Kelimpahan Plankton Pola Pertumbuhan Faktor Kondisi

Alkalinitas total dihitung dengan menggunakan rumus: Alkalinitas total ppm CaCO 3 = B x N titran x 50 x 1000 ml sampel Keterangan : B = volume titran yang digunakan N titran = 0.02 N ml sampel = 50 ml DO diukur secara insitu yaitu dengan memasukkan air sampel ke dalam botol BOD sampai meluap sebanyak 125 ml. Sampel air tersebut kemudian ditambahkan Sulfamic acid 1 ml dan ditambahkan reagen-reagen seperti MnSO 4 Mangan sulfat dan NaOH+KI 1 ml. Botol BOD kemudian dibolak-balik sebanyak 20 kali dan dibiarkan beberapa saat sampai terbentuk endapan coklat. Kemudian ditambahkan 1 ml H 2 SO 4 Asam sulfat dan dibolak-balik sampai endapan larut. Air tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet Mohr dan dititrasi dengan Na-thiosulfat hingga terjadi perubahan warna dari kuning tua menjadi kuning muda. Teteskan 4 tetes indikator amylum sulfat berwarna hitam kebiruan dan titrasi kembali dengan Na- thiosulfat hingga bening kemudian dicatat volume titrannya. DO dihitung dengan menggunakan rumus: BOD botol ml terpakai reagen ml botolBOD ml sampel ml thiosulfat Na normalitas titran ml l mgO . . . . . . 1000 8 . . 2 − × × − × = D. Analisa Data

1. Kelimpahan Plankton

Perhitungan kelimpahan fitoplankton menggunakan rumus sebagai berikut Basmi, 1994 : n E D C B A N × × × = 1 Keterangan ; N = Individu plankton per liter Indliter A = Volume air yang disaring l B = Volume air tersaring ml C = Volume air contoh di bawah gelas penutup 1 tetes = 0,05ml D = Luas gelas penutup 400 mm 2 E = Luas total yang teramati 400 mm 2 n = Jumlah plankton jenis ke-I yang tercacah Keanekaragaman fitoplankton dengan indeks Shannon – Wiener Odum, 1971 : H’ = - ∑ pi ln pi , pi = N ni , Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu dari seluruh jenis Dengan ketentuan : H’ 1 = Keanekaragaman rendah 1 ≤ H’ ≤ 3 = Keanekaragaman sedang H’ 3 = Keanekaragaman tinggi Keseragaman fitoplankton dapat dihitung dengan menggunakan formulasi Brower and Zar, 1977 : Hmaks H E = , Keterangan : E = Indeks keseragaman H’ = Indeks keanekaragaman H maks = Ln S Dengan ketentuan : E ~ 0 = Dominansi jenis tertentu E ~ 1 = Jumlah individu tiap jenis sama Indeks dominansi berkisar antara 0 – 1, jika nilai ini mendekati nol, maka hampir tidak ada individu yang mendominasi dan biasanya diikuti oleh keanekaragaman yang tinggi Odum, 1971.

2. Pola Pertumbuhan

Penentuan hubungan panjang berat dilakukan dengan menggunakan rumus Effendi, 1979 : W = aL b Log W = Log a + b Log L Keterangan : W = Berat ikan gram L = Panjang total ikan cm a dan b adalah konstanta dari persamaan tersebut Untuk mengetahui apakah b = 3, maka dilakukan uji t. Kemudian hasil t hitung dibandingkan dengan t total. Apabila b = 3, maka pola pertumbuhan bersifat isometrik, jika b 3, maka pola pertumbuhan bersifat allometrik.

3. Laju Pertumbuhan Panjang dan Berat a. Laju pertumbuhan panjang

100 1 x Lo Lt t ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = − − α Keterangan : α = Laju pertumbuhan panjang mm Lt = Panjang akhir mm Lo = Panjang akhir mm t = Waktu

b. Laju pertumbuhan berat

100 1 x Wo Wt t ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = − − α Keterangan : α = Laju pertumbuhan panjang mm Wt = Panjang akhir mm Wo = Panjang akhir mm t = Waktu

4. Faktor Kondisi

Menurut Effendi, 1979, pengukuran faktor kondisi ikan dapat dilakukan berdasarkan data berat dan panjang ikan. Apabila b = 3, maka rumus yang digunakan adalah ; Kn = 100 W L 3 Keterangan : Kn = Faktor kondisi W = Berat ikan g L = Panjang total ikan cm Apabila b 3, maka rumus yang digunakan : W W Kn = Keterangan : Kn = Faktor kondisi W = Berat ikan g W = aL b

5. Analisis data