commit to user
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban.
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dimaksudkan agar orang tua, keluarga, dan masyarakat
bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi anak sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka
penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin
pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang
tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak, yang
dalam pelaksanaannya berdasarkan asas-asas, yaitu non diskriminasi; kepentingan yang terbaik untuk anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan; dan penghargaan terhadap pendapat anak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
memberikan definisi perlindungan anak sebagai segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Penyelenggaraan
perlindungan terhadap anak menyangkut perlindungan agama, kesehatan, pendidikan dan sosial, hal ini terdapat dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 58.
Terkait dengan perlindungan terhadap anak dari kekerasan dalam rumah tangga, maka Penulis akan menguraikan sebagai berikut :
commit to user
a. Pasal 44 sampai dengan Pasal 47 mengenai perlindungan kesehatan anak. Orang tua dan keluarga bertanggung jawab atas perlindungan
kesehatan anak yang harus diberikan secara optimal sejak dalam kandungan dan mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang
mengancam kelangsungan hidup danatau menimbulkan kecacatan. Hal ini terkait maraknya kasus aborsi karena hamil akibat perkosaan, alasan sosial
ekonomi, pergaulan bebas, ketidaksiapan psikologis atau karena tidak diinginkan maka asupan gizi untuk bayi tidak diperhatikan baik sengaja atau
tidak disengaja sehingga bayi lahir cacat. Data yang disajikan Ketua Minat Kesehatan Ibu dan AnakReproduksi
Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada UGM yang menyatakan bahwa 11,13 dari 2,6 juta kasus aborsi di
Indonesia dilakukan karena kehamilan yang tidak diinginkan unwanted pregnancy, lebih lanjut dikatakan oleh Deputi Bidang
Keluarga Berencana Nasional BKKBN Siswanto Agus Wilopo bahwa sedikitnya 700 ribu diantaranya dilakukan oleh remaja atau
perempuan berusia di bawah 20 tahun
Setiap jam 300 kasus aborsi terjadi
di Indonesia.
http:berita.kapanlagi.comhukum- kriminalsetiap-jam-300-kasus-aborsi-terjadi-di-indonesia-
pld2uqz.html[12 November 2010 pukul 12.31 WIB]. Data lain disajikan oleh Luh Putu Ika Widani dari Kisara Kita Sayang
Remaja Bali yang mengatakan bahwa jumlah kasus aborsi di Indonesia setiap tahun mencapai 2,3 juta, 30 persen diantaranya
dilakukan oleh para remaja. Beliau mengatakan bahwa kehamilan tidak diinginkan KTD pada remaja menunjukkan kecenderungan
meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun, dari survei yang pernah dilakukan pada sembilan kota besar di Indonesia
menunjukkan, KTD mencapai 37.000 kasus, 27 persen di antaranya terjadi dalam lingkungan pranikah dan 12,5 persen adalah pelajar
30 Persen
Pelaku Aborsi
Remaja
. http:www.antaranews.comview?i=1234758374c=NASs=[12
November 2010 pukul 12.42 WIB]. Selain perlindungan sejak dalam kandungan, di Pasal 47 terdapat juga
kewajiban melindungi anak dari upaya transplantasi organ tubuh anak ke pihak lain, hal ini dimaksudkan agar anak tidak dianggap sebagai barang yang
bisa seenaknya saja diperjualbelikan potong per potong dengan alasan apapun, terkadang karena masalah ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan hidup
commit to user
keluarganya maka orang tua tega mengorbankan anaknya untuk diambil organnya dan dijual.
Perlindungan yang diterima oleh anak dalam hal kesehatan, menurut Penulis termasuk perlindungan anak dari kekerasan fisik terhadap korban
aborsi dan pengambilan organ tubuh, kekerasan Psikis paksaan serta ancaman untuk diambil organnya dan kekerasan sosial eksploitasi ekonomi,
jual beli organ anak. Walaupun dalam hal ini kondisi anak yang menjadi korban masih dalam kandungan janin.
b. Pasal 48 sampai dengan Pasal 54 mengenai perlindungan pendidikan anak. Pendidikan untuk anak adalah penting karena anak merupakan masa
depan bangsa. Masalah pendidikan untuk anak terkadang dikesampingkan oleh orang tuakeluarga, hal ini terjadi bukan hanya pada keluarga miskin saja,
namun juga pada keluarga yang mampu. Pada keluarga miskin pendidikan anak kadang diabaikan karena ketidakmampuan biaya sehingga untuk
memenuhi kebutuhannya, anak juga harus bekerja membantu orang tua, apalagi untuk anak perempuan dianggap hanya akan mengurusi masalah
”dapur”. Untuk keluarga mampu, karena kesibukan orang tua, maka kontrol dan perhatian mengenai perkembangan pendidikan anak tidak dipedulikan,
asal diberi uang saku dan penyediaan fasilitas yang banyak, anak dianggap sudah bisa belajar sendiri. Lain lagi untuk anak cacat, terkadang karena
kekurangan yang ada didalam diri anak, orang tuakeluarga tidak memberikan layanan pendidikan yang memadai karena dianggap merepotkan dan hanya
menghabiskan uang keluarga saja. Perlindungan pendidikan bagi anak yang terdapat di dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menurut Penulis bukan hanya fasilitas pendidikan yang memadai, namun juga yang paling
penting adalah perhatian orang tuakeluarga terhadap perkembangan pendidikan anak.
Perlindungan anak dalam hal pendidikan, menurut Penulis merupakan perlindungan dari kekerasan sosial yaitu penelantaran pendidikan bagi anak.
commit to user
c. Pasal 55 sampai dengan Pasal 58 mengenai perlindungan sosial anak. Perlindungan sosial bagi anak, menurut Penulis adalah mengenai
perlindungan anak agar anak tidak terlantar dalam hal apapun, sehingga perkembangan anak baik fisik, psikis dan sosialnya tidak terganggu.
Kebanyakan kasus anak terlantar di Indonesia adalah karena faktor ekonomikemiskinan.
Sejak krisis ekonomi tahun 1999, jumlah anak jalanan di Indonesia meningkat 85 persen. Menurut data yang dikumpulkan Badan Pusat
Statistik BPS pada tahun 2002 jumlah anak terlantar usia 5 -18 tahun sebanyak 3.488.309 anak di 30 provinsi. Sedangkan balita yang
terlantar berjumlah 1.178.82, dan anak jalanan tercatat ada 94.674 anak. Anak nakal 193.155. Anak yang membutuhkan perlindungan
khusus sekitar 6.686.936 anak, dan yang potensial telantar sebanyak 10.322.674 anak. Yang lebih dahsyat lagi, sekitar 36.500.000 anak
Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan
Anak-anak yang terlantar
. http:www.anakteladan.org?p=26[12 November 2010 pukul 01.02 WIB]
Menurut Asep Chayanto anggota panitia rencana aksi nasional hak asasi manusia Ranham kota Tasikmalaya, sekaligus praktisi
kemasyarakatan bahwa sebayak 37.740 orang usia bayi di Jawa Barat terlantar akibat permasalahan faktor ekonomi dan kurangnya
kesadaran masyarakat termasuk orang tua bayi dalam memahami hak asasi manusia. Selanjutnya Sekretaris daerah kota Tasikmalaya, Drs H
Tio Indra Setiadi tersebut, menjelaskan jumlah bayi terlantar merupakan rekapitulasi data anak terlantar di Jawa Barat dari data
dinas sosial. Ia menjelaskan selain bayi, kalangan anak-anak yang terlantar di Jawa Barat mencapai 301.357 orang anak, remaja putus
sekolah 45.215 orang, anak jalanan 20.655 orang, dan korban `traficking` 31 orang
Sebanyak 37.740 Bayi di Jawa Barat Terlantar
. http:www.antaranews.comberita1261090816sebanyak-37740-bayi-
di-jawa-barat-terlantar[12 November 2010 pukul 01.07 WIB] Di samping ketiga bentuk perlindungan diatas, terdapat pula bentuk
perlindungan khusus yang memang diberikan khusus kepada anak-anak yang termasuk anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak
dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi danatau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya napza, anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik
fisik danatau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan
commit to user
salah dan penelantaran. Perlindungan khusus ini di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diatur dalam Pasal 59 sampai dengan
Pasal 71. Diantara Pasal 59 sampai dengan Pasal 71 tersebut, menurut Penulis hanya
beberapa pasal saja yang mengatur mengenai perlindungan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yaitu perlindungan khusus bagi
anak yang menjadi korban tindak pidana Pasal 64 ayat 3, perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi danatau seksual Pasal 66,
perlindungan khusus bagi anak korban penjualan dan perdagangan anak Pasal 68, perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan fisik, psikis dan seksual
Pasal 69, dan perlindungan khusus bagi anak korban perlakuan salah dan penelantaran Pasal 71.
Bentuk perlindungan yang diterima oleh anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak menurut pasal-pasal yang telah Penulis sebutkan terdapat beberapa bentuk perlindungan yang sama dan yang berbeda, untuk lebih
jelasnya maka akan Penulis sajikan sebagai berikut : a. Pasal 64 ayat 3, perlindungan khusus bagi anak korban tindak pidana,
dilaksanakan melalui : 1 upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga.
2 upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.
3 pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial.
4 pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
b. Pasal 66, perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi danatau seksual, dilakukan melalui :
1 penyebarluasan danatau sosialisasi ketentuan peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi
secara ekonomi danatau seksual.
commit to user
2 pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi. 3 pelibatan berbagai instansi pemerintahan, perusahaan, serikat pekerja,
lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi danatau seksual.
c. Pasal 68, perlindungan khusus bagi anak korban penjualan dan perdagangan anak, dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan,
perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. d. Pasal 69, perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan fisik, psikis dan
seksual, dilakukan melalui : 1 penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang melindungi anak dari tindak kekerasan. 2 pemantauan, pelaporan dan pemberian sanksi.
e. Pasal 71, perlindungan khusus bagi anak korban perlakuan salah dan penelantaran, dilakukan melalui pengawasan, pencegahan, perawatan, dan
rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. Kelemahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak dalam melindungi anak korban kekerasan dalam rumah tangga antara lain : a. Dalam ketentuan ini hanya ditetapkan tentang proses dan pihak yang
bertanggungjawab atas perlindungan anak korban kekerasan. Misalnya, perlindungan anak korban tindak pidana Pasal 64 ayat 3 hanya ditentukan
prosesnya, yaitu melalui : 1 upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga; 2 upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui
media massa dan menghindari labelisasi; 3 pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental maupun sosial; dan 4
pemberian aksesibilitas
untuk mendapatkan
informasi mengenai
perkembangan perkara. Kemudian juga dalam hal terjadi kekerasan yang berupa eksploitasi anak secara ekonomi danatau seksual Pasal 66,
perlindungan dilakukan melalui : 1 penyebarluasan danatau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan
anak yang dieksploitasi secara ekonomi danatau seksual; 2 pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan 3 pelibatan pemerintah dan
commit to user
masyarakat dalam penghapusan eksploitasi anak secara ekonomi danatau seksual. Pihak yang bertanggung jawab dalam perlindungan tersebut,
semuanya hanya ditentukan, yaitu pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian perlindungan yang diberikan oleh undang-undang
ini pada dasarnya masih bersifat abstrak, tidak secara langsung dapat dinikmati oleh korban kekerasan. Artinya, bahwa korban kekerasan tidak
memperoleh perlindungan yang berupa pemenuhan atas kerugian yang dideritanya.
b. Adanya ketentuan tentang Komisi Perlindungan Anak Pasal 74-76 juga belum menunjukkan adanya upaya pemberian perlindungan terhadap anak
korban kekerasan, sebab komisi ini tentunya juga hanya tergantung dari ada tidaknya perlindungan yang berupa pemenuhan atas kerugian atau penderitaan
anak korban kekerasan.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga