Penentuan Kadar Minyak Dan Lemak Dalam Air Atau Limbah Cair Secara Gravimetri

(1)

PENENTUAN KADAR MINYAK DAN LEMAK DALAM AIR ATAU LIMBAH CAIR SECARA GRAVIMETRI

TUGAS AKHIR

Oleh :

RAHMAH RAMBE 052410047

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENENTUAN KADAR MINYAK DAN LEMAK DALAM AIR ATAU LIMBAH CAIR SECARA GRAVIMETRI

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh :

RAHMAH RAMBE 052410047 Medan, Juni 2008

Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing,

Drs. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S, Apt NIP : 131283722

Disahkan Oleh : Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt NIP : 131283716


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan Judul “Penentuan Kadar Minyak dan Lemak dalam Air atau Limbah Cair Secara Gravimetri’’, merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Diploma III Analis Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga dan hormat yang setulus-tulusnya kepada yang tercinta Ayahanda Zurman Rambe dan Ibunda Zahro Hasibuan yang penuh kesabaran dalam mendoakan dan memberikan bantuan moril maupun materil sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.

Selama proses penulisan, penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penghargaan setinggi-tingginya dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada :

- Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

- Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc, Apt, selaku koordinator Program Diploma III Analis Farmasi USU.

- Bapak Drs. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S, Apt, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan nasehat serta perhatiannya hingga selesainya Tugas Akhir ini.


(4)

- Agustina Rahmadhani, S.Si, selaku pembimbing materi Praktek Kerja

Lapangan. - Teman-teman PKL saya Halimah, Izal dan teman-teman saya angkatan

2005 Diploma III Analis Farmasi Fakultas Farmasi USU.

Sebagai manusia dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dikuasai, penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis tidak menutup diri dari kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua khususnya bagi penulis.

Medan, Juni 2008


(5)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1 Tujuan ... 2

1.2.2 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Minyak dan Lemak ... 3

2.1.1 Sumber-Sumber Minyak dan Lemak ... 5

2.1.2 Sifat Fisika – Kimia Minyak dan Lemak ... 7

2.1.3 Keberadaan atau Dampak Minyak dan Lemak Terhadap Lingkungan ... 14

2.2 Proses Pengolahan Minyak dan Lemak ... 16

2.2.1 Proses Refining ... 16

2.2.2 Proses Fraksinasi ... 17

2.3 Jenis- Jenis Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit ... 19

2.3.1 Limbah Padat ... 19

2.3.2 Limbah Cair ... 19


(6)

2.4 Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit ... 20

2.5 Pengolahan Limbah Cair Minyak Kelapa Sawit ... 21

2.6 Gravimetri ... 24

BAB III METODOLOGI ... 28

3.1 Alat dan Bahan ... 28

3.1.1 Alat ... 28

3.1.2 Bahan ... 28

3.2 Prosedur Kerja ... 29

3.3 Perhitungan ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Hasil ... 31

4.2 Pembahasan ... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1 Kesimpulan ... 33

5.2 Saran ... 33 DAFTAR PUSTAKA


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak dan lemak adalah trigliserida yang merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida, yang merupakan senyawa hasil kondensasi molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Di alam bentuk gliserida yang lain adalah digliserida dan monogliserida yang hanya terdapat sangat sedikit pada tanaman.

Minyak sawit sebagai minyak atau lemak yang merupakan suatu trigliserida termasuk golongan minyak dengan rantai asam lemak yang berupa asam oleat-linoleat. Pembentukan minyak dan lemak dalam buah kelapa sawit mulai berlangsung beberapa minggu sebelum matang. Kandungan minyak tertinggi dalam buah adalah pada saat buah akan lepas dari tandannya. Dalam pengolahan buah kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit, selalu menghasilkan limbah cair yang biasanya mengandung minyak dan lemak. (Ketaren, 1986)

Limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung kadar minyak dan lemak 30 mg/l pada industri minyak sawit dan 15 mg/l pada produk industri minyak nabati. Selain minyak dan lemak, limbah cair pabrik kelapa sawit juga mengandung BOD, COD, Nitrogen total, Phosfat, Ammonia total, dan lain-lain. Beban pencemaran lingkungan dari limbah pabrik kelapa sawit serta kandungan bahan organik yang cukup tinggi pada limbah, menuntut pabrik untuk mengolah limbahnya, antara lain melalui daur ulang. Proses pengolahan kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit akan menghasilkan limbah cair dalam jumlah besar. Untuk menghasilkan satu ton minyak kelapa sawit, dihasilkan dua setengah ton limbah cair pabrik kelapa sawit. (Said dan Dev, 1996)


(8)

Berdasarkan paparan di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui, mendalami tentang limbah minyak dan lemak dalam air atau limbah cair, sehingga dapat mengatasi dampak yang ditimbulkannya.

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Untuk menentukan kadar minyak dan lemak dalam air atau limbah cair secara gravimetri, apakah sudah memenuhi standar baku mutu limbah dan bagaimana pengatasan limbahnya sehingga jika dibuang ke badan air/sungai tidak akan mencemari lingkungan.

1.2.2 Manfaat

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi mahasiswa maupun masyarakat tentang berapa banyak kadar minyak dan lemak yang diperbolehkan terdapat pada limbah cair. Disamping itu bagaimana penanggulangan dampak yang ditimbulkannya, sehingga tidak menimbulkan masalah terhadap kesehatan, kehidupan dan lingkungan.


(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, akar tanaman dan sayaur-sayuran. Dalam jaringan hewan lemak terdapat di seluruh badan, tetapi jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan adipose dan tulang sumsum.

Lemak tersebut jika dihidrolisis menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Adapun proses hidrolisis dari trigliserida tersebut adalah sebagai berikut :

O

α CH2 - O - C - R1 CH2

O ║ H

OH

ß CH - O – C – R

+

2 CH(OH) + R1COOH + R2 atau OH

COOH _

+ R3COOH O

α’ CH2 – O – C – R3 CH2

Asam lemak merupakan senyawa alifatis asam amino karboksilat yang dapat diperoleh dari hidrolisa lemak. Asam lemak di bagi 2 yaitu asam lemak

OH asam lemak trigliserida (lemak) gliserol

Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, dan hal ini tergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. (Ketaren, 1986)


(10)

jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak mempunyai ikatan rangkap, contoh : Asam Stearat (C18:0). Sedangkan asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak yang mempunyai 1 atau lebih ikatan rangkap. Asam lemak tidak jenuh ini di bagi 3 yaitu :

1. Mempunyai 1 ikatan rangkap (MUFA : Mono Unsaturated Fatty Acid) Contoh : Asam Oleat (C18:1).

2. Mempunyai 2 ikatan rangkap (DUFA : Di Unsaturated Fatty Acid) Contoh : Asam Linoleat (C18:2).

3. Mempunyai lebih dari 3 ikatan rangkap (PUFA : Poly Unsaturated Fatty

Acid)

Contoh : Asam Linolenat (C18:3). (Kosasih, 1997)

Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat , linoleat, atau asam linolenat dengan titik cair yang rendah. Lemak hewani pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempunyai titik cair lebih tinggi. (Ketaren, 1986)

Semua lemak bahan makanan yang berasal dari hewan dan sebagian besar minyak nabati mengandung asam lemak rantai panjang, minyak kelapa sawit mengandung asam lemak rantai sedang, asam lemak rantai sangat panjang terdapat dalam minyak ikan. Titik cair asam lemak meningkat dengan bertambahnya rantai karbon. Asam lemak terdiri dari rantai karbon yang mengikat semua hidrogen dinamakan asam lemak jenuh. (Almatsier, 2001)


(11)

2.1.1 Sumber-Sumber Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan oleh alam, yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. Dalam tanaman atau hewan, minyak tersebut berfungsi sebagai sumber cadangan energi.

Minyak dan lemak dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, sebagai berikut :

1. Bersumber dari tanaman

a. Biji-bijian palawija : minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedele, bunga matahari.

b. Kulit buah tanaman tahunan : minyak zaitun dan kelapa sawit.

c. Biji-bijian dari tanaman tahunan : kelapa, coklat, inti sawit, babassu,

cohune dan sejenisnya.

2. Bersumber dari hewani

a. Susu hewan peliharaan : lemak susu.

b. Daging hewan peliharaan : lemak sapi dari turunannya oleostearin.

Oleo oil dari oleo stock, lemak babi, dan mutton tallow.

c. Hasil laut : minyak ikan sarden, menhaden dan sejenisnya, dan minyak ikan paus.

Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat fisiko-kimia tiap jenis minyak berbeda-beda, dan hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat tumbuh dan pengolahan.

Adapun perbedaan umum antara lemak nabati dan hewani adalah :

1. Lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol.


(12)

2. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil dari lemak nabati.

3. Lemak hewani mempunyai bilangan Reichert-Meissl lebih besar dan bilangan Polenske lebih kecil dibanding dengan minyak nabati.

Klasifikasi lemak nabati berdasarkan sifat fisiknya ( sifat mengering dan sifat cair) dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi minyak nabati

Kelompok lemak Jenis lemak/minyak 1. Lemak (berwujud padat)

2. Minyak (berwujud cair) a. Tidak mengering (non drying oil)

b. Setengah mengering (semi drying oil)

c. Mengering (drying oil)

Lemak biji coklat, inti sawit, cohune,

babassu, tengkawang, nutmeg butter, mowvah

butter, shea butter.

Minyak zaitun, kelapa, inti zaitun, kacang tanah, almond, inti alpukat, inti plum, jarak rape, mustard.

Minyak dari biji kapas, kapok, jagung, gandum, biji bunga matahari, croton dan

urgen.

Minyak kacang kedele, safflower, argemone,

hemp, walnut, biji poppy, biji karet, perilla,


(13)

Jenis minyak mengering (drying oil) adalah minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika kena oksidasi, dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Istilah minyak “setengah mengering” berupa minyak yang mempunyai daya mengering lebih lambat.

2.1.2 Sifat Fisika – Kimia Minyak dan Lemak Sifat fisika minyak dan lemak

Sifat fisika minyak dan lemak terdiri dari 13 yaitu : 1. Warna

Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan yaitu : 1. Zat warna alamiah

Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri

dari α dan ß karoten, xanthofil, klorofil, dan anthosianin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.

2. Zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah

Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Warna coklat hanya terdapat pada minyak atau lemak yang berasal dari bahan yang telah busuk atau memar. Warna kuning, warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna bervariasi


(14)

dari kuning sampai ungu kemerah-merahan. Timbulnya warna kuning terjadi dalam minyak atau lemak tidak jenuh.

2. Bau amis dalam minyak dan lemak

Lemak atau bahan pangan berlemak, seperti lemak babi, mentega, krim, susu bubuk, hati, dan bubuk kuning telur dapat menghasilkan bau tidak enak yang mirip dengan bau ikan yang sudah basi. Bau amis dapat disebabkan oleh interaksi trimetil amin oksidasi dengan ikatan rangkap dari lemak tidak jenuh.

Trimetil amin oksidasi terbentuk akibat oksidasi trimetil amin oleh peroksida. Umumnya persenyawaan oksidasi ini terdapat dalam otot-otot ikan, dalam jaringan hewan dan dalam susu. Jika persenyawaan tersebut terdapat dalam minyak yang dipanaskan selama beberapa jam pada suhu sekitar 105oC senyawa tersebut akan tereduksi sehingga menghasilkan trimetil amin bebas.

3. Odor dan flavor

Odor dan flavor dalam minyak pada umumnya disebabkan oleh

komponen bukan minyak, sebagai contoh bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya beta ionone. Sedangkan bau khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonil metil keton.

4. Kelarutan

Minyak dan lemak tidak larut dalam air. Minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam etil eter, karbon disulfida dan pelarut-pelarut halogen. Ketiga jenis pelarut ini memiliki sifat non polar sebagaimana halnya minyak dan lemak netral. Kelarutan dari minyak dan lemak ini dipergunakan sebagai dasar untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak.


(15)

5. Titik cair dan polymorphism

Polymorphism pada minyak dan lemak adalah suatu keadaan dimana

terdapat lebih dari satu bentuk kristal. Polymorphism sering dijumpai pada beberapa komponen yang mempunyai rantai karbon panjang, dan pemisahan kristal tersebut sangat sukar. Namun demikian untuk beberapa komponen, bentuk dari kristal-kristalnya sudah dapat diketahui.

Polymorphism penting untuk mempelajari titik cair minyak atau lemak,

dan asam lemak beserta ester-esternya. Untuk selanjutnya Polymorphism mempunyai peranan penting dalam berbagai proses untuk mendapatkan minyak atau lemak.

Asam lemak tidak memperlihatkan kenaikan titik cair yang linier dengan bertambah panjang rantai atom karbon. Asam lemak dengan ikatan trans mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada isomer asam lemak yang berikatan cis.

6. Titik didih (boiling point)

Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan bertambah panjang rantai karbon asam lemak tersebut.

7. Titik lunak (softening point)

Titik lunak dari lemak ditetapkan dengan maksud untuk identifikasi minyak atau lemak tersebut. Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan tabung kapiler yang diisi dengan minyak.


(16)

8. Slipping point

Penetapan slipping point dipergunakan untuk pengenalan minyak dan lemak alam serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya. Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan suatu silinder kuningan yang kecil, yang diisi dengan lemak padat, kemudian disimpan dalam bak yang tertutup dan dihubungkan dengan thermometer.

9. Shot melting point

Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. Pada umumnya minyak atau lemak mengandung komponen yang berpengaruh terhadap titik cairnya. Minyak dan lemak yang umumnya mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah yang relatif besar, biasanya berwujud cair pada temperatur kamar.

10. Bobot jenis

Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25oC akan tetapi penting juga untuk diukur pada temperatur 40oC atau 60oC untuk lemak yang titik cairnya tinggi. Pada penetapan bobot jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang pendek.

11. Indeks bias

Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak dipakai pada pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak.


(17)

12. Titik asap, titik nyala, titik api

Titik asap, titik nyala, titik api adalah kriteria mutu yang terutama penting dalam hubungannya dengan minyak yang diguakan untuk mengoreng. Titik asap adalah temperatur pada saat minyak dan lemak menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada pemanasan tersebut. Titik nyala adalah temperatur pada saat campuran uap dari minyak dengan udara mulai terbakar. Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan pembakaran yang terus menerus, sampai habisnya contoh uji.

13. Titik kekeruhan (turbidity point)

Titik kekeruhan ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak atau lemak dengan pelarut lemak. Seperti diketahui, minyak dan lemak kelarutannya terbatas. Campuran ini kemudian dipanaskan sampai terbentuk larutan yang sempurna. Kemudian didinginkan dengan perlahan-lahan sampai minyak dan lemak dengan pelarutnya mulai terpisah dan mulai menjadi keruh. Temperatur pada waktu mulai terjadi kekeruhan, dikenal sebagai titik kekeruhan.

Sifat kimia minyak dan lemak

Reaksi yang penting pada minyak dan lemak adalah : 1. Hidrolisa

Dalam reaksi hidrolisa, minyak dan lemak akan dirubah menjadi asam lemak bebas gliserol. Reaksi hidrolisis yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapat sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan, hidrolisa yang menghasilkan bau tengik pada minyak tersebut.


(18)

2. Oksidasi

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antar sejumlah oksigen minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak atau lemak.

Mekanisme oksidasi yang umum dari minyak atau lemak adalah sebagai berikut :

a. Inisiasi (initiation) RH + O2

ROOH (antara lain R, RO, RO radikal bebas

2, dan HO) (ROOH)2

R + R RO

b. Perambatan (propagation)

RO

2 2

R + RO

+ RH R + ROOH c. Penghentian (termination)

R + R

2 hasil akhir yang stabil RO2 + RO2

Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan cara penyaringan.

3. Hidrogenasi

Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak.


(19)

Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhan.

Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen akan diikat oleh asam lemak yang tidak jenuh, yaitu pada ikatan rangkap, membentuk radikal kompleks antara hidrogen, nikel, dan asam lemak tak jenuh. Setelah terjadi penguraian nikel dan radikal asam lemak, akan dihasilkan suatu tingkat kejenuhan yang lebih tinggi. Radikal asam lemak dapat terus bereaksi dengan hidrogen, membentuk asam lemak yang jenuh.

4. Esterifikasi

Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut interesterifikasi atau pertukaran ester yang didasarkan atas prinsip transesterifikasi friedel-craft.

O O O O │ │ │ │

R - C – OR’ + R’’ - C – OR’’’ R – C – OR’’’ + R’’ - C – OR’ ester ester

5. Pembentukan keton

Keton dapat dihasilkan melalui penguraian dengan cara hidrolisa ester. H2

2 RCH

O

2COOCL RCH – C – O RCH2 – C = O + CO2 H

+

RCH - CO RCH2

Melalui reaksi secara ini. Laural klorida misalnya, akan dirubah menjadi diundesil


(20)

2.1.3 Keberadaan atau Dampak Minyak dan Lemak Terhadap Lingkungan Sumber utama dari pencemaran minyak dan lemak umumnya adalah rumah tangga dan industri. Mikroorganisme merupakan organisme yang paling berperan dalam dekomposisi minyak di laut. Setelah kira-kira tiga bulan, hanya tinggal 15% dari volume minyak yang mencemari air masih tetap terdapat di dalam air. Jika pencemaran minyak terjadi di pantai, penghilangan minyak mungkin lebih cepat karena minyak akan melekat pada benda-benda padat seperti batu dan pasir yang mengalami kontak dengan air yang tercemar tersebut.

Pencemaran air oleh minyak sangat merugikan karena dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Adanya minyak menyebabkan penetrasi sinar ke dalam air berkurang. Ternyata intensitas sinar di dalam air sedalam 2 meter dari permukaan air yang mengandung minyak 90% lebih rendah dari pada intensitas sinar pada kedalaman yang sama di dalam air yang bening.

2. Konsentrasi oksigen terlarut menurun dengan adanya minyak karena lapisan film minyak menghambat pengambilan oksigen oleh air.

3. Adanya lapisan minyak pada permukaan air akan mengganggu burung-burung yang ada didalam air.

4. Penetrasi sinar oksigen yang menurun dengan adanya minyak dapat mengganggu kehidupan tanaman-tanaman yang ada dalam air. (Khaerudin, 2003)

Keberadaan minyak dan lemak terdapat dua macam emulsi yang terbentuk antara minyak dengan air, yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak. Emulsi minyak dalam air terjadi jika droplet-droplet minyak


(21)

terdispersi di dalam air dan distabilkan dengan intraksi kimia dimana air menutupi permukaan droplet-droplet tersebut. Hal ini terjadi terutama di dalam air yang berombak, dan droplet-droplet minyak tersebut tidak terdispersi pada permukaan air, melainkan menyebar di dalam air. Beberapa di antara droplet minyak, terutama yang terikat dengan partikel mineral, akan menjadi lebih berat dan akhirnya mengendap ke bawah.

Emulsi air dalam minyak terbentuk jika droplet-droplet air ditutupi oleh lapisan minyak. Emulsi ini distabilkan oleh interaksi di antara droplet-droplet air yang tertutup. Emulsi semacam ini terlihat sebagai lapisan yang mengapung pada permukaan air. Kadang-kadang kandungan air dalam droplet-droplet minyak cukup tinggi, maka volume totalnya menjadi lebih besar dibandingkan dengan minyak aslinya. (Kristanto, 2002)

Dampak limbah minyak dan lemak jika dibuang tanpa diolah terlebih dahulu akan menimbulkan akibat dan resiko terhadap kesehatan manusia, keseimbangan lingkungan/ekologi dan keindahan/estetika lingkungan. Limbah panas dapat merusak keseimbangan oksigen dalam air, hal ini disebabkan karena kelarutan oksigen dalam air menjadi kecil akibat kenaikan suhu. Kenaikan suhu akibat limbah termik dapat menyebabkan kecepatan penggunaan oksigen oleh reaksi biokimia menjadi besar akibat kenaikan suhu.

Air limbah yang banyak mengandung materi tersuspensi dapat menyebabkan kerugian bagi usaha perikanan. Materi tersuspensi akan menyebabkan pula terhambatnya penetrasi cahaya, dengan adanya hambatan penetrasi cahaya maka laju fotosintesis jadi terhambat.


(22)

Air yang tercemar sering kali mengeluarkan bau yang yang sangat menusuk hidung atau berubah warna menjadi hitam, hijau, coklat ataupun merah tergantung dari jenis pencemar yang ada. Kejadian ini sangat mengganggu segi keindahan yang di miliki air. (Said dan Dev, 1996)

2.2 Proses Pengolahan Minyak dan Lemak 2.2.1 Proses Refining

Refining adalah salah satu aspek kimia dalam proses pengolahan minyak dan lemak. Minyak dan lemak kasar mengandung pengotoran yang dapat menyebabkan aroma ataupun warna yang kurang menyenangkan ataupun mempengaruhi mutunya. Pengotoran tersebut adalah asam lemak bebas, fosfolipida, karbohidrat, protein beserta hasil degradasinya, air serta pigmen dan hasil oksidasi lemak.

Proses refining :

1. Settling dan degumming

Yang termasuk didalamnya adalah memanaskan lemak dalam jangka waktu tertentu sehingga terpisah dari fase air yang mengandung protein, fosfolipida dan karbohidrat. Untuk kondisi tertentu, minyak yang mengandung fosfolipid dilakukan pekerjaan pendahuluan (yang disebut degumming) dengan cara menambahkan air sejumlah 2-3% dan campuran ini diaduk pada temperatur 50o

2. Netralisasi

C dan dipisahkan dengan cara dekantasi atau sentrifugasi.

Untuk menghilangkan asam lemak bebas, sejumlah NaOH dicampurkan kedalam lemak dan dipanaskan sehingga membentuk fase air. Fase air ini


(23)

dipisahkan dan dapat digunakan untuk pembuatan sabun. Sisa fase air yang masih tercampur dengan lemak dibebaskan dengan mencucinya dengan air panas, kemudian didiamkan atau disentrifugasi. Disamping asam lemak bebas yang terdapat dalam air juga terdapat fosfolipid dan zat warna.

3. Bleaching (memutihkan)

Untuk memperoleh minyak yang bebas dari zat warna dilakukan dengan pemanasan pada suhu 85o

4. Deodorasi

C dan penambahan karbon aktif atau Fuller’s earth. Selama proses pemutihan ini harus diusahakan untuk mencegah terjadi oksidasi. Zat lain seperti fosfolipid, sabun, dan bahan yang teroksidasi akan terserap bersama dengan zat warna ini. Pemisahan dilakukan dengan penyaringan.

Deodorasi adalah senyawa menguap yang aromanya tidak

menyenangkan, yang umumnya timbul akibat oksidasi minyak, dihilangkan dengan destilasi uap pada tekanan rendah. Bila tekanan 1 atmosfer kemungkinan terjadi oksidasi.

2.2.2 Proses Fraksinasi

Minyak dan lemak mengandung campuran trigliserida yang titik lebur dan kelarutan yang berbeda. Bila didinginkan secara perlahan-lahan trigliserida dengan tingkat kejenuhan yang lebih tinggi akan mengendap terlebih dahulu, sehingga akan terpisah dari campurannya dengan minyak.


(24)

Proses fraksinasi

1. Fraksinasi kering

Pada fraksinasi kering, didasarkan pada proses pendinginan melalui suatu kontrol terhadap kondisi pendinginan tanpa penambahan bahan kmia dan dilanjutkan dengan penyaringan.

2. Fraksinasi lanza

Fraksinasi ini mirip dengan fraksinasi kering sampai pada tahap pemisahannya. Kemudian ditambahkan larutan deterjen air yang akan menempatkan kembali fase minyak diatas permukaan kristal dan akan membentuk suspensi yang kemudian dipisahkan dengan sentrifugasi. Kristal lemak kemudian dilelehkan pada alat pemanas dan campuran minyak dengan air dipisahkan dengan sentrifugasi.

3. Fraksinasi pelarut

Mendinginkan lemak yang sudah dilarutkan biasanya menghasilkan fraksi yang lebih baik. Fraksinasi pelarut ini menggunakan bahan pelarut berupa pelarut aseton, heksan, 2-nitro propana. Aseton digunakan untuk memproduksi lemak coklat. Heksan digunakan untuk fraksinasi minyak kelapa sawit.

4. Fraksinasi minyak kelapa sawit

Minyak kelapa sawit tahan terhadap oksidasi, pada suhu kamar (20-27oC), karena minyak yang dihasilkan dengan cara ini cukup stabil, maka beberapa tanaman digunakan untuk fraksinasi minyak kelapa sawit untuk menghasilkan minyak cair (65-70%) palm olein dengan titik lebur 18-20oC dan fraksi stearin (30-35%) dengan titik lebur 48-50oC. (Kosasih, 1997)


(25)

2.3 Jenis-Jenis Limbah Industri Minyak Kelapa sawit

Limbah industri minyak kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas.

2.3.1 Limbah Padat

Salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit adalah tandan kosong kelapa sawit. Tempurung kelapa sawit termasuk juga limbah padat hasil pengolahan kelapa sawit. Limbah padat mempunyai ciri khas pada komposisinya. Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa dan lignin.

2.3.2 Limbah Cair

Limbah cair juga dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi, dan hidrosiklon. Limbah kelapa sawit memiliki kadar bahan organik yang tinggi. Tingginya kadar tersebut menimbulkan pencemaran yang besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar pula.

Lumpur (sludge) disebut juga lumpur primer yang berasal dari proses klarifikasi yang merupakan salah satu limbah cair yang dihasilkan dalam proses pengolahan kelapa sawit, sedangkan lumpur yang telah mengalami proses sedimentasi disebut lumpur sekunder.


(26)

2.3.3 Limbah Gas

Selain dari limbah padat dan limbah cair, industri pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan limbah yaitu limbah gas atau limbah bahan gas. Limbah bahan gas ini antara lain adalah gas cerobong dan uap air buangan pabrik kelapa sawit. ( Fauzi, 2002)

2.4 Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit

Limbah merupakan salah satu hasil samping proses yang tidak diharapkan kehadirannya, tetapi tidak dapat ditolak keberadaannya, sehingga perlu pemikiran dan pengolahan yang serius agar limbah cair tidak merusak lingkungan sekitarnya.

Limbah cair pabrik kelapa sawit memiliki potensi sebagai pencemaran lingkungan karena berbau, mengandung nilai COD dan BOD serta padatan tersuspensi yang tinggi. Untuk mengendalikan pencemaran maka diperlukan pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit secara biologis, kimia atau fisik. Penanganan limbah cair secara biologis lebih disukai karena dampak akhirnya terhadap pencemaran lingkungan minimal.

Limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung senyawa organik dan anorganik yang dapat dan tidak dapat dirombak oleh mikroorganisme. Limbah yang mengandung senyawa organik umumnya dapat dirombak oleh bakteri dan dapat dikendalikan secara biologis. Pengolahan limbah cair secara biologis dapat dilakukan dengan proses aerobik dan anaerobik. Pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dimulai dengan proses anerobik dan dilanjutkan dengan proses aerobik. (Said dan Dev, 1996)


(27)

Pada pengolahan limbah pabrik yang mengandung konsentrasi minyak sebagian limbah berubah menjadi lumpur (sludge) yang sangat mengganggu pada lingkungan. Demikian juga limbah cair dengan padatan tersuspensi dan BOD masing-masing diatas 600 mg/l dan 500 mg/l akan membuat perairan menjadi terganggu.

Jumlah limbah cair yang dihasilkan dari beberapa pengolahan adalah 120 m3/hari berupa kondensat rebusan, 450 m3/hari dari stasiun klarifikasi, dan 30m3/hari dari buangan hidrosiklon. Total volume limbah dari setiap pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton tandan buah segar/hari adalah 600m3

Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri pengolahan minyak kelapa sawit merupakan sisa dari proses pembuatan minyak sawit yang berbentuk cair. Limbah ini masih banyak mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh

/hari. Karena itulah diperlukan satu sistem pengolahan limbah yang mampu menurunkan kualitas limbah tersebut mencapai nilai baku mutu limbah. (Said dan Dev, 1996)

2.5 Pengolahan Limbah Cair Minyak Kelapa Sawit

Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit adalah limbah cair dan limbah padat. Limbah padatnya berupa tandan buah kosong dan cangkang sawit. Tandan buah kosong umumnya dapat dimanfaatkan kembali di lahan perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan pupuk kompos. Prosesnya terlebih dahulu dicacah sebelum diaplikasikan (dibuang) ke lahan. Sedangkan cangkang buah kelapa sawit dapat dimanfaatkan kembali sebagai alternatif bahan bakar (alternative fuel oil) pada boiler dan power generation.


(28)

tanaman dan tanah. Limbah cair ini digunakan sebagai alternatif pupuk di lahan perkebunan kelapa sawit yang sering disebut dengan land application. Untuk melakukan pengolahan limbah cair, diwajibkan melakukan kajian terlebih dahulu tentang kelayakan pemanfaatan air limbah sebagai pupuk pada tanah diperkebunan.

Pemahaman bahwa limbah yang dihasilkan dari suatu proses produksi mempunyai nilai ekonomis merupakan suatu paradigma baru yang sedang dikembangkan saat ini. Limbah bukan menjadi suatu hal yang harus dihindari atau ditutup-tutupi pengolahannya. Limbah juga mempunyai nilai ekonomis. Dibawah ini disajikan satu sistem pengolahan limbah yang menggunakan bahan minyak kelapa sawit. (http//:www.b3.menlh.go.id)

Tahapan proses yang dilakukan : 1. Perlakuan Pendahuluan

a. Penyaringan minyak

Limbah cair yang keluar berwarna kotor, mengandung minyak panas. Limbah ini perlu disaring untuk mendapatkan sisa lemak, melalui sistem saringan penangkap minyak yang terdiri dari beberapa bak kecil berhubungan satu dengan yang lain. Limbah mengalir dari dasar bak dan minyak tertahan diatas permukaan. Lemak ini makin lama makin tebal dan kemudian di pompa ke tempat penampungan.

b. Pendinginan

Limbah selanjutnya didinginkan dari temperatur 40oC sampai 32oC. Proses pendinginan berlangsung pada menara pendinginan dengan menggunakan


(29)

kipas pendingin pada kekuatan 1 Horse power. Pendinginan diperlukan untuk menjaga kondisi pada tahap proses berikutnya.

c. Penyaringan lemak tahap kedua

Penyaringan keadaan limbah yang sudah lebih dingin lemak semakin memisah, sehingga perlu dilakukan penyaringan kembali. Lemak ini bercampur dengan buih dan deterjen mengembang diatas permukaan air akibat adanya proses perlakuan penyaringan. Sisa lemak berupa lumpur (sludge) yang terapung dihisap dengan pompa dibuang keatas permukaan tanah, dalam sebuah bak terbuka. 2. Equalisasi

Untuk menghindari fluktuasi yang mendadak maka saluran air limbah dikumpulkan dahulu didalam bak penyangga sebelum proses lebih lanjut. Limbah ini selain untuk menahan lonjakan mendadak perlu dilakukan homogenisasi. Perlakuan awal ini penting karena semua peralatan proses yang dipakai mempunyai batasan kapasitas. Dengan adanya bak aqualisasi maka pH, COD dan

Hydraulic load akan lebih konstan dan seragam.

3. Pengambilan minyak secara otomatis

Fungsi utama peralatan ini adalah untuk mengambil dan memisahkan fat, minyak, grease atau senyawa lainnya yang mudah mengapung dengan cara memasang alat penghambat aliran limbah diatas permukaan air. Limbah ditahan dengan memasukkan papan perintang sedalam 10 cm masuk ke limbah. Akhirnya limbah mengalir dari bagian bawah dan lapisan minyak tertahan pada papan perintang. Minyak sebelah atas yang berkumpul dihisap atau disendok.


(30)

4. Bak penampung limbah

Collection pit adalah bak penampung air limbah yang telah diolah

volumenya 100 m3

Ekstraksi adalah pemisahan fraksi dari fraksi lain yang berada di dalam suatu campuran berdasarkan perbedaan kelarutan. Untuk memurnikan endapan diperlukan proses pencucian atau pengkristalan ulang dan pengeringan sampai . Bak ini juga sebagai pengontrol terakhir apakah suatu limbah sudah layak di buang ke sungai. Kalau belum layak maka limbah dikembalikan ke tangki kontinyu, kalau sudah memenuhi baru dilepas ke dalam sungai.

5. Drying bed (bak pengering lumpur)

Drying bed adalah penampung dan pengering partikel-partikel padat

sebagai hasil dari proses koagulasi dan floaktasi serta pengering lumpur aktif keluaran dari proses oksidasi biologis. Lapisan penyaring terdiri dari pasir dan kerikil dengan ukuran tertentu, sehingga mampu mengeringkan padatan tersebut dalam 5 sampai 7 hari. Lumpur kering ini kemudian dapat digunakan sebagai tanaman yang baik. (Ginting, 2007)

2.6 Gravimetri

Analisis minyak dan lemak dalam air atau limbah cair dapat dilakukan dengan metode Gravimetri. Gravimetri adalah penentuan kadar langsung dengan melakukan pengukuran massa zat murni yang dipisahkan dalam bentuk senyawa yang diketahui susunan kimianya dengan menghitung komponen analitnya. Pemisahan analit dapat dilakukan dari larutannya, jadi sampel padat harus dilarutkan terlebih dahulu, baru dilakukan pengendapan dengan pereaksi pengendap atau dipisahkan dengan cara ekstraksi.


(31)

berat konstan. Demikian juga halnya dengan wadah endapan, cawan, baik pada waktu penimbangan awal cawan kosong, maupun cawan yang sudah berisi endapan yang menggunakan suatu cara pengeringan tertentu, harus ditimbang sampai berat konstan.

Macam-macam cara ekstraksi yang dilakukan ada 3 cara yaitu :

1. Rendering merupakan suatu cara yang sering digunakan untuk mengekstraksi minyak hewan dengan cara pemanasan. Pemanasan dapat dilakukan dengan air panas (wet rendering). Lemak akan mengapung di permukaan sehingga dapat dipisahkan. Secara komersial rendering dilakukan dengan menggunakan ketel vakum. Protein akan rusak oleh panas dan air akan menguap sehingga lemak dapat dipisahkan.

2. Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang kadar minyak tinggi (30-70%). Pada pengepresan mekanis diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya.

3. Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak atau lemak. Pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah Petroleum eter, Gasoline karbon disulfida, Karbon tetraklorida, Benzene, dan N- heksan. Perlu diperhatikan bahwa jumlah pelarut menguap atau hilang tidak boleh lebih dari 5%. (Ketaren, 1986)

Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya.


(32)

Kesederhanaan itu jelas kelihatan karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan menimbang langsung massa zat.

Gravimetri dengan cara penguapan lazim dipakai untuk penentuan kadar air dan karbon dioksida. Air dihilangkan secara terhitung dari cuplikan senyawa anorganik dengan cara penyerapan pada zat pengering padat. Massa air yang hilang itu ditetapkan dari pertambahan bobot zat pengering.

Penentuan kadar air secara tak langsung dapat memberikan hasil yang memuaskan. Di sini dianggap bahwa air merupakan satu-satunya zat yang telah diuapkan dari cuplikan. Anggapan ini seringkali tidak benar, karena pemijaran cuplikan kadang-kadang menyebabkan terjadinya penguraian sehingga pertambahan bobot zat penyerap tidak semata-mata disebabkan oleh penyerapan air. Kendati demikian, cara tidak langsung ini banyak dipakai untuk penentuan kadar air seperti penentuan kadar air biji-bijian. (Rivai,1995)

Selain metode gravimetri, minyak dan lemak dapat dilakukan dengan metode asidimetri, enometri, oksidimetri dan uji khusus lainnya. Pengujian secara asidimetri terutama untuk menentukan bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, asam lemak bebas, jumlah asam lemak total, dan asam lemak yang terikat sebagai ester. Hasil yang diperoleh dengan cara asidimetri tergantung pada ketelitian dalam memisahkan asam lemak total. Yang termasuk dalam bilangan asam lemak total antara lain bilangan Reichert-Meissl, bilangan Polenske dan bilangan Kirschner. Biasanya nilai yang diperoleh secara asidimetri seperti bilangan asam, bilangan penyabunan, dan bilangan ester, dinyatakan dalam jumlah miligram KOH untuk tiap 1 gram minyak atau lemak. Sedangkan bilangan


(33)

Reichert-Meissl dan bilangan Kirschner dinyatakan dalam jumlah milimeter KOH 0,1 N atau NaOH 0,1 N untuk tiap 5 gram minyak atau lemak.

Penentuan sifat kimia yang didasarkan cara enometri ialah bilangan Iod, bilangan thiosianogen, dan bilangan diene. Gugus hidroksil yang terdapat dalam minyak atau lemak tidak saja dalam bentuk hidroksi-asam lemak, tetapi juga dalam bentuk komponen bukan asam seperti mono dan digliserida atau alkohol suku tinggi. Oksidasi lemak menghasilkan gugusan hidroksil, misalnya yang terdapat dalam alam, yaitu asam likanat. Reaksi oksidasi dapat menghasilkan persenyawaan karbonil yang sering dijumpai sebagai persenyawaan keton dan aldehida. Metoda oksidimetri untuk pengujian minyak dan lemak secara kuantitatif. ( Ketaren,1986)


(34)

BAB III METODOLOGI

Penentuan Kadar Minyak dan Lemak dalam Air atau Limbah Cair Secara Gravimetri

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

- Corong pisah dan penyangganya - Erlenmeyer

- Beaker glass - Waterbath - Desikator - Oven - Neraca - Corong - Kertas saring - Pipet tetes - Gelas ukur - Pinset

3.1.2 Bahan - N- Hexana - HCl (1+1)


(35)

- Indikator Metil Orange - Aquadest

- Sampel limbah cair

3.2 Prosedur Kerja

- 500 ml sampel dimasukkan ke dalam corong pisah 1000 ml. - Tambahkan 2-3 tetes indikator Metil Orange.

- Tambahkan larutan HCl (1+1) sampai warna menjadi merah muda atau pH < 4.

- Tambahkan 20 ml N-Hexana dan kocok kuat-kuat selama 2-5 menit. - Biarkan 1-2 menit, tampung lapisan air dan N-Hexana dimasukkan ke

dalam corong pisah 100 ml.

- Lapisan air dimasukkan kembali kedalam corong pisah 1000 ml. - Dan lakukan kembali seperti langkah d-e.

- Gabungkan lapisan N- Hexana langkah e, kemudian bilas corong pisah 1000 ml dengan air suling dan bilas dengan sedikit N-Hexana dan masukkan bilasan tersebut ke dalam corong pisah 100 ml.

- Tambahkan 20 ml air aquadest ke dalam lapisan N-Hexana, kocok pelan selama 1 menit dan diamkan lalu pisahkan. Ulangi perlakuan tadi sampai beberapa kali sampai lapisan air berwarna kuning di tambah Metil Orange pisahkan lapisan air sampai tidak terdapat lagi lapisan N-Hexana. - Tambahkan 3-5 gram Na2SO4 ke dalam lapisan N-Hexana dan kocok


(36)

- Kemudian saring lapisan N-Hexana dengan kertas saring yang sudah di bilas dengan N-Hexana, tampung ke dalam beaker glass kosong yang telah diketahui berat konstannya.

- Uapkan lapisan N-Hexana dalam beaker glass dengan waterbath pada temperatur 1000

- Angkat beaker glass dan keringkan dengan kain lap,masukkan beaker glass ke dalam oven pada suhu 100

C sampai N-Hexana menguap habis.

0

3.3 Perhitungan Rumus :

M & L =

C selama 30 menit, dinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian timbang dengan timbangan analitik sampai diperoleh berat tetap (konstan).

C B A

X 106

Keterangan :

M = Minyak L = Lemak

A = Berat beaker glass isi B = Berat beaker glass kosong C = Berat volume sampel


(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penentuan Kadar Minyak dan Lemak dalam Air atau Limbah Cair Secara Gravimetri

sampel Volume sampel (ml)

Berat kosong

Berat isi

Kadar minyak dan lemak (mg/l)

I 500 35,1048 35,1095 9,4

II 500 35,2253 35,2313 12

III 500 34,7933 34,8005 14,4

4.2 Pembahasan

Minyak dan lemak yang mencemari air, sering dimasukkan dalam kelompok padatan karena mengapung di atas permukaan air. Minyak dan lemak tidak dapat larut dalam air. Oleh karena itu perlu dilakukan penganalisaan limbah yang disebabkan karena adanya minyak dan lemak di dalam air, sebelum dibuang langsung ke lingkungan. Adapun tujuan dari penganalisaan tersebut untuk mengetahui kadar minyak dan lemak dalam air atau limbah cair, sehingga dapat diketahui layak atau tidak layaknya limbah tersebut dibuang langsung ke lingkungan.

Dari hasil analisis kadar minyak dan lemak dalam air atau limbah cair secara gravimetri maka di dapat bahwa kadar minyak dan lemak pada sampel I diperoleh kadar minyak dan lemak 9,4 mg/l , sampel II diperoleh kadar minyak dan lemak 12 mg/l, dan sampel III diperoleh kadar minyak 14,4 mg/l. Sehingga dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kadar minyak dan lemak dalam


(38)

limbah cair telah memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan kadarnya. Sehingga jika limbah cair tersebut dibuang ke badan penerima atau sungai maka limbah cair tidak akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Tetapi sebaliknya limbah cair tersebut dapat menjadi pupuk bagi tanaman kelapa sawit atau tanaman lainnya karena limbah cair tersebut mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.


(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar minyak dan lemak dalam air atau limbah cair secara Gravimetri maka diperoleh kadar minyak dan lemak dari masing-masing sampel adalah :

Sampel I = 9,4 mg/l Sampel II = 12 mg/l Sampel III = 14,4 mg/l

Hasil tersebut telah memenuhi baku mutu standar yang telah ditetapkan oleh baku mutu standar limbah cair industri minyak sawit yakni 30 mg/l dan untuk produk industri minyak nabati yakni 15 mg/l.

5.2 Saran

Disarankan pada penulis selanjutnya untuk melakukan penentuan kadar minyak dan lemak dalam limbah cair dari berbagai jenis minyak dengan metode yang lain.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S, 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Hal 52-54.

Anonim, http//:www.b3.menlh.go.id

Fauzi, 2002. Kelapa Sawit : Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis

Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi, Cetakan Keenam belas, Penerbit

PT. Penebar Swadaya, Jakarta, Hal 3-6.

, tanggal 10 mei 2008.

Ginting, P, 2007. Sistim Pengolahan Lingkungan dan Limbah Industri. Cetakan I, Penerbit CV. Yrama Widya, Bandung, Hal 199-204.

Ketaren, S, 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Edisi I, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, Hal 5-29.

Khaerudin, H, 2003. Penentuan Minyak dan Lemak. Serpong, Hal 1-2.

Kosasih, P, 1997. Kimia Makanan. Edisi 2, Penerbit ITB, Bandung, Ha; 1-30. Kristanto, 2002. Ekologi Industri. Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta, Hal 83. Rivai, H, 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Cetakan Pertama, Penerbit Universitas

Indonesia (UI-Press), Jakarta, Hal 295-317.

Said, E.G dan Dev M.A, 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa


(41)

LAMPIRAN

BAKU MUTU LIMBAH CAIR

Baku mutu limbah cair kegiatan industri Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No : Kep-51/MenLH/10/1995 BAPEDAL 1999.

a. Baku mutu limbah cair Industri Minyak Sawit No Parameter Kadar maksimum

(mg/l)

Beban pencemaran maksimum (kg/ton)

1. BOD 250 1,5

2. COD 500 3,0

3. TSS 300 1,8

4. Minyak dan Lemak 30 0,18

5. Ammonia Total 20 0,12

6. pH 6,0-9,0

b. Baku mutu Industri sabun, deterjen, dan produk minyak nabati

No Parameter

Kadar Maksimum

(mg/l)

Beban pencemaran maksimum (kg/ton)

Sabun Minyak

Nabati Deterjen

1. BOD 75 0,60 1,88 0,075

2. COD 180 1,44 4,50 0,180

3. TSS 60 0,48 1,50 0,06

4. Minyak dan Lemak 15 6,120 0,375 0,015

5. PO4 (Posfat) 2 0,016 0,05 0,002

6. M.BAS 3 0,074 0,075 0,003


(1)

- Kemudian saring lapisan N-Hexana dengan kertas saring yang sudah di bilas dengan N-Hexana, tampung ke dalam beaker glass kosong yang telah diketahui berat konstannya.

- Uapkan lapisan N-Hexana dalam beaker glass dengan waterbath pada temperatur 1000

- Angkat beaker glass dan keringkan dengan kain lap,masukkan beaker glass ke dalam oven pada suhu 100

C sampai N-Hexana menguap habis.

0

3.3 Perhitungan Rumus :

M & L =

C selama 30 menit, dinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian timbang dengan timbangan analitik sampai diperoleh berat tetap (konstan).

C B A

X 106

Keterangan :

M = Minyak L = Lemak

A = Berat beaker glass isi B = Berat beaker glass kosong C = Berat volume sampel


(2)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penentuan Kadar Minyak dan Lemak dalam Air atau Limbah Cair Secara Gravimetri

sampel Volume sampel (ml)

Berat kosong

Berat isi

Kadar minyak dan lemak (mg/l)

I 500 35,1048 35,1095 9,4

II 500 35,2253 35,2313 12

III 500 34,7933 34,8005 14,4

4.2 Pembahasan

Minyak dan lemak yang mencemari air, sering dimasukkan dalam kelompok padatan karena mengapung di atas permukaan air. Minyak dan lemak tidak dapat larut dalam air. Oleh karena itu perlu dilakukan penganalisaan limbah yang disebabkan karena adanya minyak dan lemak di dalam air, sebelum dibuang langsung ke lingkungan. Adapun tujuan dari penganalisaan tersebut untuk mengetahui kadar minyak dan lemak dalam air atau limbah cair, sehingga dapat diketahui layak atau tidak layaknya limbah tersebut dibuang langsung ke lingkungan.

Dari hasil analisis kadar minyak dan lemak dalam air atau limbah cair secara gravimetri maka di dapat bahwa kadar minyak dan lemak pada sampel I diperoleh kadar minyak dan lemak 9,4 mg/l , sampel II diperoleh kadar minyak


(3)

limbah cair telah memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan kadarnya. Sehingga jika limbah cair tersebut dibuang ke badan penerima atau sungai maka limbah cair tidak akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Tetapi sebaliknya limbah cair tersebut dapat menjadi pupuk bagi tanaman kelapa sawit atau tanaman lainnya karena limbah cair tersebut mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar minyak dan lemak dalam air atau limbah cair secara Gravimetri maka diperoleh kadar minyak dan lemak dari masing-masing sampel adalah :

Sampel I = 9,4 mg/l Sampel II = 12 mg/l Sampel III = 14,4 mg/l

Hasil tersebut telah memenuhi baku mutu standar yang telah ditetapkan oleh baku mutu standar limbah cair industri minyak sawit yakni 30 mg/l dan untuk produk industri minyak nabati yakni 15 mg/l.

5.2 Saran

Disarankan pada penulis selanjutnya untuk melakukan penentuan kadar minyak dan lemak dalam limbah cair dari berbagai jenis minyak dengan metode yang lain.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S, 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Hal 52-54.

Anonim, http//:www.b3.menlh.go.id

Fauzi, 2002. Kelapa Sawit : Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis

Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi, Cetakan Keenam belas, Penerbit

PT. Penebar Swadaya, Jakarta, Hal 3-6.

, tanggal 10 mei 2008.

Ginting, P, 2007. Sistim Pengolahan Lingkungan dan Limbah Industri. Cetakan I, Penerbit CV. Yrama Widya, Bandung, Hal 199-204.

Ketaren, S, 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Edisi I, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, Hal 5-29.

Khaerudin, H, 2003. Penentuan Minyak dan Lemak. Serpong, Hal 1-2.

Kosasih, P, 1997. Kimia Makanan. Edisi 2, Penerbit ITB, Bandung, Ha; 1-30. Kristanto, 2002. Ekologi Industri. Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta, Hal 83. Rivai, H, 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Cetakan Pertama, Penerbit Universitas

Indonesia (UI-Press), Jakarta, Hal 295-317.

Said, E.G dan Dev M.A, 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa


(6)

LAMPIRAN

BAKU MUTU LIMBAH CAIR

Baku mutu limbah cair kegiatan industri Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No : Kep-51/MenLH/10/1995 BAPEDAL 1999.

a. Baku mutu limbah cair Industri Minyak Sawit No Parameter Kadar maksimum

(mg/l)

Beban pencemaran maksimum (kg/ton)

1. BOD 250 1,5

2. COD 500 3,0

3. TSS 300 1,8

4. Minyak dan Lemak 30 0,18

5. Ammonia Total 20 0,12

6. pH 6,0-9,0

b. Baku mutu Industri sabun, deterjen, dan produk minyak nabati

No Parameter

Kadar Maksimum

(mg/l)

Beban pencemaran maksimum (kg/ton)

Sabun Minyak

Nabati Deterjen

1. BOD 75 0,60 1,88 0,075

2. COD 180 1,44 4,50 0,180

3. TSS 60 0,48 1,50 0,06

4. Minyak dan Lemak 15 6,120 0,375 0,015

5. PO4 (Posfat) 2 0,016 0,05 0,002

6. M.BAS 3 0,074 0,075 0,003