commit to user
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Hukum Tata Negara
a. Konsep Negara Hukum
Konsep negara hukum dipahami sebagai suatu kondisi dalam masyarakat, di mana hukum dalam negara demokratis ditentukan oleh
rakyat yang tidak lain merupakan pengaturan hubungan diantara sesama rakyat. Penelusuran konsep negara hukum sesungguhnya dapat
dilakukan mulai dari Yunani dan Romawi Kuno, yang juga menjadi sumber teori kedaulatan. Menurut Jimly Asshidiqie, gagasan
kedaulatan rakyat tumbuh dan berkembang dari tradisi Romawi, sedangkan tradisi Yunani kuno menjadi sumber dari gagasan
kedaulatan rakyat tumbuh dan berkembang dari tradisi Romawi, sedangkan tradisi Yunani kuno menjadi sumber dari gagasan
kedaulatan hukum A. Muhammad Assrun, 2004:39-40 Pertumbuhan konsep negara hukum menjelang abad XX yang
ditandai dengan lahirnya konsep negara hukum modern
welfare state
, dimana tugas negara sebagai penjaga malam dan kemananan mulai
berubah. Konsepsi
nachwachterstaat
bergeser menjadi
welvarsstaat
. Negara tidak boleh pasif tetapi harus aktif turut serta dalam kegiatan
masyarakat, sehingga kesejahteraan bagi semua orang terjamin. Menurut Bagir Manan, konsepsi negara hukum modern merupakan
perpaduan antara konsep negara hukum dan negara kesejahteraan. Di dalam konsep ini tugas negara atau pemerintah tidak semata-mata
sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat saja, tetapi memikul tanggungjawab mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan
umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Ni’matul Huda, 2007:55-56
commit to user 13
Menurut Scheltema Ajaran Negara berdasarkan atas hukum
de rechtstaat dan the rule of law
yang mengandung esensi bahwa hukum adalah
supreme
dan kewajiban bagi setiap penyelenggara negara atau pemerintahan untuk tunduk pada hukum
Subject to the law
. Tidak ada kekuasaan diatas hukum
above to the law
. Semuanya ada dibawah hukum
Under the rule of law
. Dengan kedudukan ini tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang
arbitrary power
atau penyalahgunaan kekuasaan
misuse power
baik pada kerajaan maupun republik. Secara maknawi, tunduk pada hukum mengandung
pengertian pembatasan kekuasaan seperti halnya ajaran pemisahan kekuasaan atau pembagian kekuasaan Bagir Manan , 2006:9-10.
b. Ciri Negara Hukum
Pada zaman modern konsep negara hukum di Eropa Kontinenetal dikembangkan antara lain oleh Emmanuel Kant, Paul Laband, Julius
Stahl dengan menggunakan istilah “
rechststaat”
. Sedangkan dalam tradisi
Anglo Saxon Amerika,
konsep negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “
the rule of law
”. Menurut Julius Stahl empat ciri negara hukum yang disebutnya
“
rechststaat
s” tersebut mencakup empat prinsip, antara lain: 1
Perlindungan Hak Asasi Manusia; 2
Pembagian Kekuasaan; 3
Pemerintahan berdasar undang-undang; dan 4
Adanya Pengadilan Tata Usaha Negara. Sedangkan A.V. Dicey menguraikan 3 ciri penting dalam setiap
negara hukum yang disebutnya
“ The Rule Of Law” ,
yaitu: 1
Supremacy of law;
2
Equality before the law;
3
Due process to law
Ni’matul Huda, 2007:55-56. Keempat prinsip
rechtsstaat
yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut diatas, pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga
prinsip
rule of law
yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk
commit to user 14
menandai ciri-ciri Negara hukum modern dizaman modern. Bahkan oleh
“ The Internastional Commission of jurist”
, prinsip-prinsip Negara hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan yang tidak
memihak
indepedence and impartiality of judicary
yang pada zaman sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara
demokrasi. Prinsip-prinsip yang diangggap ciri penting negara hukum menurut “
The International Commission Of Jurists
” itu adalah: 1
Negara harus tunduk pada hukum; 2
Pemerintah menghormati hak-hak individu; 3
Peradilan yang bebas dan tidak memihak; dan Dari uraian-uraian diatas, dapat dirumuskan kembali adanya dua
belas prinsip pokok Negara Hukum
Rechtstaat
yang merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu Negara
modern sehingga dapat disebut Negara Hukum yaitu: 1
Supremasi Hukum
Supremacy of Law
Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan
dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum
supremacy of law
, pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya bukanlah
manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi. Dalam republik yang menganut sistem presidensiil
yang bersifat murni, konstitusi itulah yang sebenarnya lebih tepat untuk disebut sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan seperti
dalam sistem
pemerintahan parlementer.
2 Persamaan dalam Hukum
Equality before the Law
Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang diakui secara normatif dan
dilaksanakan secara empirik. Dalam rangka prinsip persamaan, segala sikap diskriminatif dalam segala bentuk
commit to user 15
dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan
sementara guna mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat
tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan
kelompok masyarakat yang jauh lebih maju. 3
Asas Legalitas
Due Process of Law
Dalam setiap negara hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya
Due Process of Law
yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis.
4 Pembatasan Kekuasaan
Adanya pembatasan kekuasaan negara dan organ-organ negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian
kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Sesuai dengan hukum besi kekuasaan, setiap
kekuasaan pasti memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang-wenang.
Kekuasaan harus selalu dibatasi dengan cara memisah- misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat
checks and balances
dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain.
Pembatasan kekuasaan juga dilakukan dengan membagi-bagi kekuasaan ke dalam beberapa organ yang tersusun secara
vertikal. Dengan begitu, kekuasaan tidak tersentralisasi dan terkonsentrasi dalam satu organ atau satu tangan yang
memungkinkan terjadinya kesewenang-wenangan. 5
Organ-organ Eksekutif Independen Pembatasan kekuasaan dizaman sekarang berkembang
pula adanya pengaturan kelembagaan pemerintahan yang
commit to user 16
bersifat independen, seperti bank sentral, organisasi tentara, organisasi kepolisian dan kejaksaan. Lembaga, badan atau
organisasi-organisasi ini sebelumnya dianggap sepenuhnya berada dalam kekuasaan eksekutif, tetapi sekarang
berkembang menjadi independen sehingga tidak lagi sepenuhnya merupakan hak mutlak seorang kepala eksekutif
untuk menentukan pengangkatan atau pemberhentian pimpinannya.
6 Peradilan yang bebas dan tidak memihak
Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak ini mutlak harus ada dalam setiap negara hukum. Dalam
menjalankan tugas
judisialnya, hakim
tidak boleh
dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan jabatan politik maupun kepentingan uang. Untuk menjamin
keadilan dan kebenaran, tidak diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan
oleh hakim, baik intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif
maupun legislatif
ataupun dari
kalangan masyarakat dan media massa.
7 Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara juga menyangkut prinsip peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi penyebutannya
secara khusus sebagai pilar utama negara hukum. Dalam setiap negara hukum, harus terbuka kesempatan bagi tiap-
tiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat administrasi negara. Peradilan Tata Usaha Negara ini penting
karena yang menjamin agar warga negara tidak dizalimi oleh keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara
sebagai pihak yang berkuasa.
commit to user 17
8 Peradilan Tata Negara
Constitusional Court
Dalam negara hukum modern diharapkan adanya jaminan tegaknya keadilan tiap-tiap warga negara dengan
mengadopsikan gagasan Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraannya. Pentingnya Mahkamah Konstitusi adalah
upaya memperkuat sistem
check and balances
antara cabang-cabang kekuasaan yang sengaja dipisah-pisahkan
untuk menjamin demokrasi. 9
Perlindungan Hak Asasi Manusia Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi
manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil. Perlindungan terhadap hak asasi
manusia tersebut dimasyaratkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap
Hak Asasi Manusia sebagai ciri yang penting suatu negara hukum yang demokratis.
10 Bersifat Demokratis
Democratische Rechtstaat
Dalam prinsip demokrasi yang menjamin peran serta masyarakat
dalam proses
pengambilan keputusan
kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan perasaan
keadilan yang hidup di tengah masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh
ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh danatau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan
dengan prinsip-prinsip demokrasi. 11
Berfungsi sebagai sarana mewujudkan Tujuan Bernegara
Welfare Rechtstaat
Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan bersama. Cita-cita hukum itu sendiri, baik yang
dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi maupun
commit to user 18
yang diwujudkan melalui gagasan negara hukum yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum.
Bahkan sebagaimana cita-cita nasional yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, tujuan bangsa Indonesia
bernegara adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 12
Transparansi dan Kontrol sosial Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka
terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam
mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh peran serta masyarakat secara langsung
dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran. Adanya partispasi langsung ini penting karena sistem perwakilan
rakyat melalui parlemen tidak pernah dapat diandalkan sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat Jimly
Asshiddiqie, 2005: 123-129. c.
Negara Hukum Indonesia Penegasan Indonesia adalah negara hukum yang selama ini diatur
dalam Penjelasan UUD 1945, dalam Perubahan UUD 1945 telah diangkat ke dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 3, berbunyi sebagai
berikut
“ Negara Indonesia adalah negara hukum”
. Konsekuensi ketentuan tersebut adalah bahwa setiap sikap, kebijakan, dan perilaku
alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai dengan hukum. Sekaligus ketentuan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-
wenangan dan arogansi kekuasaan, baik yang dilakukan oleh alat negara maupun penduduk.
commit to user 19
Dalam Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia adalah
negara hukum. Prinsip ini semula dimuat dalam Penjelasan, yang berbunyi: “Negara Indonesia berdasar atas hukum
rechsstaat
tidak berdasar atas kekuasaan belaka
machtsstaat
.” Disamping itu, ada prinsip lain yang erat dengan prinsip negara hukum yang juga dimuat
dalam Penjelasan: “Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi hukum dasar, tidak bersifat absolutisme kekuasaan yang tidak
terbatas.” Prinsip ini mengandung makna ada pembagian kekuasaan negara dan pembatasan kekuasaan tidak absolut dengan kekuasaan
tidak terbatas. Dengan ketentuan baru ini, maka dasar sebagai negara berdasarkan atas hukum mempunyai sifat normatif, bukan sekedar asas
belaka. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah jaminan penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan Ni’matul Huda, 2007 : 62-63
.
Dalam paham
the rule of law
, upaya untuk melindungi hak-hak asasi manusia diterapkan dengan prinsip
“ equality before the law”
sedangkan dalam paham
rechstaat
dengan prinsip
“ wetwetigheid”
, yang kemudian menjadi
“ rechmatigheid”
. Negara hukum indonesia hendak mewujudkan asas kerukunan antara pemerintah dan rakyat
bukan hanya dengan penekanan hak atau kewajiban melainkan, yang penting menjalin hubungan antara kedua hal tersebut. Perwujudan
negara hukum indonesia hendaklah dibangun berdasarkan ciri-ciri : 1
Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat yan didasarkan asas kekeluargaan;
2 Hubungan fungsional antar kekuasaan negara yang proporsional;
3 Prinsip penyelesaian sengketa yang mengutamakan musyawarah
dan peradilan sebagai usaha terakhir; 4
Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban.
commit to user 20
Mencermati uraian mengenai paham negara hukum
rechstaat
,
the rule of law,
dan negara hukum indonesia, dapat dikatakan bahwa ketiga paham negara hukum ini bermuara pada satu pengertian dasar
bahwa hal yang mendasar dari negara hukum adalah kekuasaan yang berlandaskan hukum dan semua orang sama di hadapan hukum atau
negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara, dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya
dilakukan dalam kerangka kekuasaan hukum Marwan Effendy, 2005 : 32-33.
d. Pemisahan Kekuasaan
Separation of Power
Salah satu ciri negara hukum, yang dalam bahasa Inggris disebut
thr rule of law
atau dalam bahasa Belanda dan Jerman disebut
rechstaat
, adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Pembatasan itu dilakukan dengan
hukum yang kemudian menjadi ide dasar paham konstitusionalisme modern. Dalam empat ciri klasik negara hukum Eropa Kontinental
yang biasa disebut
rechstaat,
terdapat elemen pembatasan kekuasaan sebagai salah satu ciri pokok negara hukum Jimly Assiddiqie, 2006 :
11-12. Ajaran pemisahan kekuasaan berasal dari Montesquieu yang
bertujuan untuk membatasi kekuasaan badan-badan atau pejabat penyelenggara negara dalam batas-batas cabang kekuasaan masing-
masing. Dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan tersebut dapat dicegah penumpukan kekuasaan di satu tangan
absolut
atau sekelompok kecil orang
oligarki
yang akan menimbulkan penyelenggaraan pemerintahan sewenang-wenang. Bagir Manan,
2006 : 7-8. Pemisahan
kekuasaan dapat
dipahami sebagai
doktrin konstitusional atau doktrin pemerintahan yang terbatas, yang membagi
kekuasaan pemerintahan kedalam cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Tugas kekuasaan legislatif adalah membuat
commit to user 21
hukum, kekuasaan eksekutif bertugas menjalankan hukum dan kekuasaan yudikatif bertugas menafsirkan hukum. Terkait erat dan
tidak dapat dipisahkan dengan pengertian ini adalah
checks and balances
, yang
mengatakan bahwa
masing-masing cabang
pemerintahan membagi sebagian kekuasaannya pada cabang yang lain dalam rangka membatasi tindakan-tindakannya. Ini berarti, kekuasaan
dan fungsi dari masing-masing cabang adalah terpisah dan dijalankan oleh orang yang berbeda, tidak ada agen tunggal yang dapat
menjalankan otoritas yang penuh karena masing-masing bergantung satu sama lain
Konsepsi trias politicia yang diidealkan oleh Montesquieu ini jelas tidak relevan lagi dewasa ini, mengingat tidak mungkin
lagi mempertahankan bahwa ketiga organisasi tersebut hanya berurusan secara eksklusif dengan salah satu dari ketiga fungsi
kekuasaan tersebut. Kenyataan dewasa ini menunjukkan bahwa hubungan antar cabang kekuasaan itu tidak mungkin
tidak saling bersentuhan, dan bahkan ketiganya bersifat sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain dengan
prinsip checks and balances. Karena itu, doktrin trias politicia yaang biasa dinisbatkan dengan tokoh Montesquieu yang
mengandaikan bahwa tiga fungsi kekuasaan negara selalu harus tercermin di dalam tiga jenis organ negara, sering
terlihat tidak relevan lagi untuk dijadikan rujukan
Ni’matul Huda, 2007:64-65.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak menganut ajaran pemisahan kekuasaan
Separation of power
akan tetapi didalam Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai sistem tersendiri yaitu
pembagian kekuasaan
distribution of power
dimana di dalam pembagian kekuasaan tersebut dimungkinkan adanya kerjasama antara
lembaga-lembaga negara. Kenyataan didalam kehidupan antar lembaga negara didalam menjalankan fungsi dan wewenangnya diperlukan
adanya kerjasama diantara lembaga tersebut semisal antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi bersama-sama menjalankan fungsi
dan wewenangnya sebagai pelaku kekuasaan kehakiman sesuai dalam Bab I Pasal 1 Nomor 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
commit to user 22
tentang Kekuasaan
Kehakiman yang
mencerminkan bahwa
diperlukannya kerjasama antara kedua lembaga tersebut untuk menjalankan kekuasaan kehakiman dengan tujuan terselenggarannya
Negara Hukum republik Indonesia Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti, 2005:20.
2. Tinjauan tentang Lembaga Negara
a. Pengertian Lembaga Negara
Secara sederhana, istilah lembaga negara atau organ negara dapat dibedakan dari perkataan lembaga atau organ swasta, lembaga
masyarakat atau biasa dikenal dengan sebutan organisasi non- pemerintah ornop. Oleh karena itu, lembaga apapun yang dibentuk
bukan sebagai lembaga masyarakat dapat disebut lembaga negara, baik berada di ranah eksekutif, legislatif, yudikatif, ataupun bersifat
campuran Jimly Asshiddiqie, 2006:31. Ciri-ciri penting organ negara dalam arti sempit menurut Jimly
Asshiddiqie Jimly Asshiddiqie, 2006:38 adalah : 1
Organ negara itu dipilih atau diangkat untuk menduduki jabatan atau fungsi tertentu;
2 Fungsi itu dijalankan sebagai profesi utama atau bahkan secara
bersifat eksklusif; 3
Karena fungsinya itu, ia berhak mendapatkan gaji dari negara. Lebih lanjut lagi, secara sistematis Jimly Asshiddiqie
mengklasifikasikan konsep lembaga negara menjadi 5 lima konsep yaitu Jimly Asshiddiqie, 2006:41-42:
1 Organ negara mencakup setiap individu yang menjalankan fungsi
law creating or law applying function
; 2
Mencakup individu yang menjalankan fungsi
law creating or law applying function
dan mempunyai posisi dalam struktur jabatan kenegaraan atau jabatan pemerintahan;
commit to user 23
3 Badan atau organisasi yang menjalankan
law creating or law applying function
dalam kerangka struktur dan sistem kenegeraan atau pemerintahan;
4 Organ atau lembaga negara hanya terbatas pada pengertian
lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD 1945, undang-undang atau peraturan yang lebih rendah;
5 Organ atau lembaga negara yang berada di tingkat pusat yang
pembentukannya ditetapkan oleh UUD 1945. Jimly Asshiddiqie membedakan lembaga dari dua segi, yaitu
dari segi fungsinya dan dari segi hirarkinya Jimly Asshiddiqie, 2006:111-118 :
1 Pembedaan dari segi fungsinya
Lembaga-lembaga negara dapat dikategorikan sebagai organ utama atau primer
primary constitutional organs
dan ada pula yang merupakan organ pendukung atau penunjang
auxilary state organs.
Untuk memahami perbedaan keduannya, lembaga- lembaga negara tersebut dapat dibedakan dalam tiga ranah
domain yaitu, kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan kehakiman atau yudikatif.
2 Pembedaan dari segi hirarkinya
Ada dua kriteria yang dipakai, yaitu kriteria hirarki bentuk sumber normatif yang menentukan kewenangannya dan kualitas
fungsinya yang bersifat utama atau penunjang dalm sistem kekuasaan negara. Dari segi hirarkinya, lembaga negara dapat
dibedakan dalam 3 tiga lapis yaitu : a
Organ pertama dapat disebut lembaga tinggi negara, yaitu 1
Presiden dan Wakil Presiden; 2
Dewan Perwakilan Rakyat; 3
Dewan Perwakilan Daerah; 4
Majelais Permusyawaratan Rakyat; 5
Mahkamah Konstitusi;
commit to user 24
6 Mahkamah Agung;
7 Badan Pemeriksa Keuangan.
b Organ lapis kedua dapat disebut lembaga negara saja. Ada yang
mendapatkan kewenangan dari UUD 1945 dan ada mendapatkan kewenangan dari undang-undang. Lembaga-lembaga negara
sebagai organ konstitusi lapis kedua adalah 1
Menteri Negara; 2
Tentara Nasional Indonesia; 3
Kepolisian Negara; 4
Komisi Yudisial; 5
Komisi pemilihan umum; dan 6
Bank Sentral. c
Organ lapis ketiga adalah kategori lembaga negara yang sumber kewenangannya berasal regulator atau pembentuk peraturan di
bawah undang-undang. Artinya, keberadaannya secara hukum hanaya didasarkan atas kebijakan Presiden
presidential policy
atau
beleid
Presiden. Jika Presiden hendak membubarkannya, maka tentu presiden berwenang untuk itu.
Perkembangan masyarakat, baik secara ekonomi, politik dan sosial budaya serta pengaruh globalisme dan lokalisasi menghendaki
struktur organisasi negara yang lebih responsif terhadap tuntutan mereka serta lebih efektif dan efisien dalam melakukan pelayanan
publik dan mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan. kemudian beemunculanlah lembaga-lembaga negara baru yang dapat berupa
dewan
council
, komisi
commission
, komite
comitte
, badan
board
, atau otorita
authority
. Lembaga-lembaga baru tersebut biasa disebut state auxiliary organs atau auxiliary institution sebagai
lembaga yang bersifat penunjang sampiran. Diantara lembaga tersebut ada juga disebut sebaga
self regulatory agencies
,
independent supervisory bodies
, atau lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi campuran
mix-function
antara fungsi-fungsi regulatif, administratif,
commit to user 25
dan fungsi penghukuman yang biasanya dipisahkan justru dilakukan secara bersamaan oleh lembaga-lembaga baru tersebut Jimly
Asshiddiqie, 2006:ix-x. Menurut Cornelis Lay yang dikutip Ni’matul Huda, kehadiran lembaga-lembaga sampiran negara merupakan bagian
dari desain kelembagaan negara yang bertumpu pada prinsip pemencaran kekuasaan. Sebuah pilihan yang boleh jadi merupakan
reaksi terhadap politik Orde Baru:otoritarianisme, sentralistik dan unformitas Cornelis Lay dalam Ni’matul Huda, 2007:201.
Firmansyah Arifin yang dikutip oleh Ni’matul Huda, berpendapat dalam kasus di Indonesia, ada beberapa hal yang menjadi
inti dan mempengaruhi banyaknya pembentukan lembaga-lembaga negara baru yang bersifat independen yaitu
1 Tiadanya kredibilitas lembaga-lembaga yang telah akibat asumsi
dan bukti mengenai korupsi yang sistemik dan mengakar dan sulit diberantas;
2 Tidak independennya lembaga-lembaga negara yang ada kerena
satu atau halnya tunduk di bawah pengaruh satu kekuasaan negara atau kekuasaan lain;
3 Ketidakmampuan lembaga-lembaga negara yang telah ada untuk
melakukan tugas-tugas yang urgen dilakukan dalam masa transisi demokrasi karena persoala birokrasi dan KKN;
4 Pengaruh global, dengan pembentukan
auxiliary state agency
atau
watchdog institutions
di banyak negara yang berada dalam situasi menuju demokrasi telah menjadi suatu kebutuhan bahkan suatu
keharusan sebagai alternatif dari lembag-lembaga yang ada yang mungkin menjadi bagian sistem yang hrus direformasi;
5 Tekanan lembaga-lembaga internasional, tidak hanya sebagai
prasyarat untuk memasuki pasar global, tetapi juga untuk membuat demokrasi sebagai satu-satunya jalan bagi negara-negara asalnya
berada di bawah kekuasaan otoriter Firmansyah Arifin dalam Ni’matul Huda, 2007:202.
commit to user 26
3. Tinjauan tentang Sistem Peradilan Indonesia
a. Sistem Peradilan Di Indonesia
Sebagai suatu sistem, peradilan memiliki sub sistem-sub sistem yang menunjang bekerjanya sistem peradilan yang ada. Sistem
Peradilan mempunyai mekanisme yang bergerak menuju kearah pencapaian misi dari hakekat keberadaan peradilan, sebagai suatu
lembaga operasionalisasi sistem peradilan menuntut adanya visi yang jelas agar aktivitas atau pelaksanaan peran peradilan berproses secara
efektif dan efisien. Sistem tersebut terdiri atas bagian-bagian yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang sendiri-sendiri, namun secara
keseluruhan semuanya bermuara pada satu tujuan, yaitu penegakan hukum yang benar, adil, berkepastian hukum dan bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Menurut Satjipto Raharjo, bagian-bagian tersebut berhubungan
satu dengan yang lain dalam satu kesatuan dan bekerja secara aktif mencapai tujuan pokok, didalamnya terkandung unsur-unsur
1 Berorientasi pada tujuan;
2 Keseluruhan adalah lebih dari sekedar jumlah dari bagian-
bagiannya; 3
Sistem berinteraksi dengan sistem yang lebih besar, yaitu lingkungannya;
4 Bekerjanya bagian-bagian fari sistem it menciptakan sesuatu yang
berharga; 5
Masing-masing bagian harus cocok satu dengan yang lain ada keterhubungan;
6 Kekuatan pemersatu yang mengikat sistem itu mekanisme
kontrol Sunarjo, 2010:16. Sebagaimana ditegaskan dalam Cetak Biru blueprint
pembaharuan Mahkamah Agung RI bahwa VISI Mahkamah Agung adalah “mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan kehakiman
yang mandiri, efektif, efisien serta mendapatkan kepercayaan publik,
commit to user 27
profesional dan memberi pelayanan hukum yang berkualitas, etis, terjangkau, dan biaya rendah bagi masyarakat serta mampu menjawab
panggilan pelayanan publik.” Visi Mahkamah Agung tersebut merupakan sinar pemberi arah
moving target
bagi perjalanan lembaga peradilan kedepan.
Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan
Tata Usaha Negara, memiliki prosedur hukum acara dan yurisdiksinya masing-masing. Tiap-tiap peradilan tersebut sebagai sub sistem-sub
sistem dari sistem peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, memiliki kompetensi sesuai dengan domain ranah kompetensi
keilmuan yang melekat pada predikat peradilan masing-masing. b.
Tinjauan Tentang Peradilan Yang Bersih dan Berwibawa Perwujudan lembaga peradilan sebagai tonggak terdepan di
dalam pencarian suatu keadilan adalah hal yang diidamkan masyarakat. Keadilan itu sendiri adalah tujuan lembaga peradilan
didalam menjalankan fungsi dan wewenangnya masing-masing. Di dalam mencapai tujuannya lembaga peradilan terdapat berbagai organ
pelaksana didalamnya diantaranya yang paling penting adalah keindepensiaan pelaksana peradilan tersebut bebas dari berbagai
kepentingan dari luar yang akan mempengaruhi keadilan tersebut. Mewujudkan peradilan bersih dan bebas adalah tanggung jawab
bersama
stake holder
bangsa. Semua elemen harus menyadari bahwa peradilan bersih akan menghasilkan multi efek keadilan sosial yang
akan mengikis habis korupsi dan nepotisme dalam berbagai sektor kehidupan termasuk di dalamnnya pengadilan. Untuk mewujudkan
peradilan bersih maka hakim dalam memutus perkara harus berpedoman dengan kode etik dan perilaku hakim. Meski demikian,
hakim juga membutuhkan pengawasan lembaga lain seperti Komisi Yudisial agar berjalan sesuai rasa keadilan. “Komisi Yudisial dibentuk
atas keprihatinan atas kondisi peradilan dan hakim yang belum sesuai
commit to user 28
dengan harapan masyarakat,” kata Muzayyin Menurut Busyro Muqoddis beberapa unsur peradilan yang bersih adalah
a Penguatan legalitas fungsi independensi dan transparansi;
b Transparansi rekruitmen pejabat peradilan;
c Transparansi internal dalam proses peradilan;
d Informasi dan keuangan;
e Efektifitas sanksi bagi pelanggar;
f Efektifitas lembaga pengawas eksternal;
g Kemudahan akses Beria Acara Perkara BAP, dakwaan, dan
putusan; h
Transparansi nalar hukum dari aspek moralitas hukum, kepastian hukum dan penghormatan Hak Asasi Manusia HAM terdakwa
atau para pihak Jurnal Buletin Komisi Yudisial.2009. Vol IV :9.
commit to user 29
B. Kerangka Pemikiran