2.5 Kerangka Berpikir
Gambar Bagan 2.1
Televisi merupakan kotak tabung ajaib yang menampilkan gambar dan suara. Televisi memiliki beberapa tayangan yang dapat dipilih sesuka hati
penontonnya. Tayangan tersebut bagaikan obat candu bagi penontonnya. Setiap hari berbagai stasiun televisi menayangkan film dan sinetron yang penuh dengan
adegan kekerasan dan mistik, juga liputan bencana alam, kerusuhan, aksi teroris, penculikan, kriminalitas atau kejahatan mengerikan yang ditonton keluarga
termasuk anak-anak. Hasil kajian dari Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia saja mencatat rata-rata anak usia sekolah dasar menonton televisi antara 30-35
jam setiap minggu. Artinya perhari mereka biasa menonton televisi 3-4 jam. Sementara di hari minggu bisa 7-8 jam. Jika rata-rata empat jam perhari berarti
setahun sekitar 1400-1800 jam sampai anak lulus SLTA. Padahal waktu yang dilewatkan anak-anak dari TK sampai SLTA hanya 1300 jam. Ini berarti anak-
anak meluangkan lebih banyak waktunya untuk menonton televisi daripada kegiatan apapun selain tidur.
Televisi media audio-visual
Berbagai jenis program televisi
anak
perilaku agresif Kebiasaan menonton televisi
tanpadalam pengawasan orangtua dan tidak sesuai umur
Keseringan ini membuat anak dapat meniru adegan-adegan yang terdapat dalam program televisi, padahal anak bagaikan kertas putih kosong yang dapat
diisi oleh siapapun, kapanpun, media apapun dan dimanapun. Dari orang ahli psikologi yaitu Neil Miller dan John Dollard pada tahun 1941 dalam hasil
laporan eksperimennya mengatakan bahwa peniruan imitation merupakan hasil proses pembelajaran yang ditirunya dari orang lain. Proses belajar tersebut
dinamakan pembelajaran sosial social learning. Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah memperoleh tambahan ketika seseorang
meniru orang lainnya dan memperoleh hukuman ketika ia tidak menirunya. Adegan-adegan dalam program televisi memberikan contoh perilaku yang akan
menjadikan seorang anak itu menjadi agresif.
2.6 Hipotesis