Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

commit to user masyarakat dalam penghapusan eksploitasi anak secara ekonomi danatau seksual. Pihak yang bertanggung jawab dalam perlindungan tersebut, semuanya hanya ditentukan, yaitu pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian perlindungan yang diberikan oleh undang-undang ini pada dasarnya masih bersifat abstrak, tidak secara langsung dapat dinikmati oleh korban kekerasan. Artinya, bahwa korban kekerasan tidak memperoleh perlindungan yang berupa pemenuhan atas kerugian yang dideritanya. b. Adanya ketentuan tentang Komisi Perlindungan Anak Pasal 74-76 juga belum menunjukkan adanya upaya pemberian perlindungan terhadap anak korban kekerasan, sebab komisi ini tentunya juga hanya tergantung dari ada tidaknya perlindungan yang berupa pemenuhan atas kerugian atau penderitaan anak korban kekerasan.

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga diundangkan tanggal 22 September 2004 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95. Fokus utama Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah kepada upaya pencegahan, perlindungan dan pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga menyebutkan bahwa penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan asas : a. penghormatan hak asasi manusia; b. keadilan dan kesetaraan gender; c. nondiskriminasi; dan d. perlindungan korban commit to user Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, menyebutkan bahwa penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan : a. mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga; b. melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga; c. menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan d. memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Dalam upaya pencegahan, perlindungan dan pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga mewajibkan beberapa pihak untuk melakukan kerjasama supaya lebih sensitif dan responsif terhadap kepentingan rumah tangga yang diarahkan kepada keutuhan dan kerukunan rumah tangga. Oleh karena itu dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terdapat bentuk-bentuk perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait, sebagai berikut : a. Kepolisian : 1 Dalam waktu 1 x 24 jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga, kepolisian wajib segera memberikan perlindungan sementara pada korban Pasal 16 1. 2 Dalam waktu 1 x 24 jam terhitung sejak pemberian perlindungan sementara, kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan Pasal 16 3. 3 Kepolisian wajib memberikan keterangan kepada korban tentang hak korban untuk mendapat pelayanan dan pendampingan Pasal 18. 4 Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga Pasal 19. 5 Kepolisian segera menyampaikan kepada korban tentang : a identitas petugas untuk pengenalan kepada korban; commit to user b kekerasan dalam rumah tangga adalah kejahatan terhadap martabat kemanusiaan; dan c kewajiban kepolisian untuk melindungi korban Pasal 20. b. Tenaga kesehatan Pasal 21 1 : 1 Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesi; 2 Membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti. Pelayanan kesehatan dilakukan di sarana kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat Pasal 21 2. c. Pekerja Sosial Pasal 22 1 : 1 Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban; 2 Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; 3 Mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif; dan 4 Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, lembaga sosial yang dibutuhkan korban. Pelayanan pekerja sosial dilakukan di rumah aman milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat Pasal 22 2. d. Relawan pendamping Pasal 23 : Relawan pendamping adalah orang yang mempunyai keahlian untuk melakukan konseling, terapi, dan advokasi guna penguatan dan pemulihan diri korban kekerasan. Bentuk pelayanannya adalah: 1 Menginformasikan kepada korban akan haknya untuk mendapatkan seorang atau beberapa orang pendamping; 2 Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan atau tingkat pemeriksaan pengadilan dengan membimbing korban untuk secara commit to user objektif dan lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya; 3 Mendengarkan secara empati segala penuturan korban sehingga korban merasa aman didampingi oleh pendamping; dan 4 Memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban. e. Pembimbing rohani Pasal 24 : Memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban, dan memberikan penguatan iman dan taqwa kepada korban. f. Advokat Pasal 25 : 1 Memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak- hak korban dan proses peradilan; 2 Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan dan membantu korban untuk secara lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya; atau 3 Melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial agar proses peradilan berjalan sebagaimana mestinya. g. Pengadilan : Ketua pengadilan dalam tenggang waktu 7 hari sejak diterimanya permohonan wajib mengeluarkan surat penetapan yang berisi perintah perlindungan bagi korban dan anggota keluarga lain, kecuali ada alasan yang patut Pasal 28. Atas permohonan korban atau kuasanya, pengadilan dapat mempertimbangkan untuk Pasal 31 1 : 1 menetapkan suatu kondisi khusus, yakni pembatasan gerak pelaku, larangan memasuki tempat tinggal bersama, larangan membuntuti, mengawasi, atau mengintimidasi korban. 2 mengubah atau membatalkan suatu kondisi khusus dari perintah perlindungan. commit to user Pertimbangan pengadilan dimaksud dapat diajukan bersama-sama dengan proses pengajuan perkara kekerasan dalam rumah tangga Pasal 31 2. Pengadilan dapat menyatakan satu atau lebih tambahan perintah perlindungan Pasal 33 1. Dalam pemberian tambahan perintah perlindungan, pengadilan wajib mempertimbangkan keterangan dari korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, danatau pembimbing rohani Pasal 33 2. Berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin timbul, pengadilan dapat menyatakan satu atau lebih tambahan kondisi dalam perintah perlindungan, dengan kewajiban mempertimbangkan keterangan dari korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, danatau pembimbing rohani Pasal 34. Kelemahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam melindungi anak korban kekerasan dalam rumah tangga antara lain : a. Dalam hal bukti, walaupun dapat dilakukan dengan bukti satu orang yaitu korban sendiri dan hasil visum, banyak institusi kepolisian yang menolak menjalankannya, polisi kerap meminta saksi tambahan, padahal kekerasan ini terjadi dalam lingkup domestik sehingga kecil kemungkinan dilakukan orang lain selain pelaku dan korban, kalaupun dialami atau disaksikan oleh anak, anak kerap bingung, takut, dan tak bisa bersaksi. b. Kerap terjadi penyulitan pelaporan kasus kekerasan dalam rumah tangga, terlebih bila korban mengadu dikantor polisi yang berbeda dengan domisilinya, apalagi hal tersebut dilakukan oleh anak, yang mungkin hanya dianggap hal yang main-main, padahal seringkali korban kekerasan dalam rumah tangga harus pergi dari rumah tempat kasus terjadi untuk mencari perlindungan dari kerabat atau teman. c. Pengadilan kerap tak mengabulkan permohonan perlindungan terhadap korban sebelum proses peradilan dimulai. Selain itu, besarnya biaya visum yang harus ditanggung korban saat membuat pengaduan juga kerap memberatkan. commit to user Pasalnya, dalam undang-undang tersebut, negara hanya menanggung visum yang dibuat di rumah sakit RS pemerintah. Padahal kalau korban dari daerah, biaya perjalanan membuat visum di rumah sakit pemerintah bisa menjadi sangat mahal. d. Pemerintah belum mewujudkan lembaga konseling yang diamanatkan didalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. e. Perlindungan hukum untuk anak yang menjadi korban kekerasan karena perkawinan yang belum tercatat secara resmi juga belum diatur dalam undang- undang ini. f. Kepolisian juga baru menganggap kekerasan dalam bentuk penelantaran ekonomi baru bisa diproses jika anak tersebut kelaparan atau diberi makan orang lain.

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban