Parameter Lingkungan Aspek eko-biologi ikan lalawak (Barbodes balleroides) pada berbagai ketinggian tempat di Kabupaten Sumedang, Jawa barat

Gambar 5. Kolam penelitian III Kolam 3 yang terletak di desa Narimbang ini memiliki luas kolam ± 4x2 m dengan kedalaman ± 50 cm. Substrat kolam berupa lumpur dan air kolam berasal dari mata air gunung Tampomas dan berwarna bening. Kolam ini biasanya digunakan untuk budidaya ikan lalawak, mas dan mujair. Kolam ini berada di antara kebun pisang, melinjo, salak dan perumahan penduduk.

C. Parameter Lingkungan

1. Parameter Fisika Kimia a. Suhu dan warna perairan Dari hasil pengukuran parameter fisika diperoleh hasil berupa data suhu dan warna perairan di masing-masing kolam pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai parameter suhu dan warna kolam penelitian Kolam ke- Bulan sampling Suhu Suhu Rata-rata Warna Air kolam

05.30 WIB 13.30 WIB

U1 U2 U1 U2 KOLAM I 400 m dpl Okt 26°C 26°C 31°C 31°C 28°C Coklat Nov 26°C 26°C 29°C 29°C Des 25°C 26°C 31°C 30°C Jan 25°C 25°C 30°C 30°C KOLAM II 450 m dpl Okt 24°C 24°C 26°C 26°C 25°C Coklat Nov 24°C 24°C 27°C 27°C Des 22°C 22°C 27°C 27°C Jan 23°C 23°C 28°C 27°C KOLAM III 500 m dpl Okt 20°C 20°C 25°C 25°C 21,5°C Jernih Nov 21°C 21°C 23°C 24°C Des 19°C 19°C 21°C 22°C Jan 20°C 20°C 23°C 23°C Dari tabel 7 di atas, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan suhu rata-rata seiring dengan meningkatnya ketinggian tempatnya. Suhu di kolam I berkisar 25- 31°C, di kolam II 22-28°C dan di kolam III 19-25°C . Hal dapat disebabkan semakin meningkat ketinggian tempat, maka kerapatan udara gas semakin meningkat pula. hal ini menyebabkan energi yang dihasilkan semakin rendah sehingga kemampuan untuk mengikat kalor dari lingkungan semakin berkurang atau kecil sehingga suhu udara semakin rendah. Dengan menurunnya udara lingkungan, maka akan menyebabkan menurunnya suhu perairan kolam. Menurut Poernomo dalam Raharja 2004, suhu dalam budidaya perikanan merupakan faktor yang sangat penting. Suhu perairan yang sesuai akan mengakibatkan pertumbuhan ikan yang optimal. Suhu yang optimal akan mempercepat pertumbuhan biota sehingga mengakibatkan kelancaran dan kemudahan dalam proses metabolisme. Suhu yang aman dalam budidaya perairan adalah pada kisaran 25 – 32 C dan optimum pada suhu 29 – 31 C. Secara umum, suhu perairan yang aman dan baik bagi budidaya ikan lalawak adalah pada kolam I atau pada ketinggian tempat 400 m dpl. Kisaran suhu pada kolam I masih dalam kondisi yang mampu ditolerir oleh ikan lalawak sehingga dapat mendukung proses pertumbuhan ikan lalawak itu sendiri. Warna perairan juga merupakan faktor yang berpengaruh bagi pertumbuhan ikan. Warna perairan dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air dan mengganggu proses fotosintesis. Menurut WHO dalam Effendi 2000, untuk kebutuhan air minum, warna perairan tidak boleh lebih dari 15 Pt Co. Akan tetapi, untuk kebutuhan budidaya perikanan warna tidak dipersyaratkan. b. DO oksigen terlarut Dari hasil pengukuran parameter kimia diperoleh hasil berupa data oksigen terlarut di masing-masing kolam pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai parameter DO kolam penelitian Kolam ke- Bulan sampling DO mgl DO Rata-rata mgl

05.30 WIB 13.30 WIB

U1 U2 U1 U2 KOLAM I Okt 5,51 5,51 6,42 6,69 5,94 Nov 5,23 5,23 6,56 6,60 Des 5,24 5,24 6,76 6,76 Jan 5,39 5,39 6,38 6,45 KOLAM II Okt 6,36 6,36 7,11 7,11 7,07 Nov 6,54 6,35 8,24 8,24 Des 6,43 6,43 8,23 8,21 Jan 5,98 5,98 7,68 7,68 KOLAM III Okt 7,12 7,12 8,78 8,78 8,02 Nov 7,24 7.24 8,11 8,11 Des 7,24 7,24 9,27 9,27 Jan 7,16 7,16 9,25 9,25 Pada tabel 8, terlihat bahwa nilai DO semakin meningkat dengan meningkatnya ketinggian tempat. DO di kolam I berkisar antara 5,23-6,76 mgl, di kolam II 5,98-8,24 mgl dan di kolam III 7,12-9,27mgl. perbedaan nilai DO tersebut dipengaruhi oleh suhu di masing-masing kolam. Meningkatnya suhu menyebabkan menurunnya kelarutan gas dalam air sehingga nilai DO juga menurun dengan meningkatnya ketinggian tempat. Rendahnya suhu menyebabkan difusi udara lebih mudah terjadi. Rendahnya kadar oksigen terlarut di kolam 1 dapat disebabkan letak kolam yang berada di antara area persawahan yang memiliki potensi untuk menghasilkan limbah pertanian. Adanya limbah pertanian menyebabkan upaya untuk mengdegradasi bahan organik oleh organisme penguarai semakin besar. Hal tersebut menyebabkan pemanfaatan oksigen terlarut yang semakin besar oleh organisme pengurai. Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya O 2 , CO 2, N 2 , dan CH 4 Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003. Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme dalam air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10 ºC menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Peningkatan suhu ini seringkali kali disertai penurunan kadar oksigen sehingga seringkali menyebabkan tidak terpenuhinya konsumsi oksigen organisme akuatik untuk metabolisme. Kandungan DO di kolam III yang tinggi disebabkan karena sumber air yang berasal dari mata air pegunungan Tampomas yang diperkirakan masih baik baku mutunya dan belum terkontaminasi oleh kegiatan manusia, baik pertanian maupun rumah tangga. c. Alkalinitas Dari hasil pengukuran parameter kimia diperoleh hasil berupa data alkalinitas di masing-masing kolam pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai parameter alkalinitas kolam penelitian Kolam ke- Bulan sampling Alkalinitas mgl Alkalinitas rata-rata mgl U1 U2 KOLAM I Okt 80 80 72,50 Nov 66 62 Des 80 80 Jan 64 68 KOLAM II Okt 60 60 61,75 Nov 60 60 Des 62 62 Jan 64 66 KOLAM III Okt 30 30 37,5 Nov 40 28 Des 40 40 Jan 46 46 Mackereth et al. 1989 dalam Hefni 2003 berpendapat bahwa pH berkaitan erat dengan alkalinitas dan karbondioksida. Pada pH 5, alkalinitas dapat mencapai nol. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Pada tabel 6 terlihat bahwa meningkatnya ketinggian menyebabkan penurunan nilai pH sehingga menyebabkan penurunan nilai alkalinitas perairan kolam. Kolam I memiliki kisaran alkalinitas 64-80 mg l , kolam II 60-66 mg l dan kolam III 28-46 mg l. Kolam I dan II termasuk dalam kategori kolam yang memiliki alkalinitas bernilai sedang, produktifitas sedang, pH bervariasi, penyediaan CO 2 sedang sehingga aman untuk pertumbuhan ikan. Sementara itu, kolam III termasuk dalam kategori alkalinitas rendah, kematian ikan dapat bervariasi, produktifitas kurang. Menurut Swingle 1968 dalam Effendi 2000, alkalinitas perairan yang baik untuk ikan berada dalam kisaran 50 – 100 mg l. Perairan dengan alkalinitas tinggi lebih produktif daripada perairan dengan alkalinitas rendah. Tingkat produktivitas perairan ini sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan nilai alkalinitas, tetapi berkaitan dengan keberadaan fosfor dan elemen esensial lain yang kadarnya meningkat seiring dengan meningkatnya alkalinitas. d. Derajat Keasaman pH Dari hasil pengukuran parameter kimia diperoleh hasil berupa data pH di masing-masing kolam pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai parameter pH kolam penelitian Kolam ke- Bulan sampling pH pH rata-rata KOLAM I Okt 7,5 7 Nov 6,5 Des 7 Jan 7 KOLAM II Okt 7 6,5 Nov 6 Des 6,5 Jan 6,5 KOLAM III Okt 6,5 6,25 Nov 6 Des 6 Jan 6,5 Pada tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa nilai pH dari kolam I tergolong netral, sementara kolam II dan III termasuk dalam kategori asam USAID, 1976 dalam Effendi, 2000. Bila dikaitkan dengan letak kolam, maka derajat pH yang asam tersebut diperkirakan akibat tingginya bahan organik dari pertanian dan pemukiman penduduk. Meningkatnya bahan organik akan meningkatkan penguraian secara kimiawi sehingga kondisi perairan menjadi asam karena banyaknya ion Hidrogen yang dihasilkan. Menurut Pescod 1973, rendahnya nilai pH menunjukkan rendahnya kandungan mineral. 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1 2 3 Kolam K e lim pa ha n ind l Bacillariophyceae Euglenophyceae Cyanophyceae Chlorophyceae Derajat keasaman pH pada kolam I berkisar antara 6,5-7,5, kolam II 6-7 dan kolam III 6-6,5. Secara keseluruhan, kondisi pH di ketiga kolam relatif baik untuk budidaya ikan 2. Parameter Biologi Dari analisa fitoplankton didapatkan nilai kelimpahan fitoplankton di ketiga kolam penelitian seperti yang tercantum pada Gambar 6 di bawah ini. a. Kelimpahan Fitoplankton Fitoplankton di ketiga kolam penelitian terdiri dari 4 kelas gambar 6, yaitu kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae, Euglenophyceae. Dari gambar 6 dapat terlihat bahwa kelas Bacillariophyceae terdapat dalam jumlah yang paling banyak. Menurut penelitian Luvi 2000, makanan ikan lalawak terdiri dari Baccillariophyceae sebagai makanan utama ikan lalawak, Chlorophyceae sebagai makanan pelengkap, Cyanophyceae dan Mollusca sebagai makanan tambahan. Gambar 6. Grafik Kelimpahan fitoplankton di tiga kolam penelitian Di dalam kolam perairan, kuantitas dan kualitas selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya. Seperti tumbuhan darat, fitoplankton memerlukan kondisi lingkungan yang optimal agar dapat tumbuh dengan baik. Menurut Fogg 1965, suhu air yang baik untuk pertumbuhan fitoplankton adalah 25 – 30 C. Suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton bervariasi dengan adanya pengaruh intensitas cahaya dan konsentrasi beberapa nutrien. Sedangkan nilai pH yang baik untuk pertumbuhan fitoplankton adalah 6,5 – 8,5. Berdasarkan kondisi lingkungan dari masing-masing kolam, maka dapat disimpulkan bahwa ketiga kolam percobaan memiliki kondisi yang baik untuk pertumbuhan fitoplankton, khususnya dari kelas Bacillariophyceae sebagai makanan utama ikan lalawak. b. Indeks Keanekaragaman H’, Keseragaman E dan Dominansi D Fitoplankton Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi fitoplankton di ketiga kolam penelitian dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini . Tabel 11. Indeks keanekaragaman H’, keseragaman E dan dominansi D fitoplankton Indeks Kolam I Kolam II Kolam III Keanekaragaman 1.69 1.64 1.58 Keseragaman 0,77 0.78 0.87 Dominansi 0,26 0.24 0.25 Berdasarkan tabel 11 hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 3, Indeks Keanekaragaman H’ fitoplankton pada tiga kolam penelitian berkisar pada nilai 1-3. Nilai tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman di ketiga kolam penelitian termasuk keanekaragaman sedang. Keanekaragaman spesies dapat dikatakan sebagai keheterogenan spesies dan merupakan ciri khas struktur komunitas yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan dimana biota itu hidup. Indeks keseragaman dapat dikatakan sebagai keseimbangan komposisi setiap spesies dalam suatu komunitas Kreb, 1972 dalam Surawijaya, 2004. Nilai indeks keseragaman pada ketiga kolam penelitian mendekati satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah fitoplankton dari setiap kelas hampir sama pada masing-masing kolam penelitian. Nilai indeks dominansi pada ketiga kolam penelitian mendekati nol. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada jenis fitoplankton yang mendominasi masing-masing kolam penelitian.

D. Hubungan Panjang Berat