Alat dan Bahan Penelitian Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Penelitian

commit to user 20 dan 14 diberikan juga parasetamol dosis 0,158 ml 20 g BB mencit 1 jam setelah pemberian sari kunyit kuning. O - = Pengamatan inti piknosis, karioreksis dan kariolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar kelompok kontrol negatif. O + = Pengamatan inti piknosis, karioreksis dan kariolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar kelompok kontrol positif. O 1 = Pengamatan inti piknosis, karioreksis dan kariolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar PI . O 2 = Pengamatan inti piknosis, karioreksis dan kariolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar PII. Pengamatan jumlah inti sel hepar piknosis, karioreksis dan kariolisis dilakukan pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama dikerjakan.

F. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat Alat yang akan digunakan adalah sebagai berikut : a. Kandang mencit 4 buah masing-masing untuk 7 ekor mencit. b. Timbangan hewan. c. Alat bedah hewan percobaan scalpel, pinset, gunting, jarum, dan meja lilin. d. Sonde lambung. e. Alat untuk pembuatan preparat histologi. f. Mikroskop cahaya medan terang. commit to user 21 g. Gelas ukur, mikro pipet dan pengaduk. h. Optilab Viewer. 2. Bahan Bahan yang akan digunakan sebagai berikut : a. Parasetamol. b. Makanan hewan percobaan pellet. c. Aquades. d. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE. e. Sari kunyit kuning.

G. Identifikasi Variabel

1. Variabel Bebas Pemberian sari kunyit kuning. 2. Variabel Terikat Kerusakan sel hepar. 3. Variabel Luar a. Variabel luar yang dapat dikendalikan Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis makanan mencit semuanya diseragamkan. b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan Kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas dan keadaan awal hepar mencit. commit to user 22

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas Pemberian sari kunyit kuning. Sari kunyit kuning diberikan secara per oral dengan sonde lambung dalam 2 dosis yang diberikan selama 14 hari berturut-turut. Dosis I : 0,1 g 20 g BB mencit hari Dosis II : 0,2 g 20 g BB mencit hari Kunyit kuning yang digunakan diperoleh dari pembelian di pasar tradisional. Skala pengukuran variabel ini adalah ordinal. 2. Variabel Terikat : Kerusakan sel hepar. Kerusakan sel hepar adalah gambaran mikroskopis sel hepar yang diinduksi parasetamol setelah diberi sari kunyit kuning. Hal ini dinilai dari jumlah sel hepar yang mengalami piknosis, karioreksis dan kariolisis yang dihitung dari 100 sel pada zona sentrolobuler. Adapun tanda-tanda kerusakan sel : a. Sel yang mengalami piknosis intinya kisut dan bertambah basofil, berwarna gelap batasnya tidak teratur. b. Sel yang mengalami karioreksis inti mengalami fragmentasi atau hancur dengan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel. commit to user 23 c. Sel yang mengalami kariolisis yaitu kromatin basofil menjadi pucat, inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang begitu saja Price dan Wilson, 1997. Skala pengukuran variabel ini adalah rasio. 3. Variabel luar. a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. Variabel ini dapat dikendalikan melalui homogenisasi : 1 Variasi genetik. Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit Mus musculus dengan galur Swiss webster. 2 Jenis kelamin. Jenis kelamin mencit yang digunakan adalah jantan. 3 Umur. Umur mencit pada penelitian ini adalah ± 2-3 bulan. 4 Suhu udara. Hewan percobaan diletakan dalam ruangan dengan suhu yang sama. 5 Berat badan. Berat badan hewan percobaan ± 20 g. 6 Jenis makanan. Makanan yang diberikan berupa pellet dan minuman dari air PAM. commit to user 24 b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan : Kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas dan keadaan awal hepar mencit. 1 Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Lingkungan yang terlalu ramai, pemberian perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antar mencit dapat mempengaruhi kondisi psikologis mencit. 2 Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi karena adanya variasi kepekaan mencit terhadap zat yang digunakan. 3 Keadaan awal hepar mencit tidak diperiksa pada penelitian ini sehingga mungkin saja ada mencit yang sebelum perlakuan heparnya sudah mengalami kelainan.

I. Cara Kerja

1. Dosis dan pembuatan sari kunyit kuning a. Dosis sari kunyit kuning Dosis sari kunyit kuning yang digunakan pada penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya yang meneliti efek perbaikan kurkumin terhadap kerusakan hepar tikus yang diinduksi alkohol Nanji et al,. 2003. Dalam penelitian tersebut dosis kurkumin sebanyak 75 mg kg BB tikus hari dapat mengurangi kerusakan hepar tikus yang diinduksi alkohol. Sedangkan rimpang kunyit mengandung 2-5 kurkumin Angarwal ,2005. commit to user 25 Sehingga dapat dihitung untuk mengetahui dosis kurkumin pada mencit dengan berat 20 g, yaitu: 75 mg kg BB tikus hari = 15 mg 200 g BB tikus hari. Faktor konversi dari tikus ke mencit adalah 0,14 sehingga dosis pada mencit adalah: 0,14 x 15 mg = 2,1 mg 20 g BB mencit. Kemudian menghitung rimpang kunyit yang dibutuhkan : 1002 x 2,1 mg = 105 mg 20 g BB mencit = 0,105 g20 g BB mencit atau dibulatkan menjadi 0,1 g. Pada percobaan ini digunakan 2 dosis rimpang kunyit yaitu: Dosis I : 0,1 g 20 g BB mencit hari. Dosis II: 0,2 g 20 g BB mencit hari. b. Pembuatan sari kunyit kuning Rimpang kunyit kuning dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air hingga bersih, kemudian kupas kulitnya. Langkah selanjutnya adalah menimbang dengan seksama rimpang kunyit kuning sebanyak 40 gram. Rimpang kunyit kemudian diparut. Hasil parutan kunyit diperas kemudian ampas ditimbang. Agar terjadi keseragaman volume sari kunyit yang diberikan maka ditetapkan dosis I adalah 0,1 g kunyit dalam 0,15 ml dan dosis II adalah 0,2 g kunyit dalam 0,3 ml. Misal didapatkan ampas 5 gram dan air perasan 40 ml. Jadi terkandung 35 g sari kunyit commit to user 26 dalam 40 ml perasan kunyit. Kemudian diencerkan dengan ditambah air panas dengan volume tertentu hingga didapat dosis yang dimaksud. Pengenceran dengan air panas bertujuan agar kurkumin dapat larut dalam sari kunyit kuning. Kurkumin tidak dapat larut dalam air dingin Science Lab, 2008. 2. Dosis dan pengenceran parasetamol LD-50 parasetamol untuk mencit secara peroral yang telah diketahui adalah 338 mg kg BB atau 6,76 mg 20 g BB mencit Alberta, 2006. Dosis parasetamol yang dapat menimbulkan efek kerusakan hepar berupa nekrosis sel hepar tanpa menyebabkan kematian mencit adalah dosis 3 4 LD-50 perhari Sabrang, 2008. Dosis yang digunakan adalah 338 mg kg BB x 0,75 = 253,5 mg kg BB = 5,07 mg 20 g BB mencit. Parasetamol yang digunakan adalah parasetamol cair yang mengandung 160 mg parasetamol tiap 5ml, sehingga untuk mendapatkan dosis 5,07 mg 20 g BB mencit pada mencit diberikan 0,158 ml parasetamol cair tersebut. Parasetamol diberikan selama 3 hari berturut-turut yaitu pada hari ke-12, 13 dan 14. Pemberian parasetamol dengan cara ini dimaksudkan untuk menimbulkan kerusakan pada sel hepar berupa nekrosis pada daerah sentrolobularis tanpa menimbulkan kematian pada mencit. Menurut Wilmana 2007 pemberian parasetamol dosis tunggal sudah dapat menimbulkan kerusakan sel hepar berupa nekrosis pada daerah sentrolobularis dalam waktu 2 hari setelah pemberiaan parasetamol. commit to user 27 3. Persiapan mencit Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Suhu dan kelembaban ruangan tetap dijaga. Pada hari ke–8 dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis dan dilakukan perlakuan. 4. Pengelompokan subjek Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Selanjutnya subjek dikelompokkan menjadi 4 kelompok secara acak, dan masing-masing kelompok terdiri dari 7 mencit. Adapun pengelompokan subjek adalah sebagai berikut: a. K- = Kelompok kontrol negatif diberi aquades peroral sebanyak 0,1 ml 20 g BB mencit setiap hari selama 14 hari berturut-turut di mana pada hari ke-12, 13, dan 14 juga diberi aquades peroral 0,1 ml 20 g BB mencit. b. K+ = Kelompok kontrol positif diberi aquades peroral sebanyak 0,1 ml 20 g BB mencit setiap hari selama 14 hari berturut-turut, dimana hari ke-12, 13 dan 14 juga diberi parasetamol cair peroral dosis 0,158 ml 20 g BB mencit perhari. c. PI = Kelompok perlakuan I diberi sari kunyit kuning peroral dosis I yaitu 0,1 g 20 g BB mencit selama 14 hari commit to user 28 berturut-turut dimana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol cair peroral dosis 0,158 ml 20 g BB mencit setelah 1 jam pemberian sari kunyit kuning. d. PII = Kelompok perlakuan II diberi sari kunyit kuning peroral dosis II yaitu 0,2 g 20 g BB mencit selama 14 hari berturut-turut dimana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol cair peroral dosis 0,158 ml 20 g BB mencit setelah 1 jam pemberian sari kunyit kuning. Setiap pemberian parasetamol dan sari kunyit kuning, sebelumnya mencit dipuasakan ± 5 jam untuk mengosongkan lambung. Pemberian parasetamol dilakukan ± 1 jam setelah pemberian sari kunyit kuning agar sari kunyit kuning dapat terabsorbsi terlebih dulu. commit to user 29 Skema Pemberian Perlakuan Sampel 28 ekor mencit Kelompok Kontrol - Kelompok Kontrol + Kelompok Perlakuan1 Kelompok Perlakuan2 Dipuasakan selama ± 5 jam Aquades 0,1 ml Sari kunyit dosis 0,1 g20gBB mencit Perlakuan sampai hari ke-14. Pemberian parasetamol hanya dilakukan pada hari ke-12, 13 dan 14. Pembuatan preparat pada hari ke-15 Sari kunyit dosis 0,2 g20gBB mencit Setelah ± 1 jam 0,158 ml parasetamol dosis 5,07 mg20 gBB mencit Aquades 0,1 ml commit to user 30 5. Pengukuran Hasil. Pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama diberikan, semua hewan percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi vertebra servikalis, kemudian organ hepar bagian kanan diambil untuk selanjutnya dibuat preparat histologis dengan metode blok parafin dengan pengecatan HE. Pembuatan preparat dilakukan pada hari ke-15 agar efek perlakuan tampak nyata. Lobus hepar yang diambil adalah lobus kanan dan irisan untuk preparat diambil pada bagian tengah dari lobus tersebut, hal ini dilakukan untuk mendapatkan preparat yang seragam. Dari tiap lobus kanan hepar dibuat 3 irisan dengan tebal tiap irisan 3-8 um. Jarak antar irisan satu dengan yang lain kira-kira 25 irisan. Tiap hewan percobaan dibuat 3 preparat. Dari masing-masing preparat diambil 1 daerah di sentrolobuler yang terlihat kerusakannya paling berat. Dari 1 zona tersebut kemudian dihitung jumlah sel yang intinya mengalami piknosis, karioreksis, kariolisis dari 100 sel di zona tersebut. Sehingga dari tiap mencit didapatkan 3 angka mengenai jumlah sel yang mengalami kerusakan. Dalam percobaan ini menggunakan 7 hewan percobaan dalam tiap kelompoknya sehingga didapatkan 21 angka untuk setiap kelompok percobaan. Pengamatan preparat dengan pembesaran 100 kali untuk mengamati seluruh bagian irisan preparat, kemudian ditentukan daerah yang akan diamati pada sentrolobuler lobulus hepar dan dipilih 1 daerah yang kerusakannya terlihat paling berat. Dari tiap zona sentrolobuler commit to user 31 lobulus hepar tersebut dengan pembesaran 400 kali kemudian ditentukan jumlah inti yang mengalami piknosis, karioreksis dan kariolisis dari tiap 100 sel. Jadi misalnya dari suatu daerah zona sentrolobuler dari 100 sel yang diamati, ternyata terdapat 25 sel dengan inti piknosis, 15 dengan karioreksis dan 10 dengan kariolisis maka jumlah sel yang mengalami kerusakan dari satu zona sentrolobuler tersebut adalah 25 + 15 + 10 = 50. Sehingga dari tiap preparat diperoleh satu angka mengenai jumlah sel yang mengalami kerusakan. Jadi dari 3 preparat akan didapatkan 3 angka dari 1 hewan percobaan. Dalam percobaan ini menggunakan 7 hewan percobaan dari tiap kelompoknya sehingga akan diperoleh 21 angka mengenai jumlah sel yang mengalami kerusakan untuk tiap kelompok percobaan. Selanjutnya data yang diperoleh diuji dengan uji Oneway ANOVA dan jika terdapat perbedaan yang bermakna maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc.

J. Teknik Analisis Data Statistik