Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar dalam pengembangan Klasifikasi dan Morfologi

berbeda. walaupun saat ini ada indikasi bahwa ikan lalawak hidup di daerah hulu sungai yang relatif tidak tercemar oleh bahan organik. Untuk mengetahui ketinggian tempat yang dapat memberikan pengaruh positif pada budidaya ikan lalawak di kolam-kolam pemeliharaan, maka diperlukan suatu penelitian yang mampu mendeteksi pengaruh ketinggian tempat terhadap kondisi ekologis dan biologis ikan lalawak.

B. Rumusan Masalah

Ketinggian tempat akan mempengaruhi kondisi ekologi perairan kolam baik secara fisika, kimia dan biologi. Perbedaan kondisi tersebut akan mempengaruhi pula kondisi biologi ikan lalawak, termasuk laju pertumbuhannya. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan penebaran benih ikan lalawak di kolam-kolam pemeliharaan pada ketinggian tempat yang berbeda. Pada masing-masing ketinggian tempat akan didapatkan gambaran tentang pengaruhnya terhadap kondisi ekologis perairan dan biologis ikan lalawak.

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara ketinggian tempat dengan aspek ekologi dan aspek biologi ikan lalawak. Aspek ekologi meliputi: kualitas air secara fisika, kimia dan biologi, sedangkan aspek biologi ikan lalawak meliputi: hubungan panjang berat, laju pertumbuhan ikan dan faktor kondisi.

D. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar dalam pengembangan

budidaya ikan lalawak Barbodes spp khususnya di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat di kolam-kolam pemeliharaan . II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi ikan lalawak menurut Kottelat et al., 1993 adalah : Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Cypriniformes Sub Ordo : Cyprinoidea Famili : Cyprinidae Genus : Barbodes balleroides Ikan lalawak Barbodes balleroides memiliki nama sinonim, yaitu Barbus wadon Bleeker, 1850, Barbus bramoides C. V., 1842, Systomus Barbodes amblycephalus Bleeker, 1860. Gambar 1. Ikan lalawak Barbodes balleroides http:www.fishbase.orgPhotosThumbnailsSummary.cfm?ID=17363 Genus Barbodes mempunyai sisik dengan struktur beberapa jari-jari sisik sejajar atau melengkung ke ujung, sedikit atau tidak ada proyeksi jari-jari ke samping. Ada tonjolan sangat kecil yang memanjang dari tulang mata sampai ke moncong dan dari dahi sampai ke antara mata. Bibir bagian atas terpisah dari moncongnya oleh suatu lekukan yang jelas. Pangkal bibir atas tertutup oleh lipatan kulit moncong. Bagian perut di depan sirip perut datar atau membulat tidak memipih membentuk geligir tajam., jika terdapat geligir hanya terbatas di bagian belakang sirip perut. Tidak ada tonjolan di ujung rahang bawah. Terdapat 5 – 8 1 2 jari-jari bercabang pada sirip dubur. Tidak ada duri mendatar di depan sirippunggung. Jari-jari terakhir sirip punggung lemah atau keras, tapi tidak bergerigi. Jari-jari terakhir sirip punggung halus atau bergerigi di belakangnya, 7- 10 1 2 jari-jari bercabang pada sirip punggung. Gurat sisi tidak sempurna, tidak ada atau berakhir di pertengahan pangkal sirip ekor. Tidak ada pori tambahan pada sisik sepanjang gurat sisi. Pori-pori pada kepala terisolasi, tidak membentuk barisan sejajar yang padat. Mulut terminal atau subterminal. Mempunyai bibir halus berpapila atau tidak, tetapi tanpa lipatan. Mulut kecil, celahnya tidak memanjang melebihi garis vertical yang melalui pinggiran depan mata. Jari-jari sirip dubur tidak mengeras Kottelat et al. 1993. Masyarakat Kecamatan Buah Dua mengenal tiga jenis ikan lalawak, yaitu lalawak sungai, lalawak jengkol dan lalawak kolam. Dalam penelitian ini akan lebih banyak dibahas tentang ikan lalawak kolam. Ikan lalawak kolam memiliki bentuk tubuh dan kepala pipih, berwarna perak kehijauan dengan bagian punggung berwarna agak gelap. Gurat sisi sempurna. Ikan lalawak mempunyai nama lokal lainnya, yaitu bader abang, lokas, Lukas, wader, waderbang Jawa, lawak, lelawak, wader merah, balar, Regis, dan turup hawu Jawa Barat, halap Kalimantan Barat, salap Kalimantan Selatan, dan di Kalimantan Timur disebut iblab Schuster dan Djajadiredja, 1952 dalam Luvi, 2000.

B. Aspek Ekologi 1. Habitat Kolam