2.4  Perilaku Seks Bebas 2.4.1  Defenisi Perilaku
Perilaku  adalah  semua  kegiatan  atau  aktivitas  manusia,  baik  yang  dapat diamati  langsung  maupun  yang  tidak  dapat  diamati  langsung  oleh  pihak  luar.
Menurut  Skiner  1938  dalam  Notoadmodjo,  2010  seorang  ahli  psikologi, merumuskan  bahwa  perilaku  merupakan  respon  atau  reaksi  seseorang  terhadap
stimulus atau ransangan dari luar. Oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon,
maka  teori  Skiner  ini  disebut  teori  “S-O-R”  atau  Stimulus-Organisme-Respon. Skiner membedakan adanya dua respon, yakni:
1. Respondent  respons  atau  reflesive,  yakni  respon  yang  ditimbulkan  oleh
ransangan-ransangan stimulus tertentu. 2.
Operant  respons  atau  instrumental  respons,  yakni  respon  yang  timbul  dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
2.4.2  Bentuk Perilaku
1. Perilaku  tertutup  covert  behavior  Respon  seseorang  terhadap  stimulus
dalam  bentuk  terselubung  atau  tertutup  covert.  Respon  atau  reaksi terhadap  stimulus  ini  masih  terbatas  pada  perhatian,  persepsi,  pengetahuan
atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku  terbuka  overt  behavior  Respon  seseorang  terhadap  stimulus
dalam  bentuk  tindakan  nyata  atau  terbuka.  Respon  terhadap  stimulus
Universitas Sumatera Utara
tersebut  sudah  jelas  dalam  bentuk  tindakan  atau  praktek  practice,  yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain. Notoadmodjo, 2010.
2.4.3  Perilaku Seks Bebas pada Remaja
Menurut  Sarwono  2011,  perilaku  seks  bebas  adalah  segala  tingkah  laku yang  didorong  oleh  hasrat  seksual  baik  yang  dilakukan  sendiri,  dengan  lawan
jenis  maupun  sesama  jenis  tanpa  adanya  ikatan  pernikahan  menurut  agama. Saraswati  2002,  menjelaskan  bahwa  perilaku  seks  bebas  adalah  hubungan  seks
secara  bebas  dan  merupakan  tindakan  hubungan  seksual  yang  tidak  bermoral, terang-terangan dan tanpa malu-malu sebab didorong oleh hawa nafsu seks  yang
tidak terintegrasi, tidak matang, dan tidak wajar.
2.4.4  Bentuk-bentuk Perilaku Seks Bebas
Menurut  Simkins  dalam  Sarwono  2011,  perilaku  seksual  adalah  segala tingkah  laku  yang  didorong  oleh  hasrat  seksual,  baik  dengan  lawan  jenisnya
maupun  sesama  jenis.  Bentuk-bentuk  tingkah  laku  ini  bisa  bermacam-macam, mulai  dari  membaca  buku  pornografi,  nonton  film  pornografi,  perasaan  tertarik
sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Menurut Simanjuntak 2002, bentuk perilaku seksual yang biasa dilakukan
pelajar adalah sebagai berikut: a.
Bergandengan  tangan  adalah  perilaku  seks  mereka  hanya  terbatas  pada  pergi berduabersama  dan  saling  berpegangan  tangan,  belum  sampai  pada  tingkat
yang  lebih  dari  bergandengan  tangan,  seperti  berciuman  atau  lainnya. Bergandengan  tangan  termasuk  dalam  perilaku  seks  pranikah  karena  adanya
Universitas Sumatera Utara
kontak fisik secara langsung antara dua orang lawan jenis yang didasari dengan rasa sukacinta.
b. Berciuman, didefinisikan sebagai suatu tindakan saling menempelkan bibir ke
pipi  atau  bibir  ke  bibir,  sampai  saling  menempelkan  lidah  sehingga  dapat menimbulkan rangsangan seksual antar keduanya.
c. Bercumbu  adalah  tindakan  yang  sudah  dianggap  rawan  yang  cenderung
menyebabkan suatu rangsangan akan melakukan hubungan seksual senggama dimana  pasangan  ini  sudah  memegang  atau  meremas  payudara  baik  melalui
pakaian  atau  secara  langsung,  juga  saling  menempelkan  alat  kelamin  tapi belum melakukan hubungan seksual atau senggama secara langsung.
d. Berhubungan  seksual,  yaitu  melakukan  hubungan  seksual  atau  terjadi  kontak
seksual. 2.4.5  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Bebas
Menurut  Sarwono  2011  hal-hal  yang  berpengaruh  terhadap  perilaku seksual bebas pada remaja adalah :
1. Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri remaja. Perubahan-
perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hasrat  seksual  ini  membutuhkan  penyaluran  dalam  bentuk  tingkah  laku
seksual tertentu. 2.
Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar remaja. a.
Penundaan usia perkawinan, baik secara hukum maupun norma sosial yang menuntut  persyaratan  yang  makin  tinggi  untuk  perkawinan  pendidikan,
pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
b. Norma agama yang berlaku melarang perilaku seksual yang bisa mendorong
remaja  melakukan  senggama,  seperti  berpegangan  tangan,  berciuman, sendirian dengan pasangan ditempat sepi.
c. Adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa
yaitu dengan adanya teknologi canggih seperti VCD, Internet, majalah, TV, video.  Remaja  cenderung  ingin  tahu  dan  ingin  mencoba-coba  serta  meniru
dengan  apa  yang  dilihat  dan  didengarnya,  khususnya  karena  remaja  pada umumnya mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya.
d. Orang tua, ketidaktahuan orang tua maupun sikap  yang masih mentabukan
pembicaraan  seks  dengan  anak  tidak  terbuka  terhadap  anak,  bahkan cenderung  membuat  jarak  dengan  anak  tentang  masalah  ini  akibatnya
pengetahuan  remaja  tentang  seksualitas  sangat  kurang.  Peran  orang  tua dalam pendidikan anak sangatlah penting, terutama pemberian pengetahuan
tentang seksualitas. e.
Di  pihak  lain,  tidak  dapat  diingkari  adanya  kecendrungan  pergaulan  yang makin  bebas  antara  pria  dan  wanita  dalam  masyarakat  sebagai  akibat
berkembangnya  peran  dan  pendidikan  wanita  sehingga  kedudukan  wanita makin sejajar dengan pria.
Universitas Sumatera Utara
2.4.6  Dampak Perilaku Seks Bebas pada Remaja