3848,43 -334464,729

STORY6 B26 COM B6 M IN 300 -3711,45 -157,113

STORY6 B26 COM B6 M IN 300 -2547,11 -157,113

STORY6 B26 COM B6 M IN 431,25 -2547,11 9,075

STORY6 B26 COM B6 M IN 562,5 -2547,11 -437608,773

STORY5 B26 DEAD 37,5 -3321,26 -364878,733

STORY5 B26 DEAD 168,75 -3207,1 63544,864

STORY5 B26 DEAD 300 -3092,95 476985,571

STORY5 B26 DEAD 300 3092,17 476985,571

STORY5 B26 DEAD 431,25 3206,33 63646,587

STORY5 B26 DEAD 562,5 3320,48 -364675,287

STORY5 B26 LIVE 37,5 -2253,1 -253579,487

STORY5 B26 LIVE 168,75 -2253,1 42140,47

STORY5 B26 LIVE 300 -2253,1 337860,428

STORY5 B26 LIVE 300 2246,9 337860,428

STORY5 B26 LIVE 431,25 2246,9 42955,385

STORY5 B26 LIVE 562,5 2246,9 -251949,657

STORY5 B26 EX 37,5 9693,74 2544999,808

STORY5 B26 EX 168,75 9693,74 1272695,841

STORY5 B26 EX 300 9693,74 391,874

STORY5 B26 EX 300 9693,74 391,874

STORY5 B26 EX 431,25 9693,74 -1271912,093

STORY5 B26 EX 562,5 9693,74 -2544216,06

STORY5 B26 EY 37,5 0,03 5,033

STORY5 B26 EY 168,75 0,03 0,713

STORY5 B26 EY 300 0,03 -3,607

STORY5 B26 EY 300 0,03 -3,607

STORY5 B26 EY 431,25 0,03 -7,928

STORY5 B26 EY 562,5 0,03 -12,248

STORY5 B26 COM B1 M AX 37,5 -4649,76 -510830,226 STORY5 B26 COM B1 M AX 168,75 -4489,94 88962,81

STORY5 B26 COM B1 M AX 300 -4330,13 667779,799


(2)

STORY5 B26 COM B1 M AX 431,25 4488,86 89105,222 STORY5 B26 COM B1 M AX 562,5 4648,68 -510545,402 STORY5 B26 COM B1 M IN 37,5 -4649,76 -510830,226 STORY5 B26 COM B1 M IN 168,75 -4489,94 88962,81

STORY5 B26 COM B1 M IN 300 -4330,13 667779,799

STORY5 B26 COM B1 M IN 300 4329,04 667779,799

STORY5 B26 COM B1 M IN 431,25 4488,86 89105,222 STORY5 B26 COM B1 M IN 562,5 4648,68 -510545,402 STORY5 B26 COM B2 M AX 37,5 -3604,97 -405727,179 STORY5 B26 COM B2 M AX 168,75 -3604,97 76253,837

STORY5 B26 COM B2 M AX 300 -3604,97 572382,685

STORY5 B26 COM B2 M AX 300 3710,61 572382,685

STORY5 B26 COM B2 M AX 431,25 3847,59 76375,904 STORY5 B26 COM B2 M AX 562,5 3984,58 -403119,452 STORY5 B26 COM B2 M IN 37,5 -3985,51 -437854,479 STORY5 B26 COM B2 M IN 168,75 -3848,52 67424,753

STORY5 B26 COM B2 M IN 300 -3711,54 540576,684

STORY5 B26 COM B2 M IN 300 3595,03 540576,684

STORY5 B26 COM B2 M IN 431,25 3595,03 68728,616 STORY5 B26 COM B2 M IN 562,5 3595,03 -437610,345 STORY5 B26 COM B3 M AX 37,5 9693,74 2544999,808 STORY5 B26 COM B3 M AX 168,75 9693,74 1272695,841

STORY5 B26 COM B3 M AX 300 9693,74 572382,685

STORY5 B26 COM B3 M AX 300 9693,74 572382,685

STORY5 B26 COM B3 M AX 431,25 9693,74 76375,904

STORY5 B26 COM B3 M AX 562,5 9693,74 -3,674

STORY5 B26 COM B3 M IN 37,5 -3985,51 -437854,479

STORY5 B26 COM B3 M IN 168,75 -3848,52 0,214

STORY5 B26 COM B3 M IN 300 -3711,54 -1,082

STORY5 B26 COM B3 M IN 300 0,01 -1,082

STORY5 B26 COM B3 M IN 431,25 0,01 -1271912,093

STORY5 B26 COM B3 M IN 562,5 0,01 -2544216,06

STORY5 B26 COM B4 M AX 37,5 -0,01 -1,51

STORY5 B26 COM B4 M AX 168,75 -0,01 76253,837

STORY5 B26 COM B4 M AX 300 -0,01 572382,685

STORY5 B26 COM B4 M AX 300 3710,61 572382,685

STORY5 B26 COM B4 M AX 431,25 3847,59 1271912,093 STORY5 B26 COM B4 M AX 562,5 3984,58 2544216,06 STORY5 B26 COM B4 M IN 37,5 -9693,74 -2544999,808 STORY5 B26 COM B4 M IN 168,75 -9693,74 -1272695,841

STORY5 B26 COM B4 M IN 300 -9693,74 -391,874

STORY5 B26 COM B4 M IN 300 -9693,74 -391,874


(3)

STORY5 B26 COM B4 M IN 562,5 -9693,74 -437610,345

STORY5 B26 COM B5 M AX 37,5 2908,12 763499,942

STORY5 B26 COM B5 M AX 168,75 2908,12 381808,752

STORY5 B26 COM B5 M AX 300 2908,12 572382,685

STORY5 B26 COM B5 M AX 300 3710,61 572382,685

STORY5 B26 COM B5 M AX 431,25 3847,59 76375,904

STORY5 B26 COM B5 M AX 562,5 3984,58 -12,248

STORY5 B26 COM B5 M IN 37,5 -3985,51 -437854,479

STORY5 B26 COM B5 M IN 168,75 -3848,52 0,713

STORY5 B26 COM B5 M IN 300 -3711,54 -3,607

STORY5 B26 COM B5 M IN 300 0,03 -3,607

STORY5 B26 COM B5 M IN 431,25 0,03 -381573,628

STORY5 B26 COM B5 M IN 562,5 0,03 -763264,818

STORY5 B26 COM B6 M AX 37,5 -0,03 -5,033

STORY5 B26 COM B6 M AX 168,75 -0,03 76253,837

STORY5 B26 COM B6 M AX 300 -0,03 572382,685

STORY5 B26 COM B6 M AX 300 3710,61 572382,685

STORY5 B26 COM B6 M AX 431,25 3847,59 381573,628 STORY5 B26 COM B6 M AX 562,5 3984,58 763264,818 STORY5 B26 COM B6 M IN 37,5 -3985,51 -763499,942 STORY5 B26 COM B6 M IN 168,75 -3848,52 -381808,752

STORY5 B26 COM B6 M IN 300 -3711,54 -117,562

STORY5 B26 COM B6 M IN 300 -2908,12 -117,562

STORY5 B26 COM B6 M IN 431,25 -2908,12 7,928


(4)

Elemen forces pada kolom komposit

St ory Colum n Load Loc P V3 M 2 M 3

STORY6 C12 DEAD 0 -89113,98 -24,34 -4376,4 -233,044

STORY6 C12 DEAD 162,5 -86689,15 -24,34 -420,72 -78,713

STORY6 C12 DEAD 325 -84264,33 -24,34 3534,955 75,619

STORY6 C12 LIVE 0 -38724,86 -133,89 -24536 -118,427

STORY6 C12 LIVE 162,5 -38724,86 -133,89 -2779,26 -41,496

STORY6 C12 LIVE 325 -38724,86 -133,89 18977,47 35,436

STORY6 C12 EX 0 0 0 -0,487 2075587

STORY6 C12 EX 162,5 0 0 -0,071 -374300

STORY6 C12 EX 325 0 0 0,344 -2824188

STORY6 C12 EY 0 1159,25 14943,08 2054617 -0,056

STORY6 C12 EY 162,5 1159,25 14943,08 -373633 -0,041

STORY6 C12 EY 325 1159,25 14943,08 -2801882 -0,025

STORY6 C12 COM B1 M AX 0 -124759,6 -34,08 -6126,95 -326,262 STORY6 C12 COM B1 M AX 162,5 -121364,8 -34,08 -589,008 -110,198 STORY6 C12 COM B1 M AX 325 -117970,1 -34,08 4948,937 105,866 STORY6 C12 COM B1 M IN 0 -124759,6 -34,08 -6126,95 -326,262 STORY6 C12 COM B1 M IN 162,5 -121364,8 -34,08 -589,008 -110,198 STORY6 C12 COM B1 M IN 325 -117970,1 -34,08 4948,937 105,866 STORY6 C12 COM B2 M AX 0 -61959,78 -29,21 -5251,68 -189,483 STORY6 C12 COM B2 M AX 162,5 -61959,78 -29,21 -504,864 -66,393 STORY6 C12 COM B2 M AX 325 -61959,78 -29,21 30363,95 90,742 STORY6 C12 COM B2 M IN 0 -106936,8 -214,22 -39257,6 -279,653 STORY6 C12 COM B2 M IN 162,5 -104027 -214,22 -4446,81 -94,455 STORY6 C12 COM B2 M IN 325 -101117,2 -214,22 4241,946 56,697 STORY6 C12 COM B3 M AX 0 347,77 4482,92 616385,2 2075587 STORY6 C12 COM B3 M AX 162,5 347,77 4482,92 -0,071 -0,012 STORY6 C12 COM B3 M AX 325 347,77 4482,92 9488,735 90,742 STORY6 C12 COM B3 M IN 0 -106936,8 -66,94 -12268 -279,653 STORY6 C12 COM B3 M IN 162,5 -104027 -66,94 -112090 -374300 STORY6 C12 COM B3 M IN 325 -101117,2 -66,94 -840565 -2824188

STORY6 C12 COM B4 M AX 0 0 0 0,487 0,017

STORY6 C12 COM B4 M AX 162,5 0 0 112089,8 374300,1

STORY6 C12 COM B4 M AX 325 0 0 840564,7 2824188

STORY6 C12 COM B4 M IN 0 -106936,8 -4482,92 -616385 -2075587 STORY6 C12 COM B4 M IN 162,5 -104027 -4482,92 -1389,63 -94,455 STORY6 C12 COM B4 M IN 325 -101117,2 -4482,92 -0,344 0,008 STORY6 C12 COM B5 M AX 0 1159,25 14943,08 2054617 622676,2 STORY6 C12 COM B5 M AX 162,5 1159,25 14943,08 -0,021 -0,041


(5)

STORY6 C12 COM B5 M AX 325 1159,25 14943,08 9488,735 90,742 STORY6 C12 COM B5 M IN 0 -106936,8 -66,94 -12268 -279,653 STORY6 C12 COM B5 M IN 162,5 -104027 -66,94 -373633 -112290 STORY6 C12 COM B5 M IN 325 -101117,2 -66,94 -2801882 -847256

STORY6 C12 COM B6 M AX 0 0 0 0,146 0,056

STORY6 C12 COM B6 M AX 162,5 0 0 373632,5 112290

STORY6 C12 COM B6 M AX 325 0 0 2801882 847256,3

STORY6 C12 COM B6 M IN 0 -106936,8 -14943,1 -2054617 -622676 STORY6 C12 COM B6 M IN 162,5 -104027 -14943,1 -1389,63 -94,455 STORY6 C12 COM B6 M IN 325 -101117,2 -14943,1 -0,103 0,025

STORY5 C12 DEAD 0 -107865,6 -20,21 -3692,65 -220,589

STORY5 C12 DEAD 162,5 -105440,8 -20,21 -408,325 -40,045

STORY5 C12 DEAD 325 -103015,9 -20,21 2876,001 140,499

STORY5 C12 LIVE 0 -47574,23 -116,01 -21073,2 -115,3

STORY5 C12 LIVE 162,5 -47574,23 -116,01 -2220,79 -11,695

STORY5 C12 LIVE 325 -47574,23 -116,01 16631,58 91,91

STORY5 C12 EX 0 0 0 -0,419 2675572

STORY5 C12 EX 162,5 0 0 -0,069 -104456

STORY5 C12 EX 325 0 0 0,282 -2884484

STORY5 C12 EY 0 1248,31 16913,08 2632431 -0,029

STORY5 C12 EY 162,5 1248,31 16913,08 -115944 -0,025

STORY5 C12 EY 325 1248,31 16913,08 -2864319 -0,021

STORY5 C12 COM B1 M AX 0 -151011,8 -28,3 -5169,71 -308,824 STORY5 C12 COM B1 M AX 162,5 -147617,1 -28,3 -571,655 -56,063 STORY5 C12 COM B1 M AX 325 -144222,3 -28,3 4026,401 196,698 STORY5 C12 COM B1 M IN 0 -151011,8 -28,3 -5169,71 -308,824 STORY5 C12 COM B1 M IN 162,5 -147617,1 -28,3 -571,655 -56,063 STORY5 C12 COM B1 M IN 325 -144222,3 -28,3 4026,401 196,698 STORY5 C12 COM B2 M AX 0 -76118,78 -24,25 -4431,18 -184,481 STORY5 C12 COM B2 M AX 162,5 -76118,78 -24,25 -489,99 -18,713 STORY5 C12 COM B2 M AX 325 -76118,78 -24,25 26610,53 168,598 STORY5 C12 COM B2 M IN 0 -129438,7 -185,62 -33717 -264,707 STORY5 C12 COM B2 M IN 162,5 -126528,9 -185,62 -3553,26 -48,054 STORY5 C12 COM B2 M IN 325 -123619,1 -185,62 3451,201 147,055 STORY5 C12 COM B3 M AX 0 374,49 5073,92 789729,4 2675572 STORY5 C12 COM B3 M AX 162,5 374,49 5073,92 -0,069 -0,008 STORY5 C12 COM B3 M AX 325 374,49 5073,92 8315,79 168,598 STORY5 C12 COM B3 M IN 0 -129438,7 -58,01 -10536,6 -264,707 STORY5 C12 COM B3 M IN 162,5 -126528,9 -58,01 -34783,1 -104456 STORY5 C12 COM B3 M IN 325 -123619,1 -58,01 -859296 -2884484

STORY5 C12 COM B4 M AX 0 0 0 0,419 0,009

STORY5 C12 COM B4 M AX 162,5 0 0 34783,11 104455,7


(6)

STORY5 C12 COM B4 M IN 0 -129438,7 -5073,92 -789729 -2675572 STORY5 C12 COM B4 M IN 162,5 -126528,9 -5073,92 -1110,39 -48,054 STORY5 C12 COM B4 M IN 325 -123619,1 -5073,92 -0,282 0,006 STORY5 C12 COM B5 M AX 0 1248,31 16913,08 2632431 802671,7 STORY5 C12 COM B5 M AX 162,5 1248,31 16913,08 -0,021 -0,025 STORY5 C12 COM B5 M AX 325 1248,31 16913,08 8315,79 168,598 STORY5 C12 COM B5 M IN 0 -129438,7 -58,01 -10536,6 -264,707 STORY5 C12 COM B5 M IN 162,5 -126528,9 -58,01 -115944 -31336,7 STORY5 C12 COM B5 M IN 325 -123619,1 -58,01 -2864319 -865345

STORY5 C12 COM B6 M AX 0 0 0 0,126 0,029

STORY5 C12 COM B6 M AX 162,5 0 0 115943,7 31336,72

STORY5 C12 COM B6 M AX 325 0 0 2864319 865345,2

STORY5 C12 COM B6 M IN 0 -129438,7 -16913,1 -2632431 -802672 STORY5 C12 COM B6 M IN 162,5 -126528,9 -16913,1 -1110,39 -48,054