Logam Berat bagi Hewan dan Ternak
dan kerang-kerangan Ip, et al., 2005. Lebih lanjut Rahman 2006 meneliti kandungan Pb dan Cd pada beberapa jenis krustasea di Pantai Batakan dan
Takisung, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, ternyata udang dan rajungan yang ada di perairan Pantai Batakan dan Takisung telah terkontami-
nasi Pb dan Cd diatas batas ambang yang telah ditentukan oleh FAO. Batas ambang yang ditentukan oleh FAO, yaitu sebesar kurang dari 2 ppm untuk
kandungan Pb dan kurang dari 1 ppm untuk kandungan Cd. Kandungan Pb dan Cd pada udang berkisar 66,995 – 96,250 ppm dan 8,00 – 13,25 ppm,
sedang pada rajungan berkisar 75,630 – 90,515 ppm dan 8,520 – 11,375 ppm.
c Burung-burung merpati yang berasal dari daerah pedesaan, perkotaan, dan
daerah industri di korea telah diteliti konsentrasi Pb dan Cd pada tulang dan ginjalnya. Konsentrasi tulang dan ginjal burung merpati yang berasal dari
daerah pedesaan hampir seimbang dengan yang berasal dari daerah industri. Konsentrasi Pb dan Cd yang paling tinggi pada tulang dan ginjal, berasal dari
burung merpati asal daerah perkotaan daripada daerah pedesaan dan industri. Konsentrasi Pb dan Cd pada tulang dan ginjal burung merpati tidak
menunjukkan penurunan dengan menurunnya tingkat pencemaran Pb dan Cd di atmosfir, yang menunjukkan bahwa sistem pencernaan lebih penting
daripada sistem pernafasan pada pencemaran Pb dan Cd Nam dan Lee, 2005.
d Lebih lanjut penelitian pada keong yang diberi makan logam berat dan
mineral esensial, pada jaringan lunaknya terdeposit Zn dan Cu sedang Pb tak terdeposit, walaupun pada pakannya sudah diberikan Pb sebanyak 0,4 –
12700 µgkg pakan. Dengan demikian keong tak mendeposit logam berat dalam jumlah yang relatif banyak di kerangnya Laskowski dan Hopkin,
1996. e
Pada penelitian tikus yang diberi air minum tercemar Pb sebanyak 1.000 ppm tidak menyebabkan perubahan tingkah laku, akan tetapi terjadi
perubahan aktivitas lokomosi atau aktivitas gerak Ma, et al., 1999. Proses pematangan seksual tikus betina yang sedang bunting dan yang sedang
menyusui, ternyata lebih lambat waktu pubertasnya dengan pemberian Pb- asetat 1 mlhari atau dengan kandungan Pb 12 mgml air selama 30 hari.
Pengaruh pencemaran Pb lebih sensitif pada tikus yang bunting daripada tikus yang sedang menyusui Dearth, et al., 2002.
f Penambahan Pb sebanyak 0,15 ppm dalam air yang terdapat juvenil ikan
bandeng Chanos chanos Forskall akan memperlihatkan degenerasi lemak pada hatinya Alivia dan Djawad, 2000. Lebih lanjut Ghalib et al. 2002
meneliti penambahan Pb sebanyak 0,15 ppm dapat menyebabkan kerusakan insang dan mengurangi konsumsi oksigen..
g Marçal et al. 2005 menyatakan bahwa tanah-tanah di Brazil tepatnya di
São Paulo State ditemukan campuran mineral logam berat yang dapat menyebabkan keracunan pada ternak sapi. Lebih lanjut Lee et al. 1996
meneliti tentang konsentrasi Cd dalam ginjal dan hati domba Romney yang digembalakan pada padang penggembalaan yang rendah konsentrasi kadmi-
umnya 0,18 µgg bahan kering dan yang tinggi konsentrasi kadmiumnya 0,52 µgg bahan kering dengan umur domba yang berbeda. Hasilnya
menunjukkan bahwa padang penggembalaan yang konsentrasi Cd-nya tinggi akan meningkatkan konsentrasi Cd ginjal dan hati dibandingkan di padang
penggembalaan yang konsenterasi Cd-nya rendah. Sapi yang umur 6 bulan lebih tinggi kandungan Cd dalam ginjal dan hati dibandingkan dengan sapi
umur 28 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa domba Romney akan menyerap Cd lebih banyak pada padang penggembalaan yang konsentrasi Cd tinggi
daripada pada padang penggembalaan yang konsentrasi Cd-nya rendah dan domba Romney muda lebih tinggi penyerapan Cd-nya daripada yang lebih
tua. h
Disisi lain penelitian Nicholson et al. 1999 yang meneliti kandungan beberapa logam berat, seperti: Zn, Co, Ni, Pb, Cd, As, Cr dan Hg pada
beberapa pakan ternak dan feseskotoran ternak di negara Inggris. Hasilnya menunjukkan bahwa Pb pakan sapi pedaging berkisar 2,84 – 4,43 ppm
berdasarkan bahan kering, dan Pb kotoran paling tinggi sebesar 18,00 ppm. Mengingat kandungan Pb di feses relatif lebih tinggi dari Pb pakan, maka
berarti bahwa Pb pakan tak diserap oleh saluran pencernaan dan dikeluarkan
melalui kotoran dalam jumlah yang relatif lebih besar daripada kandungan Pb pakan.
Dalam dunia peternakan, logam diistilahkan dengan mineral yang juga diperlukan, bahkan sangat menentukan terhadap produksi ternak. Pada umumnya
produksi ternak akan tinggi bila kecukupan zat organik seperti protein, karbohidrat dan lemak juga tercukupi, akan tetapi tidak jarang terlihat bahwa secara visual
produksi ternak masih tidak normal walaupun bahan organik cukup banyak dikonsumsi. Dalam hal seperti ini biasanya praduga diarahkan pada defisiensi atau
kelebihan atau ketidakseimbangan mineral dalam bahan makanan, sehingga logam- logam atau mineral-mineral tertentu menjadi esensial bagi ternak. Dengan
demikian, maka logam-logam bagi ternak dikelompokkan menjadi logam esensial dan logam nonesensial. Logam esensial adalah kelompok logam yang diperlukan
dalam proses fisiologis ternak dan merupakan unsur nutrisi yang bila kekurangan dapat menyebabkan kelainan fisiologis ternak yang disebut dengan defisiensi
mineral. Logam nonesensial merupakan kelompok logam yang tidak berguna atau
belum diketahui kegunaannya dalam tubuh ternak, sedang logam esensial merupakan kelompok logam yang berguna bagi tubuh ternak. Kelompok mineral
nonesensial menurut Parakkasi 1999 merupakan kelompok mineral yang beracun seperti: As, Cd, Pb dan Hg. Anggorodi 1979 mengelompokkan logam esensial
dalam mineral makro yang terdiri atas: kalsium Ca, magnesium Mg, natrium Na, kalium K, fosfor P, klor Cl dan sulfur S dan mineral mikro yang terdiri
atas kobalt Co, tembaga Cu, Iodium I, besi Fe, mangan Mn, molibdenum Mo, selenium Se dan seng Zn. Hendler et al. 1990 mengelompokkan mineral
makro merupakan kelompok mineral yang dibutuhkan dalam ransum dalam jumlah lebih dari 100 mghari sedang kelompok mineral yang dibutuhkan dalam ransum
dalam jumlah kurang dari 100 mghari yang diistilahkan dengan trace element atau unsur renik.