Dampak Program televisi Dampak Program televisi

hantu jika melihat orangtua atau orang-orang si sekitarnya ketakutan dan berteriak saat menonton film atau iklan yang menunjukkan sosok hantu.

2.1.4 Dampak Program televisi

Segu dang program televisi yang disajikan membuat kita terlena olehnya. Namun, dibalik segudang iming-iming program yang menarik perhatian tersebut menyimpan sejumlah efek baik efek negatif maupun positif bagi penontonnya. Barrie Gunter 1994 menggolongkan efek yang bersifat kognitif sikap dan keyakinan, afektif emosi, atau behavioral. Ia membuat pembendaan lebih lanjut berkenaan dengan tipe efek dan berkomentar mengenai bukti riset, yang dapat dirangkum sebagai berikut: 2.1.4.1. Chatarsis: gagasan bahwa kekerasan dalam program televisi melepaskan atau menyalurkan perasaan dan sikap kekerasan. 2.1.4.2. Arousal: materi kekerasan menggerakkan perasaan, tanpa perlu difokuskan pada baik-buruknya terlebih dahulu. 2.1.4.3. Disinhibition: televisi dengan tayangan kekerasan meruntuhkan kontrol sosial terhadap gagasan kekrasan. 2.1.4.4. Imitation: televisi dengan tayangan kekerasan melahirkan peniruan atas perilaku tersebut. 2.1.4.5. Desensitization: menonton kekerasan menyebabkan khalayak menjadi keras, memikirkan kekerasan atau bersikap keras. dan berteriak saat menonton film atau iklan yang menunjukkan sosok hantu.

2.1.5 Dampak Program televisi

Segudang program televisi yang disajikan membuat kita terlena olehnya. Namun, dibalik segudang iming-iming program yang menarik perhatian tersebut menyimpan sejumlah efek baik efek negatif maupun positif bagi penontonnya. Barrie Gunter 1994 menggolongkan efek yang bersifat kognitif sikap dan keyakinan, afektif emosi, atau behavioral. Ia membuat pembendaan lebih lanjut berkenaan dengan tipe efek dan berkomentar mengenai bukti riset, yang dapat dirangkum sebagai berikut: 2.1.4.6. Chatarsis: gagasan bahwa kekerasan dalam program televisi melepaskan atau menyalurkan perasaan dan sikap kekerasan. 2.1.4.7. Arousal: materi kekerasan menggerakkan perasaan, tanpa perlu difokuskan pada baik-buruknya terlebih dahulu. 2.1.4.8. Disinhibition: televisi dengan tayangan kekerasan meruntuhkan kontrol sosial terhadap gagasan kekrasan. 2.1.4.9. Imitation: televisi dengan tayangan kekerasan melahirkan peniruan atas perilaku tersebut. 2.1.4.10. Desensitization: menonton kekerasan menyebabkan khalayak menjadi keras, memikirkan kekerasan atau bersikap keras. Sedangkan pendapat Bandura dalam Syailendra, 2009: 68 pengaruh adegan kekerasan dalam film atau program televisi terhadap anak-anak dapat disimpulkan sebagai berikut. 2.1.4.1.Observed aggresion Anak-anak melakukan observasi pengamatan tentang program televisi. Tujuannya adalah mendapatkan pengetahuan yang lebih jelas tentang suatu peristiwa. 2.1.4.2.Dishibition Adalah berkurangnya rintangan, hambatan, atau kemampuan untuk menahan diri. Setelah melakukan pengamatan, kemampuan anak-anak untuk mengendalikan dirinya akan berkurang sebagai dampak dari peristiwa kekerasan yang disaksikannya. 2.1.4.3.Desensitization Adalah kondisi kurang atau hilangnya kepekaan, yang bisa disebut reaksi emosional. Dampak film atau tayangan kekerasan adalah hilangnya kemampuan anak-anak tumpul. Dengan demikian, akan terjadi reaksi berupa film kekerasan yang mengajarkan agresi. 2.1.4.4.Habitualiztion Jika seorang anak sering menyaksikan tayangan kekerasan, mereka akan terbiasa dengan kekerasan tersebut sehingga menganggapnya sebagai hal biasa saja. Berbagai program televisi menyajikan berbagai menu layaknya menu makanan yang dapat dipilih kapan saja sesuai dengan selera kita. Sebagai penikmat haruslah cerdas dalam memilah-milahnya, jika salah mengambilnya maka akan berakibat hal yang tidak baik. Dari beberapa dampak menurut ahli diatas dapat disimpulkan bahwa program televisi yang mengandung kekerasan akan diserap oleh anak dan anak akan beranggapan bahwa kekerasan menyelesaikan berbagai masalah serta menjadi hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari.

2.2 Perilaku Agresif