Halimahtun Sa’diah : Pengaruh Proses Pengepresan Screw Press Terhadap Persentase Kehilangan Minyak Kelapa Sawit Yang Terdapat Pada Ampas Press Di PT. Socfin Indonesia Kebun Aek Loba, 2009.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit Elais Guenensis Jack berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari
Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannnya tanaman kelapa sawit
hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit
yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada waktu itu.
Pada masa Jepang 1942-1945 merupakan masa yang tidak bagus untuk perkebunan kelapa sawit, dimana produksi kelapa sawit tidak dapat dijual karena
sebagian areal perkebunan ditanami tanaman pangan dan pabrik-pabrik tidak beroperasi.
Periode 1957-1968 merupakan masa yang sulit karena kultur teknis dan manajemen kurang terkendali sebagai akibat suramnya perekonomian nasional.
Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan untuk menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan sebagai
Halimahtun Sa’diah : Pengaruh Proses Pengepresan Screw Press Terhadap Persentase Kehilangan Minyak Kelapa Sawit Yang Terdapat Pada Ampas Press Di PT. Socfin Indonesia Kebun Aek Loba, 2009.
sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980 luas lahan mencapai 294.560 ha
dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat.
Perkembangan perkebunan semakin pesat lagi setelah pemerintah mengembangkan program lanjutan yaitu PIR-Transmigrasi sejak tahun 1986. Program
tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit. Pada tahun 1990- an, luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta hektar yang tersebar di
berbagai sentra produksi, seperti Sumatera dan Kalimantan Fauzi, 2004.
2.2. Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit palm kernel oil dan bungkil inti kelapa sawit palm kernel
meal atau pellet. Minyak kelapa sawit mengandung beberapa asam lemak yaitu asam kaprilat,
asam kaproat, asam laurat, asam miristat, asam palmitat, asam stearat, asam oleat, dan asam linoleat. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor,
kelarutan, titik cair dan polimorphism, titik didih boiling point, titik pelunakan slipping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan turbidity
point, titik asap, titik nyala, dan titik api. Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak
yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu yaitu: kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan
bilangan peroksida.
Halimahtun Sa’diah : Pengaruh Proses Pengepresan Screw Press Terhadap Persentase Kehilangan Minyak Kelapa Sawit Yang Terdapat Pada Ampas Press Di PT. Socfin Indonesia Kebun Aek Loba, 2009.
Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam
berat dan bilangan penyabunan. Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1
persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin kurang lebih 2 persen atau kurang, bilangan peroksida di bawah
2, bebas dari warna merah dan kuning, harus berwarna pucat tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam
Ketaren, 1986. Berdasarkan tebal tipisnya tempurung cangkang dan kandungan minyak
dalam buah maka kelapa sawit dapat dibedakan dalam 3 tipe, yakni : a. Tipe Dura
: tempurung cangkang sangat tebal, kandungan minyak dalam buah rendah.
b. Tipe Pesifera : tempurung sangat tipis bahkan hanya berbentuk bayangan
cincin, hampir tidak bertempurung namun kandungan minyak dalam buah tinggi.
c. Tipe Tenera : merupakan persilangan Dura sebagai pohon ibu, dengan
Pesifera sebagai pohon bapak. Tenera bertempurung tipis kandungan minyak tinggi Risza, 1994.
2.3. Pengolahan Kelapa Sawit