73
5.3. Kependudukan
Jumlah penduduk di wilayah Jakarta, Bogor Depok, Tangerang dan Bekasi dalam kurun waktu tahun 1980 sampai 1995 mengalami pertumbuhan
yang bervariasi pertahunnya. Penyebaran distribusi penduduk di wilayah DKI. Jakarta dalam empat periode mengalami penurunan dari 54,6 persen di tahun
1980 menurun hingga 45,2 persen di tahun 1995. Sebaliknya distribusi penduduk di wilayah lainnya bertumbuh, misalnya Bekasi tahun 1980 distribusi penduduk
JABODETABEK di wilayah ini 9,6 persen dan menjadi 13,7 persen pada tahun 1995. Penurunan distribusi penduduk di wilayah DKI Jakarta dimungkinkan,
karena wilayah ini semakin diperlukan sebagai tempat aktivitas pusat bisnis, perdagangan dan pemerintahan Studi Master Plan Integrasi Transportasi Di
Jabotabek, 2001. Selain itu, harga tanah yang semakin tidak terjangkau menyebabkan
masyarakat memiih bertempat tinggal atau mencari rumah tinggal di luar DKI. Jakarta yaitu di wilayah Bogor, Depok, Tangerang atau Bekasi. Secara rinci
perkembangan dan kenaikan persentase jumlah penduduk kawasan JABODETABEK dapat juga dilihat pada Tabel 5.3 dan 5.4.
5.4. Karakteristik Infrastruktur Jaringan Jalan
5.4.1. Jaringan Jalan Raya
Menurut Undang-undang RI nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, pada pasal 9 jalan dikelompokkan menururt statusnya menjadi jalan nasional, jalan
provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Tabel berikut menjelaskan deskripsi perkembangan panjang jalan negara, jalan Provinsi, jalan Kabupaten
dan jalan Kota di lima wilayah kawasan JABODETABEK, dan perkembangan nilai PDRB di wilayahnya masing-masing untuk tahun 2000 dan tahun 2005.
74
Tabel 5.3. Perkembangan Penduduk di Kawasan JABODETABEK
Wilayah Luas
km2 Penduduk dalam ribu
1980 1990 1995 DKI
Jakarta Bogor
Depok Tangerang
Bekasi Jabotatabek
655,7 3380,7
1259,8 1284,2
6580,4 6503
10 2741
0,8 1529
1,22 1143
0,89 11916
1,81 54,6
23,0 12,8
9,6 100
8210 12,52
3949 1,17
2724 2,16
2073 1,61
16956 2,58
48,4 23,3
16,1 12,2
100 9313
14,2 4700
1,4 3589
2,35 2757
2,15 20159
3,06 45,2
23,3 17,8
13,7 100
Sumber : Studi Master Plan Integrasi Transportasi di Jabotabek 2001
Tabel 5.4. Perkembangan Penduduk di Kawasan JABODETABEK
Tahun Jumlah Penduduk jiwa
1971 8.307.492
1980 11.916.227 43,43
1990 17.005.504 42,71
1995 20.159.258 18,54
2000 20.963.722 3,99
Sumber : Studi Master Plan Integrasi Transportasi di Jabotabek 2001, BPS - 2005.
Persentase perkembangan panjang jalan dalam kurun waktu lima tahun tarsebut, yang tertinggi ditempati Kabupaten dan Kota Bekasi yaitu sebesar 54,78
persen, sedangkan kenaikan di propinsi DKI Jakarta sebesar 0.03 persen, sementara di kota Depok justru terjadi penurunan panjang jalan sebesar - 18,55
persen. Sebaliknya dalam kurun waktu tersebut Produk Domestik Regional Bruto PDRB Kota Depok naik tertinggi dibanding wilayah lainnya sebesar 35,86
75
persen, dan kenaikkan PDRB terendah sebesar 27,08 persen berada di Kabupaten dan Kota Bogor. Penjelasan selengkapnya pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5. PDRB dan Panjang Jalan Kawasan JABODETABEK
Wilayah Tahun 2000
Tahun 2005 kenaikkan
Panjang Jalan Negara,Prop.,
Kota, Kab Km
PDRBJuta
Harga Konstan
Panjang Jalan Negara,Prop.,
Kota, Kab Km
PDRBJuta Harga Konstan
DKI Jakarta Kab. dan
Kota Bogor Depok
Kab. dan Kota
Tangerang Kab. dan
Kota Bekasi 6415.521
2932,243 470.72
1379,41
1290,734 239.274.158,9
18.516.270,02 3.489.313,43
12.333.400,68 30.528.127,49
6417,899 0.03
3087,595 5,3
383,37 - 18,55
1666,50 20,81
1997,8 54,78
312.866.352.28 30,75
23.530.488,07 27,08
4.740.868,66 35,,86
16.186.459,50 31,24
39.474.579,24 29,30
Sumber : BPS Wilayah setempat, diolah oleh penulis.
5.4.2. Jaringan Jalan Tol
Jalan tol pertama di Indonesia adalah Jalan Tol Jagorawi dengan panjang 59 km yang menghubungkan wilayah Jakarta, Bogor dan Ciawi yang mulai
dioperasikan pada tahun 1978. Pada saat itu pemerintah mendanai proyek jalan tol itu dengan pinjaman luar negeri melalui PT. Jasa Marga Persero sebagai
satu-satunya Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk untuk mengelola dan mengoperasikan jalan tol. Dalam Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang
Jalan dan Peraturan Pemerintah No.15 tahun 2005 tentang Jalan Tol, terbuka kemungkinan bagi pemerintah untuk bekerjasama dengan para investor baik dari
dalam negeri dan maupun luar negeri dalam penyelengaraan jalan tol.
76
Wewenang penyelenggaraan jalan tol berada pada pemerintah, di mana sebagaian wewenang yang berkaitan dengan pengaturan, pengusahaan dan
pengawasan Badan Usaha dilakukan oleh Badan Pengatur jalan Tol BPJT. Tugas dan kewenangan BPJT diatur dalam peraturan Menteri PU No.
295PRTM2005. Pendanaan pengusahaan jalan tol dapat berasal dari Pemerintah danatau Badan Usaha yang memenuhi persyaratan. Pendanaan
yang berasal dari pemerintah diperuntukkan bagi ruas jalan tol yang layak secara ekonomi, tetapi belum layak secara finansial. Pendanaan yang berasal dari
Badan Usaha diperuntukkan bagi ruas jalan tol yang layak secara ekonomi dan finansial. Berikut ini adalah beberapa
Reformasi dan Regulasi Jalan Tol :
1. Undang-undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
2. Peraturan pemerintah No. 15 Tahun
2005 tentang jalan Tol
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 295PRTM2005 tentang Badan
Pengatur Jalan Tol BPJT 4.
Peraturan Presiden No. 672005 tentang kerjasama pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
5. Peraturan Menteri Keuangan No. 382006 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengendalian dan Pengelolaan Resiko atas Penyediaan Infrastruktur 6.
Peraturan Presiden No. 362005 yang diperbaharui dalam Peraturan Presiden No. 262005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum 7.
Keputusan Menteri PU No. 392PRTM200 5 tentang Standar Pelayanan Umum.
Dalam penyelenggaraan jalan tol, Tahun 1977, panjang jalan tol yang dimiliki Jasa Marga adalah 324 km dan bertambah menjadi 354 km pada tahun
77
1998. Tahun 2002 bertambah lagi menjadi 369,78 km. Jika digabungkan dengan jalan tol yang dimiliki oleh perusahaan swasta yang bermitra dengan PT. Jasa
Marga maka seluruhnya adalah 514,7 km. Jadi sekitar 71,8 persen adalah jalan tol milik PT. Jasa Marga dan 28,2 persen adalah milik usaha bermitra antara PT.
Jasa Marga dengan mitra perusahaan swasta. Sementara panjang jalan tol bertambah terus, volume lalu lintas dan pendapatan tol tampak menurun pada
saat terjadinya krisis ekonomi. Tahun 1997 pendapatan tol dari seluruh ruas mencapai Rp 727 miliar dan volume lalu lintas 496 juta kendaraan. Namun angka
ini menurun pada tahun 1998, pendapatan menurun 7,2 persen dan volume kendaraan berkurang sebanyak 5,8 persen.pada tahun-tahun berikutnya angka
pendapatan tol dan angka volume kendaraan meningkat kembali. Pada tahun 1999, tahun 2000, tahun 2001, dan tahun 2002 pendapatan tol meningkat
berturut-turut 9,6 persen, 14,5 persen, 8,6 persen, dan 11,49 persen. Tabel 5.6. Panjang Jaringan Jalan Tol di Kawasan JABODETABEK
No Toll Road Link
Panjang km
Antarwilayah Antar urban :
1 Jakarta - Bogor – Ciawi
50 Jakarta – Bogor
2 Jakarta – Tangerang
27 Jakarta-Tangerang
3 Jakarta – Cikampek
72 Jakarta – Bekasi
Inter urban : 1
Prof.DR.Soedyatmo 14.3
Jakarta 2
Lingkar Dalam Kota Jakarta 23.55
Jakarta 5
JORR Selatan Pondok Pinang-Taman Mini 14.25
Jakarta 3
Harbour Road 11.55
Jakarta 4
Ir. Wiyoto Wiyono, Msc. 15.5
Jakarta 5
JORR W2 Selatan Pondok Pinang-Veteran 16.77
Jakarta 6
JORR E1 Selatan Taman Mini-Hankam Raya Jakarta
7 JORR E2 Cikunir – Cakung
Jakarta 8
JORR E1 Utara 3 4.35
Jakarta 9
JORR W2 – S2 Veteran - Ulujami 2.5
Jakarta 10
Ulujami – Pondok Aren 5.55
Tangerang 11
Tangerang – Merak 73
Tangerang 12
Serpong – Pondok Aren 7.25
Tangerang
Sumber: Badan Pengatur Jalan Tol BPJT
78
Sementara itu volume kendaraan meningkat berturut-turut sebesar 10,3 persen, 12,9 persen, 7,6 persen, dan 6,3 persen. Dalam tahun 2002,
perbandingan volume kendaraan pada ruas-ruas jalan tol menunjukan bahwa ruas -ruas jalan tol yang terletak di sekitar Jakarta mempunyai volume lalu lintas
lebih besar dibandingkan dengan ruas-ruas jaringan jalan tol lainnya.
5.4.3. Jaringan Jalan Rel Kereta Api Jabotabek
Jaringan Kereta Api Jabotabek saat ini dari 9 lintasan, termasuk Lintas Central Tengah Bogor. Panjang jalur keseluruhan 170,2 km, kebanyakan
sudah dielektrifikasi dan dengan sistem persinyalan otomatik, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7 Jaringan Kereta Api Jabotabek
Lintasan Sesi
Jarak Km
Kondisi
Double Track
Sing. Track
Electrified Non
Electrified
Central Line
Bogor Line Bekasi
Line Eastern
Line Western
Line Serpong
Line Tangerang
Line Tanjung-
priok Line Nambo
Line Jakartakota-
Manggarai Manggarai-Bogor
Jatinegara-Bekasi Jakartakota-
Jatinegara Via Pasarsenen
Jakartakota- Jatinegara
Via Tanahabang Tanahabang-
Serpong Duri-Tangerang
Jakartakota- Tanjungpriok
Tanjungpriok - Kemayoran
Citayam-Nambo 9,7
44,9 14,6
11,4 15,6
23,2 19,3
9,0 9,5
13,0 O
O O
O O
O O
O O
O O
O O
O O
O O
O O
O
Total 170. 2
Keterangan : O = Jaringan Rel Kereta Api yang tersedia
79
5.5. Aktivitas Ekonomi
5.5.1. Usaha Pedagang Kaki Lima Usaha atau pedagang kaki lima PKL di kawasan JABODETABEK secara
sosial dan ekonomi memberi dampak positip dan negatif terhadap masyarakat. Dampak negatif yang umumnya diterima masyarakat dari keberadaan usaha ini
adalah karena penggunaan ruang publik fasilitas umum, pingir jalan, badan jalan, trotoar. Sedangkan aspek positif yang timbul dalam jangka dalam jangka pendek
adalah tersedianya lapangan kerja terutama bagi mereka yang mempunyai keterbatasan dan keterampilan namun membutuhkan sumber nafkah untuk dapat
bertahan hidup. Beberapa faktor yang mendorong peningkatan usaha kaki lima adalah pertumbuhan angkatan kerja yang tidak sebanding dengan daya tampung
lapangan kerja di sektor formal, ketidak tersediaan jaminan sos ial social security atas pengangguran dan kebutuhan pekerjaan untuk setiap orang agar dapat
bertahan hidup. Tenaga kerja yang tidak tertampung di sektor formal dengan berbagai latar belakang membuat mereka harus bekerja dengan cara
menciptakan menciptakan lapangan kerja baru bagi diri sendiri self employment.
5.5.2. Lokasi Usaha Pedagang Kakilima
Lokasi usaha kaki lima dibedakan menjadi : 1.
Trotoar, adalah bagian tepi dari suatu ruas jalan yang dibangun menggunakan paving blok, beton atau semen diperkeras, penampangnya
sedikit lebih tinggi dari permukaan jalan. Trotoar diperuntukkan atau dipergunakan khusus untuk pejalan kaki.
2. Badan jalan, adalah bagian jalan dari ruas jalan yang penggunaannya
seharunya diperuntukkan bagi kelancaran lalu lintas kendaraan, baik bermotor maupun tidak bermotor.
80
3. Jalur hijau adalah bagian areal atau tempat yang ditanami rumput atau
tanaman perindang yang berfungsi menyegarkan hawa dalam kota dan tidak boleh digunakan untuk kegunaan lainnya seperti bangunan,
perumahan atau untuk usaha. 4.
Lahan parkir, adalah lahan yang secara khusus disediakan untuk perhentian kendaraan atau menaruh kendaraan untuk beberapa saat.
5. Pinggir rel kereta api adalah areal yang terletak di pinggir rel kereta api.
6. Lahantanah milik Pemda adalah lahan milik Pemda yang secara khusus
disediakan untuk menampung sekaligus membina usaha kaki lima. Lahan inilah yang disebut sebagai lokasi penampungan atau lokasi binaanlokbin.
5.5.3. Sarana Tempat Usaha
Jenis sarana yang digunakan untuk mendukung operasi usaha kaki lima dibedakan menurut;
1. Kios permanensemi permanent merupakan bangunan usaha yang
mempunyai dinding dan atap. Bahan dinding dapat berupa setengah tembok, bilik bambu, triplek, papan dan lainnya.
2. Tenda terpalplastik, merupakan sarana tempat usaha dengan jenis atap
tenda terpalplastik yang ditopang dengan tonggak-tonggak berupa bambu, kayu atau besi. Kadang-kadang diberi penutup dinding berupa kain, plastik,
atau terpal. Umunya jenis usaha ini menjual makananminuman yang diproses yang membutuhkan tempat berlindung untuk menyantapnya.
3. Kotakgerobak permanen merupakan jenis tempat usaha yang terdiri atas
empat usaha berbentuk kotakgerobak yang menetap, tidak dipindah- pindahkan yang umumnya berlokasi di halteterminalsetasiun kereta api.
81
4. Gerobak beroda menetap adalah usaha kaki lima dengan sarana dalam
bentuk gerobak yang secara tetap mangkal di lokasi itu dan setelah operasi usaha berakhir.
5. Gelaran menetap adalah jenis sarana usaha kaki lima yang secara menetap
berlokasi di suatu tempat dengan cara menggelar dagangannya di atas permukaan lahan yang digunakan dan umumnya beralaskan palstik
5.5.4. Kegiatan Utama Usaha Pedagang Kakilima
1. Pedagang makanan minuman
2. Pedagang makanan minuman yang diproses
3. Pedagang produk pertanian
4. Pedagang barang bekas loakan
5. Pedagang alas kaki, pakaian dan tekstil
6. Pedagang produk farmasi
7. Jasa- jasa persewaan dan jasa perusahaan
Keterangan mengenai banyaknya pedagang kaki lima PKL di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi terutama diperoleh dari informasi
Dinas Trantib, Kepolisian Pamong Praja setempat.
5.6. Aktivitas Sektor Perdagangan dan Perhotelan
Aktivitas perdagangan meliputi unit pedagang kakilima PKL, unit pedagang grosir-ritel dan unit hotel. Perkembangan jumlah unit pedagang
kakilima PKL kurun waktu 1990-2006 terus mengalami kenaikan. Hal ini terlihat dalam kurun waktu 1996-2006, jumlah PKL di Jakarta mengalami kenaikan
sebanyak 131997 unit PKL atau naik sebanyak 164.54 persen. Sementara dalam kurun waktu yang sama wilayah Bogor tumbuh sebesar 112 persen atau naik
82
sebanyak 14956 unit, wilayah Tangerang sebesar 96.62 persen atau naik sebanyak 6866 unit, sementara wilayah Bekasi tumbuh sebesar 58.77 persen
atau naik sebanyak 3888 unit. Pencatan data di Kota Depok baru dilakukan tahun 2000, setelah kota ini menjadi Kota Administratif. Pertumbuhan jumlah unit PKL
tiap wilayah pada Tabel 5.8. Tabel 5.8. Pertumbuhan Jumlah Pedagang Kaki Lima PKL di
Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi
Tahun Jumlah unit
Jakarta Bogor
Depok Tangerang
Bekasi 1990
27668 8805
2515 4883
1991 35751
9388 3174
5177 1992
44575 9923
3512 5466
1993 53479
10906 4120
5755 1994
62390 11645
4700 5835
1995 71305
11879 5125
5902 1996
80220 13355
6634 6615
1997 89135
14397 7156
7328 1998
101865 15631
8817 8041
1999 114597
16507 9107
8754 2000
127338 17500
11585 9608
9467 2001
141473 18900
12855 9810
10180 2002
155625 20673
14285 10261
11548 2003
169768 22310
15865 11555
8163 2004
183915 24175
16436 11870
8943 2005
198066 25875
16675 12844
9723 2006
212217 28311
17000 13500
10503
Sumber: Satpol PP Pemda setempat, kemudian diolah sendiri oleh penulis.
Aktivitas perdagangan grosir dan ritel meliputi unit dari pasar swalayan supermarket, toko, minimarket, hypermarket, mal dan juga pasar tradisional.
Dalam kegiatannya aktivitas perdagangan adalah aktivitas yang menjual berbagai jenis komoditi kebutuhan masyarakat yaitu sandang dan pangan yang dijual
dalam partai besar grosir, maupun eceran ritel. Tabel 5.9 menjelas kan pertumbuhan jumlah unit perdagangan grosir dan ritel tiap tahunnya. Data untuk
Kota Depok baru tersedia tahun 2000, sebelumnya tercatat masuk wilayah Bogor.
83
Tabel 5.9. Pertumbuhan Jumlah Supermarket, Minimarket, Hypermarket dan Mal di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi
Tahun Jumlah unit
Jakarta Bogor
Depok Tangerang
Bekasi 1990
208 47
44 52
1991 212
50 56
53 1992
220 54
69 54
1993 230
55 81
63 1994
247 66
92 69
1995 253
66 113
77 1996
261 65
136 82
1997 269
66 139
85 1998
274 74
115 119
1999 283
139 78
126 2000
192 148
27 91
132 2001
306 160
43 131
143 2002
314 169
57 149
150 2003
321 179
66 177
157 2004
348 207
79 211
184 2005
364 223
87 218
222 2006
439 234
93 233
231
Sumber: Diolah sendiri, berdasarkan info Pemda setempat.
Aktivitas perhotelan ditunjukkan dengan pertumbuhan jumlah unit hotel di lima wilayah tiap tahunnya. Wilayah Jakarta selaku ibukota negara masih
memilliki potensi bagi investor untuk menanamkan modalnya di sektor ini, terlihat dalam kurun waktu sepuluh tahun 1996-2006 terjadi pertumbuhan jumlah unit
sebesar 30 persen atau kenaikan 74 unit hotel dari 246 menjadi 320 unit. Pertumbuhan jumlah unit hotel tiap tahun di wilayah lainnya pada wilayah dapat
dilihat pada Tabel 5.10. berikut ini.
84
Tabel 5.10. Pertumbuhan Jumlah Hotel di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi
Tahun Jumlah unit
Jakarta Bogor
Depok Tangerang
Bekasi 1990
220 125
120 16
1991 220
131 120
16 1992
225 141
124 17
1993 225
141 125
21 1994
232 164
125 22
1995 239
165 126
25 1996
246 167
126 26
1997 301
170 127
28 1998
298 174
127 29
1999 294
185 127
33 2000
304 186
4 132
34 2001
304 190
5 135
34 2002
306 193
6 141
37 2003
310 199
8 149
38 2004
313 206
9 150
44 2005
317 214
11 150
51 2006
320 219
12 151
53
Sumber: Diolah sendiri berdasarkan data dari Pemda setempat.
5.7. Aktivitas Sektor Perangkutan