Penggolongan Tekanan darah Pengukuran Tekanan Darah

 Lama paparan Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk memelihara keseimbangan panas. Selanjutnya apabila pemaparan terhadap panas terus berlanjut, maka resiko terjadinya gangguan kesehatan juga akan meningkat Dian, 2011.  Beban kerja Menurut Meskahati dalam Tarwaka 2010, dapat didefenisikan sebagai suatu perbedaan antara kapasitas atau kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi.

2.2.4 Penggolongan Tekanan darah

1. Tekanan darah normal Tekanan darah normal bila tekanan sistolik menunjukkan kurang dari 140 mmHg dan diastolik kurang dari 90 mmHg Guyton dkk, 2008. Menurut WHO – ISH 1999 tekanan darah normal adalah 13085 mmHg sedangkan tekanan darah optimal 12080 mmHg. 2. Tekanan darah rendah Seseorang dikatakan memiliki tekanan darah rendah bila tekanan darah untuk yang normal tetap di bawah 10060 mmHg, tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg dan diastolik kurang dari 60 mmHg Watson, 2002. Universitas Sumatera Utara 3. Tekanan darah tinggi Tekanan darah untuk yang normal tetap diatas 10090 mmHg, tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg Watson, 2002. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik. Sebagai contoh, tekanan darah pada angka 12080 menunjukkan tekanan sistolik pada nilai 120 mmHg, dan tekanan diastolik pada nilai 80 mmHg. Nilai tekanan darah pada orang dewasa normalnya berkisar dari 10060 sampai 14090. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 12080 mmHg Smeltzer dkk, 2001. Menurut WHO, tekanan darah normal orang Indonesia adalah 12080 mmHg.

2.2.5 Pengukuran Tekanan Darah

Tekanan darah biasanya diukur secara tak langsung dengan sphygmomanometer air raksa atau alat noninvasive lainnya pada posisi duduk atau terlentang. Ketepatan alat yang bukan air raksa harus dibandingkan dengan sfigmomanometer air raksa secara bersamaan dan hal ini kalibrasi dilakukan secara berkala. Pada saat mengukur tekanan darah, perhatian utama harus ditujukan pada hal-hal berikut: 1. Sebelum pengukuran penderita istirahat beberapa menit diruang yang tenang 2. Ukuran manset lebar 12-13 cm serta sepanjang 35 cm, ukuran lebih kecil pada anak-anak dan lebih besar pada penderita gemuk ukuran sekitar 23 lengan 3. Diperiksa pada fosa kubiti dengan cuff setinggi jantung ruang antar iga IV 4. Tekanan darah dapat diukur pada keadaan duduk atau terlentang Universitas Sumatera Utara 5. Tekanan darah dinaikkan sampai sampai 30 mmHg diatas tekanan sistolik palpasi, kemudian diturunkan 2 mmHgdetik dan dimonitor dengan stetoskop diatas a brakhialis 6. Tekanan sistolik adalah tekanan pada saat terdengar suara Korotkoff I sedangkan tekanan diastolik pada saat Korotkoff V menghilang. Bila suara terdengar, dipakai patokan Korotkoff IV 7. Pada pengukuran pertama dianjurkan pada kedua lengan terutama bila terdapat penyakit pembuluh darah perifer 8. Perlu pengukuran pada posisi duduk terlentang dan berdiri untuk mengetahui ada tidaknya hipotensi postural terutama pada orang tua, diabetes mellitus dan keadaan lain yang menimbulkan hal tersebut pemberian penyekat alfa. Alat pengukuran lain dengan aneroid atau digital semi-otomatik atau otomatik yang kurang tepat dan harus dikalibrasi secara periodik terhadap sphygmomanometer air raksa. Beberapa mesin otomatik dipakai untuk mengukur tekanan darah selama 24-72 jam yang biasanya yang menggunakan cara osilometrik. Digunakan pula alat yang dijepitkan pada ujung jari untuk monitor selama operasi atau keadaan lain dalam posisi penderita duduk atau telentang Soesetyo, 2003. Terdapat alat semi-otomatis dan otomatis untuk mengukur tekanan darah selama 24 jam atau lebih. Indikasi pemeriksaan tersebut ABPM = Ambulatory Blood Monitoring ialah sebagai berikut: 1. Adanya variasi tekanan darah yang tidak seperti biasanya pada kunjungan hari yang sama ataupun pada hari yang berbeda Universitas Sumatera Utara 2. Office hypertension pada penderita dengan resiko kardiovaskuler rendah 3. Gejala menunjukkan adanya episode hipotensi 4. Hipertensi yang resisten terhadap pengobatan Keterbatasan cara pengukuran tekanan darah ambulatory tersebut adalah: 1. Data mengenai nilai prognostik pengukuran tekanan darah dengan cara ini terbatas 2. Pengukuran tekanan darah ambulatory lebih rendah daripada pengukuran di klinikpraktek. Pengukuran tekanan darah ambulatory sebesar 12580 mmHg setara dengan pengukuran tekanan darah di praktekklinik 14090 mmHg 3. Alat yang digunakan harus dicek untuk ketepatan dan penampilannya secara berkala dikalibrasi. Dihindarkan penggunaan alat dengan mengukur tekanan darah pada jari dan tangan dibawah siku Keuntungan cara pengukuran ini: 1. Pengukuran dapat dilakukan lebih sering dengan keadaan yang mendekati kehidupan sehari-hari 2. Memperbaiki persepsi penderita terhadap hipertensi dan memperbaiki kepatuhan terhadap pengobatan 3. Mungkin berguna untuk menilai efektifitas pengobatan. Penelitian menunjukkan bahwa kerusakan organ target lebih erat berhubungan dengan tekanan darah 24 jam dibandingkan tekanan darah di praktekklinik. Demikian pula kerusakan organ target 4. Tekanan darah sebelum pengobatan mempunyai nilai prognostik Universitas Sumatera Utara

2.3 Hubungan Tekanan Panas dengan Tekanan Darah