Pengaruh Waktu Penimbunan Minyak Sawit Mentah (CPO) Pada Bak Penampungan (Fat Fit) Terhadap Kadar Kotoran Minyak Sawit Mentah (CPO) Di Pabrik Kelapa Sawit PTPN. IV Kebun Adolin

(1)

PENGARUH WAKTU PENIMBUNAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) PADA BAK PENAMPUNGAN (FAT PIT) TERHADAP KADAR KOTORAN MINYAK

SAWIT MENTAH (CPO) DI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN. IV KEBUN ADOLINA

KARYA ILMIAH

PRIYASIN HARDIAN

062409018

PROGRAM STUDI DIPLOMA – III KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

PENGARUH WAKTU PENIMBUNAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) PADA BAK PENAMPUNGAN (FAT PIT) TERHADAP KADAR KOTORAN MINYAK

SAWIT MENTAH (CPO) DI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN. IV KEBUN ADOLINA

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya

PRIYASIN HARDIAN

062409018

PROGRAM STUDI DIPLOMA – III KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH WAKTU PENIMBUNAN MINYAK

SAWIT MENTAH (CPO) PADA BAK PENAMPUNGAN (FAT PIT) TERHADAP KADAR KOTORAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) DI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN. IV KEBUN ADOLINA

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : PRIYASIN HARDIAN

Nomor Induk Mahasiswa : 062409018

Program Studi : KIMIA INDUSTRI D-3

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA

Disetujui di Medan,

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua, Pembimbing

DR. RUMONDANG BULAN, MS

NIP. 131 459 466 NIP. 131 573 970


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH WAKTU PENIMBUNAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) PADA BAK PENAMPUNGAN (FAT PIT) TERHADAP KADAR KOTORAN MINYAK

SAWIT MENTAH (CPO) DI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN. IV KEBUN ADOLINA

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2009

PRIYASIN HARDIAN 062409018


(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.

Adapun karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil kerja praktek yang dilaksanakan di PKS PTPN IV Adolina Perbaungan. Penulisan Karya ilmiah ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi mata kuliah di program studi Diploma III Kimia Industri Departemen Kimia FMIPA USU.

Karya ilmiah ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu ayahanda dan ibunda, serta keluarga tercinta yang merupakan bagian hidup penulis yang senantiasa mendukung dan mendoakan dari sejak penulis lahir hingga sekarang.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada orang – orang yang telah berjasa dalam penulisan Karya Ilmiah ini, yaitu antara lain:

1. Ibu Dra. Saur Lumbanraja, MSi sebagai Dosen Pembimbing Karya Ilmiah. 2. Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, MSc selaku dekan Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

4. Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, Mphill selaku ketua Program Studi D-3 Kimia Industri

5. Ayahanda Pramudio Harianto dan Ibunda Sri Kustari tercinta yang telah bersusah payah berbuat yang terbaik demi kemajuan anak – anaknya baik material maupun spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.


(6)

7. Kepada yang tersayang Adilla Pratiwi yang telah setia selama tiga tahun menemani dan selalu memberikan semangatnya selama masa kuliah.

8. Kelarga besar Muhammad Soenardo Simanjuntak yang telah memberikan sarana selama penulis melakukan PKL.

9. Rekan PKL, Ahmad Abdul Aziz

10.Semua rekan – rekan mahasiswa Kimia Industri Angkatan 2006, khususnya Awaluddin Nainggolan, Indra Nugraha, Ricky Hidyat, Erix Situmeang, Faisal, Jefry Bolon.

11.Kakanda M. Zulham Effendi yang telah banyak membantu di laboratorium. 12.Kakanda Katuo dan Enyak yang telah memberikan bantuan materil.

13.Kakanda Geboy dan seluruh warga x-it.net yang telah memberikan tempat semasa kuliah dan semasa penulisan karya ilmiah ini.

14.Seluruh pihak PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Adolina yang telah banyak membantu serta membimbing selama pengerjaan karya ilmiah ini 15.Seluruh dosen khususnya dosen Kimia Industri

Akhir kata, penulis mengharapkan karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca dalam meingkatkan wawasan pengetahuan di bidang ilmu pengetahuan alam.

Medan, Juni 2009 Penulis


(7)

ABSTRAK

Kadar kotoran yang terdapat pada minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dapat merusak mutu minyak sawit mentah. Peningkatan kadar kotoran dapat terjadi karena proses pengolahan itu sendiri maupun proses penyimpanan atau penimbunan sementara minyak sawit mentah seperti pada bak fat pit. Bak fat pit merupakan tempat penampungan sementara minyak sawit mentah yang masih bercampur dengan sludge atau lumpur. Waktu penimbunan minyak sawit mentah pada bak fat pit yang terlalu lama dapat meningkatkan kadar kotoran pada minyak sawit mentah (CPO) tersebut, karena adanya pengotor yang berasal dari lingkungan ataupun yang berasal dari dalam bak fat pit itu sendiri.


(8)

THE INFLUENCE OF HOARDING TIME OF CRUDE PALM OIL IN FAT PIT VESSEL TOWARDS SLUDGE CONTENT OF CRUDE PALM OIL IN

PALM OIL FACTORY PTPN. IV KEBUN ADOLINA

ABSTRACT

Sludge content on crude palm oil can damage the quality of Crude Palm Oil. Increased rate of sludge content may occur due to manufacturing process and storing process or temporarily hoarding palm oil in the fat pit vessel. Fat pit vessel is a reception temporary Crude Palm Oil which is mixed with the sludge and mud. Roarding time of crude palm oil in the fat pit vessel that are too long can increase the sludge content on crude palm oil, it caused the polluter from environment or from the inside of fat pit vessel itself.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGHARGAAN ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan ... 2

1.4 Manfaat ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Sejarah Kelapa Sawit ... 4

2.2 Varietas Tanaman Kelapa Sawit ... 5

2.2.1 Berdasarkan Tebal Tipisnya Tempurung ... 5

2.2.2 Berdasarkan Warna Kulit Buah ... 6

2.3 Manfaat Kelapa Sawit dan Produknya ... 7

2.4 Pengolahan Kelapa Sawit ... 8

2.5 Standar Mutu Minyak Sawit ... 11

2.6 Pengertian dan Karakteristik Mutu pada Minyak Sawit ... 12

2.7 Kadar Kotoran ... 13

2.8 Metode Pemurnian Minyak Kasar ... 15

2.8.1 Pemisahan dengan Cara Biologis ... 15

2.9 Fat pit ... 15

BAB 3 BAHAN DAN METODE ... 17


(10)

3.2 Bahan... 17

3.3 Prosedur Percobaan ... 17

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1 Data ... 19

4.2 Perhitungan ... 19

4.3 Pembahasan ... 20

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

5.1 Kesimpulan ... 22

5.2 Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak yang dapat dimakan (edible oil), minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama di konversi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Dalam cairan terdapat beberapa fase yang sulit dipisahkan dengan satu cara, maka dilakukan pemisahan fase minyak, fase NOS (Non Oil Solid) dan fase air dengan beberapa tahapan. Pemisahan minyak dari fraksi cairan lainnya dilakukan dengan berdasarkan prinsip filtrasi, pengendapan, penguapan, sentrifugasi dan sebagainya.(Naibaho,1997)

Salah satu mutu minyak sawit tergantung pada kadar kotoran. Jumlah kandungan kadar kotoran pada minyak dapat bertambah disebabkan karena pengolahan minyak sawit itu sendiri maupun tempat penyimpanan atau penimbunan sementara CPO seperti pada bak fat pit. Kenaikan kadar kotoran dapat merusak mutu minyak sawit.

Oleh karena itu dilakukan pemeriksaan terhadap kadar kotoran CPO yang terdapat pada bak fat pit dengan variasi perubahan waktu timbun yaitu selama 1 sampai 5 hari. Dari hasil analisa laboratorium maka akan dapat diketahui berapa lamakah waktu optimum penimbunan minyak sawit pada bak fat pit yang masih memenuhi standart mutu untuk di olah kembali ke stasuin klarifikasi. Dengan demikian pabrik dapat menekan kadar kotoran pada minyak sawit mentah (CPO) dan


(12)

mengurai losis minyak, karena jika kandungan kadar kotoran pada minyak sawit mentah yang terdapat pada bak fat pit terlalu tinggi, saat akan di kembalikan ke stasuin klarifikasi akan merusak minyak sawit mentah (CPO) dan meningkatkan losis minyak karena sebagian CPO akan terikut dengan kotoran yang akan di buang.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk lebih mendalami dan menulis karya ilmiah ini dengan judul “Pengaruh Waktu Penimbunan Minyak Sawit Mentah (CPO) pada Bak Penampungan (Fat Pit) Terhadap Kadar Kotoran Minyak Sawit Mentah (CPO) di PTPN IV Kebun Adolina Perbaungan”.

1.2 Permasalahan

Apakah kadar kotoran yang terkandung dalam CPO pada bak fat pit dengan variasi waktu pengendapan 1 – 5 hari masih memenuhi standart mutu yang telah ditetapkan oleh PKS PTPN IV Kebun Adolina Perbaungan.

1.3 Tujuan

- untuk mengetahui waktu optimum penimbunan CPO pada bak fat pit

- untuk mengetahui kenaikan kadar kotoran CPO pada bak fat pit dengan variasi perbedaan waktu timbun

- Untuk mengetahui penyebab terjadinya kenaikan kadar kotoran pada bak fat pit


(13)

1.4 Manfaat

- Untuk meliat secara langsung penerapan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah terhadap variabel – variabel yang berkaitan denan proses produksi dalam skala besar.

- Untuk mengetahui kadar kotoran pada setiap variasi waktu timbun antara 1 – 5 hari dari minyak kelapa sawit yang terdapat dalam bak fat pit.


(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari Nigeria (afrika Barat) karena pertama kali ditemukan di hutan belantara negara tersebut. Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun 1848, di bawah dari Mautitius dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda. Bibit kelapa sawit yang berasal dari kedua tempat tersebut masing – masing berjumlah dua batang dan pada tahun itu juga ditanam di kebun raya Bogor. Hingga saat ini, dua dari empat pohon tersebut masih hidup dan diyakini sebagai nenek moyang kelapa sawit yang ada di Asia Tenggara. Sebagai keturunan kelapa sawit dari kebun raya Bogor tersebut telah diintroduksi ke Deli Serdang (Sumatera Utara) hingga dinamakan varietas Deli Dura.

Perkebunan kelapa sawit komersial pertama di Indonesia mulai diusahakan pada tahun 1911 di Aceh dan Sumatera Utara oleh Adrien Hallet, seorang kebangsaan Belgia. Luas kebun kelapa sawit terus bertambah, dari 1.272 Ha pada tahun 1916 menjadi 92.307 Ha pada tahun 1983.

Sebagai areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera pada mulanya dimiliki oleh masyarakat secara perorangan, namun dalam perkembangannya, kepemilikan perkebunan ini digantikan oleh perusahaan-perusahaan asing dari Eropa. Pada tahun 1957, pemerintah republik Indonesia menasionalisaikan (mengambil alih) seluruh perkebunan milik asing menjadi perusahaan milik negara. Perkebunan kelapa sawit di


(15)

Indonesia terus mengalami perkembangan, meskipun dalam perjalannya mengalami pasang surut.

2.2 Varietas Tanaman Kelapa Sawit

Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang dapat dikenal. Varietas – varietas itu dapat dibedakan berdasarkan warna kulit buahnya. Selain varietas – varietas tersebut. Ternyata dikenal juga beberapa varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain mampu menghasilkan produksi yang lebih baik dibandingkan varietas lain.

2.2.1 Berdasarkan Tebal Tipisnya Tempurung

1. Varietas Dura

Tempurung cukup tebal (2-8 mm), daging buah tipis. Persentase daging buah terhadap buah 35-50%, inti buah (kernel) besar, tetapi kandungan minyaknya rendah. Dalam berbagai persilangan untuk menghasilkan varietas baru, varietas Dura selalu dijadikan sebagai tanaman betina oleh pusat – pusat penelitian.

2. Varietas Psiferas

Tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada. Daging buah tebal, inti buah sangat kecil. Kandungan minyak inti rendah karena ukuran kernelnya sangat kecil. Dalam persilangan untuk menghasilkan varietas baru, varietas psifera dijadikan sebagai tanaman pejantan atau sebagai penghasil tempurung sari.


(16)

3. Varietas Tenera

Merupakan hasil persilangan antara varietas Dura (D) dan Psifera (P) sehingga sifat – sifat morfologi dan anatomi ini (DxP) merupakan perpaduan antara kedua sifat induknya. Tebal tempurung varietas tenera adalah 0,5-4,0 mm, persentasi daging buah terhadap buah 60 -90%, kandungan minyak daging buah 18-23%, dan kandungan minyak inti 5%

4. Varietas Macro Carya

Daging buah sangat tipis tempurung sangat tebal (4-5 mm)

5. Varietas Dwikka Wakka

Dwikka Wakka mempunyai ciri khas, yaitu daging buahnya (sabut) berlapis dua. Oleh karena itu disebut Dwikka. Macro Carya dan Dwikka Wakka merupakan varietas yang jarang ditemukan di lapangan, sedangkan tenera merupakan varietas yang paling banyak dibudidayakan karena dianggap paling menguntungkan secara ekonomis. (Hadi,M.M.,2004)

2.2.2. Berdasarkan Warna Kulit Buah

Pembagian Varietas bedasarkan warna kulit buah, terdapat tiga varietas kelapa sawit, yaitu sebagai berikut :

a. Nigrescens

Warna kulit bhuah kehitaman saat masih muda dan berubah menjadi jingga kemerahan jika sudah tua/masak.

b. Virescens

Warna kulit hijau saat masih muda dan berubah menjadi jingga kemerahan jika sudah tua/masak, namun masih meninggalkan sisa – sisa warna hijau.


(17)

c. Albescens

Warna kulit keputih – putihan saat masih muda dan berubah menjadi kekuning – kuningan jika sudah tua / masak.

Diantara ketiga varietas di atas, Nigrescens paling banyak di budidayakan.

Virescens dan Albescens jarang dijumpai dilapangan, umumnya hanya digunakan

sebagai bahan penelitian oleh lembaga – lembaga penelitian. (Mangoensoekarjo, S dan Semangun,H.,2003)

2.3 Manfaat Kelapa Sawit dan Produknya

Kelapa sawit merupakan tanaman tropis penghasil minyak nabati yang hingga saat ini diakui paling produktif dan ekonomis dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya, misalnya kedelai, kacang tanah, kelapa, bunga matahari, dan lain – lain.

Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak kelapa sawit memiliki keistimewaan tersendiri, yakni rendahnya kandungan kolesterol dan dapat diolah lebih lanjut manjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan (minyak goreng, margarin, vanaspati, lemak, dan lain – lain), tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non pangan (gliserin, sabun, detejen, BBM, dan lain – lain). Kegunaan dari masing – masing produk tersebut adalah :

- Minyak kelapa sawit merupakan bahan baku untuk kebutuhan pangan (minyak goreng, margarin, vanaspati, lemak, dan lain – lain), tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non pangan (gliserin, sabun, deterjen, BBM, dan lain – lain).

- Inti sawit yang menghasilkan minyak inti digunakan sebagai bahan sabun, minyak goreng, kosmetik, dan sebagainya.


(18)

- Cangkang atau tempurungnya dapat digunakan sebagai bahan bakar / sumber energi.

- Tandan kosong untuk bahan bakar ketel uap, mulsa dan abu sebagai pupuk kalium.

- Ampas lumatan daging buah untuk bahan bakar ketel uap. (Hadi,M.M.,2004)

2.4 Pengolahan Kelapa Sawit

Tahap – tahap pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Crude palm Oil

(CPO) adalah sebagai berikut : 1. Stasiun Penerimaan Buah

Sebelum diolah dalam PKS, tandan buah segar (TBS) yang berasal dari kebun pertama kali diterima di stasiun penerimaan buah untuk ditimbang dijembatan timbang (Weight Bridge) dan ditampung sementara di penampungan buah (loading ramp).

a. Jembatan Timbang

Penimbangan dilakukan dua kali untuk setiap angkutan TBS yang masuk ke pabrik, yaitu pada saat masuk (berat truk dan TBS) serta pada saat keluar (Berat Truk). Dari selisih timbangan saat truk masuk dan keluar, diperoleh berat bersih. b. Sortasi

Setelah selesai ditimbang kemudian buah dibawa ketempat pengumpulan buah untuk disortasi. Penyortasian dilakukan berdasarkan kriteria kematangan buah, hal ini bertujuan pada penentuan rendemen minyak.


(19)

c. Loading Ramp

TBS yang telah ditimbang dijembatan timbang selanjutnya dibongkar di loading ramp dengan menuang langsung dari truk. Loading ramp merupakan suatu bangunan dengan lantai berupa kisi – kisi pelat besi berjarak 10 cm dengan kemiringan 45o. Kisi – kisi tersebut berfungsi untuk memisahkan kotoran berupa pasir, kerikil, dan sampah yang terikut dalam TBS. Loading Ramp dilengkapi pintu – pintu keluaran yang digerakkan secara hidrolik sehingga memudahkan dalam pengisian TBS kedalam lori untuk proses selanjutnya. Setiap lori dapat dimuat dengan 2,5 ton TBS.

2. Stasiun Rebusan (Sterilizer)

Lori – lori yang telah berisi TBS dikirim ke stasiun rebusan dengan cara ditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki

sterilizer. Sterilizer yang digunakan adalah berkapasitas 10 lori atau setara 20 ton TBS. Dalam proses perebusan, TBS dipanaskan dengan uap temperatur 135OC dan tekanan 2,0 – 3,0 kg/cm2 selama 90 menit.

Tujuan dari perebusan TBS adalah :

- Menghentikan perkembangan asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid

(FFA)

- Memudahkan pemipilan brondolan dari tandan

- Penyempurnaan dalam pengolahan

- Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit 3. Stasiun Pemipilan (Stripper)

TBS berikut lori yang telah direbus dikirim ke bagian pemipilan yang dituangkan ke alat pemipil (Thresher) dengan bantuan hoisting crane. Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS


(20)

ikut berputar sehingga membanting – banting TBS tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Pada bagian dalam dari pemipil, dipasang batang besi perantara sehingga membentuk kisi – kisi yang memungkinkan brondolan keluar dari pemipil. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil ditampung oleh sebuah

screw conveyor untuk dikirim kebagian digesting dan pressing. Sementara tandan kosong yang keluar dari bagian bawah pemipil ditampung oleh elevator kemudian hasil tersebut dikirim ke hopper.

4. Stasiun Pencacahan (Digesting)

Berondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian pengadukan / pencacahan (digester). Alat yang digunakan untuk pengadukan / pencacahan berupa sebuah tangki vertikal yang dilengkapi dengan lengan – lengan pencacah di bagian dalamnya.

Tujuan utama dari proses digesting yaitu mempersiapkan daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian yang sekecil – kecilnya.

5. Stasiun Pengempaan (Presser)

Berondolan yang telah mengalami pencacahan dan keluar melalui bagian bawah digester berupa bubur. Hasil cacahan tersebut langsung masuk ke alat pengempaan yang persis dibagian bawah digester. Pada pabrik kelapa sawit, umumnya digunakan screw press sebagai alat pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging buah. Proses pemisahan minyak terjadi akibat putaran screw mendesak bubur buah, sedangkan dari arah berlawanan tertekan oleh sliding cone. Dengan demikian, minyak dari bubur buah yang terdesak ini akan keluar melalui lubang – lubang press cage, sedangkan ampasnya keluar melalui celah atara sliding cone dan


(21)

6. Pemurnian (Clarifier)

Minyak hasil pengempaan dialirkan (masuk) ke sand trap tank (penangkap pasir) lalu menuju vibro separator untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar tersebut dialirkan ketangki penampungan minyak kasar (crude oil tank). Selanjutnya dikirim ke Vertical Continue Tank (VCT), di VCT proses pemisahan dilakukan berdasarkan berat jenis antara minyak, air dan sludge, dimana minyak yang ringan akan keatas, lalu dikirim ke oil tank, sedangkan sludge dikirim ke sludge tank.

Sludge merupakan fasa campusan yang masih mengandung minyak. Di pabrik

kelapa sawit, sludge diolah untuk dikutip kembali pada minyak yang masih terkandung didalamnya, lalu dialirkan kembali ke VCT lalu dikirim ke Oil tank.

Dari oil tank minyak dimurnikan kembali melalui oil purifier, setelah itu dikirim ke vacuum drier untuk dihilangkan kandungan air yang ada didalam minyak dan siap dikirim ke tangki penimbunan (storage tank). (Pahan, 2007)

2.5 Standar Mutu Minyak Sawit

Akhir – akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun non pangan, banyak yang menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan harga dan nilai komoditas ini.

Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar – benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat - sifat fisiknya, antra lain titik


(22)

lebur angka penyabunan dan bilangan iodium. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya di ukur berdasarkan spesifik standar mutu internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang kedua lebih penting.

Industri pangan maupun non pangan selalu menghendaki minyak sawit dalam mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit yang dalam keadaan segar, asli, murni dan tidak tercampur bahan tambahan lain seperti kotoran, air, logam – logam (dari alat – alat selama pemrosesan), dan lain – lain. Adanya bahan – bahan yang tidak semestinya terikut dalam minyak sawit ini akan menurunkan mutu dan harga jualnya. (Tim Penulis, 1997)

2.6Pengertian dan Karakteristik Mutu pada Minyak Sawit

- Asam Lemak Bebas (ALB), adalah asam yang di bebaskan pada hidrolisa dari lemak. Terdapat berbagai macam lemak, tetapi untuk perhitungan, kadar ALB minyak sawit dianggap sebagai Asam Palmitat (berat molekul 256). ALB yang tinggi menimbulkan kerugian dalam Rafinasi dan korosi logam prooksidan seperti Besi dan Tembaga

- Kadar Air adalah bahan menguap yang terdapat dalam minyak sawit

- Kadar kotoran, adalah bahan² yang tak larut dalam minyak, yang dapat disaring setelah minyak dilarutkan dalam suatu pelarut pada kepekatan 10 %

- Bilangan Iodin, adalah jumlah ikatan rangkap dua pada lemak, yang menunjukan derajat ketidak jenuhan suatu lemak. Bilangan iodin yang tinggi menunjukan


(23)

ketidak jenuhan yang tinggi. Ini dapat juga digunakan sebagai indikator wujud lemak. IV tinggi menunjukan lemak yang umumnyak cair, dan sebalikmya.

- Bilangan peroksida dan Bilangan Anisidia masing - masing mengukur oksidasi tahap pertama dan kedua (Bilangan peroksida adalah jumlah indeks lemak yang telah teroksidasi)

- Kandungan racun adalah ukuran tingkat Oksidasi yang dirumuskan sebagai (2 Bilangan Peroksida + Bilangan Anisida)

- Karoten, adalah pro-vitamin A yang memberi warna jingga pada minyak sawit. Pada ravinasi zat warna ini dihilangkan

- Besi dan Tembaga adalah pro-oksidan yang paling aktif adalah Tembaga, maka minyak sawit sedapat mungkin dicegah bersinggungan dengan tembaga.

- Pemucatan, adalah ukuran kemampuan minyak sawit di pucatkan warnanya. Minyak yang rendah tingkat oksidasinya lebih mudah di pucatkan. (http://panduankelapasawit.blogspot.com/2008/11/pengertian-dari-karakteristik-pada-mutu.html)

2.7Kadar Kotoran

Bagi negara konsumen terutama negara yang telah maju, selalu menginginkan minyak sawit yang benar – benar bermutu. Permintaan tersebut cukup beralasan sebab minyak sawit tidak hanya digunakan sebagai bahan baku dalam industri non pangan saja, tetapi banyak industri pangan yang membutuhkannya. Lagi pula, tidak semua pabrik minyak kelapa sawit mempunyai teknologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan dengan proses penyaringan minyak sawit. Pada umumnya,


(24)

penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi.

Dengan proses di atas, kotoran – kotoran yang berukuran besar memang bisa disaring. Akan tetapi, kotoran – kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya melayang – layang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan minyak sawit. Padahal, alat sentrifugasi tersebut dapat berfungsi dengan pronsip kerja yang berdasarkan perbedaan berat jenis. Walaupun bahan baku minyak sawit selalu dibersihkan sebelum digunakan pada industri – industri yang bersangkutam, namun banyak yang beranggapan dan menuntut bahwa kebersihan serta kemurnian minyak sawit merupakan tanggung jawab sepenuhnya pihak produsen.

Meskipun kadar ALB dalam minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum menjamin mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara membuang kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan peralatan pemurnian modern.

Dari hasil pengempaan, minyak sawit kasar di pompa dan di alirkan ke dalam tangki pemisah melalui pipa. Kurang lebih 30 menit kemudian, minyak sawit kasar telah dapat dijernihkan dan menghasilkan sekitar 80% minyak jernih. Hasil endapan berupa minyak kasar kotor yang dikeluarkan dari tangki pemisah bersama air panas yang bersuhu 95oC dengan perbandingan 1 : 1, diolah pada sludge centrifuge. Sedangkan minyak yang jernih di olah pada purifier centrifuge. Dari hasil pengolahan didapat minyak sawit bersih dengan kadar zat menguap sebesar 0,3% dan kadar kotoran hanya sebesar 0,0005%. Dalam kondisi diatas, minyak sawit sudah dianggap mempunyai daya tahan yang mantap. Akan tetapi, untuk lebih meyakinkan dan mencegah terjadinya proses hidrolisa, perlu dilakukan pengeringan pada kondisi fisik


(25)

hampa sehingga minyak sawit tersebut hanya mengandung kadar zat menguap sebesar 0,1%. (Tim Penulis, 1997)

2.8Metode Pemurnian Minyak Kasar 2.8.1 Pemisahan Dengan cara Biologis

Pemisahan yang dimaksud di sini yaitu pengutipan minyak yang dilakukan di fat pit (sludge oil recovery system). Minyak yang diperoleh di fat pit ini sebagian terjadi karena peristiwa pengendapan dan sebagian lagi karena proses biologis, yaitu terjadinya pemecahan molekul – molekul minyak sebagai akibat fermentasi. Minyak yang diperoleh di fat pit selanjutnya dikembalikan ke crude oil tank (COT), sedangkan sisa lumpur dan air dialirkan ke kolam limbah. Walaupun telah dilakukan pengutipan minyak semaksimal mungkin, tetapi pada sisa lumpur dan air yang dialirkan ke kolam limbah tersebut, masih saja ada minyak yang terikut. Minyak yang ikut ke kolam limbah ini dihitung sebagai kerugian (losses).(Pahan, 1997)

2.9Fat pit

Fat pit merupakan bak penampungan sludge, tumpahan minyak, dan air cacian PKS. Bak fat pit pada awalnya bukan merupakan alat pengolahan, tapi belakangan ini setelah dilihat banyak terjadi ketidak seimbangan antara unit pengolahan yang menyebabkan banyak minyak tumpah dan tidak dapat dikutip dalam unit pengolahan, maka dimasukkan sebagai alat pengolah.

Dilihat dari segi fungsi dan kapasitas fat pit tidak layak digunakan untuk menampung air kondensat yang mengandung minyak lebih sedikit (0,15% terhadap contoh) dari kandungan minyak buangan akhir (0,5% terhadap contoh). Penggunaan fat pit sebagai penampung air kondensat akan dapat menyebabkan terjadinya emulsi


(26)

minyak dan mempersulit pemisahan dalam fat pit. Oleh sebab itu fat pit tidak boleh digunakan sebagai penampung air kondensat.

Bak fat pit dibuat dengan kemampuan menampung sludge setara dengan

retention time 20 jam. Apabila penggunaan air secara keseluruhan adalah 600 l/ton TBS maka untuk kapasitas 30 tom TBS/ jam memerlukan volume fat pit 20 x 600 l/ ton x 30 ton = 360 M3. Dan minyak yang terkutip dipompakan setiap jam untuk mencegah terjadinya penurunan mutu minyak. Retention time pada fat pit yang singkat akan menyebabkan kehilangan minyak yang lebih tinggi. Suatu hal yang perlu diperhatikan bahwa minyak yang keluar dari sludge separator sangat sulit memisah dan diduga merupakan emulsifier, ini dibuktikan bahwa selalu dijumpai kehilangan minyak pada air buangan terakhir lebih tinggi dari kandungan minyak air buangan yang keluar dari sludge separator. Pada bak fat pit harus disediakan pipa pemanas sehingga mudah terjadi proses pemisahan minyak. (Naibaho, 1998)

Fat Pit berfungsi untuk menampung cairan yang masih mengandung minyak yang berasal dari air kondensat rebusan dan parit klarifikasi. Bak Fit Pit mempuyai empat bagian, dimana pada bak keempat diusahakan minyak telah terkumpul banyak dan minyak itu sendiri termasuk dari Deoling Pond. Minyak dari bak ini dipompa ke dalam Oil Tank untuk diolah kembali.

Dari proses pengutipan minyak terdapat limbah yaitu sludge yang merupakan hasil sampingan dari proses pengolahan Tandan Buah Segar menjadi Crude Palm Oil. (http://cecepharisnurhidayat.blogspot.com/)


(27)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Alat – alat

- Neraca analitik

- Kertas saring whatman GF/B

- Oven

- Cawan Gooch

- Water Jet

- Beaker Glass 150ml Pyrex

3.2 Bahan – bahan

- N-Heksan

- Minyak sawit mentah (CPO)

3.3 Prosedur Percobaan

- Sampel (CPO) sebanyak satu gelas dimasukkan kedalam beaker glass

- Sampel (CPO) dipanaskan hingga suhu ±45 OC dan dikocok hingga homogen - Beaker glass 150 ml ditimbang berat kosongnya kemudian dimasukkan 10 – 15 gr

sampel ke dalam beaker glass - Ditimbang berat kertas saring - Ditimbang berat cawan Gooch


(28)

- Ditempatkan kertas saring kedalam cawan Gooch kemudian disiram dengan N-Heksan

- Cawan Gooch dimasukkan kedalam oven selama 1 jam

- Cawan Gooch yang berisi kertas saring didinginkan dan ditimbang beratnya

- Cawan Gooch yang berisi kertas saring ditempatkan pada mulut filtering flask yang dihubungan dengan slang water jet

- Sampel minyak dimasukkan kedalam cawan Gooch - Diencerkan dengan pelarut N-heksan

- Beaker glass dan cawan Gooch dibilas dengan N-heksan hingga semua minyak tersaring kedalam filtering flask

- Cawan Gooch dikerluarkan dari mulut filtering flask

- Dimasukkan kedalam oven pada suhu 105 – 110 OC selama 1 jam - Didinginkan


(29)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data

Waktu Timbun

A (g) B (g) C (g) D (g) E (g) F (g)

Kadar kotoran

(%)

1 hari 44,2508 48,9123 4,6705 34,8376 34,8404 0,0028 0,059 2 hari 43,4421 47,8541 4,4120 34,8148 34,8180 0,0032 0,072 3 hari 44.5955 48,9544 4,3589 34,7944 34,7985 0,0041 0,094 4 hari 44,2228 49,1240 4,9012 34,8330 34,8382 0,0052 0,106 5 hari 44,3486 49,3724 5,0238 34,8550 34,8610 0,0060 0,119

Keterangan : A = Beaker glass kosong

B = Beaker glass + sampel CPO C = Berat sampel

D = Cawan Gooch + kertas saring

E = Cawan Gooch + kertas saring + kotoran F = Berat kotoran

4.2 Perhitungan

Penentuan kadar kotoran


(30)

Keterangan : A = Berat cawan Gooch + kertas saring setelah dipanaskan B = Berat cawan Gooch + kertas saring sebelum dipanaskan C = Berat sampel

Contoh : Perhitungan kadar korotan pada CPO yang terdapat dalam bak Fat-Fit

Kadar kotoran = %

= %

= 0,59%

4.3 Pembahasan

Dari data diperoleh hasil analisa kadar kotoran pada CPO yang terdapat pada bak Fat pit yang melebihi standar mutu yang telah di tetapkan yaitu < 0,20 %. Tingginya kadar kotoran pada bak fat pit disebabkan karena tempat penimbunan (bak fat pit) tidak dijaga kebersihan atau tidak dijaga dari faktor – faktor pengotor yang dapat merusak mutu CPO dengan tingginya kadar kotoran CPO pada bak tersebut. Hal ini dapat dilihat pada CPO yang semakin lama ditimbun pada bak fat – fit semakin tinggi kadar kotorannya.

Penimbunan CPO pada bak fat pit bertujuan untuk mengumpulkan losis minyak dari hasil proses produksi yang kemudian akan dikembalikan ke stasiun klarifikasi. Waktu penimbunan yang terlalu lama mengakibatkan peningkatan kadar kotoran karena minyak sawit mentah yang terdapat dalam bak fat pit terkontaminasi oleh pengotor – pengotor baik yang berasal dari luar maupun pengotor yang tercampur dalam minyak sawit mentah itu sendiri.

Waktu penimbunan yang lama pada bak fat pit mengakibatkan sludge atau lumpur yang telah diendapkan bercampur kembali bersama minyak karena adanya


(31)

guncangan saat sludge atau lumpur dari hasil proses produksi masuk ke bak fat pit. Selain sludge dan lumpur yang bercampur kembali dengan minyak, pengotor – pengotor dari lingkungan juga mengakibatkan peningkatan kadar kotoran minyak sawit mentah pada bak fat pit.

Dari hasil percobaan di laboratorium, waktu pengendapan optimum pada bak fat – fit adalah 1 sampai 2 hari karena kadar kotoran minyak sawit mentah yang di endapkan pada bak fat pit selama 1 sampai 2 hari tidak terlalu tinggi yaitu antara 0,059 – 0,072 %.

Kenaikan kadar kotoran minyak sawit mentah pada bak fat pit terjadi karena adanya pengaruh lingkungan luar seperti : sampah, pasir, debu, dan lain – lain serta karena adanya pencampuran kembali endapan sludge dan lumpur dengan minyak karena guncangan saat sludge atau lumpur dari hasil proses produksi masuk ke bak fat pit.


(32)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

- Dari hasil analisa terhadap kadar kotoran yang terdapat pada bak penampungan (fat pit) dengan variasi waktu penimbunan 1 sampai 5 hari diperoleh kadar kotoran sebesar 0,059 – 0,119 %.

- Dari data hasil analisa menunjukkan bahwa waktu penimbunan minyak pada bak fat pit yang masih sesuai dengan standar mutu adalah selama 1 sampai 2 hari.

5.2Saran

- Diharapkan agar pengutipan minyak pada bak fat pit dilakukan secepat mungkin agar mengurangi peningkatan kadar kotoran pada CPO yang dapat merusak mutu CPO

- Diharapkan agar dilakukan pembersihan secara berkala pada bak fat pit agar tidak merusak minyak sawit mentah yang terdapat dalam bak fat pit tersebut.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Hadi,M.M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Adicita Karya Nusa. Yogyakarta.

http://panduankelapasawit.blogspot.com/2008/11/pengertian-dari-karakteristik-pada-mutu.html. Diakses tanggal 26 Juni 2009

http://cecepharisnurhidayat.blogspot.com/. Diakses tanggal 26 Juni 2009

Mangoensoekarjo,S. dan Semangun,H. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Naibaho,P.M.1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Edisi Keempat. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Pahan,I. 2007. Kelapa Sawit. Cetakan Kedua. Penebar Swadaya. Jakarta.


(34)

(35)

(1)

Keterangan : A = Berat cawan Gooch + kertas saring setelah dipanaskan B = Berat cawan Gooch + kertas saring sebelum dipanaskan C = Berat sampel

Contoh : Perhitungan kadar korotan pada CPO yang terdapat dalam bak Fat-Fit

Kadar kotoran = %

= %

= 0,59%

4.3 Pembahasan

Dari data diperoleh hasil analisa kadar kotoran pada CPO yang terdapat pada bak Fat pit yang melebihi standar mutu yang telah di tetapkan yaitu < 0,20 %. Tingginya kadar kotoran pada bak fat pit disebabkan karena tempat penimbunan (bak fat pit) tidak dijaga kebersihan atau tidak dijaga dari faktor – faktor pengotor yang dapat merusak mutu CPO dengan tingginya kadar kotoran CPO pada bak tersebut. Hal ini dapat dilihat pada CPO yang semakin lama ditimbun pada bak fat – fit semakin tinggi kadar kotorannya.

Penimbunan CPO pada bak fat pit bertujuan untuk mengumpulkan losis minyak dari hasil proses produksi yang kemudian akan dikembalikan ke stasiun klarifikasi. Waktu penimbunan yang terlalu lama mengakibatkan peningkatan kadar kotoran karena minyak sawit mentah yang terdapat dalam bak fat pit terkontaminasi oleh pengotor – pengotor baik yang berasal dari luar maupun pengotor yang tercampur dalam minyak sawit mentah itu sendiri.

Waktu penimbunan yang lama pada bak fat pit mengakibatkan sludge atau lumpur yang telah diendapkan bercampur kembali bersama minyak karena adanya


(2)

guncangan saat sludge atau lumpur dari hasil proses produksi masuk ke bak fat pit. Selain sludge dan lumpur yang bercampur kembali dengan minyak, pengotor – pengotor dari lingkungan juga mengakibatkan peningkatan kadar kotoran minyak sawit mentah pada bak fat pit.

Dari hasil percobaan di laboratorium, waktu pengendapan optimum pada bak fat – fit adalah 1 sampai 2 hari karena kadar kotoran minyak sawit mentah yang di endapkan pada bak fat pit selama 1 sampai 2 hari tidak terlalu tinggi yaitu antara 0,059 – 0,072 %.

Kenaikan kadar kotoran minyak sawit mentah pada bak fat pit terjadi karena adanya pengaruh lingkungan luar seperti : sampah, pasir, debu, dan lain – lain serta karena adanya pencampuran kembali endapan sludge dan lumpur dengan minyak karena guncangan saat sludge atau lumpur dari hasil proses produksi masuk ke bak fat pit.

Priyasin Hardian : Pengaruh Waktu Penimbunan Minyak Sawit Mentah (CPO) Pada Bak Penampungan (Fat Fit) Terhadap Kadar Kotoran Minyak Sawit Mentah (CPO) Di Pabrik Kelapa Sawit PTPN. IV Kebun Adolin, 2010.


(3)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

- Dari hasil analisa terhadap kadar kotoran yang terdapat pada bak penampungan (fat pit) dengan variasi waktu penimbunan 1 sampai 5 hari diperoleh kadar kotoran sebesar 0,059 – 0,119 %.

- Dari data hasil analisa menunjukkan bahwa waktu penimbunan minyak pada bak fat pit yang masih sesuai dengan standar mutu adalah selama 1 sampai 2 hari.

5.2 Saran

- Diharapkan agar pengutipan minyak pada bak fat pit dilakukan secepat mungkin agar mengurangi peningkatan kadar kotoran pada CPO yang dapat merusak mutu CPO

- Diharapkan agar dilakukan pembersihan secara berkala pada bak fat pit agar tidak merusak minyak sawit mentah yang terdapat dalam bak fat pit tersebut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Hadi,M.M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Adicita Karya Nusa. Yogyakarta.

http://panduankelapasawit.blogspot.com/2008/11/pengertian-dari-karakteristik-pada-mutu.html. Diakses tanggal 26 Juni 2009

http://cecepharisnurhidayat.blogspot.com/. Diakses tanggal 26 Juni 2009

Mangoensoekarjo,S. dan Semangun,H. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Naibaho,P.M.1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Edisi Keempat. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Pahan,I. 2007. Kelapa Sawit. Cetakan Kedua. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tim Penulis,P.S. 1997. Kelapa Sawit. Cetakan Kedelapan. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Priyasin Hardian : Pengaruh Waktu Penimbunan Minyak Sawit Mentah (CPO) Pada Bak Penampungan (Fat Fit) Terhadap Kadar Kotoran Minyak Sawit Mentah (CPO) Di Pabrik Kelapa Sawit PTPN. IV Kebun Adolin, 2010.


(5)

(6)

Bak Fat pit

Priyasin Hardian : Pengaruh Waktu Penimbunan Minyak Sawit Mentah (CPO) Pada Bak Penampungan (Fat Fit) Terhadap Kadar Kotoran Minyak Sawit Mentah (CPO) Di Pabrik Kelapa Sawit PTPN. IV Kebun Adolin, 2010.