Studi Empiris TINJAUAN PUSTAKA

22 Fungsi produksi ini kemudian diperluas dengan memasukkan stok kapital highway dan street dari region tetangga untuk melihat efek infrastruktur transportasi wilayah tetangga terhadap produksi wilayah bersangkutan. Fungsi tersebut adalah : log GCP it = α + α 1 logL it + α 2 logK it + α 3 logH it + α 4 logWH it + u it ...... 2.4 keterangan : WH = lag tahun pertama dari jumlah kapital highway dan street dalam semua wilayah tetangga. Persamaan fungsi produksi baik sektoral maupun wilayah di atas menunjukkan bahwa, hubungan infrastruktur transportasi dengan produksi baik sektoral maupun wilayah serta keterkaitan antarwilayah yang berhubungan dapat diestimasi.

2.6. Studi Empiris

Penelitian dan berbagai studi yang mengarah adanya hubungan infrastruktur transportasi dengan pertumbuhan sektor ekonomi dan pertumbuhan ekonomi wilayah sudah banyak dilakukan di beberapa negara. Selain itu arah penelitian juga terus dikembangkan kepada keterkaitan antarwilayah terutama terhadap wilayah sekitar atau tetangganya. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang pernah dilakukan di beberapa negara dan termasuk di Indonesia. Aschauer 1989, dalam studinya yang berhubungan dengan kebijakan fiskal ia menggunakan pendekatan klasik baru newclassical. Pendekatan ini dimaksudkan untuk melihat lebih jauh adanya relasi antara produktivitas agregate dan stok serta variabel pengeluaran pemerintah. Dengan harapan riset mendatang dapat mengembangkan analisis yang lebih baik, dan bermanfaat bagi negara-nagara yang hendak membandingkan comparison investasi publik 23 public investment dengan produktivitas yang dihasilkan. Selama periode pengamatan studi 1973 sampai 1985, memperlihatkan investasi publik neto dari Amerika Serikat dan Jepang rata-rata 0.3 persen dan 5.1 persen dari gross domestic product GDP, dengan tingkat pertumbuhan pertumbuhan masing- masing GDP per tenaga kerja adalah 0.6 persen dan 3.1 persen per tahun. Dalam ilustrasinya, regresi sederhana dari rata-rata tahunan tingkat pertumbuhan produktivitas tenaga kerja di negara yang tergabung dalam G-7 berlawanan dengan ratio investasi publik dan gross domestic output dari periode 1973 sampai 1985 dengan koefisien slope 0.47. Dengan kata lain, pertumbuhan output per jam di wilayah penelitian Amerika Serikat selama periode penelitian adalah mempunyai relasi positif terhadap ratio konsumsi pemerintah dengan output. Sehingga hasil penelitian tersebut mengindikasikan pertama, stok modal pada publik non militer the nonmilitary public capital secara dramatis sangat menentukan produktivita, juga terkait dengan arus pengeluaran flow of spending dari pengeluaran non militer dan pengeluaran militer. Kedua, modal yang tertanam pada infrastruktur militer military capital berkorelasi kecil rendah terhadap produktivitas. Ketiga, basis inti core dari infrastruktur, seperti jalan, jalan raya, bandara, angkutan massa, dan sistem pengairan merupakan kekuatan power yang mampu menjelaskan timbulnya produktivitas. Dalam studi ini juga memperlihatkan nilai elastisitas yang tinggi yaitu sebesar 0.39 dan 0.34 dari investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai pengembalian investasi return yang sangat tinggi yaitu sebesar 60 persen. Secara spesifik Boarnet 1995, melakukan studi yang berkenaan dengan evaluasi dari proyek pembangunan jalan raya highway. Bahwa public capital yang tertanam pada infrastruktur jalan raya secara ekonomi berpengaruh pada 24 sebagian besar aktivitas ekonomi melalui perubahan aktivitas tersebut dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Dan yang menjadi masalah bahwa produktivitas terjadi pada skala geografi yang terbatas small geographic tetapi tidak pada area yang lebih luas dari itu. Pada tes hipotesis studi ini, menggunakan pendekatan model fungsi produksi dari modal ’jalan raya’ dan ’jalan raya yang lebar’ road capital and highway di wilayah-wilayah California dari tahun 1969-1988. Hasil penelitian memperlihatkan, produksi output dari masing-masing wilayah berasosiasi positif dengan highway capital di wilayah tersebut. Tetapi output di wilayah lain yang terdekat neighboring counties berasosiasi negatif dengan highway capital. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pengaruh dari produktivitas dari highway capital merubah aktivitas ekonomi di masing-masing wilayah, sedangkan pengaruh highway capital terhadap wilayah tetangga terdekat neighboring counties adalah negatif. Fakta ini memberikan kesan bahwa satu hal dari public capital adalah bernilai produktif, menciptakan tambahan output, dan memberikan competitive advantage di area lokasi suatu wilayah, namun hal ini di wilayah lain yang terdekat nearby places memberikan dampak negatif. Paling tidak, pesan yang hendak disampaikan adalah pentingnya untuk mempertimbangkan skala geografi. Hal ini penting untuk mempertimbangkan pertanyaan apakah public infrastructure selalu memberikan menghasilkan produktivitas ?. Studi lain yang dilakukan oleh Bank Dunia, menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto PDB ternyata mempunyai hubungan erat. Hubungan ini secara umum dapat diukur dengan besarnya elastisitas, artinya perubahan atau kenaikan sebesar satu persen dari ketersediaan infrastruktur akan berpengaruh terhadap perubahan 25 persentase dari pertumbuhan PDB per kapita, di berbagai negara besarnya elastisitas tersebut bervariasi antara 0.07 sampai 0.44 World Bank, 2003. Sedangkan studi terbaru dari Calderon dan Serven 2004 menyebutkan bahwa elastisitas infrastruktur terhadap PDB per tenaga kerja labor di negara- negara Amerika Latin untuk telepon sebesar 0.156, listrik sebesar 1.63, dan jalan sebesar 0.178. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya kenaikan satu persen penambahan kapasitas tenaga listrik kwh per tenaga kerja diharapkan akan meningkatkan 0.156 persen PDB per tenaga kerja. Lebih lanjut World Bank juga mendapatkan bukti adanya asosiasi yang kuat antara ketersediaan infrastruktur, khususnya telekomunikasi, listrik, jalan beraspal, dan akses terhadap air bersih, dengan PDB per kapita Bappenas, 2003. Stephan 1997, dalam studinya melihat adanya hubungan kaitan sektor manufaktur dengan infrastruktur jalan raya. Dengan menggunakan data time- series cross-section sektor manufaktur pada 11 Bundeslander tahun 1970-1993 di Jerman. Temuannya, adalah bahwa ada indikasi korelasi kuat antara infrastruktur jalan raya dengan output yang dihasilkan sejumlah kawasan manufaktur Bundeslander tersebut di wilayah Jerman. Dengan keterbatasannya, studi ini pun menemukan besarnya estimasi elastisitas output dari berbagai spesifikasi infrastruktur jalan dengan rentang nilai dari 0.325 sampai 1.130, angka ini cukup tinggi untuk mengestimasi tingkat pengembalian return infrastruktur jalan raya. Stephan menggunakan tiga mendekatan yang berbeda, yaitu; fungsi produksi Cobb-Douglas, fungsi produksi translog dan pendekatan growth accounting, dan kesemua pendekatan tersebut membuktikan bahwa ada pengaruh signifikan infrastruktur jalan terhadap produktivitas di sektor manufaktur. 26 Studi yang mirip juga dilakukan oleh Seitz 1993, dalam mengamati dampak perubahan produktivitas atas perbaikan, pengembangan dari jaringan jalan raya higway di Jerman sebelumnya Jerman Barat. Model yang dipakai adalah fungsi biaya Leontief, dan menggunakan panel data dari 31 sektor indus tri di berbagai manufaktur, serta data tahunan kapital stok dari sejumlah jaringan jalan di Jerman Barat tahun 1970 sampai 1989. Studi ini menemukan, bahwa penambahan investasi pada infrstruktur transportasi akan menaikkan marjinal produk atas private capital. Studi yang dilakukan Buurman dan Rietveld 1999 di Bangkok ini menggunakan GIS graphical information system, keduanya menemukan dampak positif dari keberadaan jalan raya utama roads untuk mencapai pelabuhan ports terhadap lokasi industri. Sekalipun dampak tersebut relatif rendah modest, namun keberadaan jarak mencapai pelabuhan tersebut dinyatakan cukup signifikan. Selain itu pula zona-zona yang dekat dari Bangkok cenderung lebih dapat berinteraksi dengan dengan lokasi-lokasi industri tadi. Dan fenomena inilah yang melatar belakangi background banyak hal dalam mengelola sumber utama resource based atau bisnis pertanian. Dengan menggunakan model keseimbangan umum terapan KUT Computable General Equilibrium penelitian ini dilakukan pada jaringan jalan lintas Sulawesi, penelitian ini dapat menggambarkan perbedaan kondisi sebelum dan sesudah pembangunan jaringan jalan. Hasil penelitian memberi indikasi bahwa peningkatan sektor jalan memberi kontribusi ke pembentukan produk domestik regional bruto PDRB melalui sektor-sektor yang membentuknya dan memiliki elastisitas relatif lebih besar. 27 Indikasi ini terlihat dari besarnya kontribusi investasi jalan raya di Sulawesi Utara terhadap pembentukan PDRB aktual yaitu sebesar 5,18 persen. Hal ini berarti, apabila PDRB tumbuh sebesar 100 persen, maka 5,18 persen diantaranya disebabkan karena investasi jalan raya, selebihnya merupakan sumbangan sektor-sektor lainnnya. Hal ini bisa berarti, bahwa intensitas penggunaan jaringan jalan oleh sektor-sektor ekonomi di propinsi-propinsi yang ada di Sulawesi masih relatif rendah. Rendahnya intensitas jalan, secara konseptual memang beralasan karena fungsi infrastruktur jalan adalah sebagai penunjang neccessary condition dalam pembentukan PDRB, bukan faktor utama sufficient condition. Ini bukan berarti pula bahwa jaringan jalan di sana tidak penting bagi pengembangan wilayah. Sebaliknya justru merupakan peluang agar kualitas dan kuantitas jaringan jalan yang ada saat ini lebih bisa ditingkatkan sehingga dapat lebih memacu pertumbuhan ekonomi wilayah. Ditjend. Prasarana Wilayah, Departemen Kimpraswil , 2003. Selanjutnya adalah pene litian yang dilakukan Azis 1994, dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process AHP untuk menganalisis dampak positip dan negatif secara menyeluruh dari sebuah pembangunan jalan raya yaitu, Jalan Lintas Sumatera JLS. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dampak positif yang timbul dari pembangunan JLS adalah dampak ekonomi yang mendominasi dampak sosial dan lingkungan. Adanya JLS tersebut menimbulkan lebih banyak manfaat antardaerah dari pada intradaerah dalam bentuk perdagangan sebagai urutan teratas dalam dampak positif ekonomi. Selain propinsi Sumatera Selatan, propinsi-propinsi yang dilalui JLS menempatkan manfaat perdagangan antar-daerah sebagai urutan prioritas teratas dalam 28 dampak ekonomi positf .Sedangkan propinsi Sumatera Selatan memperoleh urutan prioritas tertinggi kedua. Selain itu peningkatan komunikasi merupakan manfaat sosial terpenting dari JLS, disusul oleh peningkatan keamanan dan kepercayaan. Peningkatan komunikasi dianggap sebagai sumber berbagai jenis manfaat; misalnya perbaikan pendidikan dan kesehatan mulai dirasakan, penduduk yang berada di tempat yang jauh semakin mudah mencapai sekolah dan puskesmas. Sedangkan dampak negatif yang timbul dari keberadaan JLS ini adalah, berkenaan dengan biaya sosial. Perubahan gaya hidup dan goyahnya nilai sosial yang sering disebut ”biaya modernisasi” dan dianggap sebagai dampak negatif tertinggi. Pertemuan sosial yang diikuti dengan pertukaran informasi pada ruas- ruas jalan sebelum JLS, dirasa makin jarang diketemukan, gaya hidup penduduk setempat agak terganggu. Betapa pun kurang pentingnya gejala ini, suatu studi dampak yang lengkap harus memasukkan masalah ini secara eksplisit. Sedangkan dampak langsung dan tidak langsung JLS dapat diidentifikasi melalui angka pembongkaran barang di pelabuhan. Setelah JLS selesai, jumlah dalam ton yang dimuat di pelabuhan Bakauheni melonjak sebesar 71 persen, sedangkan komoditas yang dibongkar meningkat sebesar 61 persen. Faktor kuat yang menentukan dan membuka peluang bagi semakin bertumbuhnya kota-kota di pinggiran, adalah karena adanya pertumbuhan yang terjadi pada infrastruktur transportasi. Hal ini dikemukakan oleh Fulton dan Susantono 2002, bahwa pertumbuhan infrastruktur jalan raya yang cepat sebesar 6 persen per tahun sejak tahun 1976-1994 di Jakarta telah memberikan peluang mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah sekitarnya. 29 Garcia-Mila dan Mc Guire 1992, mengestimasi suatu model fungsi produksi dengan memasukkan input modal publik yang digabungkan dengan modal highway dan sumberdaya manusia SDM, yang diukur melalui pengeluaran pendidikan. Input ketiga adalah modal swasta dan output adalah produk kotor negara bagian Gross Domestik Produk. Estimasi elastisitas GDP terhadap modal highway yang diperoleh adalah 0.04 dan untuk SDM sebesar 0.15 elastisitas untuk struktur swasta dan peralatan modal swasta masing- masing adalah sebesar 0.10 dan 0.37. Temuan yang hampir sama pada elastisitas GSP terhadap infrastruktur transportasi stock highway dilakukan oleh Munnell 1990b. Dengan menggunakan data dari 48 negara bagian di USA pada tahun 1970-1986, diperoleh bahwa elastisitas GDP terhadap highway adalah 0.06, dan terhadap infrastruktur air dan gorong-gorong adalah 0.04. Elastisitas untuk kategori stock publik lainnya adalah 0.01, sementara pada tenaga kerja dan modal swasta masing-masing adalah 0.24 dan 0.31. Eisner 1991, lebih lanjut menguji hasil estimasi Munnell dengan data yang sama. Hasilnya menunjukkan bahwa ketika data dirancang secara cross section, modal publik juga menunjukkan dampak yang kecil dan signifikan terhadap pertumbuhan negara bagian. Namun, ketika data dirancang secara variabel longitudinal, dampak dari modal publik menjadi tidak signifikan. Ditemukan pula bahwa negara bagian dengan per kapita modal publik yang tinggi menghasilkan per kapita output yang tinggi pula, demikian pula halnya dengan investasi pada modal publik pada tahun berjalan tidak meningkatkan output pada tahun tersebut. Hal ini tampaknya dilematis dengan adanya hubungan kausalitis antara infrastruktur publik dengan pertumbuhan, atau akibat 30 dari spesifikasi model empiris misalnya, penggunaan variabel lag maupun keduanya. McGuire 1992, lebih lanjut mempelajari sensitivitas dan hasil berbeda pada Munnell 1990b dan Garcia-Mila dan McGuire 1992 menyatakan bahwa perbedaan tersebut hanya disebabkan oleh besaran yang diperoleh. Dengan menggunakan data yang sama dia memasukkan highway, air dan gorong-gorong sebagai modal publik. Dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas, estimasi elastisitas output yang diperoleh terhadap modal highway berada pada kisaran 0.121 sampai 0.370. Ketika ingin mengetahi dampak negara bagian, diperoleh elastisitas output diukur dengan GSP terhadap modal infrastruktur highway berada pada kisaran 0.121 sampai 0.127 elastisitas output terhadap air dan gorong-gorong berada pada kisaran 0.0043 sampai 0.064. Permasalahan utama dengan model fungsi produksi yang menggunakan basis negara bagian GSP adalah tidak mampu menerangkan interaksi antar negara bagian untuk faktor-faktor mobilitas seperti modal dan tenaga kerja. Sehingga, dampak utama dari investasi pada infrastruktur transportasi adalah perubahan relatif yang terjadi pada aksesibilitas dan daya tarik faktor-faktor tersebut. Dampak ini pada akhirnya akan merelokasi perusahaan-perusahaan secara yuridis dengan pegawainya serta mitra kerja ke wilayah lain. Kesalahan dengan tidak memperhitungkan perubahan spasial ini akan menghasilkan estimasi elastisitas yang bias lihat juga studi oleh Deno et al., 1997 dibawah ini. Beberapa studi empiris menemukan bahwa dengan menggunakan model lag ternyata dampak infrastruktur publik terhadap pertumbuhan adalah berbeda secara statistik dan signifikan Durkin dan Wassmer, 1994. Kelejian dan Robinson 1997 mengestimasi suatu model fungsi produksi dimana output 31 swasta pada waktu t merupakan fungsi dari tenaga kerja pada waktu t serta stock modal publik dan swasta pada t-1. Modal publik merupakan gabungan dari stock modal highway, air dan gorong-gorong serta modal publik lainnya. Untuk memperhitungkan dampak sebaran juga dimasukkan ratio output terhadap tenaga kerja di negara bagian tetangga. Berdasarkan estimasi yang diperoleh disimpulkan bahwa hasil sebelumnya yang menyatakan bahwa marjinal produktivitas tenaga kerja terhadap infrastruktur yang positif tidak didukung. Keeler dan Ying 1988, menggunakan pendekatan fungsi biaya untuk mengkaji dampak investasi highway terhadap biaya dan produktivitas perusahaan truk swasta. Studi ini menguji penggunaan Class dari perusahaan truk regional di USA sejak tahun 1950. Hasil menunjukkan bahwa perluasan highway antara tahun 1950-1973 memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan produktivitas sekor usaha truk swasta. Deno 1988, menggunakan model fungsi keuntungan dimana keuntungan sektor swasta dispesifikasikan berdasarkan fungsi harga dan jumlah dari tenaga kerja modal swasta dan stock modal publik. Modal publik diperoleh dari modal highway, air dan gorong-gorong. Dengan menggunakan database negara bagian, hasil estimasi elastisitas output terhadap modal highway adalah 0.31 terhadap gorong-gorong adalah 0.30 dan air adalah 0.07. Haughwout 1996, mempelajari dampak dari modal highway terhadap perekonomian di negara bagian melalui model keseimbangan spasial. Pada akhirnya dia mengestimasi dengan model 2 SLS dimana persamaan pertama menerangkan output unit GSP sebagai fungsi dari area lahan negara bagian, modal swasta, kepadatan penduduk dan jumlah tenaga kerja. Persamaan kedua kepadatan penduduk merupakan fungsi dari modal highway public, modal publik 32 lain dan hutang negara bagian. Dengan menggunakan data dari 48 negara bagian pada tahun 1977-1992, disimpulkan bahwa investasi highway akan mendorong kepadatan penduduk semakin meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan output meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Tabel 2.2 meringkas hasil-hasil utama dari studi ini. Tabel 2.2. Ringkasan Hasil Studi Dampak Investasi Infrastruktur Transportasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Studi Jenis Model dan Data Dampak Investasi Transportasi Elastisitas Output dari Modal Publik ? Aschauer 1991 Model pertumbuhan fungsi produksi data USA 1. Dampak modal transport total terhadap pertumbuhan 2. Dampak modal transit terhadap pertumbuhan K P L 3. Dampak modal highway terhadap pertumbuhan K P L 0.166 0.384 0.231 Seitz 1993 Fungsi biaya Leontif data highway Jerman Perubahan pada rata-rata biaya swasta, dC P dK G 0.05 Garcia-Mila dan McGuire 1992 Fungsi produksi data 48 negara bagian di USA Elastisitas GSP terkait dengan modal highway 0.04 Munnell 1990b Fungsi produksi data 48 negara bagian di USA Elastisitas GSP terkait dengan modal highway 0.06 McGuire 1992 Fungsi produksi data 48 negara bagian di USA 1. Elastisitas GSP terkait dengan modal highway 2. Elastisitas GSP terkait dengan modal highway- kontrol dampak dari negara bagian 0.121 - 0.370 0.121 - 0.127 Deno 1988 Model fungsi produksi data USA Elastisitas output terkait dengan modal highway 0.31 Haughwout 1996 Model keseimbangan spasial 2 SLS data 48 negara bagian di USA Elastisitas output terkait dengan modal highway 0.08 Sumber : Benister D. and Berechman J. 2000. 33 Pada Tabel 2.2 menunjukkan bahwa kisaran elastisitas output terhadap terhadap modal transportasi cukup besar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam model spesifikasi, metoda estimasi dan database yang digunakan. Meskipun masih banyak keraguan dalam besaran yang diperoleh dari elastisitas output terhadap perubahan pada modal transportasi, hasil-hasil tersebut menyarankan beberapa hal berikut ini: pertama modal infrastruktur transportasi memberikan dampak yang relatif kecil dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dalam hal elastisitas output, meskipun beberapa hasil sebelumnya juga menunjukkan bahwa input lain, seperti pendidikan, mempunyai dampak yang cukup besar dan signifikan terhadap pertumbuhan dibandingkan dengan transportasi tidak ditunjukkan dalam studi ini. Kedua, implikasi utama adanya hubungan kausalitas yang sama besarnya antara pembangunan infrastruktur transportasi dengan pertumbuhan ekonomi dilihat dari arah, hubungan fungsional dan dampak intervensi variabel yang digunakan. Meskipun hasil-hasil tersebut merekomendasikan bahwa peningkatan modal investasi transportasi demikian juga dengan peningkatan modal input publik lainnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menaikkan produktivitas ekonomi, namun masih belum jelas benar kondisi seperti apa tepatnya yang mampu mentransfer hasil tersebut. Sebagai contoh, tingkat pertumbuhan populasi yang tinggi bersamaan dengan kenaikan kepadatan penduduk, akan menciptakan permintaan yang tinggi terhadap jasa transportasi, mungkin ini sebagai suatu prasyarat agar investasi infrastruktur transportasi akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. 34 Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi cenderung untuk berada dibelakang investasi transportasi, biasanya dampak investasi terhadap modal merupakan fungsi dari waktu. Hal ini juga tergantung dari perilaku pasar pada tenaga kerja dan modal swasta, sehingga peningkatan modal transportasi mampu memberikan dampak pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan apabila berdampak terhadap tenagakerja dan input modal swasta seperti harga, jumlah aktual dan produktivitas. Hal yang sama juga diharapkan terjadi pada dampak investasi transportasi terhadap perubahan teknologi telekomunikasi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN