Analisis peran pendamping dalam program keluarge harapan (PKH) pada suku dinas sosial Jakarta Utara
KELUARGA HARAPAN (PKH) PADA SUKU DINAS
SOSIAL JAKARTA UTARA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar
Sarjana Sosial Islam
Oleh
Ahmad Rokhoul Alamin 106054002030
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
(2)
HARAPAN (PKH) PADA SUKU DINAS SOSIAL
JAKARTA UTARA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Meraih
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) Pada Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
Ahmad Rokhoul Alamin 106054002030
Di bawah bimbingan
Dr. Suparto,M.Ed.,MA NIP. 150288052
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYAHTULLAH JAKARTA
(3)
Ahmad Rokhoul Alamin
ANALISIS PERAN PENDAMPING DALAM PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) PADA SUKU DINAS SOSIAL JAKARTA UTARA
Kemiskinan dan kebodohan menjadikan Indonesia negara yang sedang mencari berbagai solusi bagi gerbang pencerahan. Karena kebutuhan masyarakat akan sandang, pangan, dan juga papan tak lepas dari kewajiban negara untuk memenuhinya. Untuk hal ini, negara harus bersedia membuka berbagai peluang (kerja, program pengetasan kemiskinan, dll). Jika tidak terpenuhi, maka Indonesia menyimpan berbagai potensi penyakit sosial (patologi sosial) yang akan berdampak pada negara anarksis (colapse). Dengan demikian, kehadiran pihak ketiga menjadi sangat penting untuk menjadi penengah antara pemerintah dan masyarakat dalam menyampaikan komunikasi yang berimbang dalam kaitannya terhadap pengembangan negara bangsa dan masyarakat. Penting artinya pemerintah menyiapkan pendamping bagi masyarakat (miskin) yang berperan dalam membangun kemakmuran masyarakat.
Tujuan dari penelitian ini adalah; untuk mengetahui peran pendamping dalam program pengembangan dan pengentasan kemiskinan masyarakat melalui Program Keluarga Harapan (PKH). Mendapatkan satu pola pemberdayaan masyarakat yang tepat melalui pendampingan. Tujuan lain adalah untuk mengetahui harapan pendamping dan masyarakat pada pemerintah dalam program perlindungan sosial. Selain itu, tujuan penelitian ini untuk mengetahui tindakan atau sikap masyarakat dalam menerima indikator kerja pendamping PKH.
Metodologi penelitian karya ilmiah ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dimana pendekatan kualitatif menurut Taylor yang dikutip oleh Lexsi J. Moleong, adalah “prosedur sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati.”1
Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan Peran pendamping masyarakat melalui program PKH adalah peran seseorang yang menjadikan dirinya sebagai mediator, fasilitator, pendidik, pemungkin, sekaligus sebagai perwakilan bagi masyarakat yang mengupayakan agar masyarakat sebagai anggota/peserta PKH berdaya dalam membangun hidup mereka (problem) secara mandiri. Selain menjadi “agen perubahan” yang mengorganisasi kelompok masyarakat, pendamping harus pula melaksanakan tugas teknis, seperti; melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok (masyarakat), menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur sumber dana.
Dengan demikian, Analisis Peran Pendamping (Masyarakat) Dalam Program Keluarga Harapan (PKH) adalah untuk mengupayakan agar masyarakat memiliki keberdayaan diri dalam mambangun, mengembangkan, dan membina kehidupannya secara responsif (tanggung jawab) terhadap problem sosial apa pun yang tengah mereka hadapi.
1
Lexsi.J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung; PT. Remaja Rosda Karya 2001) Cet. Ke-15 h.3
(4)
Alhamdulillahirobbil’aalamiin, puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Peran Pendamping Dalam Program Keluarga Harapan (PKH) Pada Suku Dinas Sosial Jakarta Utara”
Kelancaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari arahan, bimbingan, dorongan, dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr.Arief Subhan, MA
2. Bapak Dr Suparto,M.ED.,MA dosen Pembimbing yang selalu bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan kepada penulis.
3. Ibu Wati Nilam Sari, M.Si serta Bpk Hudri,MA selaku Ketua Jurusan Pengembangan masyarakat Islam dan Sekretaris Jurusan, yang senantiasa mendoa’kan dan selalu memotivasi penulis.
4. Dan kepada seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta Staf Administrasi yang telah membantu dan memberikan masukan kepada penulis. 5. Rasa terima kasih yang sangat besar penulis sampaikan kepada kedua orang
tua tercinta ayahanda H. Muhamad Toha dan ibunda Hj.Cicih beserta kakanda Abdul Kholil dan ketiga adik tersayang saya Badru tamam, Fitriyatullailah, dan Mar’atusholihah. Terima kasih atas do’a yang tulus dan motivasinya yang
(5)
berkah dan karunia Allah senantiasa melimpahi kita, Amien.
6. Kakanda Apen Makese, kawan-kawan La-Hila dan Fera yang senantiasa memberikan bantuan secara moril maupun materil.
7. Kepada Mas Krisno Sutanto selaku pendamping Kelurahan Koja, Bang Abdurrahman, Bapak Agus dan Staff UPPKH yang tidak saya sebutkan satu persatu namanya. Terimakasih atas dukungan semangatnya dan berterima kasih sudah banyak meluangkan banyak waktu untuk memberikan penjelasan mengenai judul skripsi ini.
8. Ibu-ibu peserta PKH yang senantiasa diberiakan ketabahan dan kesabaran dalam menjalankan kehidupan, penulis sangat berterimakasih atas waktu ibu-ibu berikan, yang sudah mengambil waktu masak dan waktu tidurnya. Semoga ibu-ibu sekalian selalu dalam lindungan Allah SWT amien...
9. Sahabat-sahabatku Ari Kurniawan, Hidmatullah, Siti Rohmah, Nurul Hikmah, Ida, Fy, Ika, Roy, M. Kahfi dan kawan-kawan PMI angkatan 2005, 2006-2007 dan angkatan selanjutnya, yang tidak dapat disebutkan satu persatunya yang selalu mewarnai hari-hari sepanjang perkuliahan berlagsung, terimakasih yah semuanya.
10.Terima kasih kepada pegawai Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pegawai Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan perpustakaan Kakanda Apen makese.
(6)
bagian diriku yang lain, melawan kemalasan serta teman-temannya. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana layaknya, baik dari segi bahasa maupun materi yang tertuang di dalamnya. Besar harapan penulis skripsi ini dapat berguna untuk menambah wawasan baru dan membuka cakrawala yang lebih luas bagi pembaca sekalian. Amien...
Jakarta, 28 September 2010 M
Penulis
(7)
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 10
1. Perumusan Masalah ... 10
2. Pembatasan Masalah ... 10
C. Tujuan dan Manfaat/Kegunaan Penelitian ... 11
D. Tinjauan Pustaka ... 12
E. Metodologi Penelitian ... 16
1. Bentuk dan Jenis Penelitian ... 17
2. Jenis dan Sumber Data ... 17
3. Teknik Pemilihan Subjek dan Objek Penelitian ... 17
4. Teknik Pengumpulan Data ... 18
5. Lokasi Penelitian ... 20
6. Teknik Analisa Data ... 21
7. Teknik Keabsahan Data ... 22
8. Penulisan Laporan ... 23
F. Sistematika Penulisan ... 23
(8)
1. Pengertian Peran ... 25
2. Tinjauan Sosiologis tentang Peranan ... 26
B. Pengertian Pekerja Sosial (Pendamping) ... 31
C. Pekerja Sosial dalam Pendampingan ... 36
D. Sekilas Tentang Prorgram Keluarga Harapan (PKH) ... 43
E. Tujuan PKH ... 47
F. Komponen PKH ... 49
G. Peran Pendamping dalam Program Keluarga Harapan (PKH) .. 51
BAB III GAMBARAN UMUM A. Profil ... 54
B. Tujuan PKH ... 58
C. Sasaran Program Keluarga Harapan (PKH) ... 58
D. Kerangka Kelembagaan Tingkat Pusat dan Fungsinya ... 61
E. Unit Pelaksana Program Keluargga Harapan (UUPKH) Pada Tingkat Kabupaten Kota Jakarta Utara ... 68
BAB IV ANALISIS TENTANG PERAN PENDAMPING DALAM PROGRAM KELUARGA HARAPAN A. Peran Pendamping dalam Program Keluarga Harapan (PKH) Oleh Suku Dinas Sosial Jakarta Utara Di Kecamatan Koja, Kelurahan Koja ... 71
(9)
vi
Harapan (PKH)... 71
2. Tugas Rutin ... 72
B. Harapan Pendamping dan Harapan Peserta (RTSM) dalam Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) ... 79 C. Kesesuaian antara Harapan Pendamping dan Harapan Peserta
(RTSM) dalam Program Keluarga Harapan (PKH) Di Kecamatan Koja, Kelurahan Koja Jakarta Utara ... 84 D. Kendala atau Hambatan Pendamping dalam Program PKH ... 89 E. Solusi Dari Kendala Pendamping Program PKH ... 91
BAB V KESIMPULAN dan SARAN
A. Kesimpulan ... 95 B. Saran-Saran ... 97 DAFTAR PUSTAKA ... 98 LAMPIRAN
(10)
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berkembang di antara negara-negara Asia lain pada umumnya. Jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa yang telah lebih dulu menggapai kemajuan (modern), maka negara-negara Asia adalah negara yang bagian lain yang identik dengan kemiskinan. Berbagai krisis yang melanda negara Asia Tenggara sejak tahun 1990-an hingga tahun 2000-an kawasan negara Asia Tenggara (Malaysia, Indonesia, Singgapura, Vietnam, Thailand) mengalami krisis yang multidimensional.
Sebagai negara besar, Indonesia tidak terlepas dengan berbagai krisis yang melanda di hampir seluruh Asia, Khususnya Asia Tenggara. Menjadi sulit bagi Indonesia untuk bergerak ke peradaban yang lebih maju (modern), dalam arti mampu mensejahterakan negara-bangsa dan rakyatnya, kalau tidak dikatakan terperosok tak sanggup bersaing dan bersanding dengan negara-negara setingkat Asia (Jepang, Iran, India), atau salah satu dari mereka. Krisis multidimensi menjadikan Indonesia berpotensi menetaskan bencana (patologi sosial), dinamika dan problem sosial (gesekan antar etnis), kemiskinan, kebodohan (pendidikan), kejahatan, kelaparan, dan tidak sehatnya dinamika kepemimpinan Indonesia (politik)
Dengan berbagai problem dan konflik sosial tersebut, Indonesia seakan sulit melepaskan diri dari lobang hitam tiada celah tanpa solusi untuk perbaikan masa depan Indonesia yang lebih baik. Wajah Indonesia rusak, sebagian daerah
(11)
ingin memisahkan diri mencari bentuk muka yang baru, koordinasi pusat dan daerah stagnan, kabupaten bermunculan untuk menjadi provinsi tersendiri. Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia, seakan hanya ada dalam mimpi dan ilusi, negara kesejahteraan hanya wacana utopis yang enak didiskusikan. Kepemimpinan Indonesia menjadi pertanyaan mendasar bagi rakyat yang apatis dan semakin anarkis. Ekonomi negara menjadi lika-liku tak berwujud pada hal-hal yang kongkrit dan spesifik, hingga akhirnya, sosial dan agama akan menjadi arena pembenaran dalam melakukan kerusakan oleh masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kemiskinan dan kebodohan menjadikan Indonesia satu negara yang hendak mencari berbagai solusi yang pasti bagi gerbang pencerahan bangsa dan negara. Menjadi negara nomor satu dalam soal korupsi dan kemiskinan, bukanlah sebuah kebanggaan. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat akan sandang, pangan, dan juga papan menjadi keharusan negara dan pemerintah untuk memenuhinya. Untuk hal ini, negara harus bersedia membuka berbagai peluang (lapangan kerja, program pengetasan kemiskinan, buta aksara) untuk menyediakan kebutuhan rakyat Indonesia dalam satu lapangan yang dapat terjangkau (rakyat Indonesia memenuhi kriteria pasar kerja) oleh masyarakat Indonesia. Kalau tidak, maka, negara Indonesia akan menyimpan berbagai potensi penyakit sosial (patologi sosial), jika demikian, Indonesia akan memiliki kemungkinan-kemungkinan menjadi negara anarksis, atau colapse.
Kemiskinan pada dasarnya bukan hanya karena permasalahan ekonomi belaka, tetapi kemiskinan merupakan permasalahan yang multidimensional. Ada banyak faktor yang melatarbelakangi kemiskinan, dan perlu dicarikan perspektif yang baru atau yang berbeda untuk melihat, menafsirkan, dan memaknai
(12)
kemiskinan Indonesia. Kemiskinan yang multidimensional ini mencakup kemiskinan dalam dimensi ekonomi, kemiskinan dalam dimensi sosial, politik, dan budaya, kemiskinan dalam dimensi kesehatan, pendidikan, sejarah, kemiskinan dalam dimensi sosio-politik (wacana), kemiskinan yang berdimensi pendidikan, agama, budi pekerti, serta kemiskinan dalam dimensi perdamaian dunia (hubungan bilateral atau diplomasi).1
Isbandi Rukminto Adi dalam bukunya yang berjudul “Pemberdayaan,
Pengembangan Masyarakat Dan Intervensi Komunitas...” mengatakan bahwa
dalam proses pembangunan yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh dua dimensi yaitu yang pertama dimensi makro yang menggambarkan bagaimana institusi negara melalui kebijakan dan peraturan yang dibuatnya mempengaruhi proses perubahan suatu masyarakat, sedangkan dimensi yang kedua adalah dimensi mikro yaitu individu dan kelompok masyarakat mempengaruhi proses pembangunan itu sendiri.2
Sedangkan menurut Syaiful Arif, kemiskinan dapat digolongkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural3. Kemiskinan kultural dipahami sebagai akibat dari adanya karakter budaya masyarakat dan etos kerja yang lemah, sedangkan kemiskinan struktural bisa terjadi karena adanya
1
Kemisikinan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi persoalan kemanusiaan lainnya, contohnya, seperti keterbelakangan, kebodohan, ketelantaran, kematian dini. Problema buta hurup, putus sekolah, anak jalanan, pekerja anak, perdagangan manusia (human trafficking) tidak bisa dipisahkan dari masalah kemiskinan. Juga misalnya, Seseorang dikatakan miskin, misalnya, kalau memiliki pendapatan rendah, rumah tidak layak huni, atau buta hurup.
2
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2003), Cet 1, h.1
3
Misalnya, pada konsep mengenai kemiskinan kebudayaan dan kemiskinan struktural. Yang pertama melihat budaya kemiskinan seperti malas, apatis, kurang berjiwa wiraswasta sebagai penyebab seseorang miskin. Yang kedua menilai bahwa struktur sosial yang tidak adil, korup, merasa rendah diri yang sudah mengakar sebagai penyebab kemiskinan.
(13)
struktur dan kebijakan pemerintah yang timpang, sebagai akibat dari terjadinya ketidakadilan dalam kehidupan masyarakat.4
Dari dua pendapat di atas, antara Adi Isbandi Rukminto dan Syaiful Arif dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa dalam membangun masyarakat Indonesia agar mampu menggapai kesejahteraan dan pemberdayaan adalah dengan melibatkan semua unsur yang ada dalam sebuah negara, masyarakat, dan pemerintah. Pemerintah turut serta mempengaruhi perubahan sosial masyarakat dengan landasan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (struktural-mikro). Sedangkan disisi lain, masyarakat sebagai individu atau kelompok yang secara langsung mempengaruhi perubahan itu sendiri memerlukan keterbukaan budaya maupun peningkatan etos kerja yang selaras dan terarah (mikro-kultural).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional. Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin di Indoensia sebesar 37,7 juta atau 16,58% dari total penduduk Indonesia yang tersebar diberbagai provinsi yang ada di Indonesia. Diharapkan angka kemiskinan pada akhir 2009 dapat diturunkan menjadi 18,8 juta atau 8,2% dari total penduduk. Dari data tersebut. Indonesia telah menelurkan berbagai program untuk memberantas kemiskinan yang telah berurat-berakar di Indonesia. Di anatarnya, Program Keluarga Harapan (PKH), Program Pengentasan Kemiskinan (Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), dll) telah menjadi momok yang seakan tidak tepat sasaran bagi rakyat.
Sementara menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jakarta, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta pada bulan Maret 2009 sebesar 323,17 ribu (3,62 persen). Dibandingkan
4
Syaiful Arif, Menolak Pembangunanisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), Cet. 1, h. 289
(14)
dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2008 yang berjumlah 379.6 ribu (4,29 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 56,45 ribu. Hal ini disebabkan antara lain oleh; (a) Pada bulan Januari – Maret 2009 terjadi deflasi sebesar 0,13 persen; (b) UMP di DKI Jakarta terjadi peningkatan dari 972.645 rupiah pada tahun 2008 menjadi 1.069.865 rupiah pada 2009; dan (c) Tingkat ketepatan pembagian raskin kepada rumah tangga sasaran meningkat.5
Garis Kemisknan (GK) tahun 2009 sebesar Rp. 316.936,- per kapita per bulan lebih tinggi dibanding GK tahun 2008 yang sebesar Rp. 290.268,- per kapita per bulan. Komposisi Garis Kemiskinan menunjukkan bahwa Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp 204.248 (64,44 persen) dan Garis Kemiskinan Non Makanan sebesar Rp. 112.688 (35,56 persen).6
Dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan seperti yang digambarkan di atas, sekaligus pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial, Pemerintah Indonesia mulai tahun 2007 akan melaksanakan Program Keluarga Harapan (PKH). PKH dikenal di negara lain dengan istilah Conditional
Cash Transfers7 (CCT) atau bantuan tunai bersyarat. PKH bukan merupakan
kelanjutan program Subsidi Langsung Tunai yang diberikan dalam rangka
5
Komodisi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah beras, telur dan mie instan. Komoditi non makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah biaya perumahan dan angkutan. (Berita Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta No. 26/07/31/TH XI , 1 Juli 2009, http://jakarta.bps.go.id/BRS/Sosial/Miskin09.pdf. diakses pada tanggal 6 agustus 2010).
6
Keadaan tahun 2009 dibanding dengan keadaan tahun 2008; a) Angka kemiskinan (P0) turun 0,67 poin dari 4,29 persen menjadi 3,62 persen; b) Rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan (P1) menurun dari 0,72 menjadi 0,57; c) Ketimpangan pengeluaran penduduk miskin (P2) semakin menyempit yaitu dari 0,19 menjadi 0,14. (Berita Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta No. 26/07/31/TH XI , 1 Juli 2009, http://jakarta.bps.go.id/BRS/Sosial/Miskin09.pdf. diakses pada tanggal 6 agustus 2010).
7
(15)
membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya belinya pada saat pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM.8
PKH lebih dimaksudkan pada upaya membangun sistem perlindungan (keberdayaan9) sosial kepada masyarakat miskin. Pelaksanaan di Indonesia diharapakan akan membantu penduduk termiskin, bagian masyarakat yang paling membutuhkan uluran tangan dari siapapun juga. Pelaksanaan PKH secara berkesinambungan setidaknya hingga tahun 2015 akan mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium10. Program PKH sebagai program uji coba di tahun 2007 mempunyai sasaran mencakup 500.000 rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang tersebar di 7 provinsi (DKI Jakarta (Jakarta Utara): Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Utara dan Sumatera Barat).
Di dalam program PKH, ada kewajiban (conditionalities) yang harus dilaksanakan oleh rumah tangga sangat miskin peserta PKH terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Kewajiban berkaitan dengan upaya peningkatan status kesehatan Ibu hamil dan anak, serta tingkat pendidikan anak dari keluarga rumah tangga sangat miskin. Kewajiban yang harus dilaksanakan adalah:
1. Bagi ibu rumah tangga sangat miskin yang dalam keadaan hamil pada waktu pendaftaran, diwajibkan untuk datang ke puskesmas dan mengikuti pelayanan
8
Tim Penyusun, Pedoman Umum PKH Lintas Kementrian dan Lembaga, Pedoman Umum PKH 2008, (Jakarta, Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial dan Direktorat Jenderal Bantan dan Jaminan Sosial Departemen Sosial RI, 2008), h. 17.
9
Keberdayaan yang dimaksud di sini adalah, kekuatan masyarakat yang ditumbuhkan melalui kesadaran bahwa mereka memiliki pondasi dasar yang juga dapat mengubah hidup mereka agar menjadi layak. Kesadaran masyarakat yang mampu membangun hidup mereka secara mandiri tanpa meminta dan mengharapkan bantuan dari luar (orang lain).
10
(16)
pemeriksaan kesehatan ibu hamil sesuai dengan protokol Departemen Kesehatan;
2. Bagi rumah tangga sangat miskin yang mempunyai anak usia 0-6 tahun, wajib membawa anaknya ke puskesmas untuk mengikuti pelayanan kesehatan anak sesuai protokol Departemen Kesehatan;
3. Bagi mereka yang mempunyai anak usia sekolah 7-15 tahun, wajib mengikuti pendidikan dengan jumlah kehadiran minimal 85% serta memperoleh pelayanan pendidikan sesuai dengan protokol Departemen Pendidikan Nasional.
Program PKH, merupakan program yang berkesinambungan dengan pendapat Adi Isbandi dan Syaiful Arif, dalam tingkat makro/struktural pemerintah membangun masyarakat melalui program lintas sektor, yang dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai unsur Departemen Pemerintah (Menko Kesra, Bappenas, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, dan Departemen Komunikasi dan Informatika) serta partisipasi masyarakat. Pelaksanaan PKH juga didukung oleh BPS dalam penyediaan data penerima dan PT Pos Indonesia untuk sistem manajemen informasi pembayaran.11
Namun demikian, menjadi sangat ironis bagi pemerintah apabila berbagai program yang diimplementasikan ke dalam masyarakat berubah fungsi menjadi sarana yang menjadikan masyarakat tambah terjebak ke jurang kemiskinan dan penyakit sosial. Padahal, Peran dan fungsi Program Keluarga Harapan menjadi sebuah jembatan bagi masyarakat yang mendapatkan dana anggaran (yang dikenai
11
Pedoman Umum PKH, program keluarga harapan, (Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial dan Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Soail, Departemen Sosial RI, 2008), h. 4
(17)
program) sebagai sebuah gerbang besar yang terbuka bagi mereka untuk peningkatan taraf hidup yang layak. PKH merupakan Dana Anggaran Pemerintah12 yang menjadi penopang, sarana, dan harapan bagi mereka untuk bertahan serta mengendalikan hidup. Namun, di sisinya yang lain, program pemerintah menjadi bumerang bagi masyarakat itu sendiri dan lebih-lebih pemerintah, karena berpeluang melemahkan semangat hidup masyarakat (bergantung) serta dapat diselewengkan ke hal-hal yang negatif. Misalnya, perjudian, gadai kartu, utang-piutang, dan lain sebagainya.
Dana Anggaran PKH disalah gunakan bukan menjadi harapan (tujuan) Program Keluarga Harapan. Dana bantuan PKH menjadi hak sepenuhnya bagi sasaran untuk merubah berbagai permasalahan hidup yang dialaminya, setelah beralih ke tangan, jika (modal) untuk bermain judi atau digadaikan untuk membeli kebutuhan-kebutuhan rumah tangga yang tidak berfungsi, iuran sekolah anak terbengkalai, biaya makan sehari-hari dari hasil utang-piutang, menjadi sangat tidak potensial dan efektif. Jika demikian, Program Keluarga Harapan tidak cukup efektif apabila dijadikan sebagai sebuah solusi bagi masyarakat miskin perkotaan karena soal pemerataan Dana Anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah (semisal PKH, Kartu GAKIN, RASKIN), tidak merata di semua lini dan lingkup masyarakat miskin.
Dari berbagai hal tersebut, menarik untuk diselami, dan akan muncul berbagai pertanyaan, ada apa? Mengapa? Dan seterusnya. Berbagai problematika sosial ini akan berujung pada pertanyaan yang mendasar, bagaimana peran
12
Anggaran PKH yang dikeluarkan oleh pemerintah berasal dari APBN yakni Rp1 triliun untuk setiap tahun, yang diperuntukkan bagi 500ribu ibu dari keluarga miskin, sedangkan sekitar 11,6 juta ibu keluarga miksin yang belum mendapat PKH, akan diupayakan pada tahun berikutnya. Pemberian bantuan PKH akan berlangsung selama enam tahun (2007-2012) agar si ibu dari RTSM mampu membiayai pemunuhan gizi balita atau menyekolahkan anak hingga lulus SD.
(18)
pendamping dalam proses pemberdayaan masyarakat miskin?. Jika dikerucutkan menjadi sebuah permasalahan sosial, maka kemiskinan13 Indonesia akan bergantung pada peran dan fungsi pendamping dari berbagai program pemerintah yang diberikan pada masyarakat. Jika hal demikian tidak berfungsi, dan peran serta masyarakat tidak diindahkan, maka Indonesia akan sulit mendefinisikan standar kehidupan yang normal (layak) bagi keseharian masyarakat. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk menyelamatkan nyawa dan harta masyarakat melalui program-programn kesejahteraannnya, namun banyak hal pula yang diabaikan oleh pemerintah jika masyarakat tak sepenuhnya mendapatkan apa yang menjadi hak mereka.
Secara pelan atau pun tergesa-gesa program pemerintah membantu masyarakat tidak mampu (miskin) untuk dapat bertahan hidup, tetapi cepat atau lambat pula, masyarakat akan menemui kebuntuan hidup, yang berujung pada kematian apabila tidak dicarikan solusi kesejahteraan yang tepat dan berkelanjutan bagi mereka, sehingga masyarakat mampu memberdayakan diri mereka sendiri. Untuk itu, menjadi kewajiban bersama bagi setiap komponen pemerintah dan masyarakat dalam bernegara untuk bersama-sama menyelami kemiskinan, sehingga peran dan fungsi masing-masing (hak dan kewenangan) sebagai satu gerbang untuk keluar dari kebodohan dan kemiskinan.
Dari berbagai permasalahan di atas, penulis ingin menuangkan problematika kehidupan sosial dalam bernegara dan berbangsa ke dalam satu
13
Selain masalah kemiskinan adalah juga terkait dengan permasalahan sumber daya alam dan manusia, kemiskinan struktural, budaya, kreatifitas, disfungsi dan lain sebagainnya. Peran pendamping menjadi penting adalah dikarenakan pendamping dapat menjadi penengah bagi pemerintah dan masyarakat untuk menyampaikan komunikasi (keinginan keduanya) yang berimbang dalam membangun tujuan negara bangsa dan masyarakat.
(19)
karya tulis yang berjudul: “Analisis Peran Pendamping dalam Program Keluarga Harapan (PKH) pada Suku Dinas Sosial Jakarta Utara”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Dalam pembahasan karya tulis ini, penulis ingin membatasi pembahasan agar lebih terarah dan tidak meluas pada interpretasi yang tumpang tindih, maka penulis hanya membatasinya pembahasan pada; “Analisis Peran Pendamping dalam Program Keluarga Harapan (PKH) pada Suku Dinas Sosial Jakarta Utara”.
2. Perumusan masalah
Agar penulisan karya tulis ini menjadi terarah dan tidak meluas kepada pembahasan lainnya, maka penulis merumuskan masalah ini sebagai berikut :
a. Bagaimana peran pendamping masyarakat melalui Program Keluarga Harapan (PKH)?
b. Apakah harapan pendamping dan harapan peserta (RTSM) terhadap Program Keluarga Harapan (PKH)?
c. Apakah kesesuaian antara harapan pendamping dengan harapan peserta melalui program keluarga harapan (PKH)?
d. Apa kendala Pendamping yang muncul dalam Program PKH? e. Apa solusi dari kendala pendamping Program PKH?
(20)
C. Tujuan dan Manfaat/Kegunaan Penelitian 1. Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui peran pendamping dalam program pengentasan kemiskinan melalui Program Keluarga Harapan (PKH).
b. Untuk mengetahui bentuk-bentuk (kesesuaian) program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pendamping PKH.
c. Untuk mengetahui harapan-harapan para pendamping PKH dan harapan peserta PKH dalam program perlindungan sosial dengan adanya pendampingan masyarakat.
d. Untuk mengetahui tindakan atau sikap masyarakat dalam menerima pendamping program keluarga harapan (PKH).
e. Sebagai acuan pemerintah dalam membuat program-program pelayanan masyarakat miskin.
2. Manfaat Penelitian
Hasil studi ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis studi ini dapat menambah cakrawala pengetahuan bahwasanya permasalahan masyarakat miskin tidak akan pernah berbeda dari zaman ke zaman, karena kehidupan sersifat dinamis.
Secara praktis kita dapat mengetahui dan merasakan akan segala permasalahan masyarakat miskin selama ini, dengan adanya penelitian ini semata-mata menjadikan tugas bagi para pengembang masyarakat untuk menyampaikan aspirasi masyarakat miskin, sebagai fasilitator dan mediator bagi harapan akan keberdayaan masyarakat miskin, dan diharapkan mampu memberikan masukan bagi Instansi-Instansi lain mengenai potensi-potensi dan masalah-masalah yang
(21)
ada dalam pemberdayaan masyarkat miskin. Khususnya lembaga-lembaga (seperti; DEPSOS, UPPKH pusat dan UPPKH kabupaten kota) yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat miskin.
D. Tinjauan Pustaka
Untuk mendukung penelaahan yang lebih mendetail, penulis berusaha melakukan kajian terhadap beberapa pustaka ataupun karya yang relevan dengan topik penulisan karya ilmiah ini. Buku-buku dan karya ilmiah yang sebelumnya pernah ditulis dan ditelusuri sebagai bahan perbandingan maupun rujukan dalam penulisan karya ilmiah ini, yakni:
Sebuah penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Panji jurusan Kesejahteraan Sosial (UI), dengan judul, Program Keluarga Harapan sebagai Pilihan Kebijakan dalam Mengatasi Hambatan Akses Terhadap Pendidikan
Dasar. Study Kasus Penyelenggaraan Program Keluarga Harapan di Kecamatan
Cilincing Pada Tahun Pelaksanaan 2007-2009.
Panji mengatakan, PKH dapat berjalan sebagaimana mestinya, harus lebih banyak pendamping yang diterjunkan, agar program berjalan seimbang dengan keinginan pendamping dan masyarakat. Pada 2007-2008 terdapat 41 pendamping dan pada 2009 dibutuhkan 47 pendamping pada masing-masing kelurahan. Posisi pendamping ini di mata Panji, sangat vital untuk keberhasilan pelaksanaan PKH. Panji menambahkan, bahwa fakta membuktikan program intervensi yang menggelontorkan uang tunai kepada masyarakat berpotensi tidak efektif jika tidak dibarengi pengawasan ketat.
(22)
Menurutnya, karena bertugas mengawal program di lapangan, pendamping harus benar-benar kapabel dan berintegritas moral tinggi. Terlebih dalam menjalankan tugasnya mereka digaji oleh negara dengan besaran yang relatif memadai. Pendamping yang direkrut dari masyarakat harus menjadi pengaman aliran dana insentif sekaligus seorang kreator dan inovator untuk kemajuan RTSM peserta PKH.
Dalam PKH ini, menurut Panji, bersifat multi sektoral. Bappeda, Dinas STKT, Dinas Kesehatan, Disdik, Infokom, hingga Polres terlibat di dalamnya. Bahkan untuk menyukseskan PKH dibangun pola kontrol berupa Sistem Pengaduan Masyarakat (SPM) yang di Cilincing disebut UPPKH. UPPKH ini berfungsi mengakomodir segala jenis pengaduan maupun penyelesaiannya yang terkait dengan pelaksanaan KPH.
Kemudian artikel yang ditulis oleh Edi Suharto dengan judul;
Pendampingan Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin: Konsepsi Dan
Strategi.14 Edi Suharto menjelaskan bahwa Pemberdayaan Masyarakat dapat
didefinisikan sebagai tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya.
Masyarakat miskin seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya. Pendamping sosial kemudian hadir sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu memecahkan persoalan yang dihadapi mereka.
14
http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_32.htm. (diambil pada hari Rabu Tanggal 17 Juli, jam 01.44. 2010).
(23)
Pendampingan sosial diartikan sebagai interaksi dinamis antara kelompok miskin dan pekerja sosial untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan seperti; (a) merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi, (b) memobilisasi sumber daya setempat (c) memecahkan masalah sosial, (d) menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan, dan (e) menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konteks pemberdayaan masyarakat.
Di dalam artikel yang berjudul; Pendampingan Sosial Dalam
Pemberdayaan Masyarakat Miskin: Konsepsi Dan Strategi15, Edi Suharto
mengacu pada Ife (1995), mengatakan bahwa peran pendamping umumnya mencakup tiga peran utama, yaitu: fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat miskin yang didampinginya.
Tulisan yang kedua adalah Mengugat Peran Pendamping PNPM Mandiri, sebuah artikel yang ditulis oleh Marjono (staf Bapermades Provinsi Jawa Tengah)16. Ia mengatakan bahwa pemberdayaan berarti memampukan dan memandirikan masyarakat dan desa. Upaya pemberdayaan masyarakat wajib dipahami sebagai transformasi dari ketergantungan menuju kemandirian.
Kemandirian masyarakat bukan diindikasikan meningkatnya pendapatan saja, tetapi seberapa jauh mereka mampu menguasai sumber-sumber ekonomi baru. Sehingga tidak kesementaraan pendapatan meningkat, tetapi kepercayaan hidup selanjutnya didapatkan kemandirian sosial ekonomi tersebut wajib dipahami. Di sinilah, peran pendamping/fasilitator menyelenggarakan dialog dengan masyarakat untuk menggali kebutuhan-kebutuhan nyata, menggali
15
Ibid. 16
http://www.kmwjateng.net/pemberdayaan/menggugat-peran-pendamping-pnpm-mp. (diambil pada hari Rabu Tanggal 17 Juli, jam 01.44. 2010).
(24)
sumber-sumber potensi yang tersedia, mendorong masyarakat untuk menemukan spesifikasi masalah yang harus dipecahkan dan mengorganisir mereka untuk mengambil tindakan yang tepat (Belle, 1976).
Marjono mengatakan lebih lanjut bahwa dengan metode pendampingan masyarakat melalui program sarjana masuk desa (seperti PNPM-MP dan atau P2KP), patut digerakkan kembali. Walaupun bukan program baru, karena sebelumnya kita pernah mengenal BUTSI, SP3 (Depdikbud), SP2W (Bappenas), TKPMP (Depnaker), FK (Depdagri), yang bertugas sebagai enabler pembangunan, khususnya pengentasan kemiskinan yang selalu mengedepankan pada kematangan sosial kultural Upaya-upaya pengentasan kemiskinan semestinya dipahami sebagai transformasi dari ketergantungan menuju kemandirian. Wujud kemandirian tercermin dari tingkat kepedulian dan partisipasi atau memudarnya ketergantungan kepada pemerintah.
Berbeda dengan Edi Suharto dan Marjono, dalam penelitian karya ilmiah ini, penulis melakukan penelitian dan pendekatan kualitatif yang ingin mengungkapkan “Peran Pendamping dalam Program Keluarga Harapan (PKH)
Suku Dinas Sosial Jakarta Utara”. Penulis menilai bahwa tidak maksimalnya
proses pemberdayaan masyarakat diakibatkan oleh kurangnya peran dan fungsi pendamping masyarakat dalam memetakan masyarakat miskin yang memerlukan pemberdayaan, dan tumpang tindihnya program yang menjadi skala prioritas maupun alternatif.
Penulis sependapat bila dikatakan Pendamping Sosial sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu memecahkan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat miskin. Pendampingan sosial dengan demikian diartikan sebagai
(25)
interaksi dinamis antara kelompok miskin dan pekerja sosial untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan yang ada di dalam masyarakat. Akan tetapi jika peran dan fungsi pendamping sosial tidak dapat memetakan atau mempermudah jalinan komunikasi yang dinamis tersebut dengan masyarakat. Program pengentasan kemiskinan akan tersendat, kalau tidak dikatakan sulit untuk dijalankan. Dan untuk itu penulis mencoba melihat kenyataan yang tengah dijalani oleh masyarakat (secara langsung) di lapangan. Penulis ingin mengkombinasikan antara teori (wacana yang dibicarakan maupun ditulis oleh beberapa pemerhati dan peneliti sebelumnya dan fakta (yang dirasakan oleh masyarakat) dari keadaan masyarakat yang sebenarnya.
Di sinilah upaya penulis melihat bagaimana peran pendamping/fasilitator dalam menyelenggarakan dialog (mendekati) dengan masyarakat, karena untuk menggali kebutuhan-kebutuhan nyata, menggali sumber-sumber potensi yang tersedia, mendorong masyarakat untuk menemukan spesifikasi masalah dan mengorganisir mereka, harus diupayakan sebuah kumunikasi interaktif yang mudah diterima dan dipahami secara bersama-sama, sehingga program pemberdayaan dalam tingkat apapun, dapat mudah dijalankan.
E. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Dimana pendekatan kualitatif menurut Taylor yang dikutip oleh Lexsi J. Moleong, adalah “prosedur sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriftip berupa kata-kata, tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati.”17
17
Lexsi.J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung; PT. Remaja Rosda Karya 2001) Cet. Ke-15 h.3
(26)
Dengan demikian, penulis akan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berupaya menghimpun data, mengolah data dan menganalisa data secara kualitatif dengan tujuan agar dapat memperoleh informasi yang mendalam tentang program yang menjadi penelitian.
1. Bentuk dan Jenis Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yang didukung oleh observasi dan wawancara sebagai pelengkap. Oleh karena itu, dalam hal ini penulis mengadakan penelitian terhadap obyek penelitian yang ada kaitannya dengan penulisan karya ilmiah ini.
2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif. pendekatan kualitatif menurut Taylor yang dikutip oleh Lexsi J. Moleong, adalah “prosedur sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati”.18 Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini. pertama, data primer yang didapatkan dari kegiatan pendamping PKH. Wawancara pribadi terhadap pihak yang berkepentingan sebanyak tiga (3) orang, seperti tokoh masyarakat, ibu rumah tangga, pemuda, dan mahasiswa yang konsen terhadap persoalan kemiskinan dan pemberdayaan. Kedua, data sekunder yang bersumber dari buku pedoman PKH, makalah, artikel, paper, media massa (seperti surat kabar, majalah, jurnal) dan media elektronik, seperti internet.
18
Lexsi.J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung; PT. Remaja Rosda Karya 2001) Cet. Ke-15 h.3
(27)
3. Teknik Pemilihan Subjek dan Objek Penelitian
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, dalam memilih responden ini dipilih secara sengaja, setelah membuat tipologi (ideal) individu dalam masyarakat, yang penting disini bukan jumlah responden kasusunya, melainkan potensi tiap kasus untuk memberi pemahaman teoritis yang lebih baik mengenai aspek yang telah dipelajari.
Pilihan informan tergantung pada jenis informasi yang hendak dikumpulkan, cara termudah mendapatkan informan adalah teknik “bola salju”. Dalam teknik ini peneliti harus mengenal beberapa informan kunci dan meminta memperkenalkannya kepada informan lain.19
Berdasarkan konteks tersebut, maka penulis memilih responden sebagai berikut: Suku Dinas sosial Jakarta Utara, koodinator UUPKH kabupaten kota, Pendamping kelurahan Koja, Ketua Rt,Rw ataupun Lurah dan peserta program keluarga harapan yang terdaftar sebagai peserta atau Rumah Tangga sangat Miskin (RTSM).
Sedangkan yang menjadi obyek penelitian dalam skripsi ini adalah proses tejadinya kinerja pendamping terhadap indikator kerja ketika melakukan pendampingan di masyarakat. Dan melihat respon masyarakat dengan adanya pendampingan masyarakat dalam sebuah program perlindungan sosial yaitu PKH.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dari penelitian lapangan ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data berupa:
19
MT. Felix Sitorus, Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan,(Bogor: Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial, 1998,h. 50)
(28)
a. Observasi
Observasi yaitu alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.20 Yang diteliti adalah pekerjaan sehari-hari yang dilakukan oleh peserta PKH, baik dalam rumah ataupun di luar rumah.21 Serta mengikuti kegiatan pendamping dalam melakukan pendampingan atau pertemuan kelompok pada jadwal dan waktu yang telah ditentukan oleh pendamping.
Dalam observasi ini penulis langsung mendatangi Kelurahan Tugu Utara, guna memperoleh data yang konkrit tentang hal-hal yang menjadi obyek penelitian ini, bahkan peneliti hingga mengikuti kegiatan responden dalam melakukan kegiatan pertemuan kelompok dengan pendamping dan mengikuti kegiatan pembayaran di kantor pos Koja, penulis ditemani pendamping mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut hingga selesai, mulai jam 10 hingga jam 17.00.
Yang diobservasi adalah kondisi sosial ekonomi RTSM, taraf pendidikan anak-anak RTSM, status kesehatan dan gizi, akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi RTSM dan lain sebagainya.22
20
Cholid Narbuko, Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h.70
21
Misalnya, pendamping melakukan pemantauan terhadap keseharian (pekerjaan) yang dilakukan oleh peserta/anggota baik yang berkaitan langsung dengan kegiatan Program Keluarga Harapan (PKH) atau pun yang tidak terkait secara langsung langsung. Kebiasaan-kebiasaan peserta/anggota dalam membina rumah tangga (keluarga), bertetangga (bersosialisasi), pola hidup (mencari nafkah untuk kesejahteraan keluarga) dan lain-lain.
22
Keinginan peserta/anggota hidup layak atau perubahan yang langsung dapat mereka rasakan, keinginan ini diobservasi melalui pendekatan secara langsung, dialog (curhat) dari hati ke hati, sehingga perasaan kekeluargaan dapat dirasakan oleh anggota dan pendamping. Adapun keluhan, perasaan, dan keinginan peserta/anggota didiskusikan lebih lanjut oleh pendamping untuk satu solusi yang selaras dengan Program Keluarga Harapan (PKH) dan kondisi peserta/anggota.
(29)
b. Interview
Interview atau wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu untuk mendapatkan data yang kongkrit dari hasil beberapa pertanyaan yang diajukan. Untuk mendapatkan data tersebut, pendamping dapat mewawancarai seluruh peserta/anggota, dapat juga secara random (acak).
Namun demikian, peneliti mewawancarai tiga (3) orang peserta/anggota (atau dari masyarakat lain untuk keseimbangan data/informasi) yang telah ditentukan/dipilih berdasarkan kemampuan peserta/anggota dalam soal tanya jawab, sehingga data/informasi yang dibutuhkan dapat memenuhi kebutuhan interview.
Wawancara dilakukan pada peserta/anggota di tempat pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH). Wawancara dilakukan melalui dua pola. 1) dari pejabat Kelurahan, kemudian ke tingkat RT/RW, tokoh masyarakat dan agama, kemudian peserta/anggota (masyarakat) PKH; 2) dapat dimulai dari tingkat masyarakat bawah hingga Pemerintah Kelurahan.
Wawancara digunakan untuk mengumpulkan pendapat, persepsi, perasaan, pengetahuan dan pengalaman serta penginderaan seseorang (pendamping) dengan tujuan memperoleh informasi sebanyak-banyaknya.
c. Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah data-data yang tertulis yang mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang masih aktual.23 Dalam dokumentasi, penulis mengumpulkan, membaca dan mempelajari berbagai
23
(30)
macam bentuk data tertulis yang ada di lapangan, serta data-data lain di perpustakaan yang dapat dijadikan penguatan referensi data.
5. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Koja, Kelurahan Tugu Utara, Jakarta Utara. Dengan alasan bahwa di kecamatan Koja adalah tempat penulis melakukan praktikum, dengan demikian penulis telah mengetahui lokasi dan kondisi sosial masyarakat Kelurahan Tugu Utara.
Selain itu, yang menjadi alasan lainnya adalah tingkat kehidupan sosial masyarakat Kecamatan Koja yang semakin cepat mengalami pertumbuhan hingga kepadatan penduduk menjadi perhatian khusus bagi pemerintah.24 Kepadatan dan pertumbuhan penduduk tersebut meluas hingga ke Kelurahan Tugu Utara, akibatnya penyakit dan penyimpangan sosial kerap terjadi di dalam keseharian masyarakat Kecamatan Koja umumnya dan Kelurahan Tugu Utara pada khususnya.
6. Teknik Analisa Data
Analisa data menurut Bogdan dan Biklen, yang dikutip oleh Lexy J. Meleong adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan.
24
Dampak dari urbanisasi, akibatnya perpindahan masyarakat Desa ke Kota tidak mampu dihentikan dan percepatan pembangunan dengan alasan kemajuan serta modernisasi, sehingga lahan (tanah, sawah, tempat tinggal, dll.) semakin menyempit. Akibat lain yang lebih besar adalah kemiskinan, kejahatan, kematian, dan segala penyakit sosial lainnya. (Wawancara pribadi dengan Bapak Krisno Sutanto, koordinator pendamping wilayah Kelurahan Tugu Utara).
(31)
Di pihak lain, Analisis data kualitatif (Seiddel, 1998), Prosesnya berjalan sebagai berikut:
a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri
b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensistensiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya
c. Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.25
7. Teknik Keabsahan Data
Untuk memeriksa keabsahan data ada empat kriteria yang digunakan yaitu: Kriterium Keterlatihan, Kriterium kebergantungan, Kriterium kredibilitas / kepercayaan, Kriterium kepastian.
Dalam hal ini peneliti menggunakan langkah-langkah kriteria sebagai berikut, yaitu; Kriterium Kredibilitas/Kepercayaan
Fungsi kriterium kredibilitas adalah untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuaannya dapat dicapai, kemudian mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti, pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Kriterium ini menggunakan dua teknik pemeriksaan: Pertama, ketekunan pengamatan, dimaksudkan untuk menemukan cirri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan atau isu dalam penelitian ini dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Kedua, teknik triangulasi yang
25
W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002) h. 248.
(32)
merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut, teknik triangulasi yang banyak digunakan adalah pemeriksaan terhadap sumber lainnya.
Hal itu dapat dicapai dengan jalan:
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, misalnya untuk mengetahui pelaksanaan pendampingan masyarakat melalui program keluarga harapan.
2) Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya dalam hal ini peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh narasumber (Staff UPPKH) dengan jawaban dari para peserta program keluarga harapan. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diajukan
8. Penulisan Laporan
Untuk penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis mengacu pada buku
Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan disertasi UIN Jakarta yang diterbitkan
oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cetakan II Tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
Di dalam penulisan karya ilmiah ini akan dibagi menjadi 5 (Lima) bab, dan masing-masing bab akan dibagi menjadi sub bab sebagai berikut:
(33)
BAB I: Pendahuluan, dalam bab ini dibahas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II: Tinjauan Teoritis, dalam bab ini akan membahas landasan teori yang
berisikan tentang peraran (pengertian dan tinjauan sosiologi tentang peraran), pengertian pekerja sosial, pekerja sosial dalam pendampingan, sekilas tentang Program Keluarga Harapan (PKH), Komponen PKH, peran pendamping dalam Program Keluarga Harapan (PKH).
BAB III: Gambaran Umum, dalam bab ini akan digambarkan secara lengkap
tentang profil, tujuan, sasaran, struktur kelembagaan Program Keluarga Harapan (PKH) fungsi serta tugas dan fungsinya.
BAB IV: Analisis Tentang Peran Pendamping dalam Program Keluarga
Harapan Oleh Suku Dinas Sosial Jakarta Utara. Terdiri dari peran
pendamping dan harapan peserta dalam program keluarga harapan, dan kesesuaian antara harapan pendamping dan peserta dalam Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Koja, Kelurahan Koja. Jakarta utara. Kendala atau Hambatan Pendamping dalam Program PKH, Solusi Dari Kendala Pendamping Program PKH.
(34)
A. Peran
1. Pengertian Peran
Peran (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan.1
Peranan mencakup 3 (tiga) hal:
a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.
b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. 2
Pengertian peranan (dalam KBBI, 1998) adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Peranan menurut kamus besar bahasa Indonesia terbitan tahun 2002, adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimilki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.3
Peranan menurut Enslikopedia ilmu-ilmu sosial adalah perilaku yang diharapkan dalam kerangka posisi sosial tertentu.4 Peranan menurut Enslikopedi
1
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003) Cet. Ke -35, h. 243.
2
Ibid, h 244 3
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka, 1998), h. 667.
4
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 854.
(35)
ilmu-ilmu sosial adalah perilaku yang diharapkan dalam kerangka posisi sosial tertentu.5
Sedangkan Grass Massan dan A.W Eachern sebagaimana dikutip oleh David Barry mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.6
2. Tinjauan Sosiologis tentang Peranan
Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang dibuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang dibicarakan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah, karena ia mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbutan orang lain.
Orang yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya. Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku. Misalnya norma kesopanan menghendaki agar seorang laki-laki bila berjalan bersama wanita, harus berada dari sebelah luar.7
Secara sosiologis peran pendamping adalah sebagai pembangun, yang dijalankan berdasarkan atas prinsip demokrasi, akan selalu berorientasi kepada proses (proses oriented) di mana semua lapisan masyarakat akan turut serta dalam
5
Adam Kuper, Jessika Kuper, Enslikopedia Ilmu-ilmu social, (Jakarta: PT Raja Garfindo Persada ), h. 935
6
N.Grass W.S Massan dan A.W MC Eachern, Exploration Role Analiysis dalam David Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1995), Cet ke-3, h. 99
7
(36)
pembangunan, baik dalam kepeloporan, maupun pada keprakarsaan, sehingga kebutuhan terasa (the felt-needs) maupun kebutuhan nyata (the real needs) masyarakat terakomodasi dalam pembangunan.
Berbicara masalah pembangunan adalah berbicara suatu pandangan yang lebih minoritas8 yang berangkat dari asumsi bahwa kata ‘pembangunan’ itu sendiri adalah sebuah discourse, suatu pendirian, atau suatu paham, bahkan merupakan suatu ideology dan teori tertentu tentang perubahan sosial. Dalam pandangan ini, konsep pembangunan sendiri bukanlah kata yang bersifat netral, melainkan suatu “aliran” keyakinan ideologis dan teoretis serta praktik mengenai perubahan sosial (Fakih, 2001).9 Dengan demikian, pembangunan tidak diartikan sebagai kata benda belaka, tetapi sebagai aliran dari suatu teori perubahan sosial. Bersamaan dengan teori pembangunan terdapat juga teori-teori perubahan sosial lainnya seperti sosalisme, dependendsi, ataupun teori lainnya.
David McClelland sering dianggap sebagai salah satu tokoh penting dalam teori modernisasi. Jika teori pertumbuhan Rostow lebih merupakan teori ekonomi, teori modernisasi McClelland berangkat dari perspektif psikologi sosial . Dalam bukunya, The Achievement Motif in Ekonomic Growth, McClelland (1984) memberikan dasar-dasar tentang psikologi dan sikap manusia, kaitannya dengan
8
Umumnya orang beranggapan bahwa pembangunan adalah kata benda netral yang maksudnya adalah suatu kata yang digunakan untuk menjelaskan proses dan usaha untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, politik, budaya, infrastruktur masyarakat dan sebagainya. Dengan demikian, pemahaman seperti itu, pembangunan disejajarkan dengan kata ‘perubahan sosial’. Bagi penganut pandangan ini, konsep pembangunan adalah berdiri sendiri sehingga membutuhkan keterangan lain, seperti, pembangunan model kapitalisme, pembangunan model, sosialisme, ataupun pembangunan model Indonesia, dan seterusnya. Dalam pengertian seperti ini teori pembangunan berarti teori social ekonomi yang sangat umum. Pandangan ini menguasai hampir setiap diskursus mengenai perubahan sosial.
9
Sumber ;http://profsyamsiah.wordpress.com/2009/08/18/need-for-achievement-dan-kemandirian-bangsa/; Need For Achievement Dan Kemandirian Bangsa, (diambil pada hari Minggu tanggal 20 2010).
(37)
bagaimana perubahan sosial terjadi. Menceritakan sejarah manusia sejak awal selalui ditandai dengan jatuh bangunnya suatu kebudayaan.
Pendekatan ini mencurahkan perhatiannya pada faktor-faktor nilai dan norma yang berlaku dan dianut oleh masyarakat tradisional dan modern. Mazhab ini berpendapat bahwa perubahan sosial pada tingkat Makro (masyarakat ditentukan oleh adanya perubahan pada tingkat individu (mikro), seperti perubahan dalam cara berfikir dan bersikap, norma dan sistem nilai (Tikson, 2005).
Dalam teori yang dikembangkan McClelland10 tentang motivasi berprestasi, pertanyaan yang ingin dijawabnya adalah bagaimana beberapa bangsa tumbuh sangat pesat di bidang ekonomi sementara bangsa yang lain tidak. Umumnya pertumbuhan ekonomi selalu dijelaskan karena faktor ‘ekternal’, tetapi bagi McClelland lebih merupakan faktor ‘internal’ yakni nilai-nilai dan motivasi yang mendorong untuk mengeksploitasi peluang, untuk meraih kesempatan. Pendeknya dorongan internal untuk membentuk dan merubah nasib sendiri. Pandangan lain didasarkan pada studi McClelland, Inkeles dan Smith (1961)11 terhadap tesis Weber mengenai Etika Protestan dan pertumbuhan kapitalisme12.
10
Murodi dan Wati Nilamsari, Buku ajar, Sosiologi Pembangunan, (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h. 34.
11
Ibid, h. 35-36. 12
Selain dari tesis Weber teori McClelland didasarkan juga pada studinya yang dilandaskan pada teori psikoanalisis Freued tentang mimpi. McClelland melakukan studi di Amerika yang memfokuskan pada studi tentang motivasi dengan mencatat khayalan orang melalui pengumpulan bentuk cerita dari sebuah gambar. Kesimpulannya bahwa khayalan ada kaitannya dengan dorongan dan perilaku dalam kehidupan mereka, yang dinamakan the need for achievement (N’ach) yakni nafsu untuk bekerja secara baik, bekerja tidak demi pengakuan sosial atau gengsi, tetapi dorongan kerja demi memuaskan batin dari dalam. Bagi mereka yang mempunyai dorongan N’ach yang tinggi akan bekerja lebih keras, belajar lebih giat, dan sebagainya. Perhaian ditujukan pada oran yang mempunyai N’ach tinggi dan pengarunya dalam masyarakat. Sumber; http://profsyamsiah.wordpress.com/2009/08/18/need-for-achievement-dan-kemandirian-bangsa/.
(38)
Dalam teori yang dikembangkan McClelland tentang motivasi berprestasi, pertanyaan yang ingin dijawabnya adalah bagaimana beberapa bangsa tumbuh sangat pesat di bidang ekonomi sementara bangsa yang lain tidak. Umumnya pertumbuhan ekonomi selalu dijelaskan karena faktor ‘ekternal’, tetapi bagi McClelland lebih merupakan faktor ‘internal’ yakni nilai-nilai dan motivasi yang mendorong untuk mengeksploitasi peluang, untuk meraih kesempatan. Pendeknya dorongan internal untuk membentuk dan merubah nasib sendiri. Pandangan lain didasarkan pada studi McClelland, Inkeles dan Smith (1961) terhadap tesis Weber mengenai Etika Protestan dan pertumbuhan kapitalisme. Berdasarkan tafsiran McClelland atas tesis Max Weber, jika etika protestan menjadi pendorong pertumbuhan kapitalisme di Barat, analog yang sama juga bisa untuk melihat pertumbuhan ekonomi. Apa rahasia pikiran Weber atas Etika Protestan menurutnya adalah the need for achievement (N’ach). Alasan mengapa dunia ketiga terkebelakang menurutnya karena rendahnya need for achevement tersebut. Sikap dan budaya manusia yang dianggap sebagai sumber masalah, yang pada dasarnya adalah ciri-ciri watak dan motivasi masyarakat kapitalis.13
13
McClelland tertarik pada analisis Max Weber tentang hubungan antara Protestanisme dan Kapitalisme. Weber berpendapat bahwa ciri wiraswastawan protestan, Calvinisme tentang takdir mendorong mereka untuk merasionalkan kehidupan yang ditujukan oleh Tuhan. Mereka memiliki N’ach yang tinggi. Yang dimaksud Weber dengan semangat kapitalisme itu adalah dorongan need for achievement yang tinggi. Jadi, N’ach sesungguhnya penyebab pertumbuhan ekonomi di Barat, yang umumnya lahir dari keluarga yang dalam pendidikannya menekankan pentingnya kemandirian. McClelland berpendapt bahwa N’ach selalu berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Dari studi itu, dia berpendapat adanya pengaruh dan akaitan antara pertumbuhan ekonomi dan tinggi rendahnya motive yang lain yakni need for power (N’power) dan need for affiliation (N’affiliation). McClelland menolak pandangan bahwa dorongan utama wirasawatawan adalah profit motive. Baginya perilaku wiraswasta tidak semata sekedar cari uang, melainkan dorongan achivement tadi. Satu yang paling penting adalah bahwa N’ach tidak diturunkan. Namun ada bukti bahwa N’ach dibentuk pada awal pertumbuhan anak, yakni tumbuhnya N’ach bergantung pada tingkat bagaimana kedua orang tua mengasuh anaknya. Sumber; http://profsyamsiah.wordpress.com/2009/08/18/need-for-achievement-dan-kemandirian-bangsa/.
(39)
Permasalahan yang dihadapi oleh bangsa dan masyarakat Indonesia (pemerintah masa lalu) dapat dikatakan masih mengacu pada pembangunan yang menitikberatkan pada Pembangunan ekonomi, termasuk dalam hal ini pembangunan industri padat modal (capital intensive) yang diharapkan menjadi jalan pintas untuk mencapai kemakmuran dan mengantarkan masyarakat memasuki era modernisasi. Demikian pentingnya paradigma tersebut, menyebabkan pembangunan ekonomi seolah-olah menjadi lembaga otonom yang memiliki kekuatan untuk menyingkirkan faktor-faktor non ekonomi yang dianggap menjadi penghambat pembangunan.
Dalam kenyataannya, pembangunan ekonomi yang diharapkan untuk menciptakan kesejahteraan melalui proses trickle down effect, justru tidak terjadi. Bahkan kesenjangan sosial ekonomi antara golongan kaya dan golongan miskin semakin melebar.14 Sebagai akibatnya, masyarakat semakin terpuruk dalam situasi dan kondisi ketidakadilan. Hal ini kemudian memicu terjadinya konflik sosial.
Pembangunan seharusnya merupakan suatu mobilitas sumberdaya manusia dan sosial secara internal memiliki dasar-dasar yang kuat, dijunjung tinggi dan telah memperoleh legitimasi dari masyarakat. Tanpa mengintegrasikan faktor-faktor non ekonomi dalam pembangunan, akan menyebabkan timbulnya berbagai
14
faktor pendorong perubahan sosial dan pembangunan bukan karakteristik masyarakat pada tingkat makro, tetapi karakterisitik masyarakat pada tingkat mikro. Dalam bukunya, The Achievement Motif in Ekonomic Growth, McClelland (1984) memberikan dasar-dasar tentang psikologi dan sikap manusia, kaitannya dengan bagaimana perubahan sosial terjadi. Menceritakan sejarah manusia sejak awal selalu ditandai dengan jatuh bangunnya suatu kebudayaan. Dalam perspektif sosial psikologis, perbedaan antara masyarakat tradisional dan modern ditentukan oleh perbedaan norma dan nilai yang hidup di dalamnya. Mazhab ini percaya bahwa transformasi sosial ekonomi dari struktur yang sederhana menjadi lebih kompleks, ditentukan oleh perubahan yang terjadi dalam nilai-nilai, norma-norma dan sikap yang dipraktekkan oleh setiap anggota masyarakat. Sumber; http://profsyamsiah.wordpress.com/2009/08/18/need-for-achievement-dan-kemandirian-bangsa/.
(40)
masalah, karena selayaknya pembangunan harus dilakukan dengan berbasis pada masyarakat atau suatu pembangunan yang dilakukan oleh rakyat dari rakyat dan untuk rakyat.
Dari beberapa penjelasan diatas, pembangunan, perubahan sosial serta teori motivasi yang ditemui oleh McClelland adalah agar masyarakat memiliki kemandirian diri untuk mampu memutuskan sendiri apa yang terbaik bagi dirinya, prestasi-diri, menolak ketertundukan atau bertekuk-lututan. Mandiri adalah tuntutan kesetaraan. Mandiri adalah harga-diri, merubah sikap menghamba
(servile) dan rendah-diri. Ketika mandiri diangkat ke tingkat Bangsa dan Negara,
maka kemandirian adalah doktrin nasional, doktrin untuk merdeka dan berdaulat, untuk mengutamakan kepentingan Nasional, yaitu kepentingan Rakyat, Bangsa dan Negara. Kemandirian adalah sikap dan perilaku-bebas aktif dan diharapakan mampu dilakukan oleh setiap masyarakat.15
B. Pengertian Pekerja Sosial (Pendamping)
Pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya. Dalam kenyataannya, seringkali proses ini tidak muncul secara otomatis, melainkan tumbuh dan berkembang berdasarkan interaksi masyarakat setempat dengan pihak luar atau para pekerja sosial baik yang bekerja berdasarkan
15
Sumber; http://profsyamsiah.wordpress.com/2009/08/18/need-for-achievement-dan-kemandirian-bangsa/; Need For Achievement Dan Kemandirian Bangsa, (diambil pada hari Minggu tanggal 20 2010).
(41)
dorongan karitatif maupun perspektif profesional. Para pekerja sosial ini berperan sebagai pendamping sosial.16
Unsur terpenting dalam meraih keberhasilan pengembangan masyarakat disamping unsur modal alam, teknologi, kelembagaan, modal manusia adalah unsur modal sosial seperti saling percaya sesama anggota masyarakat, empati sosial, kohesi sosial, kepedulian sosial, dan kerjasama kolektif.. Karena itu diperlukan penguatan modal sosial dan modal manusia atau sumberdaya manusia. Saat ini di Indonesia telah berkembang satu sistem pemberdayaan masyarakat sebagai pelaksana (pelaku) dengan nama pendamping sosial untuk melengkapi pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sudah ada.
Proses sejarah lahirnya dan perkembangan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) di bumi ini sebagaian besar inisiatornya adalah Pendamping dari luar komunitas dampingan yang bertugas dan berfungsi melakukan aksi kebudayaan dan upaya menemani rakyat atau komunitas melalui proses transformasi sosial (pembaharuan) menuju cita-cita yang diharapkan bersama (Visi).
Dilihat dari susunan katanya bahwa istilah Pendamping terdiri dari 2 (dua) suku kata, yaitu: Pen (pe) dan damping. Suku kata Pen (Pe) mengartikan Individu, orang yang sedang melakukan pekerjaan atau aktivitas tertentu. Suku kata Damping mempunyai arti Sisi atau Samping terdekat, Mitra, Setara, Teman. Maka dapat diterangkan bahwa makna Pendamping adalah17:
16
Sumber: http://fasilitator-masyarakat.org/index.php?pg=artikel_detail&id=190 (diambil pada hari Rabu Tanggal 17 Juli, jam 01.44. 2010).
17
Sumber; http://hanjuang-mahardika.blogspot.com/2009/03/peran-pendamping-lsm-dan-komunitas.html, (diambil pada hari Senin, Tanggal 11 Februari 2010, jam 23:35).
(42)
“Individu atau seseorang yang melakukan aktivitas menemani secara dekat dan mempunyai kedudukan setara dengan yang ditemani.”
Prinsipnya antara yang ditemani dan yang menemani tak ada yang dirugikan atau pun ketergantungan, merasa paling pintar dan bodoh. Intinya bahwa harkat dan martabat setiap manusia adalah sama. Setiap manusia pasti punya kelemahan dan kelebihan, pernah berhasil dan gagal. Di dunia ke-LSM-an bahwa istilah Pendamping mulai dikenal sejak pertengahan 1980-an dari ‘penyempitan’ makna Community Organizer (CO).18
Pergeseran istilah itu berawal dari istilah CO yang maknanya sulit dimengerti oleh kalangan masyarakat bawah. Juga situasi politik saat itu, dalam penggunaan istilah CO dirasa sangat tidak strategis karena dapat membuat ‘risi’ atau dianggap sebagai ‘gangguan’ pemerintah yang berkuasa. Meskipun tanpa persetujuan ternyata lambat laun istilah CO jarang terdengar lagi dan mulai dikenal dengan istilah populernya yaitu Pendamping.19
Pendamping dalam bahasa dalam bahasa Inggris berarti Colleague, juga bisa ditafsirkan rekan, kolega, sahabat, sehingga maknanya sangat longgar. Realita dalam masyarakat penggunaan istilah Pendamping lebih populer dan mudah dimengerti tetapi makna yang terkandung tidak – belum tentu dipahami oleh setiap orang.
Pendampingan sosial merupakan satu strategi yang sangat menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat. Sesuai dengan prinsip pekerjaan sosial, yakni “membantu orang agar mampu membantu dirinya sendiri”, pemberdayaan masyarakat sangat memperhatikan pentingnya partisipasi
18 Ibid. 19
(43)
masyarakat yang kuat. Dalam konteks ini, peranan seorang pekerja sosial seringkali diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping, bukan sebagai penyembuh atau pemecah masalah (problemsolver) secara langsung.20
Metode pendampingan diterapkan dalam mayoritas program LSM sesuai dengan kondisi dan situasi kelompok sasaran yang dihadapi. Fungsi pendamping sangat penting, terutama dalam membina dan mengarahkan kegiatan kelompok sasaran. Penamping bertugas mengarahkan proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok sebagai fasilitator (pemandu), komunikator (penghubung), maupun sebagai dinamisator (penggerak).21
Pekerjaan sosial (pendampingan) di dalam pemberdayaan masyarakat dapat digambarkan sebagai; 1) Seni, pekerjaan sosial sebagai seni memerlukan keterampilan dalam praktek untuk memahami manusia dan membenatu agar mempunyai kemampuan untuk menolong diri mereka sendiri. Yang diperlukan dalam hal ini adalah keterampilan dalam pemahaman dan identifikasi masalah, mengadakan dignosis, dan melakukan evaluasi, serta memberikan terapi-terapi tertentu. Untuk melakukan hal ini pendamping memerlukan ilmu pengetahuan yang memadai tentang pribadi, tingkah laku manusia, kondisi dan lingkungan sosial di mana manusia hidup.
2). Sebagai ilmu, pekerjaan sosial sebagai ilmu memerlukan seperangkat ilmu pengetahuan sosial dan ilmu pengetahuan lainnya yang relevan dalam upaya pemecahan masalah. Dalam hal ini pemahaman masalah dan penggunaan metode pemecahan masalah dilaksanakan secara objektif berdasarkan prinsip ilmu
20
Edi Suharto, Ph.D., Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat; Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2009), h. 93.
21
Dr. Zubaedi, M.Ag., M.Pd., Wacana Pembangunan Alternatif; Ragam Perspektif Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h. 79.
(44)
pengetahuan, sehingga mampu memahami fakta-fakta dari setiap permasalahan, dan dapat pula digunakan untuk mengembangkan prinsip maupun konsep dalam praktek pekerjaan sosial. Dengan demikian pekerja sosial (pendamping) menggunakan ilmu pengetahuan dan seni dalam arti ia menggunakan metode-metode ilmiah dalam melaksanakan tugasnya secara profesional.
3) Sebagai profesi, pekerjaan sosial sebagai satu profesi harus memiliki nilai-nilai dan kode etik karena pekerjaan sosial bukan hanya perlu syarat-syarat profesi, akan tetapi yang lebih adalah pekerja sosial memiliki tanggung jawab terhadap kepentingan masyarakat, terutama untuk mencapai tujuan sosial.
Sebagai satu profesi, pekerjaan sosial memiliki karakteristik tertentu, yang membedakan pekerjaan sosial dengan profesi lainnya. Dunham menyatakan bahwa ada beberapa karakteristik dari profesi pekerja sosial, yaitu22:
1. Pekerjaan sosial merupakan kegiatan pemberian bantuan (helping profession).
2. Dalam ranah sosial, pekerjaan sosial memiliki makna bahwa kegiatan pekerjaan sosial adalah kegiatan nirbala (non profit) dalam artian bahwa profesi ini lebih mementingkan service (dalam arti yang luas) dibandingkan sekedar mencari keuntungan (profit) saja.
3. Kegiatan perantara (rujukan) agar warga masyarakat dapat memanfaatkan semua sumber daya yang terdapat dalam masyarakat. Pekerjaan sosial atau pendampingan merupakan profesi pertolongan yang bertujuan untuk membantu individu, kelompok, dan masyarakat guna mencapai tingkat kesejahteraan sosial, mental, dan psikis yang sebaik-baiknya.
22
Adi Isbandi Rukminto, Psikologi; Pekerjaan Sosial dan Ilmu kesejahteraan Sosial; Dasar-dasar Pemikiran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 14-15.
(45)
C. Pekerja Sosial dalam Pendampingan
Penguatan modal sosial23 dapat dilakukan melalui pendidikan agama, sosialisasi keluarga, teladan pemimpin, pemeliharaan dan pengembangan institusi sosial, sosialisasi dan internalisasi pentingnya modal sosial, pengembangan komunikasi informasi, dan mengakomodasi informasi melalui proses penyaringan kemanfaatannya. Dalam prakteknya, pengembangan masyarakat membutuhkan pendamping yang berfungsi sebagai seorang yang menganalisa permasalahan, pembimbing kelompok, pelatih, inovator, penggerak, dan penghubung. Prinsip bekerjanya adalah (1) kerja kelompok, (2) keberlanjutan, (3) keswadayaan, (4) kesatuan khalayak sasaran, (5) penumbuhan saling percaya, (6) prinsip pembelajaran bersinambung, dan (7) pertimbangan keragaman potensi khalayak sasaran.24
Pada saat melakukan pendampingan sosial ada beberapa peran pekerjaan sosial (pendamping) dalam pembimbingan sosial. Mengacu pada Ife (1995), peran pendamping umumnya mencakup tiga peran utama, yaitu: fasilitator, pendidik,
23
Modal sosial adalah suatu konsep dengan berbagai definisi yang saling terkait, yang didasarkan pada nilai jaringan sosial. Sejak konsepnya dicetuskan, istilah "modal sosial" telah digambarkan sebagai "sesuatu yang sangat manjur" [Portes, 1998:1] bagi semua masalah yang menimpa komunitas dan masyarakat di masa kini (http://id.wikipedia.org/wiki/Modal_sosial, diambil pada hari Minggu, tanggal 20 2010). Modal sosial adalah keterkaitan sosial yang menjadikan seseorang mampu melakukan tindakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Putnam dalam Narayan & Cassidy, 2001) atau “… totalitas sumber daya, aktual maupun virtual, yang berkembang pada individu maupun satu kelompok karena memiliki jaringan dalam periode tertentu atau hubungan yang informal yang saling membutuhkan dan menghormati. Putnam (dalam Narayan & Cassidy, 2001) mendeskripsikan modal sosial sebagai keterkaitan sosial yang menjadikan seseorang mampu melakukan tindakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Putnam (Mohan & Mohan, 2002) juga menegaskan bahwa modal sosial adalah bagian dari kolektivitas, yaitu unsur-unsur dari kehidupan sosial: jejaring, norma, dan rasa percaya “trust”, (http://suryanto.blog.unair.ac.id/2010/02/02/sekilas-modal-sosial-social-capital-apa-itu/, diambil pada hari Minggu, tanggal 20 2010)
24
Sumber;http://ronawajah.wordpress.com/2009/12/01/pendampingan-dalam-pengembangan-masyarakat/ (diambil pada hari Rabu Tanggal 17 Februari 2010, jam 01.44).
(46)
perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat miskin yang didampinginya.25
1. Fasilitator
Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi, kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat. Beberapa tugas yang berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan sumber.
Dalam literatur pekerjaan sosial, peranan “fasilitator” sering disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu-sama lain. Seperti dinyatakan Barker (1987)26 memberi definisi pemungkin atau fasilitator sebagai tanggungjawab untuk membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau transisional.
Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: pemberian harapan, pengurangan penolakan dan ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan kekuatan-kekuatan personal dan asset-asset sosial, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya (Barker, 1987:49).27
Pengertian ini didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa “setiap perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha klien sendiri, dan
25
Sumber: http://sunandars.blogspot.com/2009/02/peranan-pekerja-sosial-dalam_20.html (diambil pada hari Rabu Tanggal 17 Februari 2010, jam 01.44).
26
Sumber: http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_31.htm. Pendampingan Sosial dalam Pengembangan Masyarakat. (diambil pada hari Rabu Tanggal 17 Juli, jam 01.44. 2010).
27 Ibid.
(1)
Al-hamdullah mas… selama ibu ikut program ini, ibu gaka pernah dapet masalah….semua bae-bae aja..yah paling-paling susah aja ngumpulin ibu-ibu kalo disuruh ngumpul kelompok, gitu ja mas…kalo di kantor pos semuanya bae-bae aja..trus mas krisnonya juga sopan, bae orangnya gak pernah marah-marah kalo ibu-ibu pada ngambil uang PKH di kantor pos he-he….padahal mas kalo di kantor pos tuh ibu-ibu pada desek-desekan pada dorong-dorongan mas….
Pertanyaan : apa da perbedaan yang ibu rasakan setelah adanya Program Keluarga harapan? Em...kalo ngerasa ada perbedaan ya...ada banyak mas...salah satunya sekolah anak saya jadi gak terlalu kefikiran masalah bayaran sekolah, trus buat beli sepatu ya kalo ada lebihnya saya beliin seragam sekolah yang udah agak kucela mas...he..he..trus anak juga tambah rajin aja sekolahnya..ya karna ada mas Krisno yang ngontrol absen kehadiran sekolah anak saya...ya anak juga takut kalo jarang masuk sekolah tar di putus lagi bantuannya...repot lagi sayanya. Trus pendamping juga mengecek timbangan anak balita...jadi ibu-ibu yang laen juga pada rajin periksa ke posyandu, puskesmas juga...kalo jarang nimbang ama periksa kan ketauan dari kartunya, tar di keluarin dari peserta PKH lagi...
Pertanyaan : Apakah harapan ibu dengan adanya pendamping ?
Harapan ibu mah...jangan kapok kalo susah ngumpulin ibu-ibu...ya kalo bisa program ini lanjut aja sampe anak SMA kan jadi gak banyak fikiran kalo sampe SMA...kalo bisa he..he..ama ini, kalo ada pengumuman cepet-cepet di kabarin aja takut mendadak malah repot nantinya....
Pertanyaan : Setelah pengambilan uang PKH di kantor pos uangnya siapa yang pegang?
Ya..saya mas yang pegang.. iya ibu yang pegang bukan bapaknya….ya paling Cuma laporan ja ke bapak kalo duit dari PKH dapet segini pokonya uangnya langsung saya jatah-jatahin buat anak sekolah, kan anak saya sekolah di swasta jadi masih bayaran…ya udah duitnya buat bayaran anak sekolah, buat beli sepatu kalo sepatunya dah pada jebol, lunasin buku-buku pelajarannya mas yang masih belom dibayar…kalo bapaknya mah gak terlau ikut campur masalah uang PKH ini yah..paling-paling Cuma laporan ja ma suami…
(2)
Anak saya ada tiga 2 masih SD yang satu dah masuk SMP, ya ngarti lah…kan anak SD dapetnya 400 kalo berdua jadi 800, tambah kakaknya yang SMP 1 orang, SMP dapetnya 800 ama bantuan tetapnya 200, jadi ibu dapetnya 1.800.000, trus di bagi tiga yam as kan pembayarannya setaun 3 kali jadi saya dapetnya setiap pembayaran 600.00 ribu mas…Al-hamdulillah mas…walaupun kurang tapi syukur ngerasa ada yang bantuin ja…jadi ngurangin beban biaya.
(3)
T A HA P I
T A H A P II
T A HA P III
T A HA P I
T A H A P II
T A HA P III
T A HA P I
T A HA P II
T A HA P III
No v‐
07 Mar‐08 Mar‐08 Mei‐08 No v‐
08
D es‐ 08
Maret‐
09 J u li‐09
O kt ‐ 09
I 700 687 693 693 678 669 662 650 640 620
1 K E L . K AMAL MUAR A 184 182 184 184 179 178 171 170 168 161
2 K E L . K AP UK MUAR A 181 179 180 180 174 175 173 170 165 161
3 K E L . P E J AG AL AN 80 80 80 80 80 78 78 73 74 71
4 K E L . P E NJ AR ING AN 228 219 222 222 218 213 213 211 207 203
5 K E L . P L UIT 27 27 27 27 27 25 27 26 26 24
II 752 723 723 709 679 678 640
1 K E L . P AD E MANG AN B AR AT 402 387 387 377 358 356 338
2 K E L . P AD E MANG AN T IMUR 213 208 208 205 202 205 188
3 K E L . ANC O L 137 128 128 127 119 117 114
III 1,942 1849 1847 1800 1753 1749 1673
1 K E L . S UNT E R AG UNG 336 311 311 302 293 292 279
2 K E L . S UNT E R J AY A 200 187 187 186 184 184 179
3 K E L . P AP ANG G O 320 312 312 302 283 285 273
4 K E L . W AR AK AS 221 210 210 196 193 192 184
5 K E L . S UNG AI B AMB U 311 296 296 291 286 282 271
6 K E L . K E B O N B AW ANG 298 286 284 276 268 268 257
7 K E L . T ANJ UNG P R IUK 256 247 247 247 246 246 230
IV 1,824 1,771 1,796 1,796 1,752 1,698 1,682 1,616 1,612 1,542
1 K E L . R AW AB AD AK S E L AT A N 89 88 89 89 86 86 86 85 85 83
2 K E L . T UG U S E L AT AN 146 144 142 142 140 138 138 136 136 131
3 K E L . T UG U UT AR A 306 295 300 300 296 282 280 275 275 270
4 K E L . L AG O A 506 479 493 493 480 455 453 420 416 394
5 K E L . R AW AB AD AK UT AR A 282 279 279 279 267 267 258 250 250 231
6 K E L . K O J A 495 486 493 493 483 470 467 450 450 433
V 438 410 410 395 371 368 325
1 K E L . K E L AP A G AD ING B AR AT 189 172 172 168 153 153 126
2 K E L . K E L AP A G AD ING T IMUR 67 63 63 60 59 59 54
3 K E L . P E G ANG S AAN D UA 182 175 175 167 159 156 145
VI 2,085 2,051 2,067 2,067 2,024 2,009 1,999 1,958 1,958 1,926
1 K E L . S UK AP UR A 179 175 176 176 168 165 165 156 157 149
2 K E L . R O R O T AN 145 142 143 143 140 139 136 134 134 133
3 K E L . MAR UND A 262 260 261 261 256 256 253 251 251 246
4 K E L . C IL INC ING 190 187 188 188 176 175 176 172 172 170
5 K E L . S E MP E R T IMUR 149 148 149 149 148 147 147 146 146 146
6 K E L . S E MP E R B AR AT 191 187 189 189 186 181 179 177 177 172
7 K E L . K AL IB AR U 969 952 961 961 950 946 943 922 921 910
4,609
4,509 4,556 4,556 4,454 4,376 4,343 4,224 4,210 4,088
3,132
2982 2980 2904 2803 2795 2638
7,741
4,509 4,556 4,556 7,436 7,356 7,247 7,027 7,005 6,726 R E K A P IT UL IS A S I D A T A P E S E R T A P K H J A K A R T A UT A R A
NO NA MA WIL A Y A H
DA T A A WA L P E S E R T A
T ah u n 2007 T ah u n 2008 T ah u n 2009
K E C . P E NJ A R ING A N
K E C . P A D E MA NG A N
K E C . T A NJ UNG P R IO K
T O T AL P E S E R T A P K H 2008
T OT A L P E S E R T A P K H J A K A R T A UT A R A K E C . K O J A
K E C . K E L A P A G A D ING
K E C . C IL INC ING
(4)
Lampiran
Wawancara Mengenai PKH (Program Keluarga Harapan)
Nama : Krisno Sutanto,A.MD
Jabatan : Pendamping PKH Kelurahan Koja Usia :25 tahun
Tempat : Jl Jempea Lorong 21 No 17 Rt 002 Rw 007
Pertanyaan: Apakah mas pernah bekerja dalam bidang sosial sebelum menjadi pendamping PKH?
ya...sampe saat ini saya masih aktif bekerja sebagai staff yayasan binaan bengkel kreatif anak-anak jalanan, makanya saya berminat jadi pendamping masyarakat dalam program ini..karena itu saya sudah merasa nyaman dengan pekerja lapangan yang sistem kerjanya tidak seperti karyawan kantoran, yang jarus masuk pagi dan jam pulang sore, yang telat sedikit bini saya masrah-marah....he..he..kan kalo kerja sosial kerjanya agak santai dan tidak terlalu terikat dengan waktu ja min...jadi kita bisa ngerjain pekerjaan yang lain gito loh...
Pertanyaan: Apakah pendapat mas Krisno tentang adanya program untuk menangani masalah kemiskinan yang membutuhkan pendampingan ?
Kalo.. secara pribadi saya seneng banet ya…cecara orang miskin gak punya taring lah ibartanya, jadi kita sebagai pendamping bisa menjadi taring sementara untuk keberlangsungan mereka seperti masyarakat umummnya. Saya sangat mendukung sekali dengan adanya program pemerintah dalam menangani masalah emiskinan dan ditambah dengan adanya pendampingan untuk mereka-mereka yang tidak mampu. Saya merasa pekerjaan ini dikerjainnya ikhlas dan ada rasa saling tanggung jawab, itu saya loh mas...gak tau juga kalo pendamping yang laen...ya...makluk ja setiap orangkan beda-beda pendapat....
(5)
Ya.... seperti yasng saya bilang…mendjadi pendamping bukan dijadikan pekerjaan yang sangat beban buat kita…karena hidup juga kalo gak saling membantu percuma juga…memang kalo kita mati kita bakal ngubur sendiri…gitu enaknya bermasyarakat…kenapa saya suka dengan pekerjaan yang seperti ini semata-mata untuk saling membantu dan saling menyayangi kaum yang lemah dan orang-orang yang tidak mampu untuk melangkah sendiri...padahal saya kuliah bukan jurusan sosial tapi saya gak malu untuk turun kepasar-pasar untuk melihat kegiatan peserta dan bahkan selayaknya ibu kita sendiri..
Peranyaan : Apakah kesulitan yang mas Krisno temukan dilapangan ketika melakukan pendampingan?
Dari selama saya menjadi pendamping PKH, saya paling-paling menemukan masalah yang tidak jauh dari masalah penggadaian kartu PKH ama rentenir dan tetangga yang di pinjemin uangnya…jadi saya harus memiliki loteransi juga dengan permsalahan ini mas…, tapi bukan saya lantas hanya diem ja…tapi setaip ibu-ibu yang melakukan pelanggaran seperti itu, orang yang bersangkutan akan saya panggil, dan apabila sudah beberapa kali melakukan pelanggaran seperti itu saya akan buatkan surat perjanjian hitam di atas putih atas pengetahuaan dua belah pihak. Kenapa saya bilang ada sikap toleransi! karena ketika sesekali mereka melakukan kesalahan mereka beralasan, karena uang PKH yang dibayarkan pada
( 3 ) tiga bulan sekali mas.., jadi disitulah alasan mereka untuk menjawab masalah ini.tapi tetap saya memberikan tekanan bahwa kartu ini tidak bisa berpindah tangan. Kartu ini milik pribadi yang harus di pegang dan dui butuhkan setiap dibuttuhkan, dan jangan sampe penyalahgunaan kartu ataupun apapun itu.
Pertanyaan : Bagaimana proses mas krisno sebelum melakukan pendampingan ?
Sebagaimana yang ada di buku panduan pendampingan aja…tapi menurut saya yang saya lakukan kalo pendampingan saya gak terlalu terpatok dengan buku panduan pendamping..saya alami aja..sekiranya apa yang saya butuhkan saya pake..saya gak nyaman ketika pas pendamingan saya pake cara-cara yang harus dari buku, terasa kaku aja, malah gak lentur kalo melakukan pendampingan. Dan cara yang saya pake cara
(6)
kekeluargaan, saling mengerti keadaan dan saling mendukung. Dan kalo sudah terjalin komunikasi yang baik, maka akan tersa tidak ada hijab antara pendamping dan peserta, dengan seperti itu saya pun merasa enteng ja untuk mendampingi peserta bahkan ketika tengah malam pun saya dampingi ketika memang benar-benar di butuhkan, seperti peserta ada yang lahiran di rumah sakit trus di pesulit oleh pihak rumah sakit maka, saya pun harus turun kesana…
Pertanyaan : Apakah harapan mas Krisno sebagai pendamping PKH (Program Keluarga Harapan)?
Bahwa masyarakat diharapkan merubah paradigma yang mereka miliki atau pola pikir yang terus menunggu diberikan oleh orang lain baik itu pemerintah atau orang-orang yang memang memiliki kebersihan hati nurani untuk membantu...Kami sebagai pendamping, menginginkan masyarakat yang kami dampingi atau anggota yang dibina memiliki usaha kelompok... atau usaha bersamalah sebagai penopang lain, selain menunggu melulu bantuan dari luar, sehingga anggota PKH mampu terus melanjutkan hidup..., dan tidak menunggu harta karun yang didatangkan dari langit...”.
Pertanyaan: apa bentuk evaluasi yang dilakukan setelah mas melakukan pekerjan sebagai pendamping?
Adapun bentuk evaluasi yang saya buat adalah semacam laporan kegiatan pendamping yang akan di kumpulkan ke kantor (Unit Pelaksana Program keluarga Harapan) UPPKH. Laporan ini berisi tentang apa saja kegiatan yang dialkukan selama pendampingan di masyarakat, baik dari hambatan-hambatan selama pendampingan dan solusi yang di kerjakan oleh pendamping. adapun laporan tersebut di kumpulkan oleh Koordinator PKH dan di periksa hasil laporannya dan kemuian di kirim ke departemen sosial setelah mendapat persetujuan dari kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Utara.