Pernikahan Usia Dini Dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga : studi kasus di RW.004 kelurahan Rorotan Kecamatan Cilincing Jakarta Utara

(1)

PERNIKAHAN USIA DINI DAN PENGARUHNYA TERHADAP

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

Oleh :

BARKAH NIM : 104011003207

Dibawah Bimbingan

Dra. Hj. Siti Salmiah NIP :1500020004

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2008


(2)

1. Nama : BARKAH

2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta 19 Desesmber 198

3. NIM : 104011003207

4. Jurusan Prodi : Pendidikan Agama Islam

5. Program : Reguler

6. Judul Skripsi : PERNIKAHAN USIA DINI DAN

PENGARUHNYA TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA

7. Pembimbing : 1. Dra. Hj. Siti Salmiah 8. Penguji : 1. Drs. Rusydi Zakaria, M. Ed

2. Dr. Khalimi MA 9. Tanggal Lulus :

10.Nomor Ijazah : 11.Indeks Prestasi / Yudisium : 12.Nomor Ijazah : 13.Jabatan dalam organisasi

Mahasiswa : -

14.Alamat Sekarang : Jl. Rorotan II Rt.o4/004 Kle. Rorotan Kec. Cilincing Jakarta Utara 14140 ( 021-94498930) 15.Nama Ayah : Alm. H. Syarifuddin

16.Pendidikan Terakhir Ayah : SMA 17.Pekerjaan Ayah : -

18.Nama Ibu : Hj. Sukarsih 19.Pendidikan Terakhir Ibu : SMP

20.Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Jakarta, 19 September 2008 Calon Wisudawati

BARKAH 3X4


(3)

Lembar Pengesahan Panitia Ujian

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini berjudul :”Pernikahan Usia Dini Dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqosah pada 18 September 2008 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 ( S.Pd. I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta 19 September 2008 Paniti Ujian Munaqosah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda tangan DR. H. AF. Wibisono, M.A

NIP. 150. 236.009 ………… ……….

Sekertaris ( Sekertaris Jurusan/ Prodi) Drs. Safiuddin Siddiq M.Ag

NIP. 150. 299477 ………… ………

Penguji I

Drs. Rusydi Zakaria, M. Ed

NIP. ………… ………

Penguji II

Dr. Khalimi MA

NIP. 150.267.202 ………….. …………...

Mengetahui Dekan,

Prof. Dede Rosyadah, M.A NIP. 150.231.356


(4)

ABSTRAK

Barkah. Pernikahan Usia Dini dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Agama Islam. Skripsi Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, September 2008. Pernikahan adalah sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua Makhluknya, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT. Sebagai jalan bagi makhluknya untuk berkembang biak. Dalam rangka melakukan proses pendidikan antara pasangan suami istri haruslah mempunyai “bekal” dalam pembentukan keberagamaan bagi anak-anaknya. Untuk itulah persamaan keagamaan (kematangan emosi dan ilmu pengetahuan yang memadai) menjadi landasan utama dalam mewujudkan hal diatas. Oleh karena itu membentuk rumah tangga tidak hanya dituntut kesiapan untuk menikah, tetapi juga dituntut kesiapan untuk membentuk rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar penaruh pernikahan Usia dini terhadap pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga. Pengujian dilakukan dengan analis uji “t” untuk mengetahui sejauh mana perbedaan skor pasangan pernikahan usia dini dan pasangan usia dewasa pada Pendidikan Agama Islam dalam keluarga. Dari hasil perhitungan didapat thit sebesar dan nilai ttab 1.684 pada taraf

signifikansi 5% atau 0.05 untuk uji satu arah to dan dk = (N1 + N2 – 2). Maka dk = (30+30-2) = 58. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa tidak ada perbedaan Pendidikan Agama Islam dalam keluarga pada pasangan pernikahan usia dini dan pasangan usia dewasa, karena dari hasil pengujian dan analisis data didapatkan thit < ttab

( -0.017 < 1.684). Hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Islam dalam keluarga tidak terpengaruh oleh faktor usia dari orang tua (pasangan suami/istri). Dalam hal ini pasangan usia dini ataupun pasangan pernikahan usia dewasa.


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan rasa haru Penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, sumber suara-suara hati, sumber ilmu pengetahuan, sumber segala kebenaran, sumber segala kesuksesan, Sang Kekasih tercinta yang tak terbatas pencahayaan cinta-Nya. Berkat hidayah, taufiq dan inayah-Nya, akhirnya skripsi ini dapat Penulis rampungkan meskipun tertunda sekian bulan dari jadual yang direncanakan. Semoga dengan kondisi ini Penulis dapat lebih meningkatkan pengabdian sebagai wujud syukur atas segala nikmat-Nya.

Pekerjaan akhir akademik yang relatif sulit dan melelahkan ini hampir mustahil dirampungkan tanpa dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan disertai doa keselamatan dan pahala yang berlipat ganda kepada mereka semua, terutama kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Jurusan dan Sekretaris beserta Staf Jurusan Pendidikan Agama Islam yang

tiada kenal lelah dan senantiasa pelayanan, bimbingan dan dan motivasi kepada

penulis dan Mahasiswa/mahasiswi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Para dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam yang tiada kenal lelah dan senantiasa

memotivasi, membimbing, dan mendidik kami (anak-anaknya)

Mahasiswa/mahasiswi Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Penghargaan penulis sampaikan kepada Drs. Ahmad Ghalib M.Ag. selaku

penasehat Akademik yang memberikan ilmu, nasehat, dan pengalamannya kepada


(6)

5. Penghargaan juga Penulis sampaikan kepada Dra. Hj. Siti Salmiah selaku

pembimbing penulisan skripsi ini. Di tengah kesibukan tugas-tugasnya, beliau tetap

bersedia berdiskusi, memeriksa, membaca, dan memberikan komentar terhadap

topik karya ini.

6. Kemudian Penulis mengucapkan terima kasih kepada pengelola Perpustakaan

Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan atas segala fasilitas yang selama ini telah diberikan kepada Penulis.

7. Dukungan dan motivasi terbesar tentulah dari keluarga Penulis.Ayahanda Alm. H.

Syarifuddin dan Ibunda Hj. Sukarsih adalah “telaga besar” yang tak pernah kering.

Do’a, puasa, tirakat, dan shalat-shalat nawafil yang selalu mereka lakukan

sepanjang Penulis menempuh studi dari SD sampai S1adalah modal yang tak terkira

dan bekal amat berharga. Allảhummaghfirlỉ wa liwảlidayya warhamhumả kamả robbayảnỉ shaghỉran. Dan kakak-kakaku tercinta Husni Tamrin, Ahmad Dumyati, Ropiuddin, dan Siti Nurjannah Merekalah orang pertama yang menyentuh dan

mendidik Penulis sejak dini dengan kasih sayang, kelembutan budi, dan kesabaran

tiada tara. Penulis juga selalu berusaha dan berdo’a agar mampu menjadi ‘panutan’

yang baik untuk keponakan-keponakan tercinta ; Miftahul Khoir, Mimi, Ihsan, Refa,

dan Alvin yang telah memotivasi penulis untuk lebih giat lagi dalam menuntut

ilmu.

8. Dan untuk kepala Kantor Urusan Agama, Staf dan para penghulu di Kantor Urusan

Agama Cilincing Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu yang telah

membantu secara moril dalam penulisan Skripsi ini.

9. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Rukun Warga 004 dan para


(7)

meluangkan waktu, memberikan informasi dan data kepada penulis untuk

membantu menyelesaikan skripsi ini.

10. Shahabat-shahabat di Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2004 ;Imas,

Indah, Ayu, Nazhir. Rekan-rekan dipondok Tiara dan Assalam; Oi, Sofi, Dona, aini

dan Apri yang telah memberikan penulis motivasi, dorongan dan canda tawanya

yang selama ini menemani Perjalanan dan mengisi hari-hari Penulis selama

menimba ilmu di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

11.Akhirnya, semoga Allah SWT selalu membimbing kita bersama dalam menyelami

ilmu-ilmunya yang dinyatakan dengan:

Jika lautan menjadi tinta dan pepohonan menjadi kalam untuk mencatat ilmu-Nya,

maka tidaklah cukup meskipun ditambah dengan tujuh kali banyaknya.”

Penulis berharap, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua orang, Amin.

Jakarta 8 September 2008

Penulis

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 4

C. Metode Pembahasan ... 5


(8)

BAB II KAJIAN TEOROTIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESA

A. Pernikahan ... 7

1. Pengertian pernikahan ... 7

2. Syarat dan Rukun Nikah... 8

3. Hukum Nikah ... 9

4. Hikmah dan Tujuan Pernikahan Dalam Islam ... 14

5. Hakikat Pernikahan Usia Dini ... 15

a. Pengertian dan Batasan Usia Dini... 15

b. Remaja Dan Masalah Yang Dihadapinya ... 18

c. Hal- hal yang harus diperhatikan oleh pasangan yang menikah usia dini ... 21

B. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga ... 24

1. Pengertian Pendidikan Islam ... 24

2. Jenis dan tujuan pendidikan ... 26

3. Kedudukan keluarga dalam Pendidikan ... 28

4. Fungsi keluarga ... 30

5. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Yang Harus Diretapkan dalam Keluarga ... 32

C. Kerangka Berpikir ... 40

D. Rumusan Hipotesa ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu Penelitian ... 43

B. Pendekatan dan Metode Penelitian... 43

C. Populasi dan sample Penelitian ... 44

D. Konsep dan Pengumpulan Variabel ... 44

E. Matrik Variabel ... 45

F. Tehnik dan Pengumpulan Data ... 45

G. Tehnik dan Pengolahan Data... 47

H. Metode Pembahasan ... 48 BAB IV POLA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA


(9)

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 49

B. Faktor-faktor Penyebab Pernikahan pada Usia Dini ... 51

C. Pengaruh Positif dan negatif menikah pada Usia Dini ... 53

D. Pendidikan Agama Islam Pasangan Pernikahan Usia Dini ... 55

E. Analisis Perbandingan Pendidikan Agama Islam Pada Keluarga Pernikahan Usia Dini dan Usia Dewasa ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan adalah sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua Makhluknya, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT. Sebagai jalan bagi makhluknya untuk berkembang biak.

Tujuan Nikah pada umumnya bergantung pada masing-masing individu yang akan melakukannya, karena lebih bersifat subjektif. Namun demikian ada tujuan yang memang diinginkan oleh semua orang yang melakukan pernikahan, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan lahir dan batin menuju kebahagiaan dan kesejahteraan dunia akhirat.

Keluarga adalah merupakan kesatauan-kesatuan masyarakat yang paling kecil. Sebagai suatu kesatuan, maka ikatan didasarkan atas perkawinan dimana tiap-tiap anggota mengabdikan dirinya kepada kepentingan dan tujuan keluarga dengan rasa kasih dan penuh tanggung jawab.

Keluarga tempat mengarahkan anggotanya ( Family Of Ortiention) yang sifat dan hubungannya bisa berubah dari waktu ke waktu. Lima ciri khas yang dimiliki Keluarga:

1. Adanya hubungan berpasangan antara kedua jenis kelamin 2. Adanya perkawinan yang mengokohkan hubungan tersebut 3. Pengakuan terhadap keturunan

4. Kehidupan ekonomi bergama 5. Kehidupan berumah tangga

Pemikiran sosial dalam Islam setuju dengan pemikiran sosial modern yang mengatakan bahwa keluarga adalah unit pertama dalam masyarakat dimana hubungan-hubungan yang terdapat didalamnya, sebagian besar bersifat lansung.1

Makna keluarga dalam Islam mencakup garis keturunan termasuk bapak, ibu, kakek, dan nenek, mencakup pula saudara-saudara kandung dan anak-anak mereka

1


(11)

dan mencakup pula saudara sekakek dan nenek yaitu paman-paman, bibi-bibi, termasuk anak-anak mereka.2

Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi seorang anak sedangkan orang tua sebagai pendidik utamanya. pendidikan dalam keluarga berperan dalam pengembangan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan, dan nilai-nilai moral serta keterampilan sederhana.

Al-Ghazali dalam Muhammad Tholhah Hasan menilai peranan keluarga yang terpenting dalam fungsi didiknya adalah sebagai figur pengembangan “Naluri beragama secara mendasar” pada saat anak-anak usia balita, sebagai kesinambungan dalam dari bawaan fitrah mereka. pembiasaan ibadah ringan, seperti membaca do’a sebelum dan sesudah makan, setiap memulai pekerjaan dan permainan, menghormati kepada anggota keluarga lain yang lebih tua dan sebagainya akan merupakan pembentukkan private culture yang kuat sekali pengaruhnya.3

Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional bagian kedua pasal 7 Hak dan kewajiban orang tua, menegaskan :

1. Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.

2. Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.4

Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak masing-masing saling mempengaruhi, saling membutuhkan, semua meladeni semua. Anak membuthkan makan, pakian, bimbingan dan sebagainya dari orang tua.

Selama anak belum dewasa, maka orang tua mempunyai peranan pertama dan paling utama bagi anak-anaknya. Untuk membawa anak kepada kedewasaan, maka orang tua harus memberikan contoh yang baik karena anak suka mengimitasi kepada orang tuanya. Dengan contoh yang baik anak tidak merasa dipaksa. Dalam memberikan segesti kepada anak-anak tidak dengan cara otoriter melainkan dengan

2 Muhammad Abu Zahrah, Membangun Masyarakat Islami, ( Jakarta: Pustaka Fidaus, 1994), Cet I hal.62

3

Muhammad Tholha Hasan, masalah sumberdaya manusia, (Jakarta lantabora press 2004 ) cet.III hal.49.


(12)

sistem pergaulan sehingga dengan senang anak melaksanakannya. Anak paling suka identik dengan orang tuanya, seperti anak-laki-laki terhadap ayahnya, anak perempuan dengan ibunya. Antara anak dan orang tua ada rasa simpati.

Semua faktor-faktor tersebut kiranya perlu diperhatikan orang tua dalam rangka usahanya mendidik anak-anaknya tanpa menunjukan otoriternya/ kekuasaannya yang keras.

Hubungan anak-dengan anak dalam keluarga itu sendiri satu sama lain saling pengaruh-mempengaruhi dan tidak lepas dari adanya faktor-faktor interaksi.5

Dengan cara pergaulan antara orang tua terhadap anak-anaknya dalam usaha mendewasakannya menunjukan bahwa pergaulan dalam keluarga mengandung gejala-gejala pendidikan.

Adapun fungsi keluarga secara umum memberikan peran strategis pada individu untuk mengembangkan diri sesuai dengan kapasitas para anggota keluarga tersebut. Dari uraian tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa secara garis besar keluarga memiliki dua fungsi, yakni fungsi khusus dan fungsi umum. secara khusus keluarga memiliki fungsi memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar Agama dan kepercayaan, nilai moral, norma sosial, dan pandangan hidup yang diperlukan anak untuk dapat berperan dan dan berguna baik didalam keluarga maupun di masyarakat.

Dalam rangka mewujudkan fungsi-fungsi diatas (fungsi umum dan khusus) yang dalam hal ini lebih banyak ditanggung oleh orang tua (pasangan suami istri) dan membutuhkan pengetahuan dan kematangan emosi yang mendalam untuk mewujudkannya.

Masa remaja merupakan masa yang penting dalam rentang kehidupan seseorang. Masa ini dikenal sebagai : suatu periode peralihan; suatu masa perubahan yang sangat pesat; usia yang menakutkan; saat dimana seorang individu mencari identitas; masa yang tidak realistik dan masa diambang dewasa.

Rumke berpendapat bahwa terdapat tiga gangguan yakni Integrasi, Regulasi, dan individulisasi selalu dialami oleh anak yang memulai masa remaja, bahkan anak

5


(13)

yang tidak mengalami tersebut tidak akan dapat mencapai kedewasaan secara normal.6

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan Agama Islam yang dilakukan oleh pasangan (orang tua) yang memiliki usia yang masih belia tidak sama pengaruhnya terhadap pendidikan Agama Islam dalam keluarga yang dilakukan oleh pasangan (orang tua) yang berusia dewasa.

Atas dasar pemikiran diatas maka penulis bermaksud meneliti pengaruh orang tua yang menikah di Usia Dini terhadap pendidikan Agama Islam keluarga oleh karena itu penulis memberikan judul penelitian ini “Pernikahan Usia Dini Dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga”.

B. Identifikasi, Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka masalah-masalah yang dapat di identifikasikan seputar hal-hal berikut:

1. Dampak positif dan Negatif Pernikahan pada Usia Dini.

2. Tentang pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam keluarga yang dilakukan Oleh orang tua yang belum memiliki kematangan emosi dalam hal ini pasangan pernikahan usia dini.

3. Analisis perbandingan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga Pasangan Yang menikah pada Usia muda, dengan pasangan yang menikah pada usia dewasa

Mengingat luasnya garapan, maka untuk lebih mempermudah dan memperjelas penelitian ini, maka penulis memberikan batasan tentang ruang lingkup pembatasan permasalahan ini yaitu :

Pengertian, dampak positif dan negatif Pernikahan pada pasangan yang menikah pada Usia Dini.

Pendidikan Agama Islam pada keluarga Pernikahan Usia Dini dalam hal ini peneliti membatasi kepada anak-anak hasil pernikahan usia dini.

Sikap keberagamaan pada keluarga pernikahan Usia Dini (Ayah, ibu dan anak-anak hasil pernikahan usia dini.

Berdasarkan pembatasan diatas, maka masalah yang dapat penulis rumuskan adalah sebagai berikut ;

6

Ahmad Muzakir dan Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan, (Bandung; Pustaka Setia, 1997) Cet I Hal 86


(14)

1. Apakah yang dimaksud dengan pernikahan usia dini?

2. Sejauhmana pernikahan usia dini dapat berpengaruh terhadap pendidikan Agama Islam dalam Keluarga?

C. Metode Pembahasan

Metode yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah metode deskriptif Analisis yang ditunjang oleh data yang diperoleh melalui penelitian lapangan (field research):

1. Penelitian lapangan (Field research) dilakukan di Kampung Kandang Sapi Rukun Warga. 04 kelurahan Rorotan Kecamatan Cilincing wilayah Jakarta Utara. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam mengadakan penelitian ini akan dijelaskan lebih lanjut pada BAB III Metodologi Penelitian.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya Pernikahan pada Usia Dini.

2. Untuk mengetahui pendidikan Agam Islam pada keluarga (anak- anak hasil pernikahan pasangan yang menikah pada usia dini)

3. Untuk mengetahui pola keberagamaan pada keluarga pasangan pernikahan Usia dini

Kegunaan penelitian:

a. Secara akademis. Untuk mengaplikasikan disiplin ilmu sesuai dengan jurusan penulis, tambahan referensi guna penelitian lanjutan serta kontribusi untuk data perpustakaan.

b. Secara praktis. Sebagai kontribusi khasanah bagi masyarakat Islam dan golongan education pada umumnya. Lebih khusus terhadap lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga-lembaga keagamaan.


(15)

BAB II

KAJIAN TEOROTIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESA

A. Kajian Teorotis

1. Pengertian Pernikahan

Perkawinan disebut juga ”Pernikahan” berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (Wathi’i).

Dalam Bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata ”Kawin” yang artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.7

Menurut Istilah Abu Zahra Zakaria mendefinisikan: ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafazd Nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya.

Dalam kompilasi hukum Islam disebutkan adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqoon gholidhan untuk mentaati perintah Allah dan merupakan ibadah.8

Abdurrahman Ghazaly dalam bukunya fiqh Munakahat, menyebutkan bahwa perkawinan mengandung aspek akibat hukum, melangsungkan perkawinan adalah saling mendapatkan hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong karena perkawinan termasuk pelaksanaan agama, maka didalamnya terkandung adanya tujuan/ maksud mengharapkan keridhoan Allah.9

Dari pengertian-pengertian diatas dapat diambil pengertian bahwa pernikahan adalah akad yang sangat kuat yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah dan kata-kata yang semakna dengannya untuk membina rumah tangga yang sakinah dan untuk mentaati perintah Allah SWT, dan melakukannya merupakan ibadah.

7

Dep Dikbud, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1994) Cet. III, Edisi II hal. 456.

8

Cik hasan Basri, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum Nasional,

(Jakarta ; Logos Wacana Ilmu, 1999) cet. I hal.140


(16)

2. Syarat dan Rukun Nikah

Sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, maka terlebih dahulu harus diperhatikan hal-hal yang mendasar dari terlaksananya kegiatan tersebut, yaitu dilengkapi syarat-syarat serta rukun-rukun dari pernikahan tersebut. Menurut Sayyid Sabiq, pengertian rukun adalah : “Rukun yang pokok dalam perkawinan adalah keridhoan dari kedua belah pihak dan persetujuan mereka didalam ikatan tersebut.10

Dari pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa rukun adalah sesuatu yang menjadi hakikat atas sesuatu. Maka apabila rukunnya tidak terpenuhi dapat dipastikan bahwa pernikahan tidak syah.

Yang termasuk kedalam rukun pernikaan itu adalah : a. Calon pengantin pria

b. Calon pengantin perempuan c. Wali nikah

d. Dua orang saksi

e. Sighat (akad) ijab kabul11

Adanya rukun juag disertai dengan syarat-syarat, adapun yang dimaksud dengan syarat adalah sesuatu yang harus ada dalam perkawinan, tetapi tidak termasuk salah satu bagian dari hakikat perkawinan.12

Adapun mengenai syarat-syarat perkawinan adalah sebagai berikut:

a. Perempuan yang halal dinikahi oleh laki-laki untuk dijadikan istri, perempuan itu bukanlah yang haram dinikahi, baik haram untk sementara ataupun untuk selama-lamanya

b. Hadirnya para saksi dalam pelaksanaan pernikahan.13

3. Hukum Nikah

Pada dasarnya hukum asal pernikahan adalah mubah, tetapi hukum nikah ini dapat berubah menjadi wajib, sunnah, haram ataupun makruh bagi seseorang, sesuai dengan keadaan seseorang yang akan nikah. Tentang Hukum perkawinan Ibnu Rusyd menjelaskan:

10 Syayyid Syabiq, Fiqh As-Sunnah, ( Beirut; Beirut Dar-al Fikr, 1981), Cet.IV Jilid 2 hal 29 11 A. Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan, (Bandung; Mizan, 1994) Cet. I hal.52 12 Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan, hal. 15

13


(17)

Segolongan fuqoha; yakni jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah itu hukumnya sunnat. Golongan Zhahiriyah berpendapat berpendapat bahwa nikah itu wajib. Para ulama Malikiyah mutaakhirin berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk sebagian orang sunnat dan mubah untuk segolongan yang lainnya. Demikian itu menurut mereka ditinjau berdasarkan kekhawatiran (kesusahan) dirinya.

Al-Jaziri mengatakan bahwa sesuai dengan keadaan orang yang melakukan perkawinan, hukum nikah berlaku untuk hukum-hukum syara’ yang lima adakalanya wajib, haram, makruh, sunnah (mandub) dan adakalanya mubah. Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa hukum asal nikah adalah mubah. Disamping ada yang sunnah, wajib haram dan yang makruh.

Terlepas dari pendapat-pendapat imam mazhab, berdasarkan nash-nash baik Al-qur’an maupun As-sunnah, Islam sangat menganjurkan kaum muslimin yang mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun demikian, kalau dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan serta tujuan melaksanakannya, maka melakukan perkawinan itu dapat dikenakan hukum wajib hukum wajib, sunnah, haram, makruh ataupun mubah.14

a. Melakukan perkawinan yang hukumnya hukumnya wajib

Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya tidak kawin maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah wajib. Hal ini didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang. Jika penjagaan diri diri itu harus dengan melakukan perkawinan, sedang menjaga diri itu wajib, maka hukum melakukan perkawinan itupun wajib seseuai dengan kaidah :

ٌ ﺟاو

ﻮﻬﻓ

ﻪ ﻻإ

ﺟاﻮْا

ﻳﻻ

Sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu itu hukumnya wajib pula.

14


(18)

Kaidah yang lain mengatakan :

ﺪﺻﺎﻘ ْا

ْﻜﺣ

ﺋﺎﺳﻮْ

Sarana itu hukumnya sama dengan hukum yang dituju

Seseorang itu dikatakan wajib untuk menikah apabila:

1. Seseorang yang di lihat dari pertumbuhan jasmaniahnya sudah layak sekali untuk kawin dan kedewasaan rohaniahnya sudah sempurna 2. Seseorang yang mampu Baik dalam hal seksual maupun ekonomi. 3. Seseorang yang takut terjerumus kepada hal-hal yang di haramkan oleh

Allah.

4. Seseorang yang memiliki kemampuan membayar mahar dan seluruh kewajiban nafkah perkawinan.

5. Memiliki badan yang sehat.

6. Percaya bahwa dirinya bisa memperlakukan istrinya dengan baik. 7. Percaya bahwa jika tidak menikah pasti ia akan terjerumus ke dalam

perbuatan maksiat.

Hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut merupakan hukum saran sama dengan hukum pokok yakni menjaga diri dari perbuatan maksiat.

b. Melakukan perkawinan yang hukumnya sunnat.

Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan perkawinan, tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah sunnat.

Pernikahan dianggap sunnah untuk dilakukan jika:

1. Seseorang yang mencapai kedewasaan jasmani dan rohani. 2. Sudah wajar dan terdorong hatinya untuk kawin.

3. Mereka yang memiliki kemampuan ekonomi. 4. Memiliki badan yang sehat.

5. Merasa aman dari kekejian yang diharamkan Allah.


(19)

Alasan menetapkan hukum sunnat itu ialah dari anjuran Al-Qur’an seperti tersebut dalam surat An-Nur ayat 32 :

Dan kawinkanlah orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.

Dari ayat Al-Qur’an yang dikemukakan dalam menerangkan sikap agama islam terhadap perkawinan. Ayat Al-Qur’an tersebut berbentuk perintah, tetapi berdasarkan qorinah-qorinah yang ada, perintah tidak memfaedahkan hukum wajib, tetapi hukum sunnat saja.

c. Melakukan hukum perkawinan yang hukumnya haram

Bagi orang yamg tidak mempunyai keinginan dan kemampuan yang serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila melangsungkan perkawinan akan terlantarlah dirinya dan istrinya, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang itu adalah haram.

Pernikahan tersebut jatuh menjadi haram apabila :

1. Jika Seseorang tahu bahwa dirinya tidak mampu melakukan aktivitas seks.

2. Tidak ada sumber penghasilan untuk membiayai dirinya dan keluarganya atau nafkah rumah tangga

3. Merasa akan menyakiti istrinya saat persetubuhan, menganiaya atau mempermainkannya.

Al-Qur’an surat Al-Baqarah 197 melarang orang melakukan hal yang mendatangkan kerusakan:


(20)

ﺔﻜ ْﻬ ا

ﻰ إ

ْ ﻜْﻳﺪْﻳﺎ

اْﻮﻘْ ﻻو

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu kedalam kebinasaan

Termasuk juga hukumnya haram perkawinan apabila seseorang kawin dengan maksud umtuk menelantarkan orang lain, masalah wanita yang dikawini itu tidak diurus hanya agar wanita itu tidak dapat kawin dengan orang lain.

d. Melakukan perkawinan yang hukumnya makruh

Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir kedalam perzinahan sekiranya tidak kawin. Hanya saja oarang ini tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami istri dengan baik.

Pernikahan hukumnya jatuh kederajat makruh apabila :

Seseorang yang di pandang dari pertumbuhan jasmaniahnya sudah layak untuk kawin, kedewasaan rohaniahnya sempurna tetapi tidak mempunyai biaya untuk keluarganya, hal ini sesusia dengan firman Allah :

Dan orang-orang yang mampu kawin hendaklah ia menjaga kesucian dirinya sehingga Allah memampukan mereka dengan karunianya. “

(Q.s. An-Nur: 33)

Seseorang yang mampu menikah tetapi ia khawatir akan menyakiti wanita yang akan dinikahinya atau menzalimi hak-hak istri.

e. Melakukan hukum perkawinan yang hukumnya mubah

Bagi orang mempunyai kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya juga tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan


(21)

menelantarkan istri. Perkawinan orang tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya dan membina keluarga sejahtera.

Nikah menjadi mubah untuk dilaksanakan apabila :

1. Seseorang berkeyakinan tidak akan jatuh kedalam perzinahan kalau ia tidak kawin

2. Ia kawin tidak mengabaikan kewajibannya sebagai suami atau istri Hukum mubah ini juga ditujukan bagi orang yang antara pendorong dan penghambatnya untuk kawin itu sama, sehingga menimbulkan keraguan orang yang akan melakukan kawin, seperti mempunyai kemampuan, mempunyai kemampuan untuk melakukan tetapi belum mempunyai kemauan yang kuat.15

4. Hikmah dan tujuan pernikahan dalam Islam a. Hikmah Perkawinan

Perkawinan merupakan suatu ketentuan dari ketentuan-ketentuan Allah didalam menjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum, menyeluruh, berlaku tanpa kecuali.

Berbicara masalah hikmah perkawinan Abdullah Nasekh Ulwan menyatakan antara lain sebagai berikut;

1) Untuk memelihara jenis manusia; dengan perkawinan manusia dapat melanjutkan kelangsungan hidupnya dari jenis keturunannya.

2) Untuk memelihara keturunan; dengan perkawinan sebagaimana telah diatur oleh syariat Allah Swt kepada hamba-hambanya. Tampak jelas bahwa garis keturunan bentuk pendidikan yang dapat mengekalkan kemuliaan bagi setiap keturunan.

3) Menyelamatkan manusia dari kerusakan akhlak; dengan perkawinan masyarakat diselamatkan dari kerusakan Akhlak dan mengamankan dari setiap individu dari setiap kerusakan pergaulan.

4) Untuk menentramkan jiwa setiap pribadi; perkawinan dapat menetramkan jiwa cinta kasih yang dapat melembutkan perasaan antar

15


(22)

suami dan istri, tatkala suami selesai bekerja pada siang hari dan kemudian kembali kerumahnya pada sore harinya ia dapat berkumpul dengan istri dan anak-anaknya. Hal ini dapat

melenyapkan semua kelelahan dan deritanya pada siang hari. Begitu pula sebaliknya.

5) Untuk menjalin kerja sama suami istri dalam membina keluarga dan mendidik anak-anak. Dengan kerja sama yang harmonis diantara suami dan istri bahu membahu untuk mencapai hasil yang baik, mendidik anak yang shaleh yang memiliki iman yang kuat dan ruh Islam yang kokoh lahirlah rumah tangga yang tentram dan bahagia.16

Landasan bagi sesorang untuk melakukan suatu perbuatan pada dasarnya adalah tujuan yang ingin diraih dari melakukan tersebut. Begitupun halnya dengan pernikahan, seseorang ingin melaksanakannya karena dilandasi oleh tujuan yang ingin diraih.

Adapun tujuan pernikahan secara rinci dapat dikemukan sebagai berikut; 1) Melaksanakan libido seksual

2) Memperoleh keturunan

3) Memperoleh keturunan yang saleh

4) Memperoleh kebahagiaan dan ketentraman 5) Mengikuti sunnah Nabi

6) Menjalankan perintah Allah 7) Untuk berdakwah

Dengan tercapainya ketujuh tujuan diatas dapat kita jadikan rujukan untuk membentuk keluarga Sakinah dalam naungan panji Islam dan hidup dengan keridhoan Allah.

5. Hakikat Pernikahan Usia Dini a. Pengertian dan batasan usia dini

16


(23)

Sebelum penulis membahas tentang pengertian pernikahan Dini, terlebih dahulu harus diketahui batasan usia muda. Mendefinisikan usia muda (remaja) memang tidak mudah karena kalau kita lihat sampai saat ini belum ada kata sepakat antara para ahli ilmu pengetahuan tentang batas yang pasti mengenai usia muda, karena menurut mereka hal ini tergantung kepada keadaan masyarakat dimana usia muda itu di tinjau.17

Ada beberapa pengertian usia muda yang ditinjau dari beberapa segi diantaranya :

Usia muda (remaja) menurut bahasa adalah : “Mulai dewasa, sudah mencapai umur untuk kawin”18

Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa : “Usia muda (remaja) adalah anak yang pada masa dewasa, dimana anak-anak mengalami perubahan-perubahan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak baik untuk badan, sikap dan cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang, masa ini dimulai kira-kira umur 13 tahun dan berakhir kira-kira 21 tahun”.19

Masa remaja adalah suatu periode peralihan yaitu masa peralihan dari masa kanak-kanak kepada masa dewasa. Ini berarti anak-anak pada masa ini harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari sikap dan pola perilaku yang baru pengganti perilaku dan pola yang ditinggalkan. Akibat peralihan ini remaja bersikap Ambivalensi. Disatu pihak si anak remaja ingin diperlakukan sebagai orang dewasa, jangan selalu diperintah seperti anak kecil, tetapi dilain pihak segala kebutuhannya masih minta dipenuhi seperti halnya pada anak-anak.

Masa remaja merupakan periode perubahan yang sangat pesat baik dalam perubahan fisiknya maupun perubahan sikap dan perilakunya. Ada empat perubahan yang bersifat universal selama masa remaja yaitu:

17

Salihun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problem Remaja, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999) Cet ke-1 hal. 69

18

WJS. Poerwadarminta, kamus umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1983), hal 813

19


(24)

1. Meningkatnya emosi, intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan fsikologis yang terjadi, perubahan emosi ini banya terjadi pada masa remaja awal.

2. Perubahan fisik, perubahan peran dan minat yang diharapkan oleh kelompok sosial menimbulkan masalah-masalah baru sehingga selama masa ini si remaja merasa ditimbuni masalah.

3. Dengan berubahnya minat dan perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Apa yang dianggap penting dan bernilai pada masa kanak-kanak sekarang ini tidak lagi. Kalau pada masa kanak-kanak kuantitas dipentingkan sekarang segi kualitas yang diutamakan

4.

Sebagian besar remaja bersikap ambivalensi terhadap setiap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk melaksankan tanggung jawab tersebut.20

Dalam Agama Islam tidak dijelaskan batasan umur remaja, tetapi hal ini dapat dilihat ketika seseorang telah mencapai akil baligh, itu ditandai haid (menstruasi) yang pertama bagi perempuan sehingga sudah boleh dinikahkan. Dan wanita Indonesia rata-rata haid pada usia kurang lebih 13 tahun. Sedangkan yang laki-laki ditandai dengan bermimpi atau mengeluarkan mani (ejakulasi) dan sudah boleh menikah juga. 21

Elizabet B.Harlock mendefinisikan usia remaja dan membaginya dalam tiga tingkatan yaitu: pra remaja 10-12 tahun, remaja awal 13-16 Tahun, remaja Akhir 17-21 tahun.22

Menurut WHO Batasan Usia muda terbagi dalam dua bagian yaitu: usia muda awal 10-14 tahun dan usia muda akhir 15-20 tahun.23

Dari penjelasan diatas, ada perbendaan pendapat dari beberapa ahli tentang batasan usia muda, namun dala hal ini penulis mencoba menyimpulkan bahwa usia muda itu adalah mulai dari umur 10 tahun sampai 21 tahun. Yang tercakup didalamnya antara lain masa pra remaja, remaja awal dan

20 M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta; Pedoman Ilmu Jaya, 2007) cet, III hal 25-26 21 Ali Akbar, Merawat Cinta Kasih, (Jakarta : Pustaka Antara, 1975) Cet. Ke-2 h. 27

22 Mahmud Yunus, Pendidikan Seumur Hidup, (Jakarta: Lodaya, 1987), h.52


(25)

remaja akhir. Jadi pernikahan dini yang penulis maksud disini adalah hubungan antara dua insan yang berlainan jenis kelamin yang didasari atas rasa suka sama suka sebagai landasan terlaksananya ketentuan-ketentuan syariat Agama untuk membentuk mahligai rumah tangga yang sakinah mawaddah dan warahmah yang dilakukan pada saat pasangan tersebut berusia anatara 10-21 tahun.

b. Remaja dan Masalah yang Dihadapinya

Ahmad Muzakir dan Joko Sutrisno dalam bukunya Psikologi Pendidikan Di dalam lapangan psikologi ada yang beranggapan bahwa ada hubungan erat antara jasmani dan rohani, sehingga pertumbuhan jasmani selalu disertai oleh pertumbuhan rohani dan adanya perubahan jasmani yang menyolok disertai pula oleh perubahan rohaniyah pula. Dengan demikian terdapat saling pengaruh mempengaruhi antara kedua macam pertumbuhan itu. Dengan bersendi pada pandangan yang demikian itu pula maka orang mengadakan pembagian pertumbuhan dan perubahan-perubahan jasmani. Aris Toteles adalah salah seorang yang mengadakan pembagian atas perkembangan dengan dasar perubahan jasmani itu. Oleh Aristoteles, anak lahir samapai 21 tahun dibagi menjadi tiga periode yang mengikuti dibatasi adanya perubahan jasmani yang dianggapnya penting. Adapun perubahan jasmani yang dianggapnya penting ialah terjadinya pertukaran gigi pada umur tujuh tahun, dan tumbuhnya tanda-tanda pubertas seperti perubahan suara, kumis, dan tanda-tanda kelamin sekunder lainnya yang timbul pada umur 14 tahun.

Atas dasar pembagian itu dilakukan sebagai berikut; 0-7 tahun, periode anak kecil, 7- 14 tahun periode anak sekolah, 14-21 tahun, periode pubertas

Pembagian lain didasarkan atas dasar sifat-sifat psikis semata-mata. Pembagian itu antara lain dikemukakan oleh Charlot Buhlerr Comenius mengadakan pembagian pertumbuhan yang dimuat dalam bukunya Digactica Magna, berdasarkan kepentingan pengajaran bagi sianak. Pembagian itu anatara lain: 0-6 tahun, sekolah ibu, 6-12 tahun, sekolah


(26)

bahasa ibu, 12-18 tahun, sekolah bahasa latin, 18-24 tahun, sekolah tinggi. Dalam rangka mencari dasar-dasar yang bersendi praktek-praktek pendidikan, perekembangan dapat dibagi sebagai berikut: Masa Vital (0-2), Masa kanak-kanak 2-6, Masa sekolah 6-12 tahun, Masa remaja 12- 18 tahun, Masa transisi dari masa remaja kemasa dewasa ( 18-21) tahun, Masa dewasa 21-24 tahun.

Berdasarkan klasifikasi yang ditulis oleh Ahmad Muzakir dan Joko Sutrisno penulis mengutif bahwa pada masa remaja dapat diambil diketahui masalah masala-yang timbil akibat masa perkembangan dan pertumbuhan remaja itu sendiri adalah sebagai berikut :

Masa usia 6-12 tahun

Dinamakan masa sekolah, karena pada usia 6-12 tahun, anak telah untuk mengikuti mata pelajaran sekolah dasar (bagi anak normal) adapun tanda-tanda kematangan itu antara lain:

Dalam lapangan perasaan anak lekas merasa puas, mudah gembira, tetapi belum dapat mengikuti kepuasan, kesedihan dan kegembiraan yang dialami orang lain. Pada akhir periode ini anak mengalami apa yang disebut individualisme kedua. Pada masa ini anak hasratnya kuat, kepercayaan pada diri sendiri kuat, cita-citanya hebat.

Pada masa itu merupakan waktu yang baik untuk timbulnya gerombolan anak-anak liar. Perkelahian anak-anak terjadi disebabkan oleh karena anak-anak sering menonjolkan dirinya.

Pada masa ini biasanya terdapat minat yang istimewa yang berwujud nafsu mengumpulkan. Anak gemar mengumpulkan perangko, kartu pos bergambar dan sebagainya.

Pada masa remaja 12-18 tahun

Pada permulaan masa ini anak mengalami perubahan-perubahan jasmani yang berwujud timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder, suaranya berubah naka laki-laki pada umumnya menurun satu oktaf, lengan dan kaki mengalami pertumbuhan yang cepat sekali, sehingga anak-anak menjadi


(27)

canggung dan kaku. Kelenjar-kelenjar baru mulai tumbuh. Keadaan anak yang demikian menimbulkan gangguan psikis. Oleh Rumke dinamakan gangguan Regulasi

Perubahan rohani juga timbul. Anak telah mulai berfikir secara abstrak. Ingatan logis makin lama makin lemah. Pertumbuhan fungsi-fungsi psikis yang satu dengan yang lain tidak dalam keadaan seimbang, akibatnya anak sering mengalami gangguan-gangguan. Oleh gangguan ini dinamakan gangguan integrasi

Kehidupan sosial anak remaja berkembang sangat luas. Akibatnya anak berusaha melepaskan diri dari kekangan-kekangan orang tua untuk mendapatkan kebebasan. Akan tetapi disamping itu anak masih tergantung kepada orang tua, dengan demikian terjadi pertentangan antara hasrat kebebasan dan perasaan ketergantungan kepada orang tua. Hal ini yang menyebabkan apa yang oleh Rumke dinamakan gangguan individulisasi. Rumke berpendapat bahwa ketiga gangguan itu (Integrasi, Regulasi, dan individulisasi) selalu dialami oleh anak yang memulai masa remaja, bahkan anak yang tidak mengalami tersebut tidak akan dapat mencapai kedewasaan secara normal.

Pada masa remaja anak telah mulai menemukan nilai-nilai hidup, cinta persahabatan, agama dan kesusilaan, kebebasan dan kebaikan. maka dari itu dapat dinamakan masa pembentukan dan penentuan nilai dan cita-cita.pada bagian akhir masa remaja anak telah menunjukan perbedaan minat, antara laki-laki dan perempuan.

Selain itu anak juga telah mulai berpikir tentang tanggung jawab, sosial dan agama.

Masa Transisi (18-21 Tahun)

Pada masa tarnsisi dari masa remaja kemasa dewasa awal, remaja telah mengalami ketenangan batin. Akan tetapi sifat radikal dan revolusioner masih tetap menggelora. Sedikit demi sedikit ia menginsyafi bahwa orang tidak dapat menggapai segala cita-citanya dalam hidupnya. Anak mulai berpandangan realistis.


(28)

Pada masa ini jasmaniahnya mengalami perkembangan yang terbaik dan yang paling indah dibandingkan dengan masa-masa yang lain. Anak mulai berpikir mengenai : siapa yang akan menjadi teman hidupnya nanti. Kadang-kadang begitu besarnya perhatian dalam lapangan ini sehingga perhatian dalam hal-hal lain ter sisihkan.

Masa dewasa ( 21-24 tahun)

Pada masa ini telah menginjak masa dewasa. Setelah masa ini pada umumnya seseorang telah menunjukan kematangan jasmani dan rohani, Orang telah memiliki keyakinan dan pendirian yang tetap, telah memikirkan secara sungguh-sungguh tentang hidup berkeluarga dan telah menerjunkan diri kedalam masyarakat ramai dengan ikut aktif dalam berbagai tugas sosial, masuk dalam organisasi sosial, banyak yang berkecimpung kedalam dunia politik. Mereka telah mempunyai tanggung jawab sosial baik sebagai bapak dalam keluarga maupun sebagai anggota masyarakat.24

c. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum menikah Usia dini

Ketika seseorang memutuskan untuk menikah dini maka sebaiknya mempersiapkan diri terlebih dahulu sehingga nantinya memiliki bekal untuk menjalani hidup berumah tangga serta menghindari dari kemungkinan-kemungkinan yang buruk. Hal-hal yang diperhatikan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Memiliki kesiapan merupakan faktor utama terlaksananya pernikahan.

Jika seseorang ingin melangkah menuju suatu pernikahan, maka dia harus memiliki kesiapan sebelumnya, kesiapan yang dimaksud adalah fisik, mental, materi, atau lainnya. Maka pernikahan akan sulit terwujud. Kesiapan dari semua hala sangat dibutuhkan dalam membentuk mahligai rumah tangga. Disamping menyiapkan perangkat

24

Ahmad Muzakir dan Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan, ( Bandung; Pustaka Setia, 1997) Cet I Hal 86-91


(29)

fisik, mental dan materi, seseorang yang akan melakukan pernikahan seharusnya mempersiapkan hal-hal berikut;

a. Persamaan dalam Tujuan pernikahan, yakni pembentukan keluarga sejahtera

b. Persamaan pendapat tentang bentuk keluarga kelak, jumlah anak dan arah pendidikannya.

c. Mempunyai dasar pernikahan dan hidup keluarga yang kuat kemauan; baik toleransi dan cinta kasih.

Faktor-faktor ini harus dibereskan pemikirannya sebelum pernikahan, apabila hal ini telah dipersiapkan sebelum pernikahan, barulah mereka dapat membina hidup berkeluarga:25

2. Memiliki kematangan Emosi

Yang dimaksud dengan kematangan Emosi adalah kemanusiaan untuk menyesuaikan diri, menempatkan diri, dan menghadapi segala macam kondisi dengan suatu cara dimana kita mampu untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang kita hadapi saat itu.26

Dengan memiliki kematangan emosi seseorang dapat menjaga kelangsungan pernikahannya karena lebih mampu mengelola perbedaan yang pasti ada dalam rumah tangga.

3. Lebih Dari Sekedar Cinta

Ada alasan lain yang lebih baik untuk menikah sebuah pernikahan tidak hanya didasari cinta ataupun keterikatan pada fisik dan dorongan seksual saja. Tetapi harus didasari pada komitmen agar tidak terjerumus pada hubungan perzinahan dan hanya ingin mengikuti sunnah nabi dan mengharap ridho Allah SWT.

25 Ny. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, (Jakarta; Gunung Mulia , 1988) Cet. Ke-9 h. 37 26 Muhammad Qorni, Indahnya, Manisnya bercinta Setelah Menikah, ( Jakarta : Mustaqim, 2002), Cet.


(30)

4. Mempunyai bekal Ilmu

Banyak hal yang harus dipelajari untuk menhadapi kehidupan berumah tangga. Ada kewajiban-kewajiban maupun kebajikan-kebajikan dalam pernikahan yang menuntut kita untuk memiliki ilmunya sehingga kita bisa melaksanakan dengan baik dan tidak menyimpang. mengajarkan ilmu agama kepada Istri dan anak-anak, mengingatkan dan menasehati istri, mendampingi suami, dan sebaginya butuh ilmu, bahkan untuk berjimak pun butuh ilmu tentang bagaimana berjimak sesuai dengan anjuran Rasulullah Saw.27 untuk itu

orang yang berumah tangga, kebutuhan bekal ilmu untuk mengarungi bahtera rumah tangganya.

5. Kemampuan memenuhi tanggung jawab

Kemampuan memenuhi tanggung jawab yang harus dipikul oleh seorang suami ataupun oleh seorang istri sehingga kadangkala membuat seseorang takut melakukan pernikahan. Bagi seorang suami akan dipenuhi tanggung jawab untuk memberikan pakaian, makan serta rumah tinggal bagi istri dan anaknya. Dan bagi istri memiliki tanggung jawab untuk melayani suami dengan sebaik-baiknya. Mengatur rumah tangga, mengurus dan mendidik anak, ketika suami bekerja, dan banyak lagi tanggung jawab yang harus dipikul oleh pasangan suami istri. Untuk itu, sebelum menikah pasangan ini harus siap dengan segala tanggung jawab yang akan dipikulnya agar rumah tangga dapat berjalan dengan baik.

6. Kesiapan menerima anak

Dalam membentuk sebuah rumah tangga tidak hanya dituntut kesiapan untuk menikah, tetapi juga dituntut kesiapan untuk membentuk rumah tangga, yakni membentuk keluarga yang terdiri dari


(31)

ayah, ibu dan anak. Suami istri harus siap menerima kehadiran anak dalam kehidupan mereka.28

B. Pendidikan Keluarga Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam

Bila kita melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka kita harus melihat kepada kosa kata bahasa Arab karena ajaran Islam diturunkan dalam bahasa tersebut. Kata “Pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah” dengan kata kerja “Rabba”

(mendidik, mengasuh, memelihara, malah mencipta). Kata pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah Ta’lim dengan kata kerjanya “allama” (sekedar memberitahu Ilmu pengetahuan). Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah Tarbiyah Wat Ta’lim, sedangkan “Pendidikan Islam“ dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Islamiyah”.

Menurut Zakiah Daradjat Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati tujuan yang akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.29

Menurut Ahmad D. Marimba pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama.30

Hasil seminar se-Indonesia tanggal 7 sampai dengan 11 Mei 1960 di Cipayung Bogor menyatakan: “ Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua Ajaran”31

28

M. Fauzil Adhim, Saatnya Untuk menikah hal. 31

29

Abdul Majid Dkk., Pendidikan Agama Islam berbasis Kompetensi, (Bandung : PT. Remaja Rosda karya , 2004 ) cet. I hal. 130

30

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2003) Cet. III hal. 3

31


(32)

Ahmad Tafsir mengartikan pendidikan Agama Islam sebagai bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran agama islam. 32

Pengertian menurut Istilah secara umum dapat kita katakan bahwa pendidikan Islam itu adalah pembentukan kepribadian muslim; untuk itu perlu adanya usaha, kegiatan, cara alat, dan lingkungan umum.

Pengertian pendidikan dalam Islam itu sendiri jika kita uraikan kurang lebih seperti ini; syariat Islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja, tetapi dididik melalui proses pendidikan. Nabi telah mengajak orang untuk beriman dan beramal seta berakhlak baik sesuai dengan ajaran Islam. Dengan berbagai metode dan pendekatan. Dari satu segi kita melihat, bahwa pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Disegi lainnya pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal saleh. Oleh karena itu pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan Amal. Dan kerana ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi maysarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat.33

Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah merupakan suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati tujuan yang akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup sebagai bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran agama Islam.

2. Jenis dan Tujuan pendidikan Agama Islam

Menurut Sifatnya pendidikan dibedakan menjadi ;

32

Zuhairini Dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama ( Surabaya; Ussana Offset, 1981) hal. 25

33

Zakiyah Daradjat, Dkk., “ Ilmu Pendidikan Islam”, (Jakarta; Bumi Aksara , 2004) Cet. V hal.25 hal.25-28


(33)

1) Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, dalam pergaulan sehari-hari, maupun dalam pekerjaan masyarakat, keluarga, organisasi.

2) Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini berlangsung disekolah.

3) Pendidikan non formal yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat.34

Tujuan yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan seuatu kegiatan. Karena itu tujuan pendidikan Islam, yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Karena itu tujuan pendidikan Islam, yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam.35

Kalau kita melihat kembali pengertian pendidikan islam akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang mengalami pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang dapat membuatnya menjadi “Insan Kamil” dengan pola takwa Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal keran takwanya kepada Allah SWT, Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna baik bagi dirinya sendiri dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan manusia sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup didunia kini dan dimasa yang akan datang (akhirat).36

34

Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati “ Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II hal.97

35

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Agama Islam, hal 29

36


(34)

Mahmud Yunus mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut:

A. Menanamkan rasa cinta dan taat kepad Allah dalam hati, yaitu dengan mengingat nikmat Allah yang tidak terhitung banyaknya B. Menanamkan i’tikad baik yang benar dan kepercayaan yang benar

dalam hati anak-anak

C. Mendidik anak dari kecil supaya membiasakan akhlak mulia dan adat kebiasaan yang baik

D. Memberikan contoh dan suri tauladan yang baik serta pengajaran dan nasihat-nasihat

E. Membentuk warga negara dan masyarakat yang baik dan berakhlak mulia serta berpegang teguh dengan ajaran Islam.

Nasaruddin Siregar menyatakan bahwa tujuan dari pendidikan agama Islam adalah meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman, peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia Islam yang beriman, bertakwa kepada Allah serta berakhlak mulia dalam kehidupan berpribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 37

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan agama Islam dalam keluarga merupakan pendidikan informal yang merupakan suatu usaha untuk membina dan mengasuh seseorang (anak) agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati tujuan yang akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup, supaya ia dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran agama islam.

3. Kedudukan keluarga dalam pendidikan

Sejak seorang manusia diahirkan kedunia, secara kodrati ia masuk kedalam lingkungan sebuah keluarga. Keluarga tersebut secara kodrati juga mengemban tugas mendidik dan memelihara anak itu, dengan memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anak tersebut. Orang tua secara direncanakan maupun tidak direncanakan berusaha menanamkan nilai-nilai dan kebiasaan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

37


(35)

Dalam GBHN ( Ketetapan MPR No. IV/ MPR/ 1978), berkenaan dengan pendidikan dikemukakan antara lain sebagai berikut: “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah”.

Tanggung jawab pendidikan diselenggarakan dengan kewajiban mendidik. Secara umum mendidik adalah membantu anak didik didalam perkembangan dari daya-dayanya dan didalam penetapan nilai-nilai bantuan atau bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, maupun masyarakat.38

Dengan demikian jelaslah bahwa orang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dan pendidikan anak adalah orang tua. Dasar-dasar tanggung orang tua terhadap pendidikan anaknya meliputi: 1. Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan

orang tua yang ikhlas dan murni akan mendorong sikap dan tindakan rela menerima tanggung jawab untuk mengorbankan hidupnya dalam memberikan pertolongan kepada anaknya.

2. Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya Adanya tanggung jawab dan moral ini meliputi nilai-nilai Agama atau nilai-nilai spiritual. Menurut para ahli, bahwa penanaman sikap beragama sangat baik pada masa anak-anak. Pada masa anak-anak (usia 3 sampai 6 tahun) seorang anak memiliki pengalaman agama yang asli dan mendalam, serta mudah berakar dalam diri dan kepribadiannya. Hal tersebut merupakan faktor yang sangat penting melebihi yang lain, karena pada saat itu anak mempunyai sifat wordering atau heran sebagai salah satu faktor untuk memperdalam pemahaman spiritual reality.

3. Tanggung jawab sosial adalah bagian keluarga yang pada gilirannya akan menjadi tanggung jawab masyarakat, bangsa dan negara. Tanggung jawab sosial itu merupakan perwujudan kesadaran tanggung jawab kekeluargaan yang dibina oleh, keturunan dan kesatuan keyakinan

38


(36)

4. Memelihara dan membesarkan anaknya. Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan, karena anak memerlukan makan, minum dan perawatan, agar ia berkelanjutan.

5. Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak sehingga bila ia dewasa akan mampu mandiri.39

Menurut ajaran Islam, keluarga mempunyai tiga macam tanggung jawab. Pertama, tanggung jawab kepada Allah, karena keluarga dan fungsi-fungsinya merupakan pelaksanaan ibadah dan amanat khalifah. Kedua tanggung jawab kedalam keluarga itu sendiri terutama tanggung jawab orang tua sebagai pemimpin keluarga. Ketiga tanggung jawab keluarga sebagai unit terkecil dan bagian masyarakat menunjukan penampilan positif terhadap keluarga lain, masyarakat bahkan bangsa dan negara.40

Orang tua dalam menerapkan pendidikan agama pada anaknya harus memperhatikan potensi yang ada pada anak. yang mana harus diprioritaskan dan yang mana harus dikemudiankan. oleh karenanya orang tua harus berbagi tugas antara ayah dan ibu. Ayah berfungsi sebagai pemimpin keluarga, memberikan perlindungan kepada anak berupa penyediaan tempat tingggal, sandang dan pangan. Sedangkan ibu merawat dan memelihara anak sehingga anak menjadi anak yang kuat jasmani dan rohaninya.

Menurut penulis sendiri, kedudukan dalam hal ini orang tua dalam pendidikan sebagai “Penanggung Jawab Pendidikan” erat kaitannya dengan peranan keluarga, yang berperan penting dalam proses perkembangannya terutama perkembangan keberagaman.

4. Fungsi Keluarga dalam pendidikan Agama Islam

Keluarga sebagai kesatuan hidup bersama, menurut ST. Vebriarto, mempunyai tujuh Fungsi yang ada hubungannya dengan kehidupan anak yaitu ;

39

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2003) Cet. III Hal 44-45

40

Jalaluddin Rahmat dan Mukhtar Ganda Atmaja, Keluarga Muslim dan Masyarakat Modern , I


(37)

1) Fungsi biologik, yaitu keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak; secara biologik anak berasal dari orang tuanya.

2) Fungsi Afeksi, yaitu fungsi keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan sosial yan penuh dengan kekerasan dan afeksi (penuh kasih sayang dan rasa aman).

3) Fungsi sosialisasi, yaitu fungsi keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga anak mempelajari pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadian.

4) Fungsi pendidikan, yaitu keluarga sejak dahulu merupakan institusi pendidikan. Dahulu keluarga merupakan satu-satunya institusi untuk mempersiapkan anak agar dapat hidup secara sosial dan ekonomi di masyarakat, sekarang pun keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama dalam mengembangkan dasar kepribadian anak.

5) Fungsi rekreasi yaitu keluarga merupakan tempat atau medan rekerasi bagi anggotanya untuk memperoleh afeksi; ketenangan dan kebahagiaan.

6) Fungsi keagamaan, yaitu keluarga merupakan pusat pendidikan, upacara dan kaidah keagamaan bagi para anggotanya, disamping peran yang dilakukan institusi agama. Faktor ini penting bagi penanaman jiwa agama pada anak.

7) Fungsi perlindungan, yaitu kelurga berfungsi memelihara, merawat, dan melindungi anak, baik fisik maupun sosialnya. Fungsi ini banyak dilakukan oleh badan-badan sosial seperti anak yatim piatu, anak-anak nakal, perusahaan asuransi.41

Lingkungan keluarga adalah merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dalam membentuk pribadi anak. Dalam lingkungan ini anak mulai dibina dan dilatih fisik, mental, sosial, dan bahasa serta keterampilannya.

41


(38)

Semua pendidikan yang diterima oleh dari keluarganya, merupakan pendidikan informal, tidak terbatas dan melalui tauladan dalam pergaulan keluarga.

Pendidikan disini merupakan pendidikan yang bersifat pendidikan dari orang tua yang berkedudukan sebagai guru (penuntun) sebagai pengajar dan sebagai pemimpin (pemberi contoh). Selain itu rumah juga mempunyai peranan terhadap pendidikan anak tersebut. Dengan demikian secara normatif, keluarga dengan rumah sebagai tempat tinggal dapat dijadikan sebagai lingkungan pendidikan pertama, rumah tangga yang berantakan, situasi pergaulan yang tidak menyenangkan, kemampuan keluarga tidak tercipta, kekerdilan cinta kasih dalam keluarga adalah merupakan perlambang kehancuran pendidikan dalam keluarga42

Keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan yang pertama, dan pendidiknya ialah kedua orang tua yang merupakan pendidik kodrati. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar jiwa keagamaan.43 Hasbullah menyebutkan dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu pendidikan, fungsi dan peranan keluarga adalah sebagai berikut; pengalaman pertama masa kanak-kanak, menjamin kehidupan emosional anak, menanamkan Dasar pendidikan moral, dan peletakan dasar-dasar keagamaan.44

5. Dasar-dasar pendidikan Islam Yang harus diterapkan Dalam keluarga

Setiap orang tua tentu mendambakan anaknya menjadi anak sholeh, yang memberikan kesenangan dan kebanggaan kepada mereka.

Kehidupan anak tak lepas dari kehidupan keluarga (orang tua), karena sebagian besar waktu anak terletak dalam keluarga. Untuk itu orang tua diberikan amanah oleh Allah SWt sebagi seorang pendidik bagi anak-anak mereka. Sebagai mana firman Allah SWT dala surat An-Nur ayat 9 :

42

A. Muri Yusuf. Pengantar Ilmu Pendidikan, ( Jakarta; Ghalia Indonesia 1986) hal 25-28

43

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta ; PT Raja Grafindo Persada, 1996) Cet I hal. 204

44


(39)

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.

Pada umumnya para pendidik muslim menjadikan Lukmanul hakim sebagai contoh dalam pendidikan, dimana nasihat kepada anaknya terdapat dalam surat Lukman aya1 13-19.

Allah mengatakan Lukman dikaruniai-Nya hikmah dan kebijaksanaan:

⌧ ⌧

Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".

Selanjutnya marilah kita ikuti bagaimana berlangsungnya proses pertumbuhan dan perkembangan anak mejadi manusia beriman, bertakwa dan berakhlak terpuji dengan bertolak dari ayat-ayat yang terdapat didalam surat Luqman ayat 12-19 :

1. Pembinaan Iman dan Tauhid

Dalam ayat 13 luqman menggunakan kata pencegahan dalam menasehati anaknya agar tidak menyekutukan Allah.


(40)

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Bila kita pahami ayat ini secara sederhana dan pendidikan tauhid dilakukan dengan kata-kata, maka anak Luqman ketika itu berumur sedikitnya 12 Tahun. Sebab kemampuan dan kecerdasan untuk dapat memahami hal yang abstrak (maknawi) terjadi apabila perkembangan kecerdasan telah sampai ketahap mampu memahami hal-hal diluar jangkauan alat-alat inderanya, yaitu umur 12 tahun.

Syirik adalah suatu hal yang abstrak, tidak mudah dipahami oleh anak yang perkembangan kecerdasan kemampuannya tersebut. Bila kita belum sampai pada kemampuan tersebut.

Pembentukan iman seharusnya dimulai sejak dalam kandungan, sejalan dengan pertumbuhan kepribadian. Berbagai hasil pengamatan pakar kejiwaan menunjukan bahwa janin yang dalam kandungan telah mendapat pengaruh dalam keadaan sikap dan emosi ibu yang mengandungnya.hal tersebut tampak dalam perawatan kejiwaan, dimana keadaan keluarga, ketika sianak dalam kandungan itu, mempunyai pengaruh terhadap kesehatan mental sijanin dikemudian hari.

Oleh karena itu, pendidikan iman terhadap anak sesungguhnya telah dimulai sejak persiapan wadah untuk pembinaan anak, yaitu pembentukan keluarga yang syarat-syaratnya ditentukan Allah dalam didalam beberapa ayat diantaranya:

1. Persyaratan keimanan (surat Al Baqarah ayat 221) 2. Persyaratan akhlak (surat Annur ayat 3) dan


(41)

Setelah persyaratan itu dipenuhi, maka hubungan kedua calon suami isteri diatur pula dengan dengan hak dan kewajiban masing-masing yang yang dipedulikan.

Jadi calon ibu bapak yang beriman dan taat beribadah, tentram hatinya dan mendoakan agar anak dan keturunannya beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Do’a dan harapan yang memenuhi relung-relung hatinya, akan memantulkan kepada janin yang ada dalam kandungan ibu. Karena itulah, seharusnya muncul berbagai usaha berupa kegiatan dan kepedulian terhadap ibu-ibu hamil, yang tidak bersifat pisitif terhadap janin yang dikandungnya.

Setelah sianak lahir, pertumbuhan jasmani anak berjalan cepat. Perkembangan akidah, kecerdasan , akhlak kejiwaan, rasa keindahan dan kemasyarakatan anak (tujuh dimensi manusia) berjalan serentak dan seimbang. Sianak mulai mendapat bahan-bahan atau unsur-unsur pendidikan serta pembinaan yang berlangsung tanpa disadari oleh orang tuanya.

Adanya kecendrungan meniru dan unsur idemtifikasi didalam jiwa sianak akan membawa kepada meniru orang tuanya, bahkan anak umur satu setengah tahun mungkin akan ikut-ikutan shalat bersama orang tuanya, hanya sekedar meniru gerakan mereka, mengucapkan kata-kata tayyibah atau doa-doa dan membaca surat-surat pendek dari Al-Qur’an

Kebiasaan orang tua membaca basmalah dan hamdalah ketika menolong anak waktu makan–minum, ganti pakian, buang air dan sebaginya mendorong anak untuk meniru lebih banyak lagi ; karena kata tersebut berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan sianak waktu makan minum dan buang air.

Anak memperoleh nilai-nilai keimanan yang amat penting dan diserapnya masuk kedalam kepribadiannya.

2. Pembinaan Akhlak

Akhlak adalah implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku. Diantara contoh akhlak yang diajarkan oleh Lukman kepada anakya adalah:


(42)

Sebagai mana tergambar didalam surat Luqman ayat 14, 15, 18 dan 19. Akhlak terhadap kedua orang tuanya (bapak dan Ibunya) dengan berbuat baik dan berterima kasih kepada keduanya. Dan diiingatkan Allah bagaimana susahnya ibu mengandung dan menyusukannya sampai umur 2 tahun.

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

Bahkan anak harus tetap hormat dan memperlakukan kedua oarang tuanya dengan baik, kendatipun mereka mempersekutukan Allah, hanya yang dilarang adalah mengikuti ajakan mereka untuk meninggalkan iman dan tauhid.

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya


(43)

kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

b. Akhlak Terhadap Orang Lain

Akhlak terhadap orang lain adalah adab sopan santun dalam bergaul, tidak sombong dan tidak angkuh, serta berjalan sederhana dan suara lembut.

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Dan sederhanalah kamu dalam berjalandan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

Pendidikan akhlak didalam keluarga dilaksanakan dengan contoh dan teladan dari orang tua. Perilaku dan sopan santun orang dalam hubungan dan pergaulan antara bapak-ibu, perlakuan orang tuanya terhadap anak-anaknya mereka dan perlakuan orang tua terhadap orang lain didalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat, akan menjadi teladan bagi anak-anak. Adapun akhlak sopan santun dan cara menghadapi orang


(44)

tunya banyak bergantung kepada sikap orang tunaya terhadap anaknya. Apabila sianak merasa terpenuhi semua kebutuhan pokoknya (jasmani, kejiwaan dan sosialnya ) maka sianak akan sayang, menghargai dan menghormati kedua orang tuanya.

3. Pembinaan Ibadah dan Agama Pada umunya

Pembinaan ketaatan beribadah pada anak, juga mulai dari dalam keluarga, anak yang masih kecil kegiatan ibadah yang menarik baginya adalah mengandung gerak, sedangkan pengertian tentang ajaran agama yang belum dapat dipahaminya. Pengalaman-penglaman beribadah yang menarik bagi anak adalah shalat berjamaah, lebih lebih lagi bila ia ikut shalat didalam shaf bersama orang dewasa. Disamping itu anak senang melihat dan berada didalam tempat ibadah (masjid, musholla, surau dan sebagainya) yang bagus, rapi dan dihiasi dengan lukisan atau tulisan yang indah. Marilah kita lihat Luqman menyurh anaknya untuk shalatdalam surat Luqman ayat 17 :

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

Maka perintah tersebut bagi anak adalah dengan persuasi, mengajak dan membimbing mereka untuk melakukan shalat. Kika anak-anak telah terbiasa shalat dalam keluarga, maka kebiasaan tersebut akan terbawa sampai ia dewasa, bahkan tua dikemudian hari.

4. Pembinaan kepribadian sosial dan anak

Pembentukan kepribadian erat kaitannya dengan pembinaan iman dan akhlak. Secara umum para pakar kejiwaan berpendapat, bahwa


(45)

kepribadian merupakan suatu mekanisme yang mengendalikan dan mengarahkan sikap dan perilaku seseorang. Apabila kepribadian seseorang kuat, maka sikapnya tegas, tidak mudah terpengaruh, oleh bujukan-bujukan dan faktor-faktor yang datang dari luar, serta ia bertanggung jawab atas ucapan dan perbuatannya. Dan sebaliknya, apabila kepribadiannya lemah, maka ia mudah terombang-ambing oleh faktor dan pengaruh dari luar.

Kepribadian terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserapnya dalam pertumbuhan dan perkembangannya, terutama pada tahun-tahun pertama dari umurnya. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk kedalam pembentukan kepribadian seseorang, maka tingkah laku orang tersebut akan banyak diarahkan dan dikendalikan oelh nilai-nilai Agama. Disinilah letak pentingya pengalaman dan pendidikan agama pada masa-masa pertumbuhan dan perkembangan seseorang.

Anak mulai mengenal agama lewat pengalamannya, melihat orang tua melaksanakan ibadah, mendengarkan kata Allah dan kata-kata agamis yang mereka ucapkan dalam berbagai kesempatan.

Kemajuan pikiran keterampilan dan kepandaian dalam berbagai bidang memantul kepada sianak. Mulai kecil si ibu menidurkan anaknya dengan dendang dan senandung yang merdu, menumbuhkan pada anak jiwa seni.45

C. Kerangka Berpikir

Dalam memperbaiki sebuah masyarakat Islam tidak merusak apa yang telah ada, tetapi menyingkirkan ha-hal yang membuat masyarakat itu tidak baik. Dalam rangka melakukan proses pendidikan antara pasangan suami istri haruslah mempunyai “bekal” dalam pembentukan keberagamaan bagi anak-anaknya. Untuk itulah persamaan keagamaan (kematangan emosi dan ilmu pengetahuan yang memadai) menjadi landasan utama dalam mewujudkan hal diatas.

45

Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Islam Keluarga Dan Sekolah, (Jakarta; PT. Remaja Rosda Karya. 1995) Cet. II hal. 53-64


(46)

Dalam membentuk rumah tangga tidak hanya dituntut kesiapan untuk menikah, tetapi juga dituntut kesiapan untuk membentuk rumah tangga. Berumah tangga dalam artian membentuk sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Suami istri harus siap menerima kehadiran seorang anak dalam kehidupan mereka. Banyak kasus pernikahan di usia dini yang tidak siap menerima anak. Pernikahan bagi mereka hanayalah sekedar penghalalan dari hubungan dua insan yang berbeda jenis tanpa mempersiapkan diri dalam menghadapi kehadiran anak sebagai titipan Allah Swt. Banyak kita lihat orang tua yang tidak bisa mengasuh bahkan mendidik anaknya sendiri.

Berdasarkan Uraian diatas dan berdasarkan deskripsi teori maka, diduga bahwa orang tua (pasangan yang menikah pada usia dini) berpengaruh negatif dalam proses pendidikan agama Islam dalam keluarga, terdapat perbedaan proses pendidikan antara pasangan yang menikah pada usia dini dengan pasangan yang menikah pada usia dewasa.

D. Pengajuan Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi dan kerangka berfikir diatas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ho = Tidak ada Pengaruh Negatif antara Pernikahan Pada Usia Dini terhadap Pendidikan Agama Islam dalam keluarga.

Ha = Ada Pengaruh Negatif antara Pernikahan Pada Usia Dini terhadap Pendidikan Agama Islam dalam keluarga.


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kampung Kandang Sapi Rukun Warga. 04 Kelurahan Rorotan kecamatan Cilincing Jakarta Utara pada bulan Juli sampai Agustus 2008

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah segala sesuatu yang menjadi objek penelitian. Dalam sebuah penelitian harus terlebih dahulu menentukan populasi dan sampel guna membatasi ruang lingkup penelitian sehingga penelitian terarah.

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah pasangan yang menikah pada usia dini di kampung Kandang Sapi, Rukun Warga 004/11 Kelurahan Rorotan Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Mengingat luasnya populasi yang akan diteliti maka penulis menggunakan sampel untuk mendapatkan data-data yang refresentatif.

Adapun sampel yang penulis gunakan adalah pruposive Samples yakni pengambilan unsur sampel atas dasar tujuan tertentu sehingga memenuhi keinginan dan kepentingan peneliti.46

Sampel yang akan peneliti ambil adalah 30 responden dari pasangan yang menikah pada usia dini dan 30 responden dari pasangan yang menikah pada usia dewasa.

C. Konsep dan Pengumpulan Variabel

Pada dasarnya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada korelasi yang signifikan antara pernikahan pada usia dini dan pendidikan keluarga hasil pernikahan hasil pernikahan usia dini.

46

Nana Sudjana “ Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah “ (Bandung ; Sinar Baru Al-Gesindo, 1999) Cet.V hal.73


(48)

Variabel dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian yaitu: variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pernikahan pasangan yang menikah pada usia dini, sedangkan variabel terikatnya adalah pendidikan Agama keluarga.

D. Matrik Variabel

Adapun pengaruh pernikahan Usia dini dalam pada pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga dapat dilihat dari sudut indikator dan dimensi sebagai berikut :

No Variabel Dimensi Indikator NO.

Item Jumlah item soal 1 Pendidikan Agama Islam dalam keluar •Aqidah •Ibadah •Akhlak

• Mengenalkan anak pada rukun Iman

• Mengenalkan anak pada rukun Islam

• Mengajak dan memerintahkan anak untuk shalat

• Mengajak dan mengajarkan anak untuk membaca dan mengamalkan al-Qur’an • Membiasakan membaca doa kepada anak • Memberikan hukuman kepada anak yang tidak melakukan Ibadah

• Menanamkan rasa persaudaraan dan persamaan

• Memberikan tauladan yang baik kepada anak 3 2 3 2 2 3 3 2

1, 2, 3

4, 5

6, 7, 8

9, 10 11, 12 13,14, 15 16, 17, 18 19,20

E. Tehnik dan Pengumpulan Data

Instrumen adalah alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang kuantitatif tentang variasi karakteristik variable secara objektif. Instumen tersebut


(49)

juga alat pengumpulan data atau alat ukur variable yang menjadi konten. Adapun instumen yang penulis gunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian dan merupakan alat pengumpulan data dengan cara mendatangi langsung, mengamati dan mencatat. Observasi ini dilakukan dengan cara mendatangi langsung ketempat tinggal Pasangan Pernikahan Usia dini dan pasangan Usia dewasa.

2. Wawancara

Yang dimaksud dengan wawancara atau interview adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab antara dua orang atau lebih secara langsung.47 wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang berdasarkan dari pada laporan verbal dimana pada wawancara ini terdapat dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari orang yang diwawancara. Untuk mendapatkan data yang obnjektif penulis mengadakan wawancara kepada pasangan suami istri yang menikah pada usia dini dan pasangan Usia dewasa Kepala KUA Cilincing dan Tokoh Masyarakat warga Rukun Warga 04 Kelurahan Rorortan Kecamatan Cilincing.

3. Angket

Adalah suatu cara metode penelitian yang menggunakan daftar pertanyaan yang harus dijawab responden.48 Berdasarkan hasil studi lapangan penulis akan mengumpulkan data melalui angket yang disebarkan kepada responden yang dalam hal ini adalah pasangan yang menikah pada usia dini dan pasangan yang menikah pada usia dewasa.

F. Tehnik Pengolahan data

Jenis tehnik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif harus sesuai dengan jenis data atau variabel berdasarkan skala pengukurannya,

47

Sutrisni Hadi, Metodologi Penelitian Research, (Jakarta; Andi Ofcet, 190), Cet.II h. 193

48 Anas sujiono, Pengantar Statistik Pendidikan , (Jakarta ; Raja Grafindo Persada , 1994) Cet. Ke-16 hal. 40


(1)

Majid, Abdul Dkk., Pendidikan Agama Islam berbasis Kompetensi, Bandung: PT. Remaja Rosda karya , Cet. I 2004.

Muhdlor, A. Zuhdi, Memahami Hukum Perkawinan, Bandung; Mizan, Cet. I, 1994.

Muzakir, Ahmad dan Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan, Bandung; Pustaka Setia, Cet I, 1997.

Namsa,Yunus, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta; Pustaka Firdaus, 2000.

Nurgiyantoro, Burhan Dkk., Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial , Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Cet. II, 2002.

Poerwadarminta, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1983.

Qorni Muhammad, Indahnya, Manisnya bercinta Setelah Menikah, Jakarta: Mustaqim, Cet. I, 2002.

Rahmat, Jalaluddin dan Mukhtar Ganda Atmaja, Keluarga Muslim dan Masyarakat Modern , I Bandung; Remaja Rosda Karya, Cet. I, 1993.

Sabri , M. Alisuf, Ilmu Pendidikan Jakarta; Pedoman Ilmu Jaya, Cet. I, 1990.

_____________, Psikologi Pendidikan, Jakarta; Pedoman Ilmu Jaya, Cet. III 2007.

Sudjana, Nana, Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah, Bandung; Sinar Baru Al-Gesindo, Cet.V, 1999.

Sujiono, Anas, “ Pengantar Statistik Pendidikan , Jakarta; Raja Grafindo Persada, Cet. Ke-16, 1994.

Poerwadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1983.

Syabiq, Syayyid, Fiqh As-Sunnah, Beirut; Beirut Dar-al Fikr, Cet.IV Jilid 2, 1981. Wirawan, Sarlito, Psikologi Remaja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. Ke-1,

1989.

Tholhah Hasan, Muhammad, Masalah Sumberdaya Manusia, Jakarta: Lantabora press Cet. III, 2004.

Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Agama Islam, Bandung; CV. Pustaka Setia Cet. II,

1998.

Undang-undang dasar RI Nomor 20 Tahun Tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003.


(2)

Yusuf, A. Muri, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta; Ghalia Indonesia 1986.


(3)

SURAT KETERANGAN

Nomor : 23 / B/ SK/234/IV/7/2008

Yang bertandatangan dibawah ini ketua RW 004 Kelurahan Rorotan Kecamatan Cilincing Jakarta Utara, menerangkan bahwa :

Nama : Barkah

NIM : 104011002207

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Semester : IX

Judul Skripsi : Pernikahan Usia Dini dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga

Adalah benar telah melakukan penelitian/ Riset di wilayah RW 004 kelurahan Rorotan Kecamatan Cilincing Jakarta Utara terhitung Mulai 21 Juli 2008 sampai dengan 20 Agustus 2008.

Demikian surat keterangan ini di buat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, 25 Agustus 2008

Ketua Rw 004 Rorotan


(4)

Hasil Angket Pasangan Usia Dini No Item Nomor Usia

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah

1 18 tahun 2 1 2 3 1 3 1 2 3 2 3 1 1 1 1 2 3 3 3 3 41 2 14tahun 2 2 1 2 1 2 1 2 4 1 3 2 1 1 2 4 3 3 2 3 42 3 12 tahun 4 4 3 3 4 4 1 2 4 4 4 4 3 2 3 3 4 2 4 4 66 4 13 Tahun 2 2 3 2 3 4 2 3 2 2 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 59 5 16 tahun 4 4 3 2 3 4 2 2 4 3 4 4 3 4 4 2 4 3 4 4 67 6 19 tahun 4 4 4 3 3 4 2 2 4 4 4 4 2 2 4 4 4 3 4 4 69 7 15 tahun 4 4 4 4 3 4 2 2 4 4 4 4 2 2 4 4 4 3 4 4 70 8 17 tahun 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 72 9 18 tahun 4 4 2 4 2 4 2 2 2 2 2 2 4 3 3 2 2 4 2 2 54 10 15 tahun 3 3 2 1 4 3 3 2 3 2 2 1 1 2 3 4 3 4 3 4 53 11 18 tahun 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 4 4 72 12 18 tahun 3 3 2 4 4 4 2 3 4 2 4 2 4 3 3 2 3 2 3 4 61 13 18 tahun 4 4 4 4 4 4 2 2 3 1 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 60 14 17 tahun 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 62 15 20 tahun 4 4 4 4 2 2 3 3 3 2 4 3 2 2 2 3 4 2 4 4 61 16 17 tahun 4 4 2 4 2 4 2 2 4 2 4 4 4 1 4 4 4 4 2 4 65 17 17 tahun 4 4 2 4 4 4 2 2 4 3 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 69 18 16 tahun 2 2 1 1 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2 2 3 3 3 3 3 39 19 17 tahun 2 2 2 3 3 3 1 3 2 1 3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 56 20 15 tahun 3 3 3 3 3 3 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 49 21 18 tahun 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 78


(5)

22 14 tahun 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 2 3 4 3 3 3 3 3 43 23 17 tahun 3 3 2 3 3 2 1 1 3 3 3 2 3 3 3 4 2 2 3 3 52 24 20 tahun 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 48 25 18 tahun 2 2 2 3 3 3 2 2 1 1 3 2 3 1 3 3 4 4 4 4 52 26 17 tahun 4 4 2 4 4 4 3 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 66 27 19 tahun 3 4 4 3 4 3 2 2 4 2 4 4 3 3 3 4 4 3 4 3 66 28 18 Tahun 3 2 2 2 1 1 1 2 3 1 2 2 2 2 1 3 4 2 3 4 43 29 20 tahun 4 4 4 4 3 4 2 2 4 4 4 4 2 2 4 4 4 3 4 4 70 30 15 tahun 2 2 3 2 3 4 2 3 2 2 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 59 1764

Hasil Angket Pasangan Usia Dewasa No Item Nomor Usia

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah

1 25 tahun/ 27 tahun 3 3 2 3 2 4 2 2 4 2 3 3 3 2 3 4 3 3 2 4 57 2 23 tahun 3 3 3 3 3 3 2 2 4 3 4 3 2 2 3 4 4 3 3 4 61 3 23 tahun 3 3 3 3 4 4 2 2 3 4 4 4 4 3 1 2 4 3 3 3 62 4 30 tahun 4 4 3 4 3 4 2 4 4 3 2 4 4 4 3 2 4 3 4 4 69 5 28 tahun 4 4 4 4 4 4 3 2 4 4 3 2 3 4 4 3 4 4 4 4 72 6 25 tahun 4 4 4 4 3 4 3 2 4 3 3 3 3 2 2 3 4 3 4 3 65 7 23 tahun 4 4 3 4 4 4 2 2 4 2 4 2 3 2 3 2 2 4 4 4 63 8 22 tahun 4 4 2 4 3 4 2 3 4 2 4 2 4 2 4 4 4 4 2 4 66 9 23 tahun 4 4 2 4 3 4 2 2 4 2 3 2 3 2 4 4 4 3 4 4 64 10 23 tahun 3 3 2 2 2 3 4 3 2 3 2 3 2 4 2 3 3 3 3 3 55 11 27 tahun 4 4 4 4 2 4 2 4 4 2 4 4 1 1 4 4 4 4 4 4 68 12 32 Tahun 4 4 4 4 2 4 2 2 2 4 4 4 4 2 2 2 2 4 2 4 62 13 30 tahun 4 4 2 4 2 4 3 4 4 2 4 3 2 2 4 4 4 2 4 4 66 14 23 tahun 3 2 1 2 1 1 2 2 2 1 3 2 1 1 1 3 3 2 3 3 39 15 25 tahun 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 78 16 23 tahun 4 4 4 4 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 77 17 24 tahun 4 4 3 3 4 4 3 4 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 73


(6)

18 26 tahun 4 4 4 3 2 4 3 3 2 4 3 3 3 3 2 2 3 4 4 3 63 19 22 tahun 4 4 4 4 2 4 2 2 2 4 4 4 4 2 2 2 2 4 2 4 62 20 23 tahun 4 4 4 4 2 4 2 4 4 2 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 71 21 23 tahun 4 3 3 4 3 4 2 3 4 1 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 68 22 24 tahun 4 4 2 4 2 4 2 2 4 2 3 3 4 4 2 3 4 4 4 4 65 23 22 Tahun 4 4 4 4 3 4 2 2 4 4 4 4 2 2 4 4 4 3 4 4 70 24 23 tahun 3 3 2 3 2 4 2 2 4 2 3 3 3 2 3 4 3 3 2 4 57 25 29 tahun 3 3 3 3 4 4 2 2 3 4 4 4 4 3 1 2 4 3 3 3 62 26 27 Tahun 4 3 3 4 3 4 2 3 4 1 3 2 4 4 4 4 4 2 4 4 66 27 26 tahun 4 4 2 4 2 4 1 2 4 2 4 3 4 2 4 4 4 4 4 4 66 28 24 tahun 3 3 2 3 2 4 2 2 4 2 3 3 3 2 3 4 3 3 2 4 57 29 31 tahun 4 4 4 4 4 4 3 2 4 4 3 2 3 4 4 3 4 4 4 4 72 30 28 tahun 4 4 4 4 2 4 2 2 2 4 4 4 4 2 2 2 2 4 2 4 62 1938