commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pokok Perkawinan memberikan definisi perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini
memberikan pengertian bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga rumah tangga. Sebuah keluarga rumah tangga yang sempurna adalah yang
terdiri dari seorang bapak, seorang ibu dan anak, sehingga kehadiran anak menjadi hal yang penting dalam sebuah keluarga, begitu pula sebaliknya sebuah keluarga
mempunyai peranan yang penting bagi anak. Anak dalam perspektif hukum Hak Asasi Manusia HAM telah menjadi
subyek hukum internasional. Konsekwensi yuridisnya, Konvensi Hak Anak KHA mewajibkan negara yang telah meratifikasi untuk melakukan intervensi
lebih kepada anak melalui hukum domestik. Konstitusi Undang-Undang Dasar Tahun 1945 UUD 1945 melalui amandemen telah secara
expresive verbis
mendudukkan hak anak sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia HAM. Pasal 28 B ayat 2 menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh kembang, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, dengan pemuatan ini perlindungan anak sudah menjadi hak
konstitutif. Konvensi Hak Anak KHA Pasal 3 ayat 2 memberikan tanggung jawab
kepada pihak yang terdekat dengan anak yakni keluarga untuk menjamin pemenuhan hak anak, bunyi pasal tersebut menyebutkan bahwa negara berusaha
menjamin perlindungan dan perawatan anak-anak seperti yang diperlukan untuk kesejahteraannya dengan memperhatikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang
tua, wali hukum, atau orang-orang lain yang secara sah atas anak, dan untuk tujuan ini, harus mengambil semua tindakan legislatif dan administratif yang
tepat.
commit to user
Keluarga merupakan tempat memberikan pendidikan yang baik untuk anak. Melalui pendidikan yang diterima dari keluarga, maka anak diharapkan
menjadi seorang yang mempunyai mental dan pribadi yang baik serta dapat menjadi generasi penerus yang mempunyai potensi bagi agama, keluarga, bangsa
dan bagi dirinya sendiri. Sejalan dengan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merumuskan bahwa anak adalah tunas,
potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan
eksistensi bangsa dan negara pada masa depan, agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan seluas-
luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk
mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberi jaminan terhadap pemenuhan hak-hak serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Pemahaman ini sejalan
dengan pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Berkaitan dengan hal perlindungan anak dari kekerasan penjelasan umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merumuskan
mengenai upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 delapan belas tahun.
Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, dan komprehensif, undang-undang ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak
berdasarkan asas-asas sebagai berikut : a. non dikriminasi;
b. kepentingan yang terbaik untuk anak; c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
d. penghargaan terhadap pendapat anak. Di sisi lain Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak merumuskan bahwa tujuan perlindungan anak salah satunya
commit to user
ialah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan.
Namun demikian, kekerasan terhadap anak terus terjadi dan mengalami peningkatan.
Tingginya kekerasan pada anak memperlihatkan bahwa persoalan kekerasan menjadi persoalan yang amat serius, apalagi kekerasan tersebut
dilakukan oleh anggota keluarganya sendiri, terlebih oleh orang tuanya sendiri. Dari keseluruhan pengaduan kekerasan terhadap anak yang diterima Komisi
Nasional Perlindungan Anak, pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya adalah pertama, munculnya kekerasan dalam rumah tangga,
terjadinya kekerasan yang melibatkan baik pihak ayah, ibu dan saudara yang lainnya menyebabkan tidak terelakkannya kekerasan terjadi juga pada anak. Anak
seringkali menjadi sasaran kemarahan orang tua. Kedua, terjadinya disfungsi keluarga, yaitu peran orang tua tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Ketiga,
faktor ekonomi, yaitu kekerasan timbul karena tekanan ekonomi. Tertekannya kondisi keluarga yang disebabkan himpitan ekonomi adalah faktor yang banyak
terjadi Syamsul
Muarif.
Kekerasan Orang
Tua Pada
Anak.
http:duniapsikologi.dagdigdug.com20081125kekerasan-orang-tua-pada- anak[tanggal 18 Agustus 2010 pukul 09.30 WIB].
Selama ini pandangan bahwa tindak kekerasan dalam rumah tangga dipandang adalah sesuatu yang wajar dan hal itu disikapi sebagai konflik rumah
tangga semata. Pandangan tersebut diperparah lagi oleh adanya mitos-mitos yang merendahkan martabat istri, perempuan dan anak-anak, sebaliknya suamiayah
menjadi dominan terhadap anggota keluarga yang lain. Hal tersebut secara berlebihan merupakan suatu ketimpangan antara laki-laki dan perempuan dalam
rumah tangga, bahkan diterima sebagai sesuatu kondisi yang lazim. Tindak kekerasan terhadap anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi
manusia. Kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya
dalam Pasal 13 huruf d yang menyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertangggung jawab
commit to user
atas pengasuhan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan kekejaman, kekerasan dan penganiayaan. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak merumuskan bahwa negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga merumuskan larangan melakukan
kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, baik kekerasan fisik, psikis, seksual ataupun penelantaran, yang mana dalam Pasal
2 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyebutkan bahwa lingkup rumah tangga
meliputi suami, istri dan anak, maka dapat dipahami bahwa perlindungan terhadap anak dari segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga wajib dilakukan oleh
orang dalam lingkup keluarga tersebut, termasuk juga masyarakat dan pemerintah. Sebagai salah satu contoh adalah hal yang menimpa Ferry, seorang bayi
berusia 5 lima bulan yang dianiaya Yani, ibu kandungnya, sehingga mengalami patah tulang tangan, kaki, serta gegar otak. Sementara Icha kakak Ferry yang
berumur 5 lima tahun juga kerap kali dianiaya oleh Yani, sehingga kepalanya lebam-lebam dan menyebabkan kondisi psikologisnya tidak baik. Menurut
Psikiater Dadang Hawari, Yani, ibu kandung korban, kemungkinan mengalami gejala gangguan jiwa dan paranoid karena ditinggal suaminya, ketidaksiapan
mempunyai anak serta impitan ekonomi
Harian Media Indonesia
, Pemerintah Harus Tegas Tangani Kekerasan Pada Anak, Edisi Cetak: Selasa, 8 Juni 2010.
Uraian tersebut menunjukkan masih banyaknya kekerasan yang dialami anak dalam rumah tangga, terutama oleh orang tua mereka sendiri. Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka Penulis tertarik untuk mengadakan penulisan hukum
skripsi dengan judul KAJIAN VIKTIMOLOGI TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA.
commit to user
B. Perumusan Masalah