Pelaksanaan RTRW di Kabupaten Langkat

53 Secara umum kegiatan terbentuk menurut 3 tiga bentuk satuan ruang yaitu kawasan perkotaan, kawasan perdesaan dan kawasan tertentu. Arahan pemanfaatan ruang wilayah terdiri dari indikasi program utama jangka menengah lima tahunan, indikasi sumber pendanaan, indikasi pelaksana kegiatan, dan waktu pelaksanaan. 112 Indikasi pelaksana kegiatan terdiri dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, swasta dan masyarakat. 113 Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang disusun untuk mewujudkan tertib tata ruang dan agar pelaksanaan pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRWK. 114

B. Pelaksanaan RTRW di Kabupaten Langkat

Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara. Jarak rata-ratanya dari Kota Medan sekitar 60 km ke arah barat laut, dan berbatasan langsung dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Kabupaten Langkat beribukota di Stabat. Wilayah Kabupaten Langkat terletak pada koordinat 3°14’ - 4°13’ LU dan 97°52’ - 98°45’ BT dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: 115 a. Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Propinsi Nangro Aceh Darussalam NAD b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo 112 Pasal 42 ayat 1 Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat 113 Pasal 42 ayat 4 Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat 114 Pasal 43 ayat 1 Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat 115 http:deneelavend.blogspot.com200911profil-kabupaten-langkat-sumatera-utara.html, diakses tanggal 19 November 2014 pukul 12.00 Wib 54 c. Sebelah barat berbatasan dengan Prop. NAD dan Tanah Alas d. Sebeleh timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai. Luas keseluruhan Kabupaten Langkat adalah 6,263.29 km² atau 626.329 Ha. Sebelum berlaku UUPA No. 51960 ada beberapa ketentuan yang mengatur pertanahan yaitu ketentuan-ketentuan yang berdasarkan kepada hukum perdata barat dan ketentuan-ketentuan yang tunduk kepada hukum adat. Hukum perdata barat adalah peraturan pertanahan yang dikeluarkan oleh pemerintahan belanda seperti Eigendom recht, erfacht recht, postal recht dan lain-lain peraturan yang kesemuanya bertujuan untuk lebih menguatkan bangunan hukum pada masa itu, sehingga jelas perbedaan antara hak-hak atas tanah yang berdasarkan hukum adat dan dilain pihak berdasarkan hukum barat. Sedangkan hukum adat merupakan hukum atau peraturan-peraturan yang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat di Indonesia dimana sumbernya adalah peraturan-peraturan yang tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Hal ini bisa dilihat dalam ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 UUPA UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pasal 14 menentukan agar Pemerintah membuat “rencana umum” penggunaan tanah untuk berbagai macam kepentingan masyarakat dan negara. Sedang Pasal 15 UUPA menentukan agar penggunaan tanah tidak menimbulkan kerusakan bagi lingkungan hidup termasuk terpeliharanya tingkat kesuburan tanah. Pasal 14 UUPA dan penjelasannya disebutkan bahwa ” untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita Bangsa dan Negara dalam bidang pertanahan perlu adanya rencana “planning” mengenai peruntukan, penggunaan, dan persediaan bumi, air, dan ruang angkasa untuk pelbagai kepentingan hidup rakyat 55 dan Negara.” Pemerintah membuat rencana umum persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Berdasarkan rencana umum yang dibuat Pemerintah Pusat, pemerintah daerah kemudian dapat mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan tanah diwilayahnya sesuai dengan kondisi daerahnya masing-masing dengan Peraturan Daerah. Apabila dikaji lebih lanjut, maka UUPA memang telah mengariskan bahwa kewenangan pemerintah dalam perencanaan persediaan, peruntukan dan penggunaan sumberdaya tanah dapat dilaksanakan oleh daerah. Secara umum perencanaan tata ruang adalah suatu proses penyusunan rencana tata ruang untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan manusianya serta kualitas pemanfaatan ruang yang secara struktural menggambarkan keterikatan fungsi lokasi yang terpadu bagi berbagai kegiatan. Perencanaan tata ruang dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Pemanfaatan ruang adalah rangkaian program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang ditetapkan di dalam rencana tata ruang. 116 Penyusunan dan pelaksanaan program-program serta proyek-proyek di kawasan budidaya dan diselengarakan oleh instansi pemerintah, swasta, masyarakat harus berdasarkan pada pokok-pokok kebijaksanaan. Peta rencana alokasi pemanfaatan ruang, struktur tata ruang dan kawasan strategis dengan skala ketelitian 1:100.00. RTRW Kabupaten Langkat bersifat terbuka untuk umum dan ditempatkan di kantor pemerintah dan tempat-tempat yang mudah dilihat oleh 116 Hadi Yunus Sabari, Struktur Tata Ruang Kota, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta , 2000, hlm 23 56 masyarakat. Masyarakat berhak mendapatkan informasi mengenai RTRW Kabupaten Langkat secara tepat dan mudah. Rencana tata ruang wilayah dan rencana detail tata ruang yang telah disusun selanjutnya ditetapkan sebagai produk yang mengikat pemangku kepentingan sesuai dengan peraturan perundang-undangan RTRWN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi RTRWP dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten RTRWK ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sebagai sebuah ketentuan yang mengikat, rencana tata ruang selanjutnya menjadi pedoman dalam proses pembangunan yang terkait dengan pengembangan struktur ruang dan pembentukan pola pemanfaatan ruang di wilayah perencanaan. Prosedur penyusunan rencana tata ruang untuk rencana tata ruang wilayah kabupaten meliputi; a proses penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten; b pelibatan peran masyarakat di tingkat kabupaten dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten; dan c pembahasan rancangan rencana tata ruang wilayah kabupaten oleh pemangku kepentingan di tingkat kabupaten. 117 Rencana rinci tata ruang kabupatenkota merupakan dasar penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan bagi zona-zona yang pada rencana rinci tata ruang ditentukan sebagai zona yang penanganannya diprioritaskan. 118 117 Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang 118 Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Namun dengan keberadaan Peraturan Daerah RTRW Kabupaten Langkat yang mengatur 57 mengenai ruang konservasi, secara jelas menempatkan amanat UUPLH mengenai kawasan lindung sebagai tanggungjawab Pemerintah Daerah Kota. Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Daerah RTRW Kabupaten Langkat yang menyebutkan bahwa rencana pola pemanfaatan ruang adalah meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. 119 Kawasan hutan lindung yang menyebar di wilayah kabupaten adalah seluas kurang lebih 3.398,13 Ha tiga ribu tiga ratus sembilan puluh delapan koma tiga belas hektar. 120 Penetapan kawasan budidaya dilakukan dengan mengacu pada pola ruang kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional, serta memperhatikan pola ruang kawasan budidaya provinsi dan kabupaten. 121 Kawasan lindung meliputi : a kawasan hutan lindung; b kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; c kawasan perlindungan setempat; d kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya; e kawasan rawan bencana; f kawasan lindung lainnya. 122 Sedangkan Kawasan budidaya meliputi : a kawasan peruntukan hutan produksi; b kawasan peruntukan pertanian; c kawasan peruntukan perkebunan; d kawasan peruntukan perternakan; e kawasan peruntukan perikanan dan kelautan; f kawasan peruntukan pertambangan; g kawasan peruntukan industri; h kawasan peruntukan pariwisata; i kawasan peruntukan permukiman; dan j kawasan peruntukan lainnya. 123 119 Pasal 25 ayat 1 Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat 120 Pasal 26 ayat 1 Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat 121 Pasal 25 ayat 2 Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat 122 Pasal 25 ayat 4 Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat 123 Pasal 25 ayat 5 Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat Dalam 58 penyusunan Rencana pola ruang wilayah tetap menjunjung tinggi hak keperdataan yang ada, baik perseorangan maupun badan hukum. 124 1. pengajuan rancangan peraturan daerah kabupatenkota tentang rencana tata ruang kawasan strategis kabupatenkota dari bupatiwalikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupatenkota; Peraturan daerah menempati kedudukan yang paling bawah, Apabila dikaji dengan Peraturan Daerah Tata Ruang Kabupaten Langkat Nomor 9 tahun 2013 maka Peraturan Daerah Tata Ruang Kabupaten Langkat tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang berada diatasnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam konsideran, bahwa Perda RTRW tersebut mengait pada Undang–undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang. Maka apabila dilihat dari tata urutan peraturan perundang–undangan, perda RTRW telah menempati kedudukan yang sebagaimana mestinya. Apabila merujuk Undang–Undang Nomer 10 Tahun 2004 pada Bab III Pasal 12 tentang materi muatan peraturan daerah adalah berisikan seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang– undangan yang lebih tinggi. Prosedur penetapan rencana tata ruang kawasan strategis kabupatenkota meliputi: 2. penyampaian rancangan peraturan daerah kabupatenkota tentang rencana tata ruang kawasan strategis kabupatenkota kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan substansi dengan disertai rekomendasi gubernur; 124 Pasal 25 ayat 6 Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat 59 3. persetujuan bersama rancangan peraturan daerah kabupatenkota tentang rencana tata ruang kawasan strategis kabupatenkota antara bupatiwalikota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupatenkota yang didasarkan pada persetujuan substansi dari Menteri; 4. penyampaian rancangan peraturan daerah kabupatenkota tentang rencana tata ruang kawasan strategis kabupatenkota kepada gubernur untuk dievaluasi; dan 5. penetapan rancangan peraturan daerah kabupatenkota tentang rencana tata ruang kawasan strategis kabupatenkota oleh bupatiwalikota. 125 Dalam hal adanya prioritas pembangunan baru, bupatiwalikota dapat menetapkan bagian baru dari wilayah kabupatenkota yang perlu disusun rencana detail tata ruangnya dengan keputusan bupatiwalikota. 126 Rencana detail tata ruang untuk bagian baru dari wilayah kabupatenkota harus sudah ditetapkan paling lama 24 dua puluh empat bulan sejak penetapan bagian wilayah kabupatenkota yang akan disusun rencana detail tata ruangnya. 127 Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui pengaturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif; dan pengenaan sanksi. 128 Sedangkan untuk melihat konsistensi dan harmonisasi Peraturan Daerah No.9 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat mengenai materi muatan sebagaimana amanat UU No.10 Tahun 2004 maka dalam ketentuan Pasal 3 Peraturan Daerah RTRW dinyatakan bahwa Peraturan Daerah 125 Pasal 58 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang 126 Pasal 60 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang 127 Pasal 60 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang 128 Pasal 148 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang 60 No.9 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat dimaksudkan sebagai landasan hukum dan pedoman mengikat dalam pemanfaatan ruang kota secara berencana, terarah dan berkesinambungan bagi pemerintah daerah dan masyarakat. Dijabarkan pula lebih lanjut dalam Pasal 1 poin h bahwa rencana teknis dan non teknis pengembangan kota adalah merupakan rumusan kebijaksanaan pemanfaatan muka bumi wilayah kota termasuk ruang di atasnya, yang menjadi pedoman pengarahan dan pengendalian dalam pelaksanaan pembangunan kota. Sehingga apabila melihat keberadaan dan kedudukan Peraturan Daerah No.9 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat dengan Tata Urutan Perundangan-undangan, maka dapat disimpulkan telah konsisten dan harmonis. Hal ini dapatlah dimengerti karena Peraturan-peraturan Daerah Perda Kabupaten Langkat merupakan penjabaran lebih lanjut dari apa yang sudah dirumuskan secara nasional. Dalam bagian pertimbangan Peraturan Daerah No.9 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat 2013-2033 dan Perda yang mengatur rencana detail tata ruang. RTRW Kabupaten Langkat berbentuk rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang sehingga belum memuat secara langsung pemberian perijinan pembangunan. Oleh karena itu, tindakan penertiban dengan pengenaan sanksi harus mengacu pada rencana tata ruang yang lebih rinci dan atau pedoman penataan ruang dan penataan bangunan sesuai dengan penggunaannya sebagai acuan operasional pelayanan perijinan pemanfaatan ruang, namun dengan tetap memperhatikan rencana struktur dan arahan yang ditetapkan di dalam RTRW Kabupaten Langkat. Penyusunan dan pelaksanaan program-program serta proyek- 61 proyek di kawasan budidaya yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah, swasta, masyarakat harus berdasarkan pada pokok-pokok kebijaksanaan. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat bersifat terbuka untuk umum dan ditempatkan di kantor pemerintah dan tempat-tempat yang mudah dilihat oleh masyarakat. Masyarakat berhak mendapatkan informasi mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat secara tepat dan mudah. 129 Dasar pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi, dan acuan dalam administrasi pertanahan. 130 RTRW Kabupaten Langkat berperan sebagai alat operasionalisasi pelaksanaan pembangunan di wilayah Kabupaten Langkat dengan luas 626.329 Ha. 131 Kawasan strategis Kabupaten Langkat ditetapkan secara serasi, selaras, dan terpadu dengan kawasan strategis Provinsi Sumatera Utara dengan memperhatikan posisi strategis wilayah kabupaten pada lingkup regional, nasional, dan internasional. 132 Kawasan strategis meliputi : a kawasan strategis pertumbuhan ekonomi; b kawasan strategis sosial budaya; dan c kawasan strategis pelestarian lingkungan. 133 Dampaknya di lapangan, terjadi konflik perencanaan dan pemanfaatan ruang di berbagai daerah banyak terjadi karena tumpang tindihnya kebijakan tersebut, baik secara substansi maupun kelembagaan. 129 Op.Cit, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Langkat 130 Pasal 2 huruf f Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat 131 Pasal 4 ayat 1 Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat 132 Pasal 41 ayat 1 Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat 133 Pasal 41 ayat 2 Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat 62 Contoh kasus yang terjadi alih fungsi lahan pertanian di tingkat pelaksana kebijakan dan di tingkat masyarakat, yang dalam hal ini petani. Seiring dengan masuknya Kota Bogor dalam babak otonomi daerah dijelaskan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999, maka terjadi pelimpahan kewenangan kepada daerah. Dengan sendirinya Kota Bogor mempunyai kewenangan yang luas untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut,untuk mencapai tujuannya di atas tanah maka pemerintah daerah membuat arahan perencanaan terhadap tata ruang kota yang tercermin dalam bentuk RTRW dan RDTR Kota Bogor. Pada prosesnya, ternyata kebijakan penataan ruang memperlihatkan aspek-aspek yang memberikan peluang terjadinya alih fungsi lahan pertanian, yakni di tingkat pelaksana kebijakan dan di tingkat petani sasaran kebijakan. Penyelenggaraan penataan ruang di tingkat pelaksana mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap aturan tata ruang yang telah ditetapkan. Pertama, Tahap Perencanaan. Perencanaan penataan ruang untuk Kota Bogor ternyata dialokasikan sebagai kawasan perdagangan dan jasa, permukiman, industri, pariwisata, dengan skala pelayanan nasional, internasional, dan regional. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tahap perencanaannya saja sudah mengacu pada arahan penggunaan ke dalam konteks non-pertanian. Kedua, Tahap Pelaksanaan. Pelaksanaan tata ruang mencakup upaya pembinaan, yakni dilakukan melalui sosialisasi. Namun upaya pembinaan ini dirasa belum efektif dan kurang menyentuh masyarakat luas. Selain itu, pelaksanaan penataan ruang Kota Bogor dapat disoroti secara spesifik dengan mengacu pada ketersediaan dana pembangunan. Sumber pembiayaan terkait dengan pembangunan dan pengembangan Kota Bogor juga didapat dari pihak swasta. Aturan yang 63 menjelaskan diperbolehkannya sumber pembiayaan pembangunan danpengembangan kota oleh PT. A sebagai swasta, memberikan peluang bagi PT. A untuk melakukan kapitalisme besar-besaran. Ketiga, Tahap Pengendalian. Dalam rangka pengendalian ruang maka diturunkan beberapa aturan, seperti aturan mengenai mekanisme izin lokasi dan Surat Keterangan Pemanfaatan Ruang SKPR. Izin lokasi adalah izin yang diberikan pemerintah daerah kepada perusahaan pengembang dalam rangka penanaman modal. Akibatnya, PT. A dapat memanfaatkan situasi ini untuk mencari keuntungan dari para petani dengan terus berupaya mencari cara agar para petani menjual lahannya. Sementara itu, SKPR sebagai produk pengendalian ruang juga belum menjadi peraturan daerah yang sah. Akibatnya, kekuatan hukumnya belum sepenuhnya kuat dan masih dapat disimpangkan Penyelenggaraan penataan ruang di tingkat petani dapat teridentifikasi melalui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya posisi tawar para petani. Hal ini karena para petani di Kampung Cibereum Sunting tidak memiliki kesiapan untuk berpartisipasi dalam penataan ruang, yakni dipengaruhi oleh ketiadaan akses pengetahuan terhadap kebijakan penataan ruang. Ketidaktahuan petani terhadap tata ruang dapat dipahami, karena petani kurang memiliki wacana dan kemampuan untuk mempertajam terminologi akibat rendahnya pendidikan. Rendahnya pendidikan petani juga dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga petani yang juga rendah. Selain itu, posisi tawar petani yang rendah dipengaruhi oleh ciri-ciri petani, yakni tersubordinasi, memiliki prinsip “safety first”, dan terintegrasi oleh sistem ekonomi makro. Pada intinya, adanya aspek-aspek peluang dari kebijakan penataan ruang tersebut lebih lanjut dimanfaatkan oleh PT. A swasta untuk mencapai tujuannya atas tanah. 64 Pemanfaatan yang dilakukan oleh swasta pada aspek kebijakan penataan ruang di tingkat pelaksana dan petani tersebut memicu terjadinya perubahan penggunaan lahan di Kampung Cibereum Sunting, yakni dari lahan pertanian menjadi kompleks perumahan. Bila dianalisis lebih lanjut dengan melihat fenomena yang terjadi, ternyata faktor yang paling mempengaruhi perubahan alih fungsi lahan pertanian di Kampung Cibereum Sunting adalah faktor luar, yakni pihak swasta dan intervensi pemerintah daerah. 134

C. Tahapan Pembangunan dalam Penyusunan RTRW Kabupaten Langkat