8
dengan kanker serviks, penggunaan hormonal maupun genetik juga mempengaruhi terjadinya kanker serviks Stoler et al., 2014.
2.2.5 Patogenesis
Siklus hidup HPV bergantung dari proses maturasi dari sel epitel skuamosa normal. Heterogenitas tipe HPV, spesies yang terkena, dan jarangnya
interspecies transmissibility mengesankan bahwa virus ini dapat koevolusi dengan penjamunya Thomison et al., 2008.
Genom HPV mempunyai panjang 6900 sampai 8000 base-Pair bp molekul Thomison et al., 2008 yang memiliki kemampuan untuk mengkode
enam protein awal E1, E2, E4-E7 dan dua protein akhir L1 dan L2 yang diperlukan untuk replikasi virus DNA di dalam inti sel pejamu dan untuk
berkumpulnya partikel virus yang baru diproduksi dalam sel yang terinfeksi Doorbar, 2006; Paavonen, 2007. Kedua kelompok tersebut dipisahkan oleh
upstream regulatory region URR yang berfungsi untuk meregulasi replikasi DNA dengan mengontrol transkripsi open reading frames ORF. URR juga
mengandung berbagai variasi genom virus Munoz et al., 2006; Stanley, 2010. HPV dikategorikan menjadi high-risk human papillomavirus HR-HPV dan low-
risk human papillomavirus LR-HPV, bergantung dari kemampuan virus tersebut untuk menimbulkan infeksi yang berhubungan dengan timbulnya kanker
Paavonen, 2007. HPV risiko tinggi merupakan virus yang paling sering ditemukan pada lesi pre kanker dan kanker, sebaliknya LR-HPV jarang ditemukan
pada lesi tersebut. Sebagai catatan, kebanyakan infeksi HR-HPV akan secara
9
spontan menghilang dan tidak berkembang menjadi lesi displasia dan kanker. Tipe HR-HPV yang klasik adalah HPV 16 dan HPV 18, sedangakan tipe LR-HPV
0antara lain HPV 6 dan HPV 11 Thomison et al., 2008. Transmisi HPV terjadi terutama dengan kontak kulit ke kulit.
Kebanyakan kanker serviks timbul pada squamocolumnar junction, yaitu antara epitel kolumnar endoserviks dan epitel skuamosa ektoserviks, dimana pada tempat
tersebut terjadi perubahan metaplasia yang terus menerus. Aktivitas metaplasia terbanyak tersebut terjadi pada saat pubertas, kehamilan pertama, dan menurun
setelah menopause. Stolen et al., 2014. Kondisi predisposisi non herediter adalah
kondisi klinis tertentu yang berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit kanker yang tengah berkembang. Kondisi ini dibagi dua yaitu inflamasi kronik dan
kanker serta kondisi prekanker. Meskipun mekanisme persisnya yang menghubungkan inflamasi kronik dan karsinogenesis tidak diketahui, reaksi
inflamasi kronik dapat menyebabkan produksi sitokin setempat yang berkesinambungan yang dapat menstimulasi pertumbuhan sel yang sudah
mengalami transformasi Gambar 2.5 Hellweg et al., 2006; Stricker dan kumar, 2008.
Gambar.2.5 Hubungan infeksi HPV dengan kanker serviks uteri.
Hellweg et al., 2006
10
2.2.6 Aspek Klinis