HUBUNGAN POSITIF TINGKAT EKSPRESI HER2/neu DENGAN DERAJAT DIFERENSIASI SQUAMOUS CELL CARCINOMA SERVIKS UTERI.

(1)

TESIS

HUBUNGAN POSITIF TINGKAT EKSPRESI

HER2/neu DENGAN DERAJAT DIFERENSIASI

SQUAMOUS CELL CARCINOMA SERVIKS UTERI

EFRISCA M BR DAMANIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(2)

i

TESIS

HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI HER2/neu

DENGAN DERAJAT DIFERENSIASI SQUAMOUS

CELL CARCINOMA SERVIKS UTERI

EFRISCA M BR DAMANIK NIM 1114098103

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

ii

HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI HER2/neu DENGAN

DERAJAT DIFERENSIASI SQUAMOUS CELL

CARCINOMA SERVIKS UTERI

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister dan Program Dokter Spesialis Patologi Anatomi Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

EFRISCA M BR DAMANIK NIM 1114098103

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 9 November 2015

Pembimbing I, Pembimbing II,

DR.dr.I Gusti Ayu Sri Mahendradewi,SpPA(K) dr.L P Iin Indrayani,SpPA(K) NIP. 196502011996012001 NIP. 197303112002121002

Mengetahui, Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Spesialis-1 Patologi Anatomi FK universitas Udayana/RSUD Sanglah Denpasar

DR.dr.I Gusti Ayu Sri Mahendradewi,SpPA(K) NIP. 196502011996012001


(5)

iv

Lembar Penetapan Panitia Penguji Tesis Ini Telah Diuji pada 11 November 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, Nomor : 3773/UNI4.4/HK/2015 Tanggal 3 November 2015

Ketua : DR. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA(K) Anggota :

1. dr.Luh Putu Iin Indrayani,Sp PA(K) 2. dr. Moestikaningsih, SpPA (K)

3. Prof. dr. I Gusti Alit Artha, MS, SpPA(K), MIAC 4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD


(6)

v

Surat Pernyataan Bebas Plagiat

Nama : dr. Efrisca M Br Damanik

NIM : 111409803

Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Combine-Degree)

Judul : Hubungan Positif Tingkat Ekspresi HER2/neu Dengan Derajat Diferensiasi Squamous Cell

Carcinoma Serviks Uteri

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 11 November 2015 Yang membuat pernyataan,


(7)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kristus yang sangat baik atas semua penyertaan, pertolongan, berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya tesis ini tidak mungkin dapat selesai tanpa pertolonganNya dan bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, izinkan penulis dengan sepenuh hati menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga dan sebesar-besarnya kepada DR. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA(K) selaku pembimbing I dan Kepala Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar Periode 2014-2018 yang telah memberikan perhatian, bimbingan, masukan, pengarahan, koreksi serta memberikan ijin untuk segera mengikuti ujian pendidikan Pascasarjana dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Universita Udayana, dr.Luh Putu Iin Indrayani,Sp PA(K) selaku pembimbing II dan Kepala Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Sanglah Denpasar yang telah memberikan perhatian, bimbingan, masukan, pengarahan, koreksi dan memberikan bimbingan serta memberikan ijin untuk peminjaman blok selama menjalani pendidikan spesialis maupun dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. dr. I Gusti Alit Artha, MS, SpPA(K), MIAC selaku dosen pengajar Program Studi ilmu Patologi


(8)

vii

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan dosen akademik penulis yang sudah seperti orang tua penulis sendiri, sekaligus tim penguji yang telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan spesialis memberikan perhatian, bimbingan, masukan, nasihat dan pengarahan selama menjalani pendidikan spesialis maupun dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk dr. Moestikaningsih, SpPA (K) dan Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD sebagai tim penguji yang telah banyak sekali membantu penulis dengan memberikan bimbingan, dorongan, semangat, masukan, saran dan koreksi dari awal pendidikan hingga selesainya tesis ini. Selain itu penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD, FINASIM dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT (K), MKes yang memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister Pascasarjana dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Universitas Udayana.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, SpS (K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk menjadi mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana.

3. Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc., SpGK selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik (Combined Degree) Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan Combined Degree.


(9)

viii

4. Dr. Anak Ayu Sri Saraswati, MKes, Direktur RSUP Sanglah Denpasar Periode 2013-2018, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan di Bagian Patologi Anatomi dan membantu meringankan dana dalam melakukan penelitian di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar.

5. dr. AAAN. Susraini, SpPA (K) sebagai Kepala Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar Periode 2014-2018 yang telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan spesialisasi dan memberikan bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi.

6. Drs. I Ketut Tunas, Msi dan dr. I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M.Epid yang telah membantu memberi masukan dan saran dalam pengolahan data dan statistik mulai dari awal hingga akhir penulisan tesis ini.

7. Dr. I Ketut Mulyadi, SpPA (K) selaku dosen pengajar Program Studi ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang banyak membantu dan memberikan bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi kepada penulis dari awal pendidikan sampai menyelesaikan pendidikan.

8. Putu Alit Nursari, SSi dan Sang Ayu Putu Yulianti, SSi yang telah membantu dalam proses pengecatan imunohistokimia di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar.


(10)

ix

9. Semua dosen Pascasarjana Program Magister Ilmu Biomedik Combined Degree dan Ilmu Patologi Anatomi atas ilmu yang telah dibagikan kepada peneliti sehingga membantu menyelesaikan tesis ini.

10.Seluruh teman sejawat residen di bagian Patologi Anatomi dan pegawai di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

Rasa syukur ini dan sujud penulis persembahkan kepada Ayahanda dan Ibunda, (Alm) Jamanuan Damanik dan Marthauli Br Saragih yang telah memberikan bekal pendidikan yang cukup, doa, dana, perhatian dan kasih sayang serta semangat dan motivasi yang tak terhingga kepada penulis. Ayahanda dan ibunda mertua (Alm) Jusuf Ferdinand Fobia, BA dan Tersia Tse, terima kasih atas dukungan doa, perhatian, motivasi, semangat yang begitu besar selama ini. Kakak dan adik-adik, Efrilda Lastumiur Damanik, SE, Lyndia Yoslin Damanik, ST, MT, Rinta Mauli Damanik, ST, Dina Yota Damanik, ST, Jeffri Van Samuel Damanik, ST, terima kasih atas semangat, doa dan dukungan dana kepada penulis. Terima kasih juga kepada hamba-hamba Tuhan, mama Sanje Lusi, mama dan bapak Amtahan, mama Wadu, mama Nabunome, too maxi, mama dan bapak Wali dan keluarga besar di Soe yang terus memberi dukungan doa, perhatian dan semangat kepada penulis selama mengikuti pendidikan sampai menyelesaikan pendidikan penulis. Akhirnya kepada suami tercinta, dr. Daniel Fobia, terima kasih atas dorongan semangat, perhatian, bantuan, ide, saran, doa dan pengertian selama penulis menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini. Anak-anakku yang


(11)

x

tersayang, Putri Permata Fobia dan Jeremy Fobia terima kasih atas semangat, kasih, dukungan dan pengertian selama penulis menjalani pendidikan.

Semoga tesis ini memberikan manfaat dan sumbangan yang berguna bagi perkembangan pelayanan di Laboratorium Patologi Anatomi dan bidang Ilmu Patologi Anatomi. Terakhir, semoga Tuhan Yesus Kristus, selalu melimpahkan rahmatnya kepada kita semua.

Denpasar, November 2015


(12)

xi

ABSTRAK

HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI HER2/neu DENGAN DERAJAT DIFERENSIASI SQUAMOUS CELL CARCINOMA SERVIKS UTERI

Skuamosa sel karsinoma serviks uteri merupakan karsinoma yang paling sering terjadi pada serviks uteri dan merupakan peringkat kedua terbanyak setelah karsinoma payudara yang menyebabkan kematian. Belum dilakukannya skrining massal berdasarkan populasi terhadap kanker serviks uteri secara intensif menyebabkan tingginya angka penderita baru, bahkan angka kematian pada penderita kanker serviks uteri meskipun telah ada pap smear untuk mendeteksi adanya kanker serviks uteri. Hubungan derajat diferensiasi dan ekspesi HER2/neu pada karsinoma sel skuamosa serviks uteri masih menimbulkan perdebatan. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan hubungan positif ekspresi HER2/neu antara derajat diferensiasi karsinoma sel skuamosa serviks uteri.

Penelitian ini menggunakan metode analitik potong lintang. Sampel penelitian adalah blok paraffin karsinoma sel skuamosa serviks uteri derajat diferensiasi I, II dan III dari Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dari 1 Januari 2013 sampai dengan 30 September 2015 dilakukan rediagnosis untuk mendapatkan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi agar tercapai besar sampel minimal 48 yang masing-masing terdiri dari 15 sampel well differentiated carcinoma (I) 16 sampel moderate

differentiated carcinoma (II) dan 17 sampel poorly differentiated carcinoma (III).

Kemudian dilakukan pulasan imunohistokimia HER2/neu. Hasil penelitian dianalisis dengan Kendall’s rank correlation dan uji Spearman untuk melihat hubungan derajat diferensiasi dengan ekspresi HER2/neu.

Ekspresi HER2/neu positif 28,6% (n=8) pada derajat diferensiasi I, 32,1% (n=9) pada derajat diferensiasi II, 39,3% (n=11) pada derajat diferensiasi III. Dengan uji Spearman didapatkan perbedaan bermakna (p<0,05) dan uji Kendall’s

rank correlation menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara derajat

diferensiasi dengan ekspresi HER2/neu (p<0,005).

Dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara derajat diferensiasi dan ekspresi HER2/neu tetapi secara analisis statistik tidak bermakna. Kata kunci: ekspresi HER2/neu, derajat diferensiasi, karsinoma sel skuamosa serviks uteri.


(13)

xii

ABSTRACT

POSITIF CORRELATION BETWEEN DIFFERENTIATED GRADE AND HER2/neu EXPRESSION IN SQUAMOUS CELL

CARCINOMA OF THE UTERINE CERVIX

Squamous cell carcinoma of the uterine cervix is the most common carcinoma of the cervix uteri and the second largest after breast carcinomas that causes death. Not to do togather screening of the population-based on the cervical cancer with intensive, resulted high numbers of new patients, mortality in patients with cervical cancer even have done of pap smear to detect cervical cancer. Relations differentiation degree and ekspesi HER2/neu in squamous cell carcinoma of the uterine cervix still controvertion. The aim of this study was to prove the positive correlation between expression of HER2/neu and differentiation grade in squamous cell carcinoma of the uterine cervix.

This study was perfomed using a cross sectional analytical method. Sample of this study were paraffin blocks from squamous cell carcinoma uterine cervix grade I, II and III at Pathology Anatomy Department Udayana University/RSUP Sanglah Denpasar from 1st January 2013 to 30th September 2015. Re-diagnoses histopathologically was conducted to get the desired inclution and exclution sample and to achieve 48 minimum samples which consisted of 15 sample well differentiated carcinoma (I), 16 sample moderate differentiated carcinoma (II), 17 sample poorly differentiated carcinoma (III), Afterwards

stained with HER2/neu immunohistochemistry. This study analized by Kendall’s

rank correlation to determine the correlation between differentiated degree and HER2/neu expression.

HER2/neu expression was positif 28,6% (n=8) in grade I, 32,1% (n=9) in grade II, 39,3% (n=11) in grade III. By using Kendall’s rank correlation, there was no significant statistic correlation (p>0,05) and Speraman test, grading was not significant correlation with HER2/neu expression (p>0,005).

Conclution that positif correlation between expression of HER2/neu and differentiation degree but no correlation in analized statistic.

Keyword: HER2/neu expression, differentiated grade, squamous cell carcinoma uterine cervix


(14)

xiii

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR. ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR SINGKATAN ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Manfaat Akademik ... 7

1.4.2 Manfaat Praktis ... 7


(15)

xiv

2.1 Anatomi & Histologi Serviks Uteri ... 8

2.2 Karsinoma Serviks Uteri ... 9

2.2.1 Klasifikasi ... 9

2.2.2 Epidemiologi ... 11

2.2.3 Etiologi ... 13

2.2.4 Faktor Risiko ... 14

2.2.5 Patogenesis ... 15

2.2.6 Aspek Klinis ... 17

2.2.7 Morfologi ... 18

2.2.7.1 Squamous cell carcinoma ... 18

2.2.8 Stadium Patologi ... 20

2.2.9 Penatalaksanaan dan Prognosis ... 22

2.3 HER2/neu ... 23

2.3.1 Struktur HER2/neu ... 23

2.3.2 Fungsi HER2/neu ... 25

2.3.3 Overekspresi HER2/neu pada Kanker ... 27

2.3.4 Ekspresi HER2/neu pada Karsinoma Serviks Uteri ... 30

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 35

3.1. Kerangka Berpikir ... 35

3.2. Konsep Penelitian ... 37

3.3. Hipotesis Penelitian ... 38


(16)

xv

4.1. Rancangan Penelitian ... 39

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

4.3. Ruang Lingkup Penelitian ... 40

4.4. Penentuan Sumber Data ... 40

4.4.1 Populasi ... 40

4.4.1.1 Populasi target ... 40

4.4.1.2 Populasi terjangkau ... 40

4.4.2 Sampel Penelitian ... 41

4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 41

4.4.3.1 Kriteria inklusi ... 41

4.4.3.2 Kriteria eksklusi ... 41

4.4.4 Besar Sampel ... 42

4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel ... 43

4.5.Variabel Penelitian ... 43

4.5.1.Klasifikasi Variabel ... 43

4.5.2.Definisi Operasional Variabel ... 43

4.6. Bahan Penelitian ... 44

4.7 Instrumen Penelitian ... 45

4.8 Prosedur Penelitian ... 45

4.8.1 Cara Pengumpulan Data ... 45

4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan ... 46

4.8.2.1 Prosedur pulasan HE ... 46


(17)

xvi

4.8.3 Alur Penelitian ... 50

4.9 Analisis Data ... 51

BAB V HASIL PENELITIAN ... 53

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian ... 53

5.2 Ekspresi HER2/neu dengan Derajat Diferensiasi SCC serviks Uteri………55

BAB VI PEMBAHASAN ... 60

6.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 60

6.2 Hubungan Ekspresi HER2/neu dengan Derajat Diferensiasi SCC serviks uteri ... 61

6.3 Kelemahan Penelitian……….65

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 67

7.1 Simpulan ... 67

7.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(18)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi karsinoma sel skuamosa serviks uteri berdasarkan

WHO……….10 Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel berdasarkan Prevalensi per Variabel……..12

Tabel 5.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur & Derajat Diferensiasi SCC …54 Tabel 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Derajat Diferensiasi SCC …………...54 Tabel 5.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Pemeriksaan IHK HER2/neu ………55 Tabel 5.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Interpretasi pemeriksaan IHK


(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Squamocolumnar junction dan epitel endoserviks………..8

Gambar 2.2 Zona transformasi serviks.………...9

Gambar 2.3 Frekuensi jumlah kanker pada wanita berdasarkan mortalitas dan morbiditas………..………...11

Gambar 2.4 Grafik insiden karsinoma serviks uteri dan karsinoma payudara tahun 2009-2011 diIndonesia……….13

Gambar 2.5 Hubungan infeksi HPV dengan kanker serviks………..…………..16

Gambar 2.6 A,B,C Squamous cell carcinoma……….19

Gambar 2.7 Reseptor ErbB-2 dan Struktur HER2/neu ………....24

Gambar 2.8. Jalur transduksi utama HER2/neu……….26

Gambar 2.9 Overekspresi pada HER2/neu………....28

Gambar 2.10 Ekspresi HER2/neu………..34

Gambar 3.1 Konsep Penelitian………...38

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian…………...……….39

Gambar.4.2 Skema Alur Penelitian………..50

Gambar 5.1 Ekspresi HER2/neu dengan skor +1 pada derajat diferensiasi I……58

Gambar 5.2 Ekspresi HER2/neu dengan skor +2 pada derajat diferensiasi II.…..58 Gambar 5.3 Ekspresi HER2/neu dengan skor +3 pada derajat diferensiasi III ….59


(20)

xix

DAFTAR SINGKATAN

bp = base pair

CDK = Cyclin Dependent kinase

CIN = Cervical Intraepithelial Neoplasia CIS = Carcinoma In situ

CMI = Cell Mediated Immunity DNA = Deoxyribonucleic Acid

EGFR = Epidermal Growth Factor Receptor E2F = Elongation Two Factor

G1 = Grade I G2 = Grade II G3 = Grade III

HSIL = High grade squamous intra epithelial lesion HER2 = Human Epidermal Growth Factor Receptor -2 H1F1 = Hypoxia Inducible Factor

HIV = Human Immunodeficiency Virus HPV = Human Papillomavirus

H&E = Hematoksilin Eosin

HR-HPV = High-risk Human Papillomavirus Ig = Immunoglobulin

KSCC = Keratinizing Squamous Cell Carcinoma LR-HPV = Low-risk Human Papillomavirus


(21)

xx

MAPK = mitogen-activated protein kinase mRNA = Messenger Ribonucleic Acid mTOR = mammalian target of rapamycin NF�B = nuclear factor �B

NKSCC = Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma ORF = Open Reading Frame

PBS = Phosphate Buffer Saline PI3K = phosphatidylinositol 3-kinase PLC = phospolipase C

PKC = protein kinase C

PTEN = phosphatase and tensin homolog pRb = Protein Retinoblastoma

RR = Relative Risk

SCC = Squamous Cell Carcinoma TNF = Tumor Necrosis Factor URR = Upstream Regulatory Region

VEGF = Vascular Endothelial Growth Factor WHO = World Hearth Organisation


(22)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik..………...73 Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian………..74 Lampiran 3. Data Sampel ………...75 Lampiran 4. Analisis Statistik ………...76 Lampiran 5. Analisis HER2/neu dengan Derajat Diferensiasi SCC serviks uteri


(23)

(24)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini merupakan sesuatu yang menakutkan karena kanker serviks pada stadium awal tidak menunjukkan gejala dan penderita cenderung datang pada stadium lanjut. Belum dilakukannya skrining massal berdasarkan populasi terhadap kanker serviks uteri secara intensif menyebabkan tingginya angka penderita baru, bahkan angka kematian pada penderita kanker serviks meskipun telah ada pap smear untuk mendeteksi adanya kanker serviks uteri.

Karsinoma serviks uteri merupakan keganasan yang menempati urutan kedua di dunia barat setelah kanker payudara. Berdasarkan statistik kanker secara global tahun 2015 terdapat 12.900 kasus baru dan 4.100 kasus kematian per 100.000 populasi (Siegel, 2015). Di Indonesia terutama di Bali berdasarkan data pada tahun 2009 di Denpasar, terdapat 129 kasus kanker serviks uteri yang menduduki peringkat kedua terbanyak pada wanita setelah kanker payudara (Anonim, 2009). Pada tahun 2010, kanker serviks merupakan kanker pertama terbanyak yaitu 182 kasus (Anonim, 2010) Berdasarkan registrasi kanker berbasis patologi pada tahun 2011 di Denpasar, kanker serviks uteri kembali menduduki tingkat kedua terbanyak pada wanita setelah kanker payudara yaitu 108 kasus


(25)

2

dengan insiden tersering pada usia 45-54 tahun (Anonim, 2011). Insiden

squamous cell carcinoma di RSUP Sanglah Denpasar mulai 1 Januari 2013

sampai dengan 30 September 2015 terdapat 130 kasus terdiri dari: 36 kasus (27,69%) well differentiated carcinoma, 30 kasus (23%) moderately differentiated

carcinoma, dan 64 kasus (49,2%) poorly differentiated carcinoma.

Squamous cell carcinoma (SCC) adalah suatu keganasan pada epitel

dengan diferensiasi sel skuamosa pada permukaan serviks uteri dan merupakan keganasan tersering pada serviks uteri. Insidensi terjadi biasanya pada usia tua, tetapi meningkat pada usia muda pada wanita kulit putih (70%) (Fuchs et al., 2007). SCC serviks uteri berdasarkan derajat diferensiasi sudah dikenal sejak tahun 1977 dan sampai sekarang masih digunakan. Saat ini SCC berdasarkan AJCC/UICC TNM 7th ed College of American Pathologists (CAP) tahun 2014 dibagi atas well differentiated carcinoma, moderately differentiated carcinoma

dan poorly differentiated carcinoma (Witkiewicz et al., 2011; Anonim a, 2014).

Berdasarkan WHO dibagi atas keratinizing squamous cell carcinoma, non

keratinizing squamous cell carcinoma dan bermacam-macam tipe lainnya (Stoler

et al, 2014). SCC serviks uteri merupakan karsinoma sel epitel skuamosa yang

infiltratif diantara stroma desmoplastik dengan sitoplasma luas eosinofilik, perbandingan inti dan sitoplasma meningkat, inti pleomorfik, membran inti

irregular dan anak inti prominent. Karsinoma skuamosa serviks uteri bisa dengan

gambaran keratin, individual sel dan adanya jembatan antar sel. Bisa juga tanpa adanya keratin maupun sel individual (Witkiewicz et al., 2011; Stoler et al., 2014).


(26)

3

Penatalaksanaan kanker serviks uteri selain berdasarkan histopatologi, juga berdasarkan faktor klasik yang digunakan untuk mendiagnosis kanker serviks uteri yaitu faktor klinis mengacu pada TNM Classification dan FIGO Staging

System for Cervical Carcinoma, yaitu: tumor primer, Regional Lymph Nodes (N),

Distant Metastasis (M), Resection Margins, dan Lymph-Vascular Invasion, tipe

histologi, grading, dengan terapi radiasi baik kombinasi kemoterapi (kemoradiasi) dengan tindakan operasi maupun paliatif (Anonim, 2014 a).

Penanganan masa kini yang telah dilakukan yaitu dengan marker pemeriksaan molekuler dan imunohistokimia pada karsinoma servik uteri untuk menentukan target terapi yaitu p53, c-myc, EGFR, VEGF, Cox2, dan lain-lain (Stoler et al., 2014). Penelitian dengan menggunakan HER2/neu pada SCC berdasarkan derajat diferensiasi dalam tujuan sebagai target terapi dan faktor prognosis sangat jarang dilakukan mengingat latar belakang SCC serviks uteri memiliki prevalensi angka kesakitan dan kematian yang tinggi.

HER2/neu mulai diteliti dan ditemukan pada karsinoma payudara, kolon dan ovarium (Schuell et al., 2006). Ada kepustakaan yang menyatakan bahwa reseptor HER2/neu berhubungan dengan perilaku biologi agresif prognosis yang buruk dan resistensi terapi pada sebagian besar keganasan, termasuk pada kanker serviks uteri. Selain faktor prognostik yang buruk pada stadium awal dari kanker serviks uteri, metastasi ke kelenjar limfa, ke parametrium, batas operasi, dan diameter tumor yang besar juga mempengaruhi faktor prognostik (Barbu et al., 2013). Penelitian lain menulis bahwa HER2/neu tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan staging karsinoma serviks uteri, tetapi ekspresi HER2/neu


(27)

4

meningkat pada metastasis ke kelenjar limfa dan parametrium (Joseph dan Raghuveer, 2015). Sedangkan overekspresi HER2/neu telah dilaporkan pada keganasan epitel yaitu pada kanker paru, prostat, kandung kemih, pankreas, esofagus dan sarkoma (Ghaffarzadegan et al., 2006; Arman etal., 2014). Ekspresi HER2/neu pada SCC serviks uteri berdasarkan derajat diferensiasi dalam tujuan menentukan target terapi dan prognosis pada karsinoma serviks belum jelas diketahui. Hal ini terjadi karena masih sangat sedikit jurnal yang membahas tentang ekspresi HER2/neu sebagai prognosis dan target terapi terhadap SCC serviks uteri berdasarkan derajat diferensiasi. Kondisi ini menyebabkan penanganannya menjadi lebih sulit dan prognosis menjadi lebih buruk. Diperlukan suatu pemeriksaan ekpspresi HER2/neu yang dapat dipakai sebagai faktor prognostik dan dasar target terapi pada SCC serviks uteri.

Proto-onkogen merupakan gen yang memproduksi faktor pertumbuhan yang mempunyai peranan penting terhadap sel normal. Golongan reseptor HER; HER1 / EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor), HER2 (HER2/neu atau ErbB2), HER3 dan HER4 yang terikat membran, merupakan G-protein reseptor ketika diaktifkan mendorong beberapa jalur sinyal transduksi mengatur pertumbuhan sel. Aktivasi reseptor HER membutuhkan dimerisasi untuk membentuk homodimer ataupun heterodimer yang merupakan hasil dari dimerisasi antar anggota golongan yang berbeda. Golongan HER memiliki peranan penting dalam mengatur pertumbuhan sel, kelangsungan hidup, dan diferensiasi secara kompleks. Overekspresi reseptor, terutama dari HER1 dan


(28)

5

HER2/neu berhubungan dengan potensial keganasan dan prognosis yang buruk pada variasi tumor (Fuchs et al., 2007).

Pada sedikit penelitian yang ada dinyatakan bahwa terdapat perdebatan ekspresi HER2/neu pada kanker serviks uteri. Ada yang menyatakan bahwa ekspresi HER2/neu ditemukan pada 29,7% kasus, ada yang mendapatkan 40%, dan ada hanya 3,2 % kasus yang mengekspresi HER2/neu pada SCC (Shen et al., 2008). Pada hasil penelitian sebelumnya mencatat bahwa tingkat ekspresi HER2/neu pada SCC lebih rendah dari adenocarcinoma serviks uteri (Fuchs et

al., 2007). Pada satu penelitian ditemukan 84,61% ekspresi HER2/neu terpulas

pada adenocarcinoma serviks uteri (Barbu et al., 2013). Pada penelitian lain membandingkan ekspresi HER2/neu pada tumor primer serviks uteri dengan metastasis ke kelenjar limfa, didapatkan hasil bahwa tidak ditemukan ekspresi HER2/neu baik dari kasus tumor serviks uteri maupun metastasis ke kelenjar limfe (Shen et al., 2008).

Ditemukannya antibodi yang spesifik pada HER2/neu untuk terapi anti kanker, diharapkan memberikan dampak sebagai anti tumor. Pada kanker payudara termasuk pada tumor lain, antibodi anti-HER2/neu trastuzumab menunjukkan tanda kelangsungan hidup yang bermakna (Dabbs dan Bhargava, 2014). Pada sedikit penelitian kanker serviks uteri, ekspresi HER2/neu masih merupakan suatu pertentangan, baik sebagai faktor prognostik maupun sebagai target terapi potensial. Pada penelitian sebelumnya overekspresi HER2/neu berkisar antara 3 % dan 77 %. Tingginya perbedaan ini karena terjadinya metodologi yang bervariasi, terdapat perbedaan ambang batas terhadap definisi


(29)

6

HER2/neu dan keragaman histopatologi tumor dalam penelitian yang sama (Fuchs et al., 2007).

Belum pernah dilakukanpenelitian tentang hubungan HER2/neu dengan SCC serviks uteri berdasarkan derajat diferensiasi dalam hubungannya dengan target terapi dan prognosis pasien terutama di Bali RSUP khususnya di Sanglah Denpasar, sehingga dibutuhkan penelitian untuk dapat memahami lebih jelas secara biologi, terutama molekuler karsinoma serviks agar lebih selektif dalam pengembangan dan strategi terapi klinis yang tepat. Berdasarkan hal diatas maka penelitian ini dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan positif antara ekspresi HER2/neu dengan berbagai derajat diferensiasi squamous cell carcinoma serviks uteri?

1.3 Tujuan Penelitian

1.Untuk mengetahui hubungan ekspresi HER2/neudengan SCC serviks uteri berdasarkan derajat diferensiasi yang nantinya dapat dipakai sebagai faktor prognosis dan dasar target terapi.

2. Untuk mengetahui hubungan positif ekspresi HER2/neu dengan berbagai


(30)

7

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademik

Dari segi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data molekuler tentang ekspresi HER2/neu yang dihubungkan dengan berbagai derajat diferensiasi SCCserviks uteri dan memberikan tambahan pengetahuan yang mendukung HER2/neu dan berbagai derajat diferensiasi SCC serviks uteri sebagai faktor prognosis.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada klinisi bahwa ekspresi HER2/neu yang tinggi berkaitan dengan derajat diferensiasi yang lebih tinggi dan memiliki prognosis yang lebih buruk, sehingga penanganan SCC serviks uteri dapat menjadi pertimbangan dalam penatalaksanaan pasien khususnya pemberian target terapi.


(31)

(32)

1

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi Serviks Uteri

Serviks uteri terdiri dari porsio vagina eksternal (ektoserviks) dan jalur endoserviks. Ektoserviks dapat dilihat pada pemeriksaan vagina dilapisi oleh epitel skuamosa matur yang berhubungan dengan dinding vagina. Epitel skuamosa terletak di tengah tepat dijalur kecil yang disebut external os yang mengarah ke jalur endoserviks. Mukosa kelenjar endoserviks dilapisi oleh sel kolumnar, epitel penghasil musin (Gambar 2.1) (Rosen, 2009; Ellensondan Pirog, 2015). Titik dimana terjadi pertemuan antara epitel skuamosa dan epitel kolumnar disebut squamocolumnar junction / zona tranformasi (Gambar 2.2) (Nucci dan Crum, 2010).

Gambar 2.1

Squamocolumnar junction dengan sel matur, epitel skuamosa dengan glikogen,

sel-sel skuamosa metaplastik yang immatur, dan epitel kelenjar endoserviks berupa sel kolumnar (Ellenson dan Pirog, 2015).


(33)

2

Gambar 2.2

Zona transformasi serviks. Skema zona transformasi (atas) gambar diferensiasi

squamocolumnar junction (panah vertikal) area ini (dari kiri - kanan), sel

skuamosa dan diferensiasi sel kolumnar (Nucci dan Crum, 2010).

2.2 Karsinoma Serviks Uteri

Karsinoma serviks uteri merupakan tumor ganas yang berasal dari serviks uteri. Karsinoma serviks uteri dapat berasal dari bermacam-macam jenis sel. SCC adalah karsinoma yang paling sering terjadi (76%) (Stoler et al., 2014), diikuti oleh adenocarcinoma serviks uteri (10-25%) ( Wilbur et al., 2014).

2.2.1 Klasifikasi

Berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO) karsinoma serviks uteri dapat dibagi menjadi tumor epitelial, lesi menyerupai tumor, tumor mesenkim, tumor mesenkim, epitel campuran, tumor melanosit, tumor sel germinal, tumor mieloid, limpoid dan tumor sekunder (Tabel 2.1) (Kurman et al., 2014; Stoler et al., 2014).


(34)

3

Tabel 2.1 Klasifikasi karsinoma sel skuamosa serviks uteri berdasarkan WHO (Kurman et al., 2014)

A. Tumor dan prekursor sel skuamosa a. Lesi intraepitelial skumosa

b. Squamous cell carcinoma, non specific

1. Keratinizing

2. Non keratinizing

3. Basaloid 4. Verukosa 5. Kondilomatosa 6. Papiler

7. Lymphoepithelioma-like

8. Squamotransitional carcinoma

c. Lesi jinak sel skuamosa

Berdasarkan AJCC/UICC TNM 7th ed College of American Pathologists (CAP) tahun 2014, protokol penanganan spesimen pasien karsinoma serviks uteri (Anonim a 2014) membagiderajat diferensiasi histologi yaitu;

1. G1: Well differentiated 2. G2: Moderately differentiated 3. G3: Poorly differentiated


(35)

4

2.2.2 Epidemiologi

Karsinoma serviks uteri adalah kanker terbanyak kedua atau ketiga yang terjadi pada wanita dengan kira-kira 0,5 juta kasus didunia setiap tahun (Stoler et al., 2014). Di literatur lain mengatakan di seluruh dunia kanker serviks uteri adalah penyakit kedua yang paling sering pada wanita setelah kanker payudara, hampir 500.000 kasus baru pertahun (Gambar 2.3) (Lindstrom, 2010).

Data secara global Insidensi mortalitas

Rata-rata usia standard per 100.000 Rata-rata usia standard per100.000 Gambar 2.3

Frekuensi jumlah kanker terbanyak pada wanita: berdasarkan insiden dan mortalitas (Lindstrom, 2010)

SCC lebih sering terjadi yaitu 76% dari semua kanker serviks (Stoler et al., 2014). Adenocarcinoma adalah keganasan kedua yang paling sering setelah

squamous cell carcinoma (10-25%) (Wilbur et al., 2014).

Di setiap wilayah terdapat perbedaan antara insiden dan mortalitas pada kanker serviks. Secara geografis terdapat insiden yang bervariasi mulai dari 7/100.000 sampai 43/100.000. insidensi tertinggi yaitu di negara yang sedang


(36)

5

berkembang, sedangkan di negara industri insiden kanker serviks berkurang kira-kira 60% pada dekade terakhir, sejak dilakukan program deteksi dini dan terapi terhadap lesi prekursor pada serviks - CIN (Lindstrom, 2010).

Terdapat 274.000 kematian wanita setiap tahun dengan kanker serviks, dan menduduki urutan ketiga diseluruh dunia. Dengan angka mortalitas 55%. Angka mortalitas ini bervariasi mulai dari wilayah dengan resiko rendah dengan prognosis yang baik, sedangkan pada negara berkembang banyak kasus yang tidak dilaporkan dengan stadium lanjut. Pada negara dengan akses kepedulian kesehatannya tidak tersedia dilaporkan angka kematian yang sangat tinggi mencapai 80%, seperti di Sub-Sahara Afrika, dan merupakan salah satu negara dengan angka kematian tertinggi di dunia karena kanker serviks (Lindstrom, 2010, Anonim, 2014).

Di Indonesia khususnya di Bali pada tahun 2009 kanker serviks uteri mencapai angka 27,5 % kasus setelah kanker payudara mencapai 29,2% kasus (Anonim, 2009). Pada tahun 2010 kanker serviks uteri mencapai urutan tertinggi pertama dengan angka 28,2 % kasus diikuti 25,3% kasus kanker payudara (Anonim, 2010). Pada tahun 2011 kanker serviks uteri mencapai angka 21,8`% kasus setelah kanker payudara dengan angka 28,2 % kasus (Anonim, 2011) (Gambar 2.4). Kanker serviks uteri relatif sering ditemukan pada usia


(37)

6

Gambar 2.4

Grafik insiden karsinoma serviks uteri dibandingkan dengan karsinoma payudara selama tahun 2009-2011 di Indonesia (Anonim, 2009; Anonim, 2010; Anonim,

2011).

pertengahan, dengan usia puncak pada usia 45-54 tahun. Walaupun demikian kanker serviks dapat ditemukan pada anak-anak dibawah usia 15 tahun yaitu

adenocarcinoma (Anonim, 2009; Anonim, 2010; Anonim, 2011).

2.2.3 Etiologi

Faktor penyebab utama kanker serviks adalah infeksi human

papillomavirus (HPV) yang ditularkan melalui hubungan seksual (Stoler et al.,

2014). Virus HPV yang ditularkan melalui hubungan seksual merupakan penyebab terbanyak penyakit menular seksual pada pria dan wanita di seluruh dunia. HPV berhubungan dengan berbagai kondisi klinis yang bervariasi, mulai dari lesi yang tidak berbahaya sampai kanker (Hwang et al., 2012).

Papilomavirus merupakan kelompok dari beragam virus yang ditemukan pada hampir semua vertebra, termasuk mamalia, reptil, dan burung. Papilomavirus


(38)

7

merupakan anggota dari keluarga Papovaviridae, yang mempunyai ciri relatif kecil, tidak berkapsul, memiliki diameter 55 nm, sirkular, doble stranded DNA genom yang berefleksi dalam inti sel pejamu, melepaskan virion dengan kapsid protein berbentuk ikosaherdal. Gambaran morfologi koilositotik atipik, termasuk

perinuclear cytoplasmic clearing, dengan pembesaran inti dan hipekromasia, telah

ditetapkan sebagai tanda patognomonik efek HPV dan hasil langsung dari replikasi aktif genom virus (Hwang et al., 2012).

2.2.4 Faktor Risiko

Sebagian besar faktor host dan lingkungan sangat mempengaruhi, untuk menilai kemungkinan HPV bisa menjadi suatu neoplasma serviks uteri. Seseorang individu akan mempunyai risiko terinfeksi HPV risiko tinggi (faktor risiko mayor) yang lebih besar jika mempunyai pasangan seksual multipel, atau mempunyai satu pasangan seksual yang mempunyai pasangan seksual multipel. Hubungan seksual pada usia dini juga meningkatkan risiko terinfeksi HPV.

Keterlibatan immunitas, maupun terapi immunosupresan atau infeksi

human immunodeficiency virus (HIV), dapat meningkatkan risiko cervical

intraepithelial neoplasia (CIN) dan kanker invasif dari 5 menjadi 10. Diantara

wanita dengan DNA-HPV yang positif, pengguna kontrasepsi baik IUD maupun oral dalam jangka waktu yang lama, paritas yang tinggi, merokok dan sudah pasti adanya infeksi melalui aktifitas seksual, seperti adanya klamidia trakomatis, yang dikelompokkan dengan RR antara 2 dan 4 juga merupakan faktor risiko minor terjadinya kanker serviks (Wells et al., 2014). Wanita dengan riwayat keluarga


(39)

8

dengan kanker serviks, penggunaan hormonal maupun genetik juga mempengaruhi terjadinya kanker serviks (Stoler et al., 2014).

2.2.5 Patogenesis

Siklus hidup HPV bergantung dari proses maturasi dari sel epitel skuamosa normal. Heterogenitas tipe HPV, spesies yang terkena, dan jarangnya

interspecies transmissibility mengesankan bahwa virus ini dapat koevolusi dengan

penjamunya (Thomison et al., 2008).

Genom HPV mempunyai panjang 6900 sampai 8000 base-Pair (bp) molekul (Thomison et al., 2008) yang memiliki kemampuan untuk mengkode enam protein awal (E1, E2, E4-E7) dan dua protein akhir (L1 dan L2) yang diperlukan untuk replikasi virus DNA di dalam inti sel pejamu dan untuk berkumpulnya partikel virus yang baru diproduksi dalam sel yang terinfeksi (Doorbar, 2006; Paavonen, 2007). Kedua kelompok tersebut dipisahkan oleh

upstream regulatory region (URR) yang berfungsi untuk meregulasi replikasi

DNA dengan mengontrol transkripsi open reading frames (ORF). URR juga mengandung berbagai variasi genom virus (Munoz et al., 2006; Stanley, 2010). HPV dikategorikan menjadi high-risk human papillomavirus (HR-HPV) dan

low-risk human papillomavirus (LR-HPV), bergantung dari kemampuan virus tersebut

untuk menimbulkan infeksi yang berhubungan dengan timbulnya kanker (Paavonen, 2007). HPV risiko tinggi merupakan virus yang paling sering ditemukan pada lesi pre kanker dan kanker, sebaliknya LR-HPV jarang ditemukan pada lesi tersebut. Sebagai catatan, kebanyakan infeksi HR-HPV akan secara


(40)

9

spontan menghilang dan tidak berkembang menjadi lesi displasia dan kanker. Tipe HR-HPV yang klasik adalah HPV 16 dan HPV 18, sedangakan tipe LR-HPV 0antara lain HPV 6 dan HPV 11 (Thomison et al., 2008).

Transmisi HPV terjadi terutama dengan kontak kulit ke kulit. Kebanyakan kanker serviks timbul pada squamocolumnar junction, yaitu antara epitel kolumnar endoserviks dan epitel skuamosa ektoserviks, dimana pada tempat tersebut terjadi perubahan metaplasia yang terus menerus. Aktivitas metaplasia terbanyak tersebut terjadi pada saat pubertas, kehamilan pertama, dan menurun setelah menopause. (Stolen et al., 2014).Kondisi predisposisi non herediter adalah kondisi klinis tertentu yang berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit kanker yang tengah berkembang. Kondisi ini dibagi dua yaitu inflamasi kronik dan kanker serta kondisi prekanker. Meskipun mekanisme persisnya yang menghubungkan inflamasi kronik dan karsinogenesis tidak diketahui, reaksi inflamasi kronik dapat menyebabkan produksi sitokin setempat yang berkesinambungan yang dapat menstimulasi pertumbuhan sel yang sudah mengalami transformasi (Gambar 2.5) (Hellweg et al., 2006; Stricker dan kumar, 2008).

Gambar.2.5

Hubungan infeksi HPV dengan kanker serviks uteri. (Hellweg et al., 2006)


(41)

10

2.2.6 Aspek Klinis

Wanita dengan kanker serviks awal dan prekanker biasanya tidak memiliki gejala. Gejala sering kali tidak terlihat sampai timbul kanker invasif. Gejala yang timbul yaitu perdarahan pervaginal yang abnormal (51,9%–100%) setelah adanya hubungan seksual dengan pasangan, perdarahan saat menopause, perdarahan yang hilang timbul, atau masa menstruasi yang panjang. Perdarahan setelah pemeriksaan klinis juga bisa terjadi. Gejala lain yaitu adanya cairan yang keluar dari vagina yang bisa mengandung darah dan nyeri saat berhubungan seks juga merupakan gejala dari kanker serviks (25%–79%) (Eze et al., 2013).

Langkah yang dilakukan untuk mendiagnosis kanker serviks yaitu dengan melakukan Pap smear. Bila ditemukan ada lesi prekanker maka disarankan untuk tindakan kolposkopi oleh dokter kebidanan atau tindakan pemeriksaan lain oleh ahli kebidanan. Bila dilakukan biopsi/operasi dilakukan pemeriksaan mikroskopis oleh ahli patologi (Saslow et al., 2012).

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan yaitu dilakukan pemeriksaan magnetic resonance imagning (MRI) yang dapat membantu melihat massa tumor dan adanya perluasan kanker apakah sampai ke otak atau ke spinal

cord. Computed tomography (CT) juga membantu mengetahui apakah ada

penyebaran tumor ke kelenjar limfa, ke hati, paru-paru, atau bagian tubuh yang lain (Eve et al., 2013;Stoler et al., 2014).


(42)

11

2.2.7 Morfologi

2.2.7.1 Squamous cell carcinoma

Squamous cell carcinoma yaitu suatu karsinoma invasif yang disusun oleh

sel-sel epitel skuamosa dengan derajat diferensiasi yang berbeda. SCC berdasarkan grading dibagi atas well differentiated squamous (grade 1)

moderately differentiated squamous (grade 2)dan poorly differentiated squamous

(grade 3) (Witkiewicz et al., 2011; Anonim a, 2014). Secara makroskopis tampak

dengan lesi eksofitik, dan tumbuh dari permukaan, sering juga dengan struktur papiler atau polipoid (Rosen 2009;Witkiewicz et al., 2011; Weels et al., 2014).

Secara histologi SCC well differentiated squamous (grade 1) yang paling mencolok adalah keratin yang banyak disebut mutiara keratin diantara sarang sel epitel yang neoplastik, individual keratin (diskeratosis) kadang juga bisa ditemukan. Sel epitel neoplastik berupa sel matur dengan jembatan antar sel jelas dan inti yang besar, sitoplasma yang luas, membran inti irregular, hiperkromatik, mitosis dapat ditemukan di pinggir sarang sel neoplastik. Stroma sering di infiltrasi sel radang kronik kadang dengan giant cell benda asing.

Pada moderately differentiated squamous (grade 2), sel-sel epitel neoplastik dengan batas antar sel yang tidak jelas, inti tidak terlalu besar, inti lebih pleomorfik daripada grade 1, membran inti irregular, sitoplasma tidak luas, mitosis lebih banyak dari grade 1, mutiara keratin jarang ditemukan tetapi individual keratin ditemukan di pusat sarang sel epitel neoplastik.


(43)

12

Gambar 2.6

A. Well differentiated squamous cell carcinoma, B. Moderately squamous

cell carcinoma, C. Poorly differentiated squamosacell carcinoma

(Hellweg et al., 2006; Witkiewicz et al., 2011; Stoler et al., 2014). Pada poorly differentiated squamous (grade 3) sel-sel epitel neoplastik dengan inti pleomorfik, membran inti irregular, hiperkromatik, sitoplasma sempit, anak inti menonjol, mirip dengan high grade squamous intra epithelial lesion (HSIL). Bisa ditemukan sel bizar, sel raksasa, banyak mitosis dan bisa ditemukan mitosis abnormal. Tidak ditemukan keratinisasi dan jaringan nekrosis (Gambar 2.6 A, B dan C) (Witkiewicz et al., 2011).

Berdasarkan WHO klasifikasi squamous cell carcinoma invasif dibagi atas keratinizing squamous cell carcinoma, non keratinizing squamous cell

carcinoma dan tipe lainnya. Keratinizing squamous cell carcinoma serupa dengan

gambaran well diferensiasi squamous. Non keratinizing squamous cell carcinoma adalah sarang karsinoma sel skuamosa tanpa adanya mutiara keratin, inti bulat oval, kromatin clumping, dan dapat ditemukan mitosis. Squamous cell carcinoma tipe lain yaitu tipe basaloid yaitu kanker sel skuamosa dengan tipe sel basal tersusun atas sarang-sarang dengan tipe sel immatur, dengan sitoplasma sempit.

Squamous cell carcinoma tipe verukosa yaitu tumor dengan diferensiasi yang

tinggi, inti hiperkromatik, undulasi, permukaan membentuk warty, menginvasi


(44)

13

stroma dan mendorong batas membran. Bedakan dengan kondiloma yang mengandung fibrovaskular core dan koilosit. Squamous cell carcinoma tipe kondilomatosa yaitu squamous cell carcinoma dengan gambaran koilositotik atipia dan fibrovascular core. Squamous cell carcinoma tipe papiler yaitu tumor dengan pola papiler. Lymphoepithelioma-like yaitu tumor tersusun atas pulau-pulau sel undifferentiated dengan latar belakang infiltrat sel limfosit.

Squamotransitional carcinoma, yaitu mengandung elemen keganasan skuamosa,

sebagian tumor dengan fibrovascular core (Hellweg et al., 2006; Rosen 2009; Stoler et al., 2014).

Yang digunakan penelitian ini adalah SCC berdasarkan AJCC/UICC TNM 7th ed

College of American Pathologists (CAP) tahun 2014.

2.2.8 Stadium Patologi

Berdasarkan klasifikasi FIGO dan TNM klasifikasi karsinoma kanker serviks berdasarkan American Joint committee on Cancer (AJCC) stadium patologi dapat dibagi(Anonim a, 2014:Stoler et al., 2014) yaitu:

Pada tumor primer

TNM FIGO

TX Tumor primer yang tidak dapat dikenal TO Tidak ada bukti sebagai tumor primer Tis a Karsinoma in situ (pre invasif karsinoma) T1 1 Tumor berada di serviks (mendesak ke uterus)


(45)

14

Invasif stroma dengan kedalaman maksimal 0,05 mm diukur dari dasar epitel mengarah ke horizontal kurang dari 0,7 mm.

T1a1 IA1 Invasi stroma kurang dari 0,3 mm dengan kedalaman kurang dari 0,7 mm.

T1a2 IA2 Invasi stroma lebih dari 3 mm dan tidak lebih dari 7 mm. T1b IB Secara klinis lesi terlihat dan secara mikroskopis lesi lebih

dari T1a/IA2.

T1b1 IB1 Lesi terlihat ukuran kurang dari 4,0 cm. T1b2 IB2 Lesi terlihat ukuran lebih dari 4,0 cm.

T2 II Tumor menginvasi uterus tetapi tidak ke dinding pelvis atau sepertiga bawah vagina.

T2a IIA Tumor tanpa invasi ke parametrium.

T2a1 IIA1 Lesi yang terlihat secara klinis kurang dari 4,0 cm. T2a2 IIA2 Secara makroskopis lesi terlihat ukuran lebih dari 4 cm. T2b IIB Tumor dengan invasi perimetrium.

T3 III Tumor menembus dinding pelvis, termasuk sepertiga.

bagian bawah vagina, karena hidronefrosis atau penyakit ginjal non fungsional.

T3a IIIA Tumor menginvasi sepertiga bawah vagina.

T3b IIIB Tumor menembus dinding pelvis, karena hidronefrosis atau penyakit ginjal non fungsional.


(46)

15

menembus bagian atas pelvis.

2.2.9 Penatalaksanaan dan Prognosis

Penatalaksanaan kanker serviks uteri selain berdasarkan histopatologi, juga berdasarkan faktor klasik yang digunakan untuk mendiagnosis kanker serviks uteri yaitu faktor klinis mengacu pada TNM Classification dan FIGO Staging

System for Cervical Carcinoma, yaitu: tumor primer, Regional Lymph Nodes (N),

Distant Metastasis (M), Resection Margins, dan Lymph-Vascular Invasion, tipe

histologi, grading, dengan terapi radiasi baik kombinasi kemoterapi (kemoradiasi) dengan tindakan operasi maupun paliatif (Anonim, 2014 a). Atas dasar keberhasilan awal dari kanker payudara dan beberapa keganasan yang menggunakan kemoradiasi, maka masih tetap dilakukan uji klinis untuk menyelidiki obat sebagai target terapi molekul potensial pada manusia lainnya termasuk pada keganasan kanker serviks (Shen et al., 2008).

Prognosis karsinoma serviks ditentukan berdasarkan stadium, usia pasien, dan stadium IB dan IIA FIGO, berdasarkan kedalaman invasi, invasi limfovaskular, apakah ada metastasis atau penyebaran sel ganas ke organ lain (Stoler et al., 2014). Kelangsungan hidup pasien karsinoma serviks dalam 5 tahun juga berdasarkan stadium yaitu 77% pada semua stadium, kelangsungan hidup pasien 100% pada stadium IA1, terdapat 93% angka kelangsungan hidup pasien pada stadium IA2, angka kelangsungan hidup pasien 89% pada stadium IB1, terdapat 83% angka kelangsungan hidup pasien pada stadium IB2, angka kelangsungan hidup pasien 49% pada stadium II, 34% angka kelangsungan hidup


(47)

16

pasien pada stadium III, dan 3% pada pasien stadium IV (Wilbur et al., 2014). Diharapkan melalui radiasi dan kemoterapi yang tepat dengan menggunakan rejimen yang tepat terhadap pasien-pasien kanker serviks dapat meningkatkan angka kelangsungan hidup pasien karsinoma serviks, dan bahkan membantu pasien untuk memperoleh kesembuhan total.

2.3 HER-2/neu

2.3.1 Struktur HER2/neu

HER-2/neu (Human Epidermal growth factor Receptor-2) merupakan onkogen yang termasuk dalam golongan famili gen EGFR atau ERB berlokasi di kromosom 17q12-q21. Gen 2/neu ini menyandi suatu trans membran, HER-2/neu. HER-2/neu merupakan suatu protein yang diekspresikan pada membran sel, yang berfungsi sebagai reseptor yang memiliki aktivitas tirosin kinase intrinsik. Reseptor ini termasuk kedalam kelompok yang sama dengan EGFR (Gambar 2.8). Protein ini termasuk famili protein reseptor kinase klas I yang paling banyak diekspresikan pada sel-sel epitelial. Overekspresi protein ini pada sel-sel epitelial akan mempengaruhi regulasi proses proliferasi sel, proses apoptosis, proses motilitas dan adesi sel (Fritz, 2005; Iqbal, 2014; Arman et al., 2014). Yang termasuk family ini adalah EGFR, HER-2/neu, HER-3, dan HER- 4.


(48)

17

Gambar 2.7

Resptor ErbB mempunyai struktur yang terdiri dari ektraseluler ligand-binding domain, transmembran domain, intraseluler sitoplasmik domain yang terdiri dari

carboxyl-terminal dan tyrosine kinase domain (Mulyana, 2014).

Ke empat protein ini memiliki struktur yang mirip satu sama lainnya, yaitu terdiri dari extracellular ligand-binding domain yang mengandung cysteine-rich

region, intracellular juxtamembrane yang pendek, tyrosine kinase domain dan

carboxy tail yang mengandung tyrosine phosphorilation site. Aktivasi dari salah satu reseptor ini akan memicu pembentukan homodimer atau heterodimer, selanjutnya akan terjadi fosforilasi satu sama lainnya yang diikuti dengan ikatan dengan molekul-molekul yang terlibat dalam proses signal transduksi berikutnya (Fuchs et al., 2007; Iqbal dan Iqbal, 2014; Mulyana, 2014; Arman et al., 2014).

Pada mamalia, ligan yang berikatan dan mengaktivasi EFGR diantaranya

Epidermal Growth Factor (EGF), TGF-α, heparin-binding EGF-like growth


(49)

18

mengaktivasi HER-4 diantaranya HB-EGF, betacellulin, dan epiregulin. Neuregulin merupakan protein yang dapat mengaktivasi EFGR dan HER-3. Sampai saat ini belum diketahui adanya molekul yang dapat mengaktivasi HER-2/neu dan HER-3 mempunyai aktivitas tirosin kinase yang efektif. Meskipun demikian, heterodimer HER2/neu/HER-3 akan menimbulkan modul transduksi signal yang sangat poten dari sepasang reseptor yang secara tunggal merupakan reseptor yang inaktif (Fuchs et al., 2007; Iqbal dan Iqbal, 2014; Arman et al., 2014)

2.3.2 Fungsi HER2/neu

Fungsi reseptor HER sebagai monomer pada permukaan sel. Setelah ligan berikatan dengan domain ekstraseluler. Protein HER menjalani dimerisasi dan transfosforilasi dari domain intraseluler. HER2/neu telah diketahui secara langsung dapat mengaktifkan ligan dan heterodimer bersama dengan family HER lainnya seperti HER1 dan HER3. Homodimer maupun heterodimer di autofosforilasi oleh residual tirosin pada domain sitoplasmik dan memulai berbagai jalur sinyal reseptor dan terutama mengaktifkan mitogen-activated

protein kinase (MAPK), phosphatidylinositol-4,5-bisphosphate 3-kinase (PI3K),

dan protein kinase C (PKC) yang dihasilkan oleh proliferasi sel, kelangsungan

hidup, diferensiasi, angiogenesis, dan invasi. Heterodimer menghasilkan sinyal lebih kuat dari homodimer, memiliki ligan HER2/neu yang sangat tinggi dan memberikan sinyal pada HER2/neu untuk membuka konformasi dan menjadikannya mitra dimerisasi pilihan pada family HER. Heterodimer HER2/neu - HER3 adalah stimulator yang paling ampuh di jalur hilir, khususnya PI3K / Akt,


(50)

19

sebagai pengatur pertumbuhan sel dan kelangsungan hidup. Selain itu dimerisasi HER2/neu melaporkan bila terjadi kesalahan tempat dan merupakan degradasi cepat dalam inhibitor siklus sel. Protein p27KIP1 menyebabkan terjadinya perkembangan siklus sel. HER2/neu juga dapat diaktifkan dengan sempurna pada reseptor membran lainnya seperti insulin seperti pertumbuhan reseptor faktor 1. Gambar 2.9 menunjukkan jalur transduksi utama diatur oleh empat anggota keluarga HER yaitu EGFR, HER2/neu. HER3, dan HER4 (Iqbal, 2014).Reseptor homodimer atau heterodimer mengaktivasi jalur sinyal hilir untuk pertumbuhan sel, proliferasi, dan kelangsungan hidup. HER2/neu pada konformasi terbuka menjadi mitra dimerisasi sebagai satu famili. PI3K / AKT aksis (yang diatur oleh

Gambar 2.8

Jalur transduksi utama HER (Iqbal dan Iqbal, 2014).


(51)

20

PTEN melibatkan efektor utama lainnya seperti NFkB dan mTOR) dan kaskade Raf / MAPK sebagai dua jalur downstream signaling yang paling penting dan paling ekstensif dipelajari yang diaktifkan oleh reseptor HER. Ras berada pada tempat teratas dan berfungsi sebagai sinyal transduser yang nonaktif.

Faktor ketiga yang memiliki peranan yang penting dalam jaringan adalah PKC, yang diaktifkan oleh PLC. Sebagai hasil dari jalur sinyal ini, faktor inti yang berbeda direkrut dan dimodulasi oleh transkripsi gen yang berbeda, dan melibatkan perkembangan siklus sel, proliferasi, dan kelangsungan hidup.

2.3.3 Overekspresi HER2/neu pada Kanker

Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa sel kanker yang menunjukkan overekspresi dari HER-2/neu, dimerisasi reseptor terjadi secara spontan karena adanya molekul dalam jumlah yang banyak. Pada sel kanker payudara dan ovarium yang menunjukkan overekspresi HER-2/neu memiliki level fosforilasi tirosin basal yang tinggi. Famili reseptor tirosin kinase ini berperan pada berbagai proses pada sel neoplastik, termasuk proliferasi, migrasi, invasi stromal, dan resistensi terhadap apoptosis. Pensignalan HER-2/neu akan menginduksi ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), suatu faktor proangiogenik, yang dimediasi oleh Hypoxia-inducible factor (HIF1). HER-2/neu menghambat apoptosis yang diinduksi oleh Tumor Necrosis Factor (TNF) melalui jalur Akt/NF-kB. Semua perubahan diatas mempengaruhi laju pertumbuhan tumor, dan laju pertumbuhan tumor berhubungan dengan derajat diferensiasi tumor (Kumar et al., 2010; Arman et al., 2014). HER2/neu juga menekan p53


(52)

21

melalui mekanisme yang berbeda secara tidak langsung yang dimediasi oleh AKT. Inhibisi ekspresi p53 akhirnya menghambat apoptosis, p53 telah menunjukkan adanya disregulasi beberapa gen pro - apoptosis yang terlibat dalam jalur apoptosis intrinsik (Gambar 2.10) (Ceran, 2012; Arman et al., 2014).

Gambar 2.9

Overekspresi HER2/neu pada kanker (Ceran, 2012)

Peningkatan ekspresi HER-2/neu telah ditemukan pada berbagai kanker manusia dimana HER-2/neu berperan pada pertumbuhan sel tumor. Pada kebanyakan kasus, overekspresi ini disebabkan karena amplifikasi gen. Amplifikasi overekspresi gen HER2/neu terjadi kira-kira 15-30% pada kanker payudara, juga dapat terjadi pada kanker di lambung, ovarium, karsinoma endometrial serous uteri, head and neck dan esofagus. Peranan HER2/neu pada beberapa jenis keganasan;


(53)

22

1. HER2/neu pada payudara terekspresi pada 15-30 % dari kanker payudara yang invasif, dan sebagai faktor prognosis dan prediksi. Kanker payudara dapat memiliki hingga 25-50 salinan gen HER2/neu bahkan sampai 40-100 kali lipat, sehinggamengakibatkan 2 juta reseptorprotein HER2/neu diekspresikan pada permukaan sel tumor (Vaidyanatahan et al., 2010). 2. Pada kanker lambung overekspresi HER2/neu terpulas pada 10-30% dan

berkorelasi dengan hasil yang buruk dan penyakit yang lebih agresif. Ekspresi protein HER2/neu pada kanker lambung pertama kali dijelaskan pada sebuah studi dengan ditemukan pada 23 % dari 200 tumor yang direseksi (Erik et al., 2013).

3. Pada kanker esofagus dimana overekspresi HER2/neu dilaporkan pada 0-83 % dari kanker esofagus cenderung lebih tinggi pada adenokarsinoma (10-83 %) dibandingkan dengan karsinoma sel skuamosa (0-56 %) (Iqbal dan Iqbal, 2014).

4. Pada kanker ovarium overekspresi HER2/neu terlihat 20-30% sel keganasan di epithelial (Ellena et al., 2005).

5. Pada kanker endometrial terutama pada karsinomaserosa dilaporkan overekspresi HER2/neu antara 14-80%.

6. Pada keganasan yang lain, seperti pada kanker paru overekspresi

HER2/neu dilaporkan hanya 20% terutama pada adenokarsinoma paru. Pada karsinoma urotelial yang invasif amplifikasi antara 0-32% dan overekspresi HER2/neu antara 23-80% (Iqbal dan Iqbal, 2014).


(54)

23

7. Pada keganasan di serviks uteri masih kontroversi, dan masih akan terus dilakukan penelitian tentang hubungan ekspresi HER2/neu dengan kanker serviks.

2.3.4 Ekspresi HER2/neu pada Karsinoma Serviks Uteri

Ekspresi HER-2/neu pada karsinoma serviks berbeda dengan karsinoma payudara, dimana overekspresi HER-2/neu pada payudara telah terbukti merupakan faktor prognostik independen. Kasus karsinoma payudara berkorelasi dengan prognosis yang jelek, menunjukkan ekspresi reseptor estrogen dan progesteron yang kurang, serta tidak berespon terhadap terapi hormonal. Peningkatan level HER-2/neu sirkulasi terhadap pasien karsinoma payudara dengan metastasis berkorelasi dengan berkurangnya efikasi terhadap kemoterapi. Pemeriksaan IHK HER-2/neu sudah merupakan suatu prosedur standar pada kasus karsinoma payudara. Reseptor HER2/neu berhubungan dengan perilaku biologi agresif, prognosis yang buruk dan resistensi terapi pada sebagian besar keganasan, termasuk pada kanker serviks uteri (Barbu et al., 2013; Joseph dan Raghuveer, 2015).

Pada kasus karsinoma serviks uteri korelasi antara overekspresi HER2/neu dengan prognosis masih kontroversi (Costa et al., 2009). Pada satu temuan dimana terdapat hubungan prognostik yang signifikan antar reseptor HER (HER1-HER4) pada SCC serviks uteri. Amplifikasi gen HER2/neu menggunakan

fluorescence in situ hybridization (FISH). Dilakukan pengecatan IHK pada 78


(55)

24

pada HER-2/neu, 58 kasus (74,4%) pada HER3 dan 62 kasus (79,5%) pada HER4. Disimpulkan bahwa pada overekspresi HER1 terdapat hubungan yang signifikan berkaitan dengan faktor prognostik yang buruk. Pada overekspresi HER2/neu dan HER3 terdapat hubungan yang signifikan yaitu berkaitan dengan prognostik yang buruk dimana terdapat perbedaan yang signifikan antara staging

dan grading. Pada overekspresi HER4 tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan berkaitan dengan faktor prognostik. Pada temuan ini dikatakan bahwa overekspresi HER2/neu dan HER3 pada karsinoma serviks uteri sama dengan yang ditemukan pada kanker payudara yaitu menunjukkan faktor prognostik yang buruk (Fuchs et al., 2007). Masih terdapat perdebatan ekspresi HER2/neu pada kanker seviks uteri yang menyatakan bahwa ekspresi HER2/neu ditemukan pada 29,7% kasus, 40%, dan ada hanya 3,2 % kasus yang mengekspresi HER2/neu pada SCC (Shen et al., 2008). Temuan terbaru lain yaitu adanya hubungan prognostik beberapa IHK pada 13 kasus adenocarcinoma serviks uteriyaitu pada musinus, endometrioid, dan tipe serosa. IHK yang dipakai adalah CD105

microvessels,VEGF, EGRF-1 dan c-erbB-2 (HER2/neu). Disimpulkan bahwa

pada adenocarcinoma serviks uteri ditemukan aktifitas angiogenik yang meningkat pada tumor. Dimana beberapa IHK ini dapat dipakai sebagai target terapi dan faktor prognostik dari adenocarcinoma serviks uteri berdasarkan subtipe. (Barbu et al., 2013).

Ditemukan pula jurnal yang membandingkan ekspresi HER2/neu dengan tipe histologi, grading dan staging tumor pada CIN dan karsinoma serviks uteri dengan menggunakan 34 sampel dan menggunakan ASCO/CAP HER2/neu


(56)

25

Reporting guidline. Dimana 20 kasus (58,83%) SCC, 4 kasus (11,76%)

adenocarcinoma serviks uteri dan 10 kasus (29,41%) CIN. Pada 4 kasus

adenocarcinoma, 2 kasus well differentiated adenocarcinoma terpulas +2 dan 2

kasus moderately differentiated adenocarcinoma terpulas +3, ditemukan hubungan yang signifikan antara HER2/neu dengan adenocarcinoma berdasarkan

grading. Pada 20 kasus SCC berdasarkan grading ditemukan 8 kasus poorly

differentiated SCC yang terpulas +3, dan 4 kasus +2, pada moderately

differentiated SCC terdapat 3 kasus terpulas +3, dan 1 kasus +2. Berdasarkan

staging FIGO, pada SCC stage 2 terdapat masing-masing 5 kasus yang terpulas

+2 dan +3, pada stage 3 terdapat masing-masing 3 kasus terpulas +2 dan +3, stage 4 terdapat 3 kasus +3. Hubungan SCC dengan HER2/neu berdasarkan metastasis ke kelenjar limfa dan parametium ditemukan 6 kasus terpulas +3 pada nodul metastasis ke kelenjar limfa dan parametrium, 5 kasus terpulas +3 hanya di parametrium saja. Temuan ini menyimpulkan bahwa intensitas ekpresi HER2/neu meningkat berdasarkan grading dan ditemukan metastasis ke kelenjar limfa dan parametrium (Joseph dan Raghuveer, 2015).

Seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran, telah dikembangkan pula suatu metode terapi dengan target HER-2/neu. Dengan teknik rekombinan, trastuzumab, suatu monoclonal IgG1 class humanized murine antibody yang secara spesifik berikatan dengan bagian ekstraseluler dari HER-2/neu telah dikembangkan. Terapi ini awalnya diberikan pada pasien kanker payudara yang muncul kembali dengan overekspresi protein HER-2/neu. Pada perkembangannya, trastuzumab menjadi pilihan terapi yang penting pada setiap kanker payudara


(57)

26

dengan HER-2/neu yang positif (Fritz dan Cabbrera., 2005). Pada satu temuan menuliskan adanya hubungan ekspresi EGFR dan HER2/neu pada karsinoma serviks uteri primer dan metastasis ke kelenjar limfa berimplikasi sebagai target radioterapi. Dimana dilakukan penelitian dengan immunohistokimia EGFR dan HER2/neu pada 53 blok parafin dari tumor primer dan adanya metastasis ke kelenjar limfa dengan menggunakan Hercep Test scoring. Hasilnya ditemukan overekspresi (+2 atau +3) EGFR pada 34 kasus (64%) pada tumor primer serviks uteri dan terdapat 32 kasus (60%) pada metastasis ke kelenjar limfa. Tidak satupun dari tumor primer serviks uteri dan nodul yang metastasis ke kelenjar limfa yang mengekspresikan HER2/neu. Disimpulkan bahwa HER2/neu sebagai target potensialradioterapi yang buruk terhadap penanganan kanker serviks uteri. Ekspresi EGFR merupakan target potensial radioterapi yang baik pada kanker serviks uteri ( Shen et al., 2008).

Beberapa mencatat bahwa squamous cell carcinoma tingkat ekspresi HER2/neu lebih rendah dari adenocarcinoma serviks uteri. Ekspresi HER2/neu juga merupakan suatu pertentangan, baik sebagai faktor prognostik maupun sebagai target terapi potensial pada kanker serviks.Pada penelitian lain ditemukan perbedaan peningkatan overekspresi HER-2/neu antara 0 sampai 83% pada karsinoma serviks (Schuell et al., 2006).

American Society of Clinical Onkologi (ASCO) dan College of American

Pathologists (CAP) telah merekomendasikan pedoman dalam pengujian

HER2/neu. Interpretasi ekspresi HER2neu menurut The 2014 ASCO/CAP HER-2


(58)

27

terpulas positif, dan pola pulasan pada membran sel. Gambaran karakteristik pulasan di skoring sebagai berikut; 0 jika tidak ada pewarnaan atau menunjukkan

pewarnaan membran yang tidak lengkap dan samar / nyaris tak terlihat ≤ 10 %

dari sel-sel tumor. +1 jika pewarnaan membran tidak lengkap dan samar / nyaris tak terlihat > 10 % dari sel-sel tumor, + 2 pewarnaan melingkar yang tidak lengkap dan / atau lemah / sedang pada > 10 % sel-sel tumor atau bila pewarnaan

memenuhi membran secara sempurna pada ≤ 10 % sel-sel tumor, dan +3 jika

pewarnaan lengkap memenuhi membran pada > 10 % sel-sel tumor (Joseph dan Raghuveer, 2015).

Gambar 2.10

Ekspresi HER2/neu, A. Nilai skor 0, B. Nilai skor +1, C. Nilai skor +2, D. Nilai skor +3 (Iqbal dan Iqbal, 2014).

A B


(59)

28

Penilaian ekspresi HER2/neu negatif jika skor 0 dan +1 (ditandai dengan angka 1 pada rencana tabel hasil), positif jika skor +2 dan +3 (ditandai dengan angka 2 pada rencana tabel hasil) ( Gambar 2.10) (Iqbal dan Iqbal, 2014).


(60)

29

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Kanker serviks uteri merupakan kaganasan tersering pada wanita yang menimbulkan kematian utama di Bali, terutama karena serviks uteri pada stadium awal tidak menunjukkan gejala, sehingga penderita cenderung datang pada stadium lanjut, penanganannya juga menjadi sulit dan prognosis menjadi lebih buruk. Infeksi HPV dan beberapa faktor risiko juga mempengaruhi timbulnya karsinoma serviks. SCC adalah keganasan yang paling sering terjadi pada karsinoma serviks uteri di Bali. SCC dapat dibagi berdasarkan derajat diferensiasi yaitu well differentiated (grade 1), moderately differentiated (grade 2) dan poorly

differentiated (grade 3). Diperlukan suatu pemeriksaan penunjang yang dapat

dipakai sebagai target terapi dan prognostik kanker serviks.

Proto-onkogen merupakan gen yang memproduksi faktor pertumbuhan yang mempunyai peranan penting terhadap sel normal. HER2/neu termasuk famili

protein reseptor kinase klas I yang paling banyak diekspresikan pada sel-sel

epitel. Overekspresi HER2/neu pada sel-sel epitel akan mempengaruhi regulasi proses proliferasi sel, proses apoptosis, proses motilitas dan adesi sel. Pada penelitian sebelumnya hasil ekspresi HER2/neu terhadap kanker serviks bervariasi dan masih menjadi kontroversi. Famili reseptor tirosin kinase ini berperan pada berbagai proses pada sel neoplastik, termasuk proliferasi, migrasi, angiogenesis, invasi stromal, dan resistensi terhadap apoptosis. Pensignalan HER-2/neu akan


(61)

30

menginduksi ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), suatu faktor proangiogenik, yang dimediasi oleh Hypoxia-inducible factor (HIF1). HER-2/neu menghambat apoptosis yang diinduksi oleh Tumor Necrosis Factor (TNF) melalui jalur Akt/NF-kB. Semua perubahan diatas mempengaruhi laju pertumbuhan tumor, dan laju pertumbuhan tumor berhubungan dengan derajat diferensiasi tumor. HER2/neu juga menekan p53 melalui mekanisme yang berbeda secara tidak langsung yang dimediasi oleh AKT.

Pemeriksaan ekspresi HER2/neu pada SCC derajat diferensiasi I, II, III dapat membantu mengetahui apakah ada hubungan antara ekspresi HER2/neu dengan SCC, yang kelak dapat membantu memprediksi ekspresi HER2/neu pada setiap kasus berdasarkan parameter yang ada. Dengan penelitian lanjutan dapat pula dinilai apakah HER2/neu juga berperan pada target terapi dan prognosis secara independen pada pasien SCC serviks uteri berdasarkan derajat diferensiasi dengan target HER2/neu.


(62)

31

3.2 Konsep Penelitian

Berkembangnya lesi displasia, CIN 1,2,3 dan karsinoma in situ menjadi karsinoma serviks dipengaruhi oleh faktor risiko mayor yaitu HPV risiko tinggi dan faktor risiko minor yaitu seks bebas, infeksi, IUD, genetik dan lain-lain. Dilakukan penelitian ini untuk mengetahui hubungan protein HER2/neu yang diekspresikan oleh sel-sel ganas skuamosa serviks uteri berdasarkan derajat diferensiasi di RSUP Sanglah.

Keterangan: Bagian yang bergaris tebal adalah yang diteliti. Gambar 3.1

Konsep Penelitian Faktor risiko minor: seks

bebas, penyakti infeksi, IUD, genetik dan lain-lain

Faktor risiko mayor: infeksi HPV risiko tinggi

Derajat diferensiasi I Derajat diferensiasi III

HER2/neu

Lesi displasia CIN 1, 2, 3 Karsinoma in situ

Karsinoma sel skuamosa


(63)

32

3.3 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan positif ekspresi HER2/neu berdasarkan derajat diferensiasi SCC serviks uteri.


(64)

(1)

28

Penilaian ekspresi HER2/neu negatif jika skor 0 dan +1 (ditandai dengan angka 1 pada rencana tabel hasil), positif jika skor +2 dan +3 (ditandai dengan angka 2 pada rencana tabel hasil) ( Gambar 2.10) (Iqbal dan Iqbal, 2014).


(2)

29 BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Kanker serviks uteri merupakan kaganasan tersering pada wanita yang menimbulkan kematian utama di Bali, terutama karena serviks uteri pada stadium awal tidak menunjukkan gejala, sehingga penderita cenderung datang pada stadium lanjut, penanganannya juga menjadi sulit dan prognosis menjadi lebih buruk. Infeksi HPV dan beberapa faktor risiko juga mempengaruhi timbulnya karsinoma serviks. SCC adalah keganasan yang paling sering terjadi pada karsinoma serviks uteri di Bali. SCC dapat dibagi berdasarkan derajat diferensiasi yaitu well differentiated (grade 1), moderately differentiated (grade 2) dan poorly differentiated (grade 3). Diperlukan suatu pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai sebagai target terapi dan prognostik kanker serviks.

Proto-onkogen merupakan gen yang memproduksi faktor pertumbuhan yang mempunyai peranan penting terhadap sel normal. HER2/neu termasuk famili protein reseptor kinase klas I yang paling banyak diekspresikan pada sel-sel epitel. Overekspresi HER2/neu pada sel-sel epitel akan mempengaruhi regulasi proses proliferasi sel, proses apoptosis, proses motilitas dan adesi sel. Pada penelitian sebelumnya hasil ekspresi HER2/neu terhadap kanker serviks bervariasi dan masih menjadi kontroversi. Famili reseptor tirosin kinase ini berperan pada berbagai proses pada sel neoplastik, termasuk proliferasi, migrasi, angiogenesis, invasi stromal, dan resistensi terhadap apoptosis. Pensignalan HER-2/neu akan


(3)

30

menginduksi ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), suatu faktor proangiogenik, yang dimediasi oleh Hypoxia-inducible factor (HIF1). HER-2/neu menghambat apoptosis yang diinduksi oleh Tumor Necrosis Factor (TNF) melalui jalur Akt/NF-kB. Semua perubahan diatas mempengaruhi laju pertumbuhan tumor, dan laju pertumbuhan tumor berhubungan dengan derajat diferensiasi tumor. HER2/neu juga menekan p53 melalui mekanisme yang berbeda secara tidak langsung yang dimediasi oleh AKT.

Pemeriksaan ekspresi HER2/neu pada SCC derajat diferensiasi I, II, III dapat membantu mengetahui apakah ada hubungan antara ekspresi HER2/neu dengan SCC, yang kelak dapat membantu memprediksi ekspresi HER2/neu pada setiap kasus berdasarkan parameter yang ada. Dengan penelitian lanjutan dapat pula dinilai apakah HER2/neu juga berperan pada target terapi dan prognosis secara independen pada pasien SCC serviks uteri berdasarkan derajat diferensiasi dengan target HER2/neu.


(4)

3.2 Konsep Penelitian

Berkembangnya lesi displasia, CIN 1,2,3 dan karsinoma in situ menjadi karsinoma serviks dipengaruhi oleh faktor risiko mayor yaitu HPV risiko tinggi dan faktor risiko minor yaitu seks bebas, infeksi, IUD, genetik dan lain-lain. Dilakukan penelitian ini untuk mengetahui hubungan protein HER2/neu yang diekspresikan oleh sel-sel ganas skuamosa serviks uteri berdasarkan derajat diferensiasi di RSUP Sanglah.

Keterangan: Bagian yang bergaris tebal adalah yang diteliti. Gambar 3.1

Konsep Penelitian Faktor risiko minor: seks

bebas, penyakti infeksi, IUD, genetik dan lain-lain

Faktor risiko mayor: infeksi HPV risiko tinggi

Derajat diferensiasi I Derajat diferensiasi III

HER2/neu

Lesi displasia CIN 1, 2, 3

Karsinoma in situ

Karsinoma sel skuamosa


(5)

32

3.3 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan positif ekspresi HER2/neu berdasarkan derajat diferensiasi SCC serviks uteri.


(6)