Penentuan Kadar Protein dari Bungkil Sawit dengan Alat Kjeldahl di Kantor Pusat PTPN IV Persero Medan

(1)

PENENTUAN KADAR PROTEIN DARI BUNGKIL SAWIT

DENGAN ALAT KJELDAHL

DI KANTOR PUSAT PTPN IV PERSERO MEDAN

KARYA ILMIAH

SATRIA DARMA LUBIS

092401005

PROGRAM DIPLOMA III KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

PENENTUAN KADAR PROTEIN DARI BUNGKIL SAWIT

DENGAN ALAT KJELDAHL

DI KANTOR PUSAT PTPN IV PERSERO MEDAN

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat mencapai gelar ahlimadya

Oleh :

SATRIA DARMA LUBIS 092401005

PROGRAM DIPLOMA III KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KADAR PROTEIN DARI

BUNGKIL SAWIT DENGAN METODE KJELDAHL DI KANTOR PUSAT PTPN IV PERSERO MEDAN

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : SATRIA DARMA LUBIS

Nim : 092401005

Program Studi : DIPLOMA (D-III) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN

ALAM (F.MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA

Disetujui, Medan, Juli 2012

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi D III Kimia Dosen Pembimbing

Dra. Emma Zaidar, M.Si Dra. Emma Zaidar, M.Si NIP : 195512181987012001 NIP : 195512181987012001

Ketua Departemen FMIPA USU

NIP : 195408301985032001 Dr. Rumondang Bulan, M.S.


(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR PROTEIN DARI BUNGKIL SAWIT DENGAN METODE KJELDAHL DI KANTOR PUSAT

PTPN IV PERSERO MEDAN

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2012

SATRIA DARMA LUBIS 092401005


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sesuai dengan yang diharapkan dan tepat pada waktu yang ditentukan.

Karya ilmiah ini berjudul “PENENTUAN KADAR PROTEIN DARI BUNGKIL SAWIT DENGAN METODE KJELDAHL DI KANTOR PUSAT PTPN IV PERSERO MEDAN”. Dengan selesainya karya ilmiah ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesarnya pada semua pihak yang telah mebantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, terutama kepada :

1. Kedua orang tua saya, Ayahanda dan Ibunda yang sangat saya sayangi dan amat cintai yang telah banyak memberikan motivasi, dukungan, serta do’a nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Ibu Dra. Emma Zaidar M.Si selaku dosen pembimbing dan Ketua Jurusan D-III Kimia FMIPA USU Medan yang telah banyak memberikan saran – saran yang sangat berguna bagi penulis sehingga sampai selesainya karya ilmiah ini. 3. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU Medan.

4. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S. selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU Medan.

5. Seluruh Dosen dan Staf pengajar Jurusan Kimia Analis yang telah membantu selama perkuliahan.

6. Seluruh Staf dan pegawai PTPN IV Persero Medan yang telah banyak membantu dan membimbing penulis ketika mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL).

7. Sahabat Terbaik Penulis M. Ryan Baihaqi, Andreas P.M, Mufly Ananda dan sahabat lainnya Kimia Analis FMIPA USU Medan Khususnya angkatan 2009 dan adik-adik 2010 dan 2011 yang penulis tidak dapat sebutkan satu – persatu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna baik dalam bahasa, format, serta informasi – informasi lain didalamnya sehingga untuk menyempurnakan karya ilmiah ini penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian.


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar protein dari bungkil sawit di PTPN IV Persero Medan. Penentuan kadar protein dari bungkil sawit dilakukan dengan metode kjeldahl yang meliputi tiga tahap yaitu Tahap Destruksi yang dilakukan dengan penambahan H2SO4 (pekat) sehingga terjadi pemecahan senyawa yang terdapat dalam sampel

menjadi unsur – unsurnya (C, H, O, N, P, S, Cu, da Fe), Tahap Destilasi yang dilakukan dengan penambahan NaOH dan Aquadest untuk memecah NH3SO4 menjadi

NH3, dan Tahap Titrasi yang menggunakan penampung asam borat, NH3 yang

tertampung di tambahkan indikator bromo cresol hijau dengan pentiter H2SO4 0,1 N

sehingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah muda, hasil yang diperoleh dari kadar protein bungkil sawit berkisar antara 12,81% sampai 13,02%. Dari hasil pengamatan tersebut, maka kadar protein dalam bungkil sawit sudah memenuhi Standart Nasional Indonesia (SNI). Standart mutu untuk kadar protein dalam bungkil sawit adalah 13,00%.


(7)

ABSTRACT

DETERMINATION OF PROTEIN VALUE FROM SCAP OF PLAM WITH KJEHDALH APPARATUS AT OFFICE PTPN IV Ltd MEDAN

Have been done determination of protein value from scap of palm at PTPN IV Ltd Medan. Determination of protein value from scap of palm with Kjehdalh apparatus methode, There are three steps, those are destrucktion with added H2SO4 (pure) untill

divide the compounds in the samples become the atoms (C, H, O, N, P, S, Cu and Fe), destilation with added NaOH and aquadest to divide NH3SO4 become NH3 and

titration with using borax acid bowl, NH3 that in bowl, added green brom cresol with

with tritran H2SO4 0,1 N so the green colour become pink, the result of protein value

from scap of palm is about 12.81% untill 13.02%. The result of observation, that protein value from scap of palm is have been required of National Indonesian Standart (SNI). Standart quality of protein value in scap of palm is 13.00%.


(8)

DAFTAR PUSTAKA

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

KATA PENGANTAR iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Permasalahan 2

1.3.Batasan Masalah 2

1.4.Tujuan 2

1.5.Manfaat 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Kelapa Sawit 4

2.1.1. Sejarah Minyak Kelapa Sawit 4

2.1.2. Morfologi Kelapa Sawit 5

2.2. Minyak Kelapa Sawit 7

2.2.1. Komposisi Minyak Kelapa Sawit 8

2.3. Protein 9

2.3.1. Struktur Dan Sifat Protein 9

2.3.2. Tiga Tahap Analisa Protein Calra Kjeldah 11

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 14

3.1. Alat Dan Bahan 14

3.1.1. Alat 14

3.1.2. Bahan 14

3.2. Prosedur Analisa 15

3.2.1. Persiapan Sampel 15

3.2.2. Penentuan Kadar Protein 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17

4.1. Data Analisa 17

4.2. Perhitungan 18

4.3. Pembahasan 19


(9)

5.1. Kesimpulan 20

5.2. Saran 20

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit

Tabel 2.3. Besarnya faktor perkalian untuk beberapa bahan makanan Tabel 4.1. Data Analisa Kadar Protein Bungkil Sawit


(11)

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar protein dari bungkil sawit di PTPN IV Persero Medan. Penentuan kadar protein dari bungkil sawit dilakukan dengan metode kjeldahl yang meliputi tiga tahap yaitu Tahap Destruksi yang dilakukan dengan penambahan H2SO4 (pekat) sehingga terjadi pemecahan senyawa yang terdapat dalam sampel

menjadi unsur – unsurnya (C, H, O, N, P, S, Cu, da Fe), Tahap Destilasi yang dilakukan dengan penambahan NaOH dan Aquadest untuk memecah NH3SO4 menjadi

NH3, dan Tahap Titrasi yang menggunakan penampung asam borat, NH3 yang

tertampung di tambahkan indikator bromo cresol hijau dengan pentiter H2SO4 0,1 N

sehingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah muda, hasil yang diperoleh dari kadar protein bungkil sawit berkisar antara 12,81% sampai 13,02%. Dari hasil pengamatan tersebut, maka kadar protein dalam bungkil sawit sudah memenuhi Standart Nasional Indonesia (SNI). Standart mutu untuk kadar protein dalam bungkil sawit adalah 13,00%.


(12)

ABSTRACT

DETERMINATION OF PROTEIN VALUE FROM SCAP OF PLAM WITH KJEHDALH APPARATUS AT OFFICE PTPN IV Ltd MEDAN

Have been done determination of protein value from scap of palm at PTPN IV Ltd Medan. Determination of protein value from scap of palm with Kjehdalh apparatus methode, There are three steps, those are destrucktion with added H2SO4 (pure) untill

divide the compounds in the samples become the atoms (C, H, O, N, P, S, Cu and Fe), destilation with added NaOH and aquadest to divide NH3SO4 become NH3 and

titration with using borax acid bowl, NH3 that in bowl, added green brom cresol with

with tritran H2SO4 0,1 N so the green colour become pink, the result of protein value

from scap of palm is about 12.81% untill 13.02%. The result of observation, that protein value from scap of palm is have been required of National Indonesian Standart (SNI). Standart quality of protein value in scap of palm is 13.00%.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

PT Perkebunan Nusantara IV merupakan salah satu dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Sumatera Utara, yang lahir dari sejarah panjang mulai dari massa kolonial. Sejarah PTPN IV merupakan bagian dari sejarah perkebunan di Indonesia dan bahkan bagian dari sejarah Negara Republik Indonesia. Aset perkebunan PTPN IV berasal dari peninggalan perusahaan kolonial dan pengembangan areal baru setelah Indonesia merdeka. Perusahaan tersebut telah ada sebelum Perang Dunia II yakni, NV NHM, NV HVA, dan RCMA, siasanya meruakan hasil pengembangan setelah Indonesia merdeka, Seperti Kebun Pasir Mandoge, Sawit Langkat, Tinjowan, Bukit Lima dan Kopas.

PT Pamina merupakan anak perusahaan PTPN IV yang merrupakan pilot project pemerintah didalam perintisan pabrik minyak sawit nabati berbasis CPO tahun 1978. Sebagai pilot project PT Pamina yang berada di Adolina dan Belawan (Kawasan Pelindo) telah berhasil merintis hilirisasi CPO di Indonesia.Dari segi skala ekonomi dan teknologi , PT Pamina sudah ketinggalan zaman sehingga tetap merugi (cost centre). Oleh karena itu, tahun 2008 unit Pamina Belawan diputuskan stop operasi (untuk menghindari kerugian yang lebih besar) dan menyusun unit Pamina Adolina stop operasi tahun 2010 bersama dengan keputusan likuidasi PT Pamina secara keseluruhan.

Kemudian agar eks lokasi Pamina Belawan tidak menganggur dan sesuai dengan program hilirisasi, eks Pamina tersebut dibangun industri olein (dengan teknologi modern dan skala ekonomi) bekerjasama dengan Musim Mas group (swasta


(14)

nasional yang sudah menguasai industri hilir minyak sawit secara global) dalam usaha patungan PT Nusantara Mas tahun 2011. Sedangkan eks Pamina Adolina untuk sementara digunakan untuk unit riset oleokimia sambil mencari mitra strategis dalam industri oleokimia. (Suyati. S, 2001)

1.2.Permasalahan

a. Bagaimana proses analisa kadar protein dalam bungkil sawit dan apakah sudah memenuhi Standart Nasional Indonesia (SNI) di PTPN IV Persero Medan. b. Mengapa penentuan kadar protein dengan cara Kjeldahl dihitung sebagai kadar

protein kasar (Crude protein).

1.3.Batasan Masalah

Didalam penulisan karya ilmiah ini penulis membatasi masalah tentang analisa kadar protein dalam bungkil sawit pada metode dan sampel yang digunakan, di laboratorium kelapa sawit PTPN IV Persero Medan.

1.4.Tujuan

Untuk menentukan kadar protein yang terdapat pada bungkil sawit dengan cara Kjeldahl di laboratorium kelapa sawit PTPN IV Persero Medan.

1.5.Manfaat

a. Dapat mengetahui faktor – faktor yang dapat mempengaruhi berkurangnya kadar protein dalam bungkil sawit.

b. Dapat mengetahui tahap – tahap analisa protein cara Kjeldahl dalam penentuan kadar protein dalam bungkil sawit.


(15)

c. Dapat mengetahui kadar protein dalam bungkil sawit secara laboratorium setelah analisa.


(16)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit

2.1.1. Sejarah Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan species kelapa sawit dihutan brazil dibandingkan dengan afrika.

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu adsa empat batang bibit kelapa saqwit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam yang ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911.

Pada masa kedudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mulai berkembang yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor Negara Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasiaonal. Hasil perolehan ekspor minyak hanya meningkatkan perekonomian Negara asing termasuk Belanda.

Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit menagalami kemunduran, secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak kelapa sawit Indonesia pun dapat mencapai 56.000 ton pada tahun 1948/1949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.


(17)

Setelah Belanda dan Jepang meningalkan Indonesia, pada tahun 1957, pemerintah mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan. Pemerintah menempatkan perwira – perwira militer disetiap jenjang manajemen perkebunan yang bertujuan menagamankan jalan nya produksi. Pemerintah juga membentuk BUMIL (buruh militer) yang merupakan wadah kerjasama antara buruh perkebunan dengan militer (Fauzi. Y, 2002).

2.1.2. Morfologi Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit termasuk tumbuhan monokotil. Bagian tanaman kelapa sawit yang penting terdiri dari akar, batang, daun bunga, buah, dan biji berikut penjelasannya :

a. Akar

Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memilki akar tunggang. Radikula (bakal akar) pada bibir terus tumbuh memanjang kearah akar bawah selama enam bulan terus menerus dan panjang akarnya mencapai 15 cm. Akar primer kelapa sawit terus berkembang. Susunan akar kelapa sawit terdiri dari primer yang tumbuh vertikal kedalam tanah dan horizontal ke samping.

b. Batang

Tanaman kelapa sawit umunya memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah face muda pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak dipucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis, dan enak dimakan.

Di batang terdapat pangkal pelepah – pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas walaupun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua pangkal –


(18)

pangkal pelepah yang masih tinggal dibatang akan terkupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas.

c. Daun

Tanaman kelapa sawit memiliki daun yang meyerupai bulun burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dari baris duri yang sangat tajam dan keras dikedua sisinya. Anak- anak daun berbaris dua sampai ke ujung daun, ditengah – tengah disetiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun.

d. Bunga dan Buah

Tanama kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina . bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan bersilang, artinya bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantara angin dan serangga penyerbuk.

Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras, daging buah, dari susunan serabut mengandung minyak, kulit biji atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji yang berwarna putih mengandung minyak serta tembaga.

e. Biji

Setiap jenis kelapa sawit memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda. Biji dura Afrika panjangnya 2-3 cm dan bobot rata – rata mencapai 4 gram. Sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13 gram per biji dan biji Afrika rata – rata memiliki bobot 2 gram per biji.

Biji kelapa sawit umumnya memiliki periode dorman (masa non aktif). Perkecambahan dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan keberhasilan sekitar


(19)

50%. Agar perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat dan keberhasilannya lebih tinggi (Sunarko, 2006).

2.2. Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit dikenal terdiri dari tida macam tipe atau varietas yaitu tipe Dura, Tenera, dan Fisifera. Masing – masing tipe dibedakan berdasarkan tempurungnya. Dimana terdapatr beberapa perbedaan – perbedaan diantara ketiga jenis dari bahan baku (tandan buah segar kelapa sawit) tersebut yaitu :

a. Dura

- Ketebalan cangkang 2 – 5 mm

- Tidak mempunyai serat yang mengelilingi cangkang - Pada umumnya mempunyai, inti sawit yang besar

- Kandungan minyak pada mesokrap berbanding dengan berat tandan

- Kandungan minyak pada mesokrap berbanding dengan berat tandan adalah rendah yaitu 17 – 18%

- Biasanya jenis dura digunakan sebagai induk betina dalam program pembiakan Tenera.

b. Fisifera

- Tidak mempunyai cangkang, dimana terdapat tempat seharusnya ditumbuhi cangkang hanya ditemui serat – serat disekeliling inti

- Pada umumnya mempunyai inti yang sangat kecil

- Mesokrapnya besar disebabkan ketiadaan tempurung oleh karena itu, kandunga minyak pada mesokrapnya tinggi

- Kebanyakan pphon jenis fesifera mempunyai bungan betina yang mandul dimana, kebanyakan tandan gugur pada peringkat awal pertumbuhannya.


(20)

c. Tenera

- mempunyai ketebalan cangkang sekitar 2-3 mm dan cangkang dikelilingi oleh setar

- Merupakan hasil penyilangan antar jenis Dura dan Fisifera - Nisbah misokrap dengan buah adalah tinggi, yaitu antara 60-90% - Nisbah minyak dengan berat tandan adalah 22-24%

- Berdasarkan jenis diatas maka jenis ini paling banyak ditanam di perkebunan. (Pahan, 2006).

2.2.1. Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Rata – rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 2.1 bahan yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3 persen.

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit

Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (%) Minyak Inti Sawit (%)

Asam Kaprilat - 3 – 4

Asam Kaproat - 3 – 7

Asam Laurat - 46 – 52

Asam Miristat 1,1 – 2,5 14 – 17

Asam Palmitat 40 – 46 6,5 – 9

Asam Stearat 3,6 – 4,7 1 – 2,5

Asam Oleat 39 – 45 13 – 19

Asam Linoleat 7 – 11 0,5 – 2


(21)

2.3. Protein

Kata Protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein merupakan komponen utama sel hewan atau manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh kita ,maka protein yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dn pertumbuhan tubuh. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah sebagai berikut : Karbon 50 %, hidrogen 7 %, oksigen 23 %, nitrogen 16 %, belerang 0-3 %, dan fosfor 0-3 %. Dengan berpedoman pada kadar nitrogen sebesar 16 %, dapat dilakukan dapat dilakukan penetuan kadar protein dalam suatu bahan makanan, misalnya dengan cara Kjeldahl, yaitu dengan cara destruksi dengan asam pekat. Berat protein yang ditentukan ialah 6,25 kali beratunsur nitrogen (Poedjiadi. 1994).

2.3.1. Struktur Dan Sifat Protein

Karena molekul yang besar (Berat Molekulnya sampai mencapai angka jutaan), maka protein mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisis ataupun aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang dapat menyebabkan sifat alamiah protein misalnya panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif. Perubahasan sifat fisis yang mudah diamati adalah terjadinya penjendalan (menjadi tidak larut) atau pemadatan.

Apabila protein murni dianalisa unsur – unsur penyusunannya, maka gambaran yang berikut ini umum dijumpai :


(22)

C : 50 – 55% O : 20 – 25% N : 15 -18% S : 0,4 – 2,5% P : Sedikit Fe : Sedikit Cu : Sedikit

Molekul protein sendiri merupakan rantai panjang yang tersusun oleh

matarantai asam – asam amino. Asan amino asalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus amino (-NH2) yang salah satunya terletak pada atom C tepat di sebelah

gugus karboksil (atau atom C alfa). Asam – asam amino yang berbeda – beda (ada duapuluh jenis asam amino dalam protein alamiah) bersambung melalui ikatan peptida yaitu ikatan antara gugus karboksil satu asam amino dengan gugus karboksil satu asam amino dengan gugus amino dari asam amino yang di sampingnya.

Di alam umunya terdapat 20 jenis asam amino (untuk protein tertentu dapat 25 jenis); rautsan atau bahkan ribuan unit asam – asam amino yang berbeda – beda ini menyusun molekul protein, oleh sebab itu secara matematis, jenis protein di alam ini dapat dikatakan tak terhingga jenisnya.

Berat Molekul rata – rata asam amino adalah 120, oleh sebab itu protein murni yang diketahui memiliki Berat Molekul tertentu (misalnya 120.000) maka dapat diperkirakan jumlah molekul (unit) asam amino yang menyusunnya (kira – kira 1000 unit asam amino).


(23)

Seperti senyawa polimer lain (misalnya selulosa, pati) atau senyawa – senyawa hasil kondensasi beberapa unit molekul (misalnya trigliserida) maka protein juga dapat dihidrolisa atau diuraikan menjadi komponen unit – unitnya oleh molekul air.

Hidrolisa pada protein akan melepaskan asam – asam amino penusunnya. Hidrolisa protein dapat dilaksanakan misalnya dengan menggunakan larutan HCl atau H2SO4 6 – 8 N selama 12 – 48 jam. Hidrolisa protein dengan asam ini akan

menghasilkan asam – asam amino yang memiliki sifat optis aktif yang tetap (bentuk L) sepertiterdapatnya di alam. Kelemahannya adalah triptophan mengalami kerusakan dan apabila terdapat karbohidrat dalam bahan akan membentuk senyawa humin yang berwarna kehitaman.

2.2.4. Tiga Tahap Analisa Protein Cara Kjeldahl 1. Tahap Destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur – unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogen nya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4.

Asam sulfat yang dipergunakan untuk destruksi diperhitungkan adanya bahan protein lemak dan karbohidrat. Untuk mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9 gram asam sulfat, untuk 1 gram lemak perlu 17,8 gram, sedangkan 1 gram karbohidrat perlu asam sulfat sebanyak 7,3 gram. Karena lemak memerlukan waktu destruksi cukup lama, maka sebaiknya lemak dihilangkan lebih dahulu sebelum destruksi dilakukan. Asam sulfat yang digunakan minimum 10 ml (18,4 gram). Sampel yang dianalisa sebanyak 0,4 – 3,5 gram mengandung nitrogen sebanyak 0,02 – 0,04 gram. Untuk cara mikro kjeldahl bahan tersebut lebih sedikit lagi, yaitu 10 – 30 mg.


(24)

Pada tahap destilasi, ammonium sulaft dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan

penambahan NaOH sampai alkalis dan diapansakan agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam Zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standart. Asam standar yang berlebihan. Agar suapay kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi sempurna dengan ditandai destilat tidak bereaksi basis.

3. Tahap Titrasi

Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP. Selisih jumlah titrasi blanko dan sampel merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.

%N = ������ (������ −������)

����� ������ (�) × 1000 x N.NaOH x 14,008 x 100%

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menngunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.

%N = ����� (������ −������


(25)

Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan. Besarnya faktor perkalian untuk beberapa bahan disajikan pada tabel 2.3 berikut :

Macam Bahan Faktor Perkalian

Bir, Sirup, biji – bijian,ragi Buah – buahan, teh, anggur, malt Makanan ternak

Beras

Roti, gandum, makaroni, mie Kacang tanah

Kedele Kenari Susu Gelatin

6,25 6,25 6,25 5,95 5,70 5,46 5,75 5,18 6,38 5,55

(Sudarmadji. S, 1989)


(26)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat

- Alat Kjeldalh Lengkap - Erlenmeyer 500 ml

- Buret 50 ml (Skala 0,1 ml) - Stirer/pengaduk

- Gelas Piala 500 ml - Pipet Berskala 10 ml - Beraca Analitik - Penggiling Mekanis

3.1.2. Bahan

- Katalisator Campuran 80 gram K2SO4 dengan 1 gram CuSO4

- Bungkil Inti Sawit 500 gram - H2SO4 pekat

- NaOH 45 % - H2SO4 0,1 N

- H3BO3 2 %

- Indikator Bromo Cresol Hijau


(27)

3.2. Prosedur Analisa 3.2.1. Persiapan Sampel

Giling bungkil inti sawit didalam penggiling mekanis yang sebelumnya telah dibersihkan dengan baik. Gunakan lebih kurang seperduapuluh berat bungkil inti sawit untuk menyempurnakan pembersihan penggiling dan buanglah hasil penggilingan ini, gilinglah sisa bungkil inti sawit , kumpulkan hasil penggilingan, campurkan dengan hati – hati dan lakukan pengujian tanpa penangguhan.

3.2.2. Penentuan Kadar Protein

- Timbang dengan teliti 2 gram bungkil sawit dalam labu kjeldalh - Tambahkan 10 gram katalisator dan 25 ml H2SO4 pekat

- Letakkan tabung kjeldalh dengan posisi miring pada penangas listrik dan dipanaskan sambil digoyangkan sampai diperoleh larutan jernih (destruksi) - Dinginkan, lalu tambahkan 200 ml aquadest, tambahkan batu didih (untuk

mencegah peletupan) dan larutan NaOH 45% sampai larutan menjadi basa, usahakan dinding tabung sudah tidak mengadung asam lagi. Kemudian pasang alat destilasi dengan penampung yang berisi 100 ml asam boraks. Kocok isi dalam tabung kjeldalh dengan cara digoyang-goyang

- Kemudian destilasikan sampai semua amoniak tertampung dalam erlenmeyer yang berisi larutan asam boraks yang telah ditambahkan 0,5 ml indikator bromo cresol hijau

- Titer dengan larutan baku H2SO4 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari

hijau menjadi merah muda


(28)

- Dihitung kadar proteinnya

- Lakukan blanko dengan perlakuan yang sama.

25 , 6 100 1000 14 ) 2 1 ( (%)

Pr × ×

     × × × − = W N V V otein Kadar Dimana :

V1 = banyaknya larutan baku asam sulfat yang diperlukan untuk meniter contoh uji (ml)

V2 = banyaknya larutan baku asam sulfat yang diperlukan untuk meniter blanko (ml) W = berat contoh yang diambil (g)

N = normalitas larutan baku H2SO4 yang digunakan untuk titrasi

14 = berat atom nitrogen

6,25 = faktor pengali (konversi) total nitrogen menjadi protein

Catatan :

a. Jaminan Mutu

- Menggunakan bahan kimia berkualitas pro analysis - Menggunakan alat gelas bebas kontaminasi

- Menggunakan alat ukur yang terkalibrasi b. Pengendalian Mutu


(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Analisa

Data yang diperoleh dari hasil analisa Penentuan Kadar Protein di Laboratorium Kelapa Sawit PTPN IV persero Medan.

Tabel 4.1 Data Analisa Kadar Protein Bungkil Sawit No. Hari/Tanggal Berat

Sampel (gram) Volume Titrasi Sampel (ml) Volume Titrasi Blanko (ml) Normalitas H2SO4 0,1 N

Kadar Protein (%)

1 Kamis, 05-01-2012 1,0030 1,0008 14,90 14,88 0,14 0,14 0,1004 0,1004 12,93 12,94 2 Selasa, 10-01-2012 1,0012

1,0003 14,94 14,95 0,16 0.16 0,1006 0,1006 12,99 13,00 3 Senin, 16-01-2012 1,0025

1,0008 14,80 14,77 0,18 0,18 0,1009 0,1009 12,88 12,87 4 Kamis, 26-01-2012 1,0012

1,0018 14,49 14,49 0,15 0,15 0,1005 0,1005 12,77 12,76 5 Rabu, 01-02-2012 1,0002

1,0013 14,86 14,88 0,14 0,14 0,1002 0,1002 12,90 12,91 6 Rabu, 08-02-2012 1,0008

1,0022 14,80 14,84 0,17 0,17 0,1006 0,1006 12,87 12,88


(30)

7 Kamis, 16-02-2012 1,0030 1,0040 14,88 14,88 0,13 0,13 0,1004 0,1004 12,92 12,91 8 Kamis, 23-02-2012 1,0018

1,0010 14,97 14,97 0,13 0,13 0,1004 0,1004 13,01 13,02 9 Selasa, 06-03-2012 1,0018

1,0006 14,81 14,80 0,18 0,18 0,1008 0,1008 12,88 12,89 10 Rabu, 14-03-2012 1,0009

1,0018 14,88 14,91 0,16 0,16 0,1007 0,1007 12,96 12,97 11 Senin, 19-03-2012 1,0002

1,0028 14,92 14,87 0,16 0,14 0,1007 0,1005 12,99 13,00 12 Senin, 26-03-2012 1,0028

1,0034 14,87 14,87 0,14 0,14 0,1005 0,1005 12,92 12,91 4.2. Perhitungan

Persentase Kadar Protein Dalam Bungkil Inti Sawit 25 , 6 100 1000 14 2 1 (%)

Pr × ×

× × × − = W N V V otein Kadar

= 100 6,25

1000 0030 , 1 14 1004 , 0 14 , 0 90 , 14 × × × × × −


(31)

4.3. Pembahasan

Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah sebagai berikut : Karbon 50 %, hidrogen 7 %, oksigen 23 %, nitrogen 16 %, belerang 0-3 %, dan fosfor 0-3 %. Dengan berpedoman pada kadar nitrogen sebesar 16 %, dapat dilakukan dapat dilakukan penentuan kadar protein dalam suatu bahan makanan, misalnya dengan cara Kjeldahl, yaitudengan cara destruksi dengan asam pekat. Berat protein yang ditentukan ialah 6,25 kali berat unsur nitrogen. Bungkil kelapa sawit dengan penambaha sehingga nutrisi dalam BIS dapat dimaksimalkan. Selain itu, dapat juga dilakukan

neutral detergent

fiber. Selain itu, pada fermentasi bungkil inti sawit dengan kapang, dihasilkan peningkatan kecernaan protein dan karbohidrat.


(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

- Kadar protein dari bungkil sawit yang diperoleh setelah analisa, pada bulan Januari adalah 12,76% sampai 13,00%, Februari adalah 12,87% sampai 13,02%, dan Maret adalah 12,80% sampai 13,00%.

- Standart dari kadar protein pada bungkil sawit yang baik ialah 13,00%, dari data yang diperoleh bahwa kadar protein sudah dapat dikatakan memenuhi standart Nasional Indonesia (SNI)

- Pada tahap destilasi agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan dan timbulnya gelembung gas yang besar maka daat ditambahkan logam zink (Zn).

5.2. Saran

Sebaiknya pada analisa kadar protein dalam bungkil sawit, larutan sampel sebelum dilakukan destilasi harus benar – benar tidak mengandung asam lagi bahkan pada dinding labu kjeldalh sekalipun, sebab dapat mengganggu analisa selanjutnya. Larutan sampel harus dalam suasana basa yaitu dengan penambahan aquadest dan NaOH 45%.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Y. 2002. Budidaya Pemanfaatan Hasil & Limbah Analisis Usaha & Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya

Poedjiadi, A. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press

Pahan, I. 2006. Panduan lengkap Kelapa Sawit. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Swadaya Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta : UGM Press

Sunarko. 2006. Budidaya Dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka Suyati, S. 2001. PTPN IV Sejarah Dan Perkembangan. Yogyakarta : PTPN IV


(34)

(35)

Detail SNI Nomor SNI : SNI 01-2901-2006 Judul : Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil)

Standart Nasional Indonesia (SNI) minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil) ini merupakan revisi SNI 01-2901-1992, Minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) yang dirumuskan oleh Panitia Teknis Makanan dan Minuman. Adapun tujuan revisi Standar ini adalah untuk menyesuaikan standart mutu minyak kelapa sawit mentah Indonesia dengan Standar mutu minyak kelapa sawit mentah yang umum diapaki dalam

perdagangan internasional sesuai dengan perkembangan terakhir, sehingga minyak kelapa sawit Indonesia dapat bersaing di pasaran Internasional.

Standart ini telah dibahas dalam rapat konsensus tanggal 10 Desember 2003 di Jakarta. Hadir dalam rapat – rapat tersebut wakil – wakil dari konsumen, produsen, lembaga IPTEK, Badan POM, GAPPMI, AIMMI, Lembaga pengujian dan instansi terkait lainnya.

Tabel 1. Syarat mutu minyak kelapa sawit mentah

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan Mutu

1 2 3

4

Warna

Kadar air dan kotoran Asam lemak bebas (sebagai asam palmitat) Bilangan Yodium

-

%, fraksi masa %, fraksi masa

G Yodium/100 g

Jingga kemerah-merahan 0,5 maks

0,5 maks


(1)

7 Kamis, 16-02-2012 1,0030 1,0040 14,88 14,88 0,13 0,13 0,1004 0,1004 12,92 12,91 8 Kamis, 23-02-2012 1,0018

1,0010 14,97 14,97 0,13 0,13 0,1004 0,1004 13,01 13,02 9 Selasa, 06-03-2012 1,0018

1,0006 14,81 14,80 0,18 0,18 0,1008 0,1008 12,88 12,89 10 Rabu, 14-03-2012 1,0009

1,0018 14,88 14,91 0,16 0,16 0,1007 0,1007 12,96 12,97 11 Senin, 19-03-2012 1,0002

1,0028 14,92 14,87 0,16 0,14 0,1007 0,1005 12,99 13,00 12 Senin, 26-03-2012 1,0028

1,0034 14,87 14,87 0,14 0,14 0,1005 0,1005 12,92 12,91 4.2. Perhitungan

Persentase Kadar Protein Dalam Bungkil Inti Sawit

25 , 6 100 1000 14 2 1 (%)

Pr × ×

× × × − = W N V V otein Kadar

= 100 6,25

1000 0030 , 1 14 1004 , 0 14 , 0 90 , 14 × × × × × −


(2)

4.3. Pembahasan

Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah sebagai berikut : Karbon 50 %, hidrogen 7 %, oksigen 23 %, nitrogen 16 %, belerang 0-3 %, dan fosfor 0-3 %. Dengan berpedoman pada kadar nitrogen sebesar 16 %, dapat dilakukan dapat dilakukan penentuan kadar protein dalam suatu bahan makanan, misalnya dengan cara Kjeldahl, yaitudengan cara destruksi dengan asam pekat. Berat protein yang ditentukan ialah 6,25 kali berat unsur nitrogen. Bungkil kelapa sawit dengan penambaha sehingga nutrisi dalam BIS dapat dimaksimalkan. Selain itu, dapat juga dilakukan

neutral detergent

fiber. Selain itu, pada fermentasi bungkil inti sawit dengan kapang, dihasilkan peningkatan kecernaan protein dan karbohidrat.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

- Kadar protein dari bungkil sawit yang diperoleh setelah analisa, pada bulan Januari adalah 12,76% sampai 13,00%, Februari adalah 12,87% sampai 13,02%, dan Maret adalah 12,80% sampai 13,00%.

- Standart dari kadar protein pada bungkil sawit yang baik ialah 13,00%, dari data yang diperoleh bahwa kadar protein sudah dapat dikatakan memenuhi standart Nasional Indonesia (SNI)

- Pada tahap destilasi agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan dan timbulnya gelembung gas yang besar maka daat ditambahkan logam zink (Zn).

5.2. Saran

Sebaiknya pada analisa kadar protein dalam bungkil sawit, larutan sampel sebelum dilakukan destilasi harus benar – benar tidak mengandung asam lagi bahkan pada dinding labu kjeldalh sekalipun, sebab dapat mengganggu analisa selanjutnya. Larutan sampel harus dalam suasana basa yaitu dengan penambahan aquadest dan NaOH 45%.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Y. 2002. Budidaya Pemanfaatan Hasil & Limbah Analisis Usaha & Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya

Poedjiadi, A. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press

Pahan, I. 2006. Panduan lengkap Kelapa Sawit. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Swadaya Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta : UGM Press

Sunarko. 2006. Budidaya Dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka Suyati, S. 2001. PTPN IV Sejarah Dan Perkembangan. Yogyakarta : PTPN IV


(5)

(6)

Detail SNI Nomor SNI : SNI 01-2901-2006 Judul : Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil)

Standart Nasional Indonesia (SNI) minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil) ini merupakan revisi SNI 01-2901-1992, Minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) yang dirumuskan oleh Panitia Teknis Makanan dan Minuman. Adapun tujuan revisi Standar ini adalah untuk menyesuaikan standart mutu minyak kelapa sawit mentah Indonesia dengan Standar mutu minyak kelapa sawit mentah yang umum diapaki dalam

perdagangan internasional sesuai dengan perkembangan terakhir, sehingga minyak kelapa sawit Indonesia dapat bersaing di pasaran Internasional.

Standart ini telah dibahas dalam rapat konsensus tanggal 10 Desember 2003 di Jakarta. Hadir dalam rapat – rapat tersebut wakil – wakil dari konsumen, produsen, lembaga IPTEK, Badan POM, GAPPMI, AIMMI, Lembaga pengujian dan instansi terkait lainnya.

Tabel 1. Syarat mutu minyak kelapa sawit mentah

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan Mutu

1 2 3

4

Warna

Kadar air dan kotoran Asam lemak bebas (sebagai asam palmitat) Bilangan Yodium

-

%, fraksi masa %, fraksi masa

G Yodium/100 g

Jingga kemerah-merahan 0,5 maks

0,5 maks