BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perhatian pada kemiskinan merupakan hal yang sangat penting, karena masalah kemiskinan
yang terjadi pada negara berkembang sangatkompleks dan
bersifatmultidimensional.Kemiskinan erat kaitannya dengan aspek sosial,
ekonomi,budayadan aspek lainnya.Kemiskinan merupakan masalah pembangunan diberbagai bidang yang ditandai oleh pengangguran, keterbelakangandan keterpurukan. Masyarakat
miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatasnya akseskepada kegiatan sosial ekonomi sehinggga tertinggal jauh dari masyarakat lain yang mempunyai potensi lebih
tinggi. Masalah kemiskinan terutama pasca krisis ditandai dengan menurunnya pendapatan
masyarakat sebagai akibatpengurangan jam kerja dan peningkatan jumlah penganggguran. Penurunan pendapatan masyarakatternyata membawa dampak ganda terhadap pergeseran
pola kehidupan keluarga seperti pergeseran pekerjaan dari sektor formal ke sektor informal, penurunan porsi pengeluaran untuk kebutuhan pangan, kesehatan dan pendidikan, serta
peningkatan keresahan sosial baik di tingkat keluarga maupun masyarakat. Kemiskinan terutama ditunjukkan oleh tidak terintegrasinya kaum miskin dengan
institusi-institusi masyarakat secara efekif. Mereka seringkali memperoleh perlakuan sebagai objek yang perlu digarap daripada sebagai subjek yang perlu diberi peluangberkembang.
Penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalanaksesbilitas. Akibat keterbatasan dan ketiadaan akses maka manusia mempunyai keterbatasan bahkan tidak ada pilihan untuk
mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan apa yang terpaksa saat ini dapat dilakukan bukan apa yang seharusnya dilakukan. Dengan demikian manusia mempunyai keterbatasan
Universitas Sumatera Utara
dalam melakukan pilihan, akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya menjadi terhambat Sunyoto, 2004: 128.
Kondisi kemiskinan yang dialami suatu masyarakat seringkali telah berkembang dan bertali-temali dengan berbagai faktor lain yang membentuk jaringan kemiskinan yang dalam
proses berikutnya dapat memperteguh kondisi kemiskinan itu sendiri. Faktor- faktordiidentifikasi membentuk jaringan atau perangkap kemiskinan tersebut
adalahkelemahan fisik, isolasi, kerentanandan ketidakberdayaan. Faktor kelemahan fisik dapat disebabkan karena kondisi kesehatan dan faktor gizi buruk, sehinggga dapat
mengakibatkan produktivitas kerja yang rendah. Faktor isolasi terkait dengan lingkup jaringan ineteraksi sosial yang terbatasserta akses terhadap informasi, peluang ekonomi dan
fasilitas pelayanan yang terbatas pula. Faktorkerentanan terkaitdengan tingkat kemampuan yang rendah dalam menghadapi kebutuhan dan persoalan mendadak. Faktor
ketidakberdayaan terkait dengan akses dalam pengambilan
keputusan, akses terhadap penguasaan sumber daya dan posisi tawar bargaining position
Soetomo, 2006:285
.
Ironinya, banyak masyarakat miskin di Indonesia tidak memandang kemiskinan yang mereka alami sebagai suatu masalah.Mereka terbiasa dengan keadaan kehidupan yang
mereka jalani. Orang lain justru memandang hal tersebut menjadi suatu masalah yang wajib diselesaikan. Namun ini menjadi sulit karena kedua belah pihak sejak awal berada disisi yang
berbeda. Butuh tenaga ekstra untuk memberikan pengertian akan masalah yang mereka alami ini harus diselesaikan dan dicari jalan keluar terbaik agar kehidupannya menjadi lebih baik.
Sampai saat ini jumlah penduduk Indonesia yang dikategorikan miskin masih cukup banyak. Menurut Badan Pusat Statistik BPS pada Maret tahun 2013 penduduk miskin
sekitar 28,07 juta jiwa, sementara pada September tahun 2013 sekitar 28,55 juta jiwa. Angka kemiskinan menurut versi Bank Dunia jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun
2013 mencapai 97,9 juta jiwa atau setara 40 dari jumlah penduduk di Indonesia. Jumlah ini
Universitas Sumatera Utara
tentu bersifat dinamis, dalam arti masih sangat mungkin akan terjadi peningkatan angka kemiskinan mengingat kondisi perekonomian nasional masih belum stabil. Harus diakui,
Pemerintah mempunyai perhatian besar terhadap masalah kemiskinan ini terbukti telah menjalankan berbagai program penanggulangan kemiskinan
httpwww.Republika.co.id.beritaekonomi diakses pada tanggal 25 Maret 2014 Pukul 10:00. BPS Provinsi Sumatera Utara mencatat jumlah penduduk miskin perkotaan sebanyak
654.100 jiwa. Angka ini hampir berimbang dengan jumlah penduduk miskin di pedesaan sebanyak 685.100 jiwa. Total angka kemiskinan per September 2013 mengalami peningkatan
dari bulan Maret 2013 lalu, pada bulan Maret tahun 2013 angka kemiskinan di Sumatera Utara berjumlah 1.339.200 jiwa 10,06 sedangkan pada September 2013 angka
kemiskinan itu sendiri sekitar 1.390.800 jiwa 10,39. Salah satu kondisi yang memprihatinkan dari Negara Indonesia adalah tingginya
tingkat kepadatan penduduk tetapi tidak diimbangi oleh tingkat pertumbuhan ekonomi kota, tingginya pertumbuhan penduduk di kota disebabkan oleh adanya migrasi penduduk desa ke
kota yang disebut urbanisasi. Urbanisasi di negara yang sedang berkembang dapat meningkatkan jumlahpendudukkota menjadi sangat besar, namun kualitas yang dimiliki
sangat rendah. Warga desa yang datang ke kota karena faktor ekonomi pada umumnya adalah orang-orang yang tidak mempunyai kedudukan sosial yang tinggi didesanya Wudjinem,
2001: 70. Laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, perkembangan teknologi dan
berbagai sarana kehidupan di perkotaan tidak seiring dengan perkembangan kesejahteraan masyarakat.Konsekwensi dari masalah tersebut adanya masyarakat pinggiran seperti
pemulung.Pemulung adalah salah satu contoh kegiatan sektor informal yang ada di perkotaan.Para pemulung melakukan pengumpulan barang bekas karena adanya permintaan
dari industri-industri pendaur ulang bahan-bahan bekas.Keberadaan pemulung dalam realitas
Universitas Sumatera Utara
di masyarakat dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda.Pertama, profesi pemulung ini mampu memberikan peluang kerja kepada pemulung itu sendiri ketika pemerintah tidak mampu
menciptakan lapangan pekerjaan untuk mereka yang sangat membutuhkan pekerjaan.Kedua, profesi pemulung dapat dikatakan sebagai beban bagi masyarakat lainnya, sebagai dampak
dari ketidakteraturan kehidupan mereka.Namun kedua sisi tersebut tentu memiliki keuntungan bagi berbagai pihak yang terkait.
Pemulung identik dengan gelandangan dimana sebagian orang menganggap pekerjaan tersebut hina. Tetapi bagi mereka pekerjaan ini mempunyai makna yang sangat besar karena
dilakukan dengan cara yang halal. Bukan gelandangan yang melakukan pekerjaan sebagai pencuri atau menjadi WTS atau Pelacur. Walaupun mereka berada pada status sosial yang
paling bawah, namun mereka tetap memiliki kebahagiaan dan harapan-harapan yang cerah untuk masa depan. Mereka tabah dan kuat menghadapi tantangan hidup dalam kehidupan
sekaligus selalu berusaha membangun dan memupuk harapan-harapan, walaupun kehidupan hari esok belum tentu lebih baik dari hari ini Khairani, 2007: 30.
Pemulung merupakan kelompok masyarakat yang memiliki masalah kemiskinan cukup mendalam.Banyak dari mereka yang tidak menyadari kemiskinan yang mereka
hadapi.Mereka cenderung pasrah pada keadaan tanpa usaha yang lebih untuk mengeluarkan keadaan dari masalah yang dihadapi.Bagi mereka yang terpenting adalah dapat memenuhi
kebutuhan makan.Keadaan tempat tinggal seadanya dan hal terpenting tidak kepanasan dan kehujanan.
Kajian mengenai kehidupan pemulung ini berawal dari sebuah keprihatinan atas kehidupan pemulung. Umumnya pemulung hidup di kawasan yang kumuh, namun mereka
masih dapat bertahan dengan segala peluang dan hambatan yang ada. Pekerjaan sebagai pemulung memang bukan pilihan utamanamun keterbatasan pendidikan dan
skillkemampuan membuat sebagian orang mau melakonipekerjaan seperti ini. Kajian seperti
Universitas Sumatera Utara
ini perlu untuk di teliti karena melihatsebagian orang berlomba-lomba untuk berkerja di sektor formal. Bentukhubungan kerja dan sosial yang terjadi diantara pemulung, lapakdan
masyarakat menarik untuk dikaji karena hubungan ini menjamin keberlangsungan hidup. Kepercayaan yang dimilikibisa memperkuat kelompokpemulung dan hubungan
timbal balik. Keadaan inimerupakan sebuah modal yangdimiliki oleh pemulung dimana satusama lainnya saling membutuhkan danmenguntungkan. Kemiskinan yang terjadi pada
kelompok pemulung dapat dikatakan bahwamereka terjebak dalam kemiskinan. Menjadi orang miskin selalu menjadikaum marjinal apabila mereka berada dalam suatu perkampungan
kumuh yangada di perkotaan, tentu saja menjadi miskin bukanlah pilihan terbaik jika hal itu dipertanyakan kepada orang miskin.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rafni Silva tahun 2014 di Desa Tapian Nauli, suatu hal yang meyakinkan pemulung dapat melangsungkan hidup di kotayaitu kepercayaan
mereka pada kemampuan diri sendiri. Cara lain yang dilakukan oleh pemulung ini adalah melalui hubungan yang mereka bangun dengan pemilik lapak. Sesama anggota pemulung
atau pun dengan para penyedia lapak dapat dijadikan sebagai tempat untukmeminta bantuan. Pada dasarnya, menjadi pemulung merupakan sebuah upaya penolakanterhadap hubungan
patron-klien yang dinilai tidak menguntungkan. Meski telahbebas dari aturan-aturan lapak yang mendominasi, pemulung akan tetapberhubungan dengan lapak, terutama ketika mereka
menjual barang-barang bekasmereka dan mempunyai kebutuhan yang mendesak lainnya.Hubungan antara pemulung yang satu dengan pemulung yang lainnyahidup damai
seperti masyarakat pada umumnyadan tidak terjadi perselisihankeadaan seperti ini terjadi karena mereka telah memiliki kesepakatan bersamauntuk tidak membuat kerusuhan atau
keributan. Dalam mereka memulung tidakada pembatasan-pembatasan terhadap pekerjaan dan tidak memandang umur dansaling menghargai satu sama lainnya. Antara kelompok
pemulung dan masyarakat sekitar terjalin hubungan yang baikhal seperti ini dapat dilihat dari
Universitas Sumatera Utara
kebiasaan masyarakat untuk kerja bakti dan salingtolong menolong antara kelompok pemulung dan masyarakat lainnya.
Kehidupan pemulung di Desa Tapian Nauli Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal sama dengan kehidupan para pemulung yang ada di daerah lain. Disini para
pemulung hampir rata-rata tinggal bukan berasal dari daerah asal yaitu kota Medan, melainkan para pemulung ini merupakan mereka yang pendatang yang datang dari daerah
lain yang beradu nasib ke kota untuk mendapatkan pekerjaaanyang baik. Kenyataannya, mereka yang ingin mendapatkan pekerjaan tersebut tidak diiringi dengan pendidikan yang
baik dan juga keterampilan yang baik pula. Pekerjaan sebagai pemulung merupakan pekerjaan pokok bagi masyarakat yang ada
di Desa Tapian Nauli ini, namun ada sebagian masyarakat yang menjadikan pekerjaan ini sebgai pekerjaan sampingan mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka.
Para pemulung ini bisa menghabiskan waktunya berjam-jam dengan menelusuri jalan-jalan yang ada di daerah mereka dengan mengutipi barang bekas yang dirasa bisa dijual kembali.
Penghasilan yang mereka dapatkan sebagai pemulung digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan dan menyekolahkan anaknya. Mereka beranggapan bahwa dengan menyekolahkan
anaknya diharapkan bisa mampu menopang hidup orang tuanya ke arah yang lebih baik lagi. Penghasilan yang di dapatkan sebagai pemulung juga digunakan untuk membayar sewa
rumah mereka, banyak dari para pemulung ini yang masih menyewa rumah. Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal”.
1.2 Perumusan Masalah