dapat dilakukan denagn cara kerja sama kemanan regional yaitu melalui konvensi ACCT.
Ratifikasi ACCT menjadi Undang-Undang No. 5 tahun 2012 diyakini oleh pemerintah Indonesia bahwa kerjasama keamanan dengan negara-negara tetangga
untuk menangani sebuah masalah bersama-sama seperti isu terorisme yang mengancam keamanan sebuah negara dan keamanan regional memang tidak dapat
dihindari. Ratifikasi ACCT menjadi Undang-undang No. 5 Tahun 2012 juga diikuti dengan pandangan pemerintah Indonesia dan negara-negara anggota
ASEAN lainnya bahwa tindakan terorisme tidak boleh dihubungkan dengan agama, kewarganegaraan, peradaban, dan kelompok etnis manapun, menghormati
kedaulatan masing-masing negara, kesetaraan, integritas wilayah dan identitas nasional, tidak campur tangan urusan dalam negeri, menghormati yuridiksi
kewilayahan, adanya bantuan hukum timbal balik, ekstradisi, dan menyelesaikan perselisihan secara damai. Dalam ACCT juga terdapat program rehabilitasi bagi
tersangka terorisme untuk kembali ke dalam lingkungan masyarakat, melalui program rehabilitasi ini diharapkan dapat menyelesaikan akar masalah terorisme,
dengan cara perlakuan adil dan manusiawi serta penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam proses penanganannya.
28
3.4.2 Undang-Undang No. 9 Tahun 2013
Undang-undang No. 9 Tahun 2013 merupakan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia terkait tentang penceghan dan pemberantasan tindak pidana
terorisme. Keluarnya undang-undang ini merupakan tindak lanjut dari raitifikasi
28
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2012.
78
Universitas Sumatera Utara
International Convention for The Supression of The Fianancing of Terrorism, 1999 atau konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme, sehingga
pemerintah Indonesia wajib untuk menyelaraskan peraturan perundang-undangan terkait dengan pendanaan terorisme sesuai dengan yang diatur dalam konvensi
tersebut, hal ini juga diatur dalam Pasal VI bidang kerja sama ASEAN Convention on Counter Terrorism pada poin b dan c yaitu mencegah siapapun yang
mendanai, merencanakan, memfasilitasi atau melakuakan tindakan teroris serta mencegah dan menindak pendanaan tindakan teroris. Aksi serangan terorisme
yang telah terjadi diyakini berhasil dilakukan akibat adanya sumbangan dana yang diterima oleh kelompok teroris dan kemudian dana tersebut digunakan untuk
melakukan aksi terornya, Maka untuk pencegahan dini adanya berbagai aksi serangan teroris di
Indonesia maupun di luar negeri maka melalui undang-undang ini menjadi acuan untuk menelusuri aliran dana untuk kegiatan terorisme tersebut. Dana yang
diterima oleh jaringan terorisme yang aktif di Indonesia diyakini juga berasal dari luar negeri. Seperti Jemaah Islamiyah JI yang banyak mendapatkan dana dalam
melakukan aksi terorisme, dana tersebut diperoleh dari jaringan teroris internasional yaitu Al-Qaeda. Oleh karena pendanaan terorisme tersebut bersifat
lintas negara sehingga melalui UU No. 9 Tahun 2013 ini akan diatur mekanisme dalam upaya melakukan pencegahan dan pemberantasan penyediaan dana
terorisme ini dengan melibatkan Penyedia Jasa Keuangan, aparat penegak hukum dan kerjasama internasioanl untuk mendeteksi adanya suatu aliran dana yang
digunakan untuk pendanaan kegiatan terorisme.
29
29
Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 2013.
79
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 BNPT dan Detasemen Khusus 88