Analisa Kadar Protein Pada Bungkil Inti Sawit PTPN IV Belawan Di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan

(1)

ANALISA KADAR PROTEIN PADA BUNGKIL INTI SAWIT

PTPN IV BELAWAN

DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN

KARYA ILMIAH

DESSY YASINTA PUTRI

082401044

PROGRAM STUDI D-III KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

ANALISA KADAR PROTEIN PADA BUNGKIL INTI SAWIT

PTPN IV BELAWAN

DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya

DESSY YASINTA PUTRI

082401044

PROGRAM STUDI D-III KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISA KADAR PROTEIN PADA BUNGKIL INTI SAWIT PTPN IV BELAWAN DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : DESSY YASINTA PUTRI

Nim : 082401044

Program Studi : DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui Medan, Mei 2011

Diketahui / Disetujui oleh:

Ketua Program Studi Dosen Pembimbing

Dra. Emma Zaidar Nasution, M.Si Dr. Marpongahtun, M.Sc NIP : 195512181987012001 NIP: 196111151988032002

Mengetahui

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, M.S NIP : 1954083011985032001


(4)

PERNYATAAN

ANALISA KADAR PROTEIN PADA BUNGKIL INTI SAWIT PTPN IV BELAWAN DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2011

Dessy Yasinta Putri 082401044


(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul “ ANALISA KADAR PROTEIN PADA BUNGKIL INTI SAWIT PTPN IV BELAWAN DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN”. Karya ilmiah ini disusun untuk melengkapi salah satu persyratan agar dapat menyelesaikan pendidikan Diploma D3 Kimia.

Selama penulisan karya ilmiah ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bou Gustina Siregar yang telah memberikan doa dan dukungan baik secara materil maupun moril.

2. Keluarga di Padangsidempuan yang telah banyak memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Dr. Marpongahtun, M.Sc, selaku dosen pembimbing, yang telah banyak membantu memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulisan karya ilmiah ini.

4. Dr. Rumondang Bulan,MS selaku ketua Departemen Kimia FMIPA USU dan Drs. Albert P. M.Sc selaku sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU

5. Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si selaku ketua program studi Diploma 3 Kimia serta Dra. Herlince Sihotang, M.Si selaku sekretaris program studi Diploma 3 Kimia. 6. Seluruh karyawan di laboratorium Minyak Sawit di Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Medan yang telah banyak memberikan pengarahan dan pelajaran selama berlangsungnya Praktek Kerja Lapangan (PKL)

7. Sahabatku Annisa Mahar, Aurora Khairani Nasution dan Asmaul Husna yang telah memberikan dukungan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

8. Seluruh rekan-rekan mahasiswa D3 Kimia Analis khususnya angkatan 2008 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih banyak kekurangan, dan sebagai manusia biasa dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi semua pihak. Akhir kata penulis berharap semoga apa yang penulis sajikan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Mei 2011


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan analisa kadar protein dalam bungkil inti sawit dari PTPN IV Belawan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan dengan metode Kjeldahl. Teknik Perlakuan dilakukan dalam tiga tahapan yaitu tahap destruksi, destilasi, dan titrasi. Pada tahap destruksi, bungkil inti sawit ditambahkan H2SO4(p) dan katalisator Selenium (Se).

Hasil destruksi diencerkan dalam labu ukur 100 ml. Hasil pengenceran dipipet sebanyak 20 ml, kemudian didestilasi dengan NaOH 15 %. Hasil destilasi yang berupa NH3(l) ditampung didalam Erlenmeyer yang berisi asam borax (H3BO3) 3 %

yang kemudian dititrasi dengan HCl 0,01 N. Kadar protein pada bungkil inti sawit yang diperoleh umumnya sekitar 11,04–12,82 %.


(7)

ANALYSIS THE PROTEIN CONTENT PALM KERNEL MEAL OF PTPN IV BELAWAN IN PALM RESEACH CENTER MEDAN

ABSTRACT

Analysis of protein content in palm kernel meal of PTPN IV Belawan in Palm Research Center Medan with Kjeldahl method’s has been done. Technical treatment with three stages: destruction stage, distillation, and titration. At the destruction stage, the palm kernel meal was added with H2SO4(p) and Selenium catalyst (Se). Result of

destruction was diluted in the measuring flask 100 mL. 20mL dilute solution distillation with NaOH 15 %. Destilat in the NH3 (l) form, included to erlenmeyer

contained acid borax (H3BO3) 3 %, and then titration with HCl 0,01 N. Protein


(8)

DAFTAR ISI

halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAA iii ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Permasalahan 3 1.3. Tujuan 3 1.4. Manfaat 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sawit dan Inti Sawit 4

2.1.1. Sawit 4

2.1.2. Inti Sawit 5

2.2. Minyak Inti Sawit (PKO) 6

2.3. Bungkil Inti Sawit 7

2.4. Protein dan Asam Amino 9

2.4.1. Protein 9

2.4.2. Asam Amino 10

2.5. Metode Penentuan Kandungan Protein 12

BAB 3 METODOLOGI 3.1. Alat 16

3.2. Bahan 17

3.3. Prosedur 17

3.3.1. Prosedur Pembuatan Reagen 17

3.3.2. Prosedur Analisa 18

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 20

4.2. Pembahasan 21

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 24


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Inti Sawit 6

Tabel 2. Standart Mutu Bungkil Inti Sawit 8


(10)

ABSTRAK

Telah dilakukan analisa kadar protein dalam bungkil inti sawit dari PTPN IV Belawan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan dengan metode Kjeldahl. Teknik Perlakuan dilakukan dalam tiga tahapan yaitu tahap destruksi, destilasi, dan titrasi. Pada tahap destruksi, bungkil inti sawit ditambahkan H2SO4(p) dan katalisator Selenium (Se).

Hasil destruksi diencerkan dalam labu ukur 100 ml. Hasil pengenceran dipipet sebanyak 20 ml, kemudian didestilasi dengan NaOH 15 %. Hasil destilasi yang berupa NH3(l) ditampung didalam Erlenmeyer yang berisi asam borax (H3BO3) 3 %

yang kemudian dititrasi dengan HCl 0,01 N. Kadar protein pada bungkil inti sawit yang diperoleh umumnya sekitar 11,04–12,82 %.


(11)

ANALYSIS THE PROTEIN CONTENT PALM KERNEL MEAL OF PTPN IV BELAWAN IN PALM RESEACH CENTER MEDAN

ABSTRACT

Analysis of protein content in palm kernel meal of PTPN IV Belawan in Palm Research Center Medan with Kjeldahl method’s has been done. Technical treatment with three stages: destruction stage, distillation, and titration. At the destruction stage, the palm kernel meal was added with H2SO4(p) and Selenium catalyst (Se). Result of

destruction was diluted in the measuring flask 100 mL. 20mL dilute solution distillation with NaOH 15 %. Destilat in the NH3 (l) form, included to erlenmeyer

contained acid borax (H3BO3) 3 %, and then titration with HCl 0,01 N. Protein


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyediaan pakan ternak unggas di Indonesia saat ini masih mengalami kendala, satu diantaranya adalah masih tingginya komponen penyusun ransum berupa pakan import. Tentu saja hal ini secara langsung berimplikasi terhadap tingginya harga pakan pada tatanan konsumen. Sampai saat ini sekitar 80% dari seluruh komponen penyusun ransum unggas merupakan produk import seperti corn gluten

meal (CGM), bungkil kedelai, meat bone meal (MBM) dan tepung ikan. Bungkil

kedelai sampai saat ini masih merupakan komponen utama sumber protein nabati pada pakan unggas di Indonesia.

Kondisi demikian diperlukan upaya untuk mencari pakan sumber protein lain sebagai alternatif bungkil kedelai pada ransum unggas. Bahan pakan tersebut disyaratkan tersedia secara kontinyu, produksinya terkonsentrasi pada suatu tempat dan secara sosial dapat diterima oleh masyarakat. Salah satu bahan pakan tersebut adalah bungkil inti sawit (palm kernel meal) yang merupakan hasil samping agroindustri pengolahan inti sawit (kernel meal) menjadi minyak sawit (palm kernel

oil) (http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/22674/2009yat.pdf)

Indonesia, Malaysia dan Nigeria merupakan 3 negara didunia yang memproduksi sekitar 84% minyak kelapa sawit dunia. Luas area perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2008 diperkirakan 7 juta hektar dengan total produksi


(13)

minyaknya mencapai 18.1 juta ton (Dirjen Perkebunan 2008) dan bungkil inti sawit diperkirakan tersedia sekitar 1.3 juta ton per tahun.

Bungkil inti sawit merupakan salah satu hasil samping pengolahan inti sawit dengan kadar 45-46% dari inti sawit. Bungkil inti sawit umumnya mengandung air kurang dari 10% dan 60% fraksi nutrisinya berupa selulosa, lemak, protein, arabinoksilan, glukoronoxilan, dan mineral. Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik (http://www.bungkil-inti-sawit).

Bungkil inti sawit sawit dapat digunakan untuk memenuhi energi dan protein. Bungkil inti sawit mempunyai kandungan protein yang rendah tetapi berkualitas baik. Ternak yang mendapatkan campuran bungkil inti sawit akan mendapatkan lemak yang berkualitas baik. Bungkil inti sawit mempunyai kandungan protein dan lisin lebih rendah dari bungkil yang lain tetapi mempunyai daya cerna yang tinggi. Walaupun kandungan protein bungkil kelapa sawit rendah dibandingkan dengan bungkil lain seperti bungkil kedelai (44%), bungkil kacang tanah (52%) dan bungkil kelapa (22%) tetapi bungkil inti sawit sawit mengandung asam amino yang cukup lengkap. Selain mengandung asam amino yang lengkap, bungkil inti sawit mempunyai imbangan kalsium dan fosfor yang serasi. Kandungan kalsium bungkil kelapa sawit sebesar 0,34 persen, fosfor sebesar 0,69 persen dan magnesium sebesar 0,16 persen.

(http://BAHAN_PAKAN_UNGGAS_NON_KONVENSIONAL)

Banyaknya bungkil inti sawit yang digunakan untuk bahan pakan ternak berkisar 5 %. Lebih dari itu akan beresiko menurunkan tingkat konsumsi pakan dan berdampak menurunkan tingkat produksi ataupun laju pertambahan berat badan. Itupun jika harganya cukup murah dan bisa diterima setelah proses formulasi. Melihat kandungan nutrisinya (protein 16 – 18 % dan tingkat ketersediaannya berkisar 65 %), bungkil inti sawit cocok digunakan sebagai sumber protein dan sumber energi. Untuk


(14)

penggunaan dalam pakan ternak diperlukan penambahan beberapa asam amino esensial seperti lysine, methionine dan tryptophan (http://www. Bungkil-inti-sawit)

Berdasarkan hal ini, maka penulis tertarik melakukan analisa terhadap “

Kadar Protein Bungkil Inti Sawit PTPN IV Belawan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan” .

1.2. Permasalahan

Berapakah kandungan kadar protein bungkil inti sawit PTPN IV Belawan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan

1.3. Tujuan

Tujuan dari analisa tersebut adalah

- Untuk menentukan kadar protein pada sampel bungkil inti sawit yang terdapat di PPKS Medan

- Untuk mengetahui mutu dari bungkil inti sawit berdasarkan pada kadar protein

1.4. Manfaat

Manfaat dari analisa tersebut adalah untuk memberikan informasi mengenai kadar protein bungkil inti sawit PTPN IV Belawan yang dianalisa di laboratorium pelayanan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sawit dan Inti Sawit 2.1.1. Sawit

Tanaman kelapa sawit disebut dengan Elaeis guinensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guinensis buah berasal dari kata Guinea yaitu Pantai Barat Afrika dan Jacq singkatan dari Jacquin seorang Botanist dari Amerika (Soehardjo,H., et al.1996).

Kelapa sawit yang dikenal ialah jenis Dura, Psifera, dan Tenera. Ketiga jenis ini dapat dibedakan berdasarkan penampang irisan buah, yaitu jenis Dura memiliki tempurung yang tebal, jenis Psifera memiliki biji yang kecil dengan tempurung yang tipis, sedangkan Tenera yang merupakan hasil persilangan Dura dengan Psifera menghasilkan buah tempurung tipis dan inti yang besar (Naibaho.1998).

Kelapa sawit tumbuh dengan baik pada dataran rendah di daerah tropis yang beriklim basah, yaitu sepanjang garis khatulistiwa antara 23,5o lintang utara sampai 23,50 lintang selatan. Adapun persyaratan untuk tumbuh pada tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:

• Curah hujan ≥ 2.000 mm / tahun dan merata sepanjang tahun dengan periode bulan kering ( 100 mm / bulan) tidak lebih dari tiga bulan.

• Temperatur siang hari rata-rata 29-33oC dan malam hari 22-24oC. • Ketinggian temperatur pada permukaaan laut 500 mm.


(16)

• Matahari bersinar sepanjang tahun, minimal 5 jam perhari (Pahan. 2008).

Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Kelapa sawit merupakan tanaman dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi karena merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Bagi Indonesia, kelapa sawit memiliki arti penting karena mampu menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat dan sebagai sumber perolehan devisa negara. Sampai saat ini Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit (CPO) dunia selain Malaysia

(Fauzi,Y.,et al. 2003).

2.1.2. Inti Sawit

Inti sawit merupakan hasil olahan dari biji sawit yang telah dipecah menjadi cangkang dan inti, cangkang sawit digunakan sebagai bahan bakar ketel uap, arang, pengeras jalan, dan lain-lain. Sedangkan inti sawit diolah kembali menjadi minyak inti sawit (Palm Kernel Oil). Proses pengolahan inti sawit menjadi minyak inti sawit tidak terlalu rumit bila dibandingkan dengan proses pengolahan buah sawit. Bentuk inti sawit bulat padat atau agak gepeng berwarna coklat hitam. Inti sawit mengandung lemak, protein, serat dan air. Pada pemakaiannya lemak yang terkandung didalamnya (disebut minyak inti sawit ) dan sisanya atau bungkilnya yang kaya akan protein dipakai sebagai bahan makanan ternak. Kadar minyak dalam inti kering adalah


(17)

44-Adapun komposisi inti sawit dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi inti sawit

Komponen Jumlah (%) Minyak 47 – 52

Air 6 – 8

Protein 7,5 – 9,0 Selulosa 5

Abu 2

Sumber : Ketaren 2008

2.2. Minyak Inti Sawit (PKO)

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (Palm Kernel Oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit (Palm Kernel Meal atau pellet).

Minyak inti sawit merupakan trigliserida campuran, yang berarti bahwa gugus asam lemak yang terikat dalam trigliserida- trigliserida yang terkandung dalam lemak ini jenisnya lebih satu. Jenis lemaknya meliputi C6 (asam kaproat) sampai C18 jenuh (asam stearat) dan C18 tak jenuh (asam oleat dan asam linoleat) (Winarno. 2004).

Mutu minyak dan bungkil inti sawit terutama tergantung pada mutu inti sawitnya sendiri. Minyak inti sawit dikehendaki mempunyai kadar ALB yang rendah, warna kuning muda dan mudah dipucatkan. Jadi sama juga sepetri minyak sawit. Bungkil inti sawit dikehendaki berwarna muda dan nilai gizinya tidak rusak, terutama kandungan asam amino dan protein (Mangoensoekarjo. 2003).


(18)

Minyak inti sawit juga dapat mengalami hidrolisis. Hal ini lebih mudah terjadi pada inti pecah dan inti berjamur. Faktor yang menentukan pada peningkatan ALB minyak inti sawit adalah kadar asam permulaan, proses pengeringan yang tidak baik, kadar air akhir dalam inti sawit kering, dan kadar inti pecah. Inti sawit pecah dan basah akan menjadi tempat biakan mikroorganisme (jamur).

Pada suhu tinggi inti sawit dapat mengalami perubahan warna. Minyaknya akan berwarna lebih gelap dan sulit untuk dipucatkan. Suhu tinggi pada pengolahan minyak sawit adalah perebusan, yaitu sekitar 130oC. Suhu kerja maksimum dibatasi seperti itu untuk menghindarkan terlalu banyak inti yang berubah warna

(Tim Penulis PS.2000).

2.3. Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter kurang lebih 8 mm. Selain itu bungkil inti kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak. Bungkil kelapa sawit ini termasuk dalam jenis pakan konsentrat atau pakan penguat. Yang mana mempunyai manfaat sebagai sumber energi, protein,vitamin, dan mineral.(Ketaren. 2008).

Pakan penguat atau konsentrat yang berbentuk seperti tepung adalah sejenis pakan komplet yang dibuat khusus untuk meningkatkan produksi dan berperan sebagai penguat. Mudah dicerna, karena terbuat dari campuran beberapa bahan pakan sumber energi (biji-bijian, sumber protein jenis bungkil, kacang-kacangan, vitamin


(19)

pakan penguat harus mengandung minimal 2500 Kcal energi dan 17% protein, serat kasar 12% (http://www.bungkil-inti-sawit)

Zat makanan yang terkandung di dalam bungkil inti sawit cukup bervariasi, tetapi kandungan yang terbesar adalah protein (antara 18-19%). Bungkil ini kurang disenangi ternak, dan karena kandungan serat kasarnya cukup tinggi maka kurang cocok diberikan untuk ternak monogastrik. Untuk itu biasanya pemberiannya dicampur dengan makanan lain yang disukai ternak dan baik diberikan pada ternak sapi perah dan kerbau. Tingkat pemberiannya 10-15% pada pakan ternak yang diberikan (Tim Penulis PS. 2000).

Di Indonesia pabrik yang menghasilkan minyak inti kelapa sawit dan bungkil inti kelapa sawit adalah pabrik ekstraksi minyak kelapa sawit di Belawan – Deli. Minyak inti kelapa sawit dan bungkil inti kelapa sawit tersebut hampir seluruhnya diekspor. Dengan peningkatan nilai ekspor maka diperlukan standart dan pengawasan mutu bungkil inti sawit untuk memberikan jaminan mutu pada konsumen. Standart mutu bungkil inti sawit dipaparkan pada tabel 2.

Tabel 2. Standar Mutu Bungkil Inti Sawit

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Kadar air, (b/b) % maks. 7

2 Kadar minyak, (b/b) % maks. 12 3 Kadar protein, (b/b) % maks. 12

4 Kadar abu, (b/b) % maks. 6


(20)

2.3. Protein dan Asam Amino 2.3.1. Protein

Kata Protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein merupakan komponen utama sel hewan atau manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh kita , maka protein yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dn pertumbuhan tubuh. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah sebagai berikut : Karbon 50 %, hidrogen 7 %, oksigen 23 %, nitrogen 16 %, belerang 0-3 %, dan fosfor 0-3 %. Dengan berpedoman pada kadar nitrogen sebesar 16 %, dapat dilakukan dapat dilakukan penetuan kadar protein dalam suatu bahan makanan, misalnya dengan cara Kjeldahl, yaitu dengan cara destruksi dengan asam pekat. Berat protein yang ditentukan ialah 6,25 kali berat unsur nitrogen (Poedjiadi. 1994).

Molekul protein tidak ditemukan dimana pun selain pada organisme. Ini berarti senyawa atau molekul protein tidak akan ditemukan di biosfer, kecuali sebagai produk biologi. Keberadaan biomolekul protein secara melimpah pada sel hidup erat hubungannya dengan fungsi biologinya, baik secara struktural maupun fungsional sel. Secara molekular protein mengekspresikan informasi genetik dengan lestari (Hawab. 2004).

Pada organisme yang sedang tumbuh, protein sangat penting dalam pembentukan sel-sel baru. Oleh sebab itu apabila organisme kekurangan protein dalam bahan makanannya makan organisme tersebut akan mengalami hambatan pertumbuhan ataupun dalam proses biokimiawinya. Senyawa protein dalam


(21)

kehidupan, sebagai hormon, sebagai sarana kontraksi otot, dan sebagai antibodi yaitu senyawa dalam sistem pertahanan tubuh (immunitas) terhadap serangan penyakit (Sudarmadji. 1989).

Keistimewaan lain dari protein ialah adalah struktur yang mengandung N, disamping C, H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak), S, dan kadang-kadang P, Fe,dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein). Dengan demikian maka salah satu cara terpenting yang cukup spesifik untuk menentukan jumlah protein secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang ada dalam bahan makanan atau bahan lain. Apabila unsur N dilepaskan dengan cara destruksi (perusakan bahan sampai terurai unsur - unsurnya) dan N yang terlepas ditentukan jumlahnya secara kuantitatif (dengan titrasi atau cara lain) maka jumlah protein dapat diperhitungkan atas dasar kandungan rata-rata unsur N yang ada dalam protein. Senyawa-senyawa bukan protein yang mengandung N misalnya ammonia, asam amino bebas dan asam nukleat. Oleh sebab itu cara penentuan jumlah protein melalui penentuan jumlah N total hasilnya disebut jumlah protein kasar atau crude protein (Sudarmadji. 1989).

2.3.2. Asam Amino

Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus karboksil (-COOH) dan satu atau lebih gugus amino (-NH2) yang salah satunya terletak pada atom

C tepat disebelah gugus karboksil (atau atom C alpa). Asam-asam amino yang berbeda bersambung melalui ikatan peptida yaitu ikatan antara gugus karboksil satu asam amino dengan gugus amino dari asam amino yang disampingnya(Sudarmadji.1998).

Tidak semua asam amino yang terdapat dalam molekul protein dapat dibuat dalam tubuh kita. Jadi apabila ditinjau dari segi pembentukannya asam amino dapat


(22)

dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam amino yang tidak dapat dibuat atau disintesis dalam tubuh dan asam amino yang dapat dibuat dalam tubuh kita.Asam amino yang tidak dapat dibuat dalam tubuh ialah asam amino essensial dan harus diperoleh dari sumber makanan protein. Asam amino yang dapat dibuat dalam tubuh ialah asam amino non essensial (Poedjiadi. 1994).

Komposisi asam amino esensial bungkil kelapa sawit disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan asam amino bungkil inti sawit No. Asam amino Kandungan (%)

1. Arginin 2.20

2. Histidin 0.27

3. Isoleusin 0.63

4. Leusin 1.05

5. Lisin 0.56

6. Metionin 0.38

7. Fenilalanin 0.72

8. Treonin 0.54

9. Triptofan 0.17

10. Valin 0.50

11. Alanin 0.29

12. Sistin 1.60

13. Glisin 4.20

14. Tirosin 0.56


(23)

2.4. Metode Penentuan Kandungan Protein

Dalam keadaan asli di alam, protein merupakan senyawa bermolekul besar dan kompleks yang tersusun dari unsur C, H, O, N, S dan dalam keadaan kompleks ada unsur P. Penerapan jumlah protein dalam bahan makanan umumnya dilakukan berdasarkan penerapan empiris (tidak langsung). Penerapan jumlah protein yang umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883. Dalam penentuan protein, seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi secara teknis cara ini sulit sekali dilakukan dan mengingat jumlah kandungan senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan jumlah N total ini dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar protin yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl ini dengan demikian sering disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein).

Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl ini adalah hasil Penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16 % (dalam protein murni). Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau yang belum diketahui komposisi unsur-unsur penyusunnya secara pasti, maka faktor perkalian 6,25 yang dipakai. Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang telah diketahui komposisinya dengan lebih tepat maka faktor perkalian yang tepatlah yang dipakai.

Penentuan protein berdasarkan jumlah N menunjukkan protein kasar karena selain protein juga terikat senyawa N bukan protein misalnya urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin dan piridin. Analisa protein cara


(24)

Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi 3 tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.

1. Tahap Destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO,CO2, dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4.

Asam sulfat yang dipergunakan untuk destruksi diperhitungkan adanya bahan protein lemak dan karbohidrat. Untuk mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9 gram asam sulfat, untuk 1 gram lemak perlu 17,8 gram. Sedangkan 1 gram karbohidrat perlu asam sulfat sebanyak 7,3 gram. Karena lemak memerlukan asam sulfat yang paling banyak dan memerlukan waktu destruksi cukup lama, maka sebaiknya lemak dihilangkan terlebih dahulu sebelum destruksi dilakukan. Asam sulfat yang digunakan minimum 10 ml (18,4 gram). Sampel yang dianalisa sebanyak 0,4 – 3,5 gram atau mengandung nitrogen sebanyak 0,02 – 0,04 gram.

Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20 : 1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4

atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan

dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat.

Protein yang kaya asam amino histidin dan triptophan umumnya memerlukan waktu yang lama dan sukar dalam destruksinya. Untuk bahan yang seperti ini memerlukan katalisator yang cukup banyak. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut dapat menaikkan titik didih. Tetapi Se mempunyai


(25)

Hal ini dapat diatasi dengan pemakaian Se yang sangat sedikit yaitu kurang dari 0,25 gram.

2. Tahap Destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3)

dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar dapat ditambahkan logam Zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dipakai adalah asam klorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonial ebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi sempurna dengan ditandai destilat tidak bereaksi basis.

3. Tahap Titrasi

Apabila penampung destilat digunakan asam korida maka sisa asam klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepatnya perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP. Selisih jumlah titrasi blanko dan sampel merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan


(26)

perubahan larutan dari biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.

Setelah diperoleh % N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan (Sudarmadji. 1989).


(27)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

Bahan dan alat yang digunakan dalam analisa bungkil inti sawit adalah :

3.1. Alat

− Statif dan klem Thomas

− Labu Kjeldahl 250 mL Pyrex

− Labu ukur 100 mL Pyrex

− Bola karet − Soklet

− Erlenmeyer 250 mL Pyrex

− Kondensor

− Neraca Analitis Sartorius

− Selang

− Gelas ukur 50 mL Pyrex

− Pipet volumetri 5 mL W. Germany

− Pipet volumetri 10 mL W. Germany

− Buret 50 mL Pyrex

− Tabung destilasi

Kjeltec Auto Destilation Foss 2300

− Elektro Mantel E. Thermal


(28)

− Gelas ukur 100 mL Pyrex

− Pipet volumetri 1 mL W. Germany

− Labu ukur 1000 mL Pyrex

3.2. Bahan

− Bungkil inti sawit − H2SO4 (P)

− Kristal NaOH − Aquadest − Kristal H3BO3 − HCl (p)

− Kristal Selenium − Kristal Methyl red − Kristal Bromocresol green − Alkohol 96 %

3.3. Prosedur

3.3.1. Prosedur Pembuatan Reagen a. Pembuatan NaOH 15 %

- Ditimbang kristal NaOH sebanyak 15 g - Dilarutkan dengan aquadest


(29)

b. Pembuatan asam klorida ( HCl) 0, 01 N

- Dipipet 0, 83 ml HCl 37%

- Diencerkan dalam labu ukur 1000 ml dengan aquadest hingga tanda garis

c. Pembuatan larutan indikator tashiro

- Ditimbang 0,2 g methyl red kemudian dilarutkan dengan alkohol 96 % dalam Labu ukur 100 ml

- Ditimbang 0,1 g bromocresol green, dilarutkan dalam alkohol 96 % dalam labu ukur 100 ml

- kemudian campurkan 100 ml bromocresol green dengan 34 ml methyl red

d. Pembuatan larutan asam boraks (H3BO3) 3 %

- Ditimbang 30 gH3BO3

- Ditambahkan air destilasi yang panas sebanyak + 500 ml hingga H3BO3 larut

sempurna

- Dimasukkan kedalam labu ukur 1000 ml

- Setelah dingin tambahkan 10 ml indikator campuran - Kocok dan penuhkan dengan air destilasi hingga tanda garis - Kocok hingga rata dan disimpan dalam botol yang berwarna gelap

3.3.2. Prosedur Analisa Analisa Kadar Protein

- Ditimbang 0,1 g sampel dalam labu kjeldahl - Ditambahkan katalisator campuran 0,2 g


(30)

- Ditambahkan H2SO4 (P) sebanyak 10 ml

- Didestruksi di dalam lemari asam sampai berwarna bening dan tidak berasap lagi - Didinginkan

- Diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 50 ml

- Dipipet 20 ml hasil pengenceran, dimasukkan kedalam tabung destilasi dan diletakkan pada alat destilasi. Alat destilasi secara otomatis akan menambahkan 10 ml larutan NaOH 15 % kedalam tabung destilasi

- Destilasi dilakukan selama + 3 menit

- Destilat ditampung kedalam Erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml asam borax (H3BO3) 3 %

- Destilat dititrasi dengan HCl 0,01 N hingga larutan menjadi warna merah rose - Dilakukan hal yang sama untuk penetapan blanko


(31)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan analisa bungkil inti sawit yang dilakukan di Pusat Penelititan Kelapa Sawit Medan, maka didapatkan hasil sebagai berikut :

4.1. Hasil Analisis Penetapan Protein

No.Lab

b.sampel Vol.titrasi Kadar Protein

Rata-rata (g) blanko (ml) contoh (ml) (%)

09A 0,1597 0,86 8,80 11,03

11,04

09B 0,1565 086 8,65 11,04

10A 0,1545 0,86 9,80 12,83

12,82

10B 0,1539 0,86 9,75 12,81

Perhitungan :

Kadar Protein = % Total Nitrogen x Fk

Keterangan :

Normalitas HCl = 0,01014 Bobot atom Nitrogen = 14


(32)

Faktor Koreksi (Fk) = 6,25 Contoh Perhitungan :

1,764 %

Kadar Protein = % Total Nitrogen x Fk = 1,764% x 6, 25 = 11,03 %

4.2. Pembahasan

Dari hasil analisa laboratorium, diperoleh kadar protein pada bungkil inti kelapa sawit yaitu pada pada sampel No.Lab 09 A adalah sebesar 11,03 %, sampel No.Lab. 09 B adalah sebesar 11,04 %, sampel No.Lab 10 A adalah sebesar 12,83 %, dan sampel No.Lab. 10 B adalah sebesar 12,81 %.

Dari hasil analisa kadar protein tersebut sampel No. Lab 09 A dan No.Lab 09 B telah memenuhi standar mutu menurut SNI 0l-0008-1987. Sedangkan sampel No. Lab 10 A dan 10 B tidak memenuhi standar mutu bungkil inti sawit menurut SNI, karena standar mutu kadar protein pada bungkil inti sawit menurut SNI 0l-0008-1987


(33)

yang tidak tepat, dapat terlalu berlebihan atau kekurangan yang berpengaruh terhadap volume HCl yang digunakan untuk titrasi, sehingga mempengaruhi hasil perhitungan kadar protein.

Besar kadar protein pada hasil analisa ini juga dapat dipengaruhi oleh kadar nitrogennya, karena untuk penentuan protein, secara tidak langsung dilakukan melalui penentuan kandungan nitrogen pada bahan yang di uji. Jadi semakin besar kadar nitrogennya maka akan semakin besar kadar proteinnya.

Akan tetapi walaupun kadar protein inti sawit pada sampel No.Lab 10 A dan No.Lab 10 B tersebut tidak memenuhi standar mutu bungkil inti sawit, sedangkan sampel No.Lab 09 A dan 09 B memenuhi standar mutu bungkil inti sawit, kedua jenis bungkil inti sawit ini dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak yaitu bahan pakan penguat. Karena setiap Kg pakan penguat harus mengandung minimal 17% protein. Tingginya kadar protein memberikan nilai gizi yang baik untuk ternak.

Reaksi yang Terlibat :

1. Tahap Destruksi

(C, H, O, N, S) n + H2SO4(p) Se (NH4)2SO4 + H2O + SO2 + CO2

Larutan bening

2. Tahap Destilasi

(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2NH4OH + Na2SO4

NH4OH NH3(g) + H2O


(34)

2NH3 + 4 H3BO3 indikator tashiro (NH4)2B4O7 + 5H2O

Larutan biru pekat 3. Tahap Titrasi

(NH4)2B4O7 + 2HCl 2 NH4Cl + H2B4O7


(35)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

− Kadar protein bungkil inti sawit yang diperoleh sebagai berikut : • sampel No. Lab. 09 A = 11,03 %

• sampel No. Lab. 09 B = 11, 04 % • sampel No. Lab. 10 A = 12,83 % • sampel No. Lab. 10 B = 12,81 %

− Kadar protein rata-rata pada bungkil inti sawit ini (11,04 – 12,82 %) dapat digunakan sebagai bahan alternatif untuk pembuatan pakan ternak.

5.2. Saran


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Fauzi,Y.,Widyastuti Y.E., Satyawibawa I., dan Hartono R., 2003. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hawab, H. M., 2003. Pengantar Biokimia. Bayumedia Publishing. Malang.

tanggal 13 Maret, 2008.

Diakses tanggal 28 Desember, 2010.

Ketaren,S., 2008. Minyak Dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia.Jakarta. Mangoensoekarjo,S, dan Haryono Semangun. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa

Sawit. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Naibaho,P.M.,1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Pahan, I., 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya.Jakarta. Poedjiadi, A., 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.

Soehardjo, H., Harahap H.H., Ishak R., Purba A., Lubis E., Budiana., dan

Kusmahadi.,1996. Kelapa Sawit. PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero).Bah Jambi.

Sudarmadji. S.,1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Tim Penulis PS., 2000. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.


(1)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan analisa bungkil inti sawit yang dilakukan di Pusat Penelititan Kelapa Sawit Medan, maka didapatkan hasil sebagai berikut :

4.1. Hasil Analisis Penetapan Protein

No.Lab

b.sampel Vol.titrasi Kadar Protein

Rata-rata

(g) blanko (ml) contoh (ml) (%)

09A 0,1597 0,86 8,80 11,03

11,04

09B 0,1565 086 8,65 11,04

10A 0,1545 0,86 9,80 12,83

12,82

10B 0,1539 0,86 9,75 12,81

Perhitungan :

Kadar Protein = % Total Nitrogen x Fk

Keterangan :

Normalitas HCl = 0,01014

Bobot atom Nitrogen = 14


(2)

Faktor Koreksi (Fk) = 6,25 Contoh Perhitungan :

1,764 %

Kadar Protein = % Total Nitrogen x Fk = 1,764% x 6, 25 = 11,03 %

4.2. Pembahasan

Dari hasil analisa laboratorium, diperoleh kadar protein pada bungkil inti kelapa sawit yaitu pada pada sampel No.Lab 09 A adalah sebesar 11,03 %, sampel No.Lab. 09 B adalah sebesar 11,04 %, sampel No.Lab 10 A adalah sebesar 12,83 %, dan sampel No.Lab. 10 B adalah sebesar 12,81 %.

Dari hasil analisa kadar protein tersebut sampel No. Lab 09 A dan No.Lab 09 B telah memenuhi standar mutu menurut SNI 0l-0008-1987. Sedangkan sampel No. Lab 10 A dan 10 B tidak memenuhi standar mutu bungkil inti sawit menurut SNI, karena standar mutu kadar protein pada bungkil inti sawit menurut SNI 0l-0008-1987 yaitu maksimal 12 %. Kadar protein Bungkil inti sawit yang tidak memenuhi SNI ini dapat terjadi kemungkinan dikarenakan pada saat proses analisanya, terutama titrasi


(3)

yang tidak tepat, dapat terlalu berlebihan atau kekurangan yang berpengaruh terhadap volume HCl yang digunakan untuk titrasi, sehingga mempengaruhi hasil perhitungan kadar protein.

Besar kadar protein pada hasil analisa ini juga dapat dipengaruhi oleh kadar nitrogennya, karena untuk penentuan protein, secara tidak langsung dilakukan melalui penentuan kandungan nitrogen pada bahan yang di uji. Jadi semakin besar kadar nitrogennya maka akan semakin besar kadar proteinnya.

Akan tetapi walaupun kadar protein inti sawit pada sampel No.Lab 10 A dan No.Lab 10 B tersebut tidak memenuhi standar mutu bungkil inti sawit, sedangkan sampel No.Lab 09 A dan 09 B memenuhi standar mutu bungkil inti sawit, kedua jenis bungkil inti sawit ini dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak yaitu bahan pakan penguat. Karena setiap Kg pakan penguat harus mengandung minimal 17% protein. Tingginya kadar protein memberikan nilai gizi yang baik untuk ternak.

Reaksi yang Terlibat :

1. Tahap Destruksi

(C, H, O, N, S) n + H2SO4(p) Se (NH4)2SO4 + H2O + SO2 + CO2

Larutan bening

2. Tahap Destilasi

(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2NH4OH + Na2SO4

NH4OH NH3(g) + H2O


(4)

2NH3 + 4 H3BO3 indikator tashiro (NH4)2B4O7 + 5H2O

Larutan biru pekat 3. Tahap Titrasi

(NH4)2B4O7 + 2HCl 2 NH4Cl + H2B4O7


(5)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

− Kadar protein bungkil inti sawit yang diperoleh sebagai berikut :

• sampel No. Lab. 09 A = 11,03 %

• sampel No. Lab. 09 B = 11, 04 %

• sampel No. Lab. 10 A = 12,83 %

• sampel No. Lab. 10 B = 12,81 %

− Kadar protein rata-rata pada bungkil inti sawit ini (11,04 – 12,82 %) dapat

digunakan sebagai bahan alternatif untuk pembuatan pakan ternak.

5.2. Saran


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Fauzi,Y.,Widyastuti Y.E., Satyawibawa I., dan Hartono R., 2003. Kelapa Sawit.

Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hawab, H. M., 2003. Pengantar Biokimia. Bayumedia Publishing. Malang.

tanggal 13 Maret, 2008.

Diakses tanggal 28 Desember, 2010.

Ketaren,S., 2008. Minyak Dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia.Jakarta. Mangoensoekarjo,S, dan Haryono Semangun. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa

Sawit. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Naibaho,P.M.,1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Pahan, I., 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya.Jakarta. Poedjiadi, A., 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.

Soehardjo, H., Harahap H.H., Ishak R., Purba A., Lubis E., Budiana., dan

Kusmahadi.,1996. Kelapa Sawit. PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero).Bah Jambi.

Sudarmadji. S.,1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Tim Penulis PS., 2000. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.


Dokumen yang terkait

Penentuan Kadar Air Inti Sawit dengan Menggunakan Alat Moisture Balance dan Kadar Minyak Inti Sawit dengan Ekstraksi Sokletasi di PTPN IV Medan

5 100 47

Penentuan Kadar Air Inti Sawit dengan Menggunakan Alat Moisture Balance dan kadar Minyak Inti Sawit dengan Ektraksi Sokletasi di PTPN IV Medan

13 121 45

Penentuan Kadar Protein dari Bungkil Sawit dengan Alat Kjeldahl di Kantor Pusat PTPN IV Persero Medan

3 62 35

Kecernaan Ransum Mengandung Berbagai Tingkat Bungkil Inti Sawit di Tambahkan Hemicell pada Itik Raja Umur 8 Minggu

0 30 70

Pengaruh Penggunaan Berbagai Level Bungkil Inti Sawit (BIS) dalam Ransum Terhadap Performans Ayam Broiler Umur 0-6 Minggu

0 31 48

Penggunaan Bungkil Inti Sawit Fermentasi (Phanerochaete chrysosporium) dan Suplementasi Mineral Zn dalam Ransum terhadap Performans Broiler Umur 0-6 Minggu

0 40 62

Pengaruh Pemberian Bungkil Inti Sawit (BIS) Termodifikasi Dengan Enzim Hemicell® Dalam Rasnum Terhadap Performans Ayam Pedaging Umur 1-5 Minggu Yang Di Uji Tantang E. Coli

3 55 62

Analisa Unsur Hara Fosfor (P) Pada Daun Kelapa Sawit Secara Spektrofotometri Di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan

1 21 44

Pengaruh Waktu Penimbunan Minyak Sawit Mentah (CPO) Pada Bak Penampungan (Fat Fit) Terhadap Kadar Kotoran Minyak Sawit Mentah (CPO) Di Pabrik Kelapa Sawit PTPN. IV Kebun Adolin

0 32 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelapa Sawit - Penentuan Kadar Air Inti Sawit dengan Menggunakan Alat Moisture Balance dan Kadar Minyak Inti Sawit dengan Ekstraksi Sokletasi di PTPN IV Medan

0 0 22