Kategori hunian dan factor keutamaan I Klasifikasi Site Peta percepatan respon spectral S

Pertimbangan kedua adalah pembatasan defleksi lateral agar detail arsitektur dan dinding penyekat ruangan tidak rusak. Meskipun tidak separah kerusakan keruntuhan bangunan secara keseluruhan, tetapi defleksi lantai dengan lantai tarikan antar lantai harus dibatasi dikarenakan biaya untuk mengganti jendela serta elemen non struktur lainnya adalah besar dan pecahan-pecahan kaca dapat melukai bahkan membunuh penghuni bangunan tersebut.

II.3.1. Desain Struktur Tahan Gempa

Bagi struktur yang direncanakan dapat menahan beban gempa, maka struktur tersebut harus dapat memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Pada saat terjadi gempa ringan, maka tidak terjadi kerusakan baik pada elemen struktural maupun non-srruktural. 2. Pada saat terjadi gempa sedang, elemen structural tidak boleh rusak, sedangkan elemen non-struktural boleh rusak tetapi masih bisa diperbaiki lagi. 3. Pada saat terjadi gempa kuat, elemen non-struktural dan structural rusak terjadi sendi plastis pada struktur tetapi struktur tidak sampai runtuh mekanisme runtuh di desain Untuk perencanaan pembebanan gempa ini digunakan analisis beban statik ekivalen. Karena peta zoning gempa Indonesia terbaru 2010 mengacu pada ASCE 7- 05, maka perhitungannya juga dilakukan dengan metode yang ada pada aturan tersebut, prosedur pengerjaannya sebagai berikut :

II.3.1.1. Kategori hunian dan factor keutamaan I

Universitas Sumatera Utara Untuk kategori hunian dari bangunan yang akan direncanakan dapat dilihat pada table 1.1 pada ASCE 7-05, sedangkan factor keutamaan I dijelaskan pada table 11.5-1 ASCE 7-05.

II.3.1.2. Klasifikasi Site

Klasifikasi site merupakan kategori jenis tanah pada tempat bangunan yang akan direncanakan sesuai kategori-kategori yang sudah ditetapkan pada peta gempa Indonesia 2010 table 2 ataupun pada ASCE 7-05 table 20.1 sebagai berikut : Klasifikasi Site V s ms N S u kPa A. Batuan Keras V s • 15 00 NA NA B. Batuan 750 V s • 1500 NA NA C. Tanah Sangat Padat dan Batuan Lunak 350 V s • 750 N 50 S u • 100 D. Tanah Sedang 175 V s • 350 15 • N • 50 50 • S u • 100 E. Tanah Lunak V s 175 N 15 S u 50 Atau setiap profil lapisan tanah dengan ketebalan lebih dari 3 m dengan karakteristik sebagai berikut : 1. Indeks plaastisitas, PI 20, 2. Kadar air w • 40 , dan 3. Kuat geser tak terdrainase S u 25 kPa F. Lokasi yang membutuhkan penyelidikan geoteknik dan analisis respon spesifik site specific response analisys Setiap profil ;lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik seperti : - Rentan dan berpotensi gagal terhadap beban gempa seperti likuifaksi, tanah lempung sangat sensitive, tanah tersementasi lemah. - Lempung organic tinggi danatau gambut dengan ketebalan 3 m - Plastisitas tinggi ketebalan H 7.5 m dengan PI 75 - Lapisan lempung lunakmedium kaku dengan ketebalan H 35 m Tabel 2.1 Klasifikasi Site Dari table diatas dapat ditentukan jenis tanah sesuai data-data yang sudah ada. Untuk tugas akhir ini direncanakan berada pada tanah lunak atau kategori E dan nantinya disesuaikan dengan peta gempa Indonesia 2010. Universitas Sumatera Utara

II.3.1.3. Peta percepatan respon spectral S

s dan S 1 Peta percepatan maksimum gempa di batuan dasar mulai digunakan untuk peraturan perencanaan Indonesia pada tahun 1983 melalui PPTI-UG Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung 1983. Pembagian daerah gempa tersebut adalah seperti pada gambar dibawah ini. Peta gempa ini merupakan hasil studi oleh Beca Carter dalam kerjasama bilateral Indonesia-New Zealand Beca Carter Hollings dan Ferner, 1978. Gambar 2.11. Peta percepatan gempa maksimum Indonesia dalam PPTI-UG 1983 PPTI-UG 1983 diperbaharui pada tahun 2002 dengan keluarnya Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002 Gambar4. Peraturan baru ini disusun dengan mengacu pada UBC 1997. Gambar 2.12. Peta percepatan gempa maksimum Indonesia dalam SNI 03-1726-2002 Universitas Sumatera Utara Seiring dengan perkembangan konstruksi gedung di Indonesia dan juga karena seringnya terjadi gempa besar belakangan ini, maka dikeluarkanlah peta gempa Indonesia terbaru 2010 , dimana yang menjadi patokan dalam pembuatan peta gempa ini adalah ASCE 7-10. Gambar 2.13. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar pada kondisi spektra T = 0.2 detik untuk 2 PE 50 tahun. Berbeda dengan peta zoning gempa Indonesia 1983 dan 2002, peta gempa Indonesia 2010 secara kuantitatip tidak lagi diberikan dalam bentuk peta zoning gempa akan tetapi disajikan dalam format dua buah peta kontur percepatan gempa rencana maximum dari batuan dasar untuk waktu getar pendek 0.2 detik S S dan 1 detik, S 1 .

II.3.1.4. Spectral response coefficients S