Disintegrasi umat Islam: study tentang keruntuhan kekuasaan Islam di Andalusia abad XI

(1)

ABAD XI

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Sarjana Humaniora

(S.Hum)

Disusun Oleh: Trisna Ernawati NIM: 107022001292

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Humaniora (S.Hum)

Oleh:

Trisna Ernawati NIM: 107022001292

JURUSAN SEJARAH PERADABAN

ISLAM

FAKULTAS

ADAB DAN

HUMANIORA

UNIVERSITAS

ISLAM

NEGERI

SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

I43r Hl

2011


(3)

i Kekuusaan Islum di Andatusia Abad 77", telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah

Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Jum'at tanggal 22 September 201

l.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam.

Jakarta, 22 September 20 1 I Sidang Munaqasyah

Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. H. M. Ma'ruf Mistrah NIP. 19591222199103 1 003

Anggota

\lPenguji-'II

NrP. 195410i0 198803

I

001

Pembimbing

tus Sa'divah- M.Pd NrP. 197s0417 2A0501 2 007

Pengufi I

NrP. 19611025 199403 1 001

Prof. Dr.LltiBudi Sulistiono. M. Hum

( un Derani. MA


(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya, atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 15 Agustus 2011


(5)

ii TRISNA ERNAWATI

DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG KERUNTUHAN KEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA ABAD XI

Penelitian ini menemukan bahwa kehancuran Islam di Andalusia disebabkan oleh pertikaian sesama mereka, di mulai dari konflik perseteruan antar suku yang dilakukan oleh kaum Berber dengan bangsa Arab, suku Mudar dengan suku Yaman, perebutan kekuasaan oleh para elite penguasa, sampai pada hubungan tidak harmonis antara Ulama dan pemerintah.

Akibat dari kondisi dan situasi terpecah inilah memberi kesempatan kepada musuh untuk bangkit, menyusun kekuatan, untuk merebut kekuasaan yang selama ini mereka pegang, yang pada akhirnya pada tahun 1492 Umat Islam di Andalusia terusir.

Berdasarkan penemuan di atas saya menyimpulkan bahwa kehancuran Umat Islam di Andalusia di sebabkan oleh Umat Islam sendiri (Al-Islam Mahjub bil Muslim) yang menimbulkan benih-benih kehancuran dengan adanya disintegrasi, dalam keadaan seperti itu memberikan peluang kepada Umat Nasrani untuk bangkit, dan mendorong umat Islam kepada jurang kehancuran.


(6)

iii

Alhamdulillah, penulis panjatkan puji serta syulur kehadirat Ilahi Rabbi, Dzat yang maha pengatur dan Pemberi Kemudahan, Allah SWT. Akhirnya, jerih payah dan kesabaran menanti kepastian yang telah digoreskan Sang Penguasa kehidupan telah terjawabkan, tanpa keridhoan dari-Nya mimpi ini tidak akan pernah jadi kenyataan. Hanya Dia yang setia menemani ketika jiwa ini dalam kerapuhan, fikiran, hati yang tersesat, kelelahan yang tiada tara, waktu yang terus merongrong. Demi Dzat yang maha sempurna, penu;is tidak akan bisa bertahan tanpa inayah dan hidayah dari-Nya.

Untaian shalawat dipersembahkan untuk Khatam Al-Nabiyyin, pemimpin sejati, pembawa pesan cahaya Ilahi, Muhammad saw.

Di pengantar Skripsi ini, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang Tua tercinta; Ayahanda Dedi .M. Iskandar dan Ibunda Teti Hartati. Terima kasih yang tulus, rasa ta’dzim dan hormat penulis haturkan atas kesabaran, nasihat dan kasih sayang yang tiada pernah berujung. Adik-adik ku Azis M. Fauzi dan Akbar M. Irsyadillah. Ini wujud ‘bangga’ untuk keluarga dari ananda, semoga Allah selalu memberi kebahagiaan dunia dan akhirat. Amin.

2. Dr. H. Abdul Wahid Hasyim M.Ag. selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora


(7)

iv

Islam

5. Drs. Saidun Derani, M.A, Selaku pembimbing dalam menyusun skripsi ini, dan salah satu dosen yang memiliki komitmen dan loyalitas dalam mengajar mahasiswa-mahasiswanya. Terimakasih atas bimbingan, masukan, saran dan waktu luan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Adab dan Humaniora, yang telah memberikan ilmu pengetahuan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis.

7. Seluruh Staff akademik Fakultas Adab dan Humaniora.

8. Kakak-kakak dan adik-adikku seperjuangan di SPI. Sahabat saya Mela, Ian, Odading Club; Lara, Tatik, Riri , keluarga KKN Crew21, keluarga alumni Al-Masthuriah 2007, serta teman-teman SPI 2007, semoga kita tetap menjaga silaturahmi.

9. Seseorang yang selalu menikmati hangatnya secangkir teh mimpi, terimakasih untuk support, perhatian, proses pendewasaan, kepekaan terhadap sekitar, dan hal-hal yang belum pernah saya jamah. Semoga hidup jaya raya kita menjadi bukti nyata.

10.Terimakasih kepada Organisasi HMI KOFAH, dan teman-teman LK1 2007.

Jakarta, 15 Agustus 2011 Penulis


(8)

v

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan penelitian ... 11

C. Tujuan ... 12

D. Kontribusi ... 12

E. Metodologi penelitian ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II MULUK AT-TAWAIF ... 16

A. Islam di Andalusia Dari Segi Historis ... 16

B. Latar Belakang Terjadinya Disintegrasi ... 22

C. Keadaan Sosial Umat Islam Dalam Masa Disintegrasi ... 81

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DISINTEGRASI ... 85

A. Kebangkitan Umat Nasrani ... 85

B. Dampak Social Setelah MunculnyaDisintegrasi ... 93

C. Faktor-faktor Penyebab Disintegrasi Umat Islam ... 130

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 138


(9)

1 A. Latar Belakang Masalah

Keruntuhan Umat Islam di Andalusia adalah hukum alam yang memang harus diakui, teori perkembangan yang tak dapat dielakan oleh manusia bahwa suatu negara akan tumbuh, dan berkembang kemudian mencapai puncak kejayaan. Setelah mencapai puncak kejayaan dan secara perlahan akan mengalami kemunduran dan akhirnya hancur. Begitupun yang terjadi di Andalusia yang kali ini lebih akrab di sebut Spanyol. Nama Andalusia berasal dari nama bahasa Arab "Al Andalus", yang merujuk kepada bagian dari jazirah Iberia yang dahulu berada di bawah pemerintahan Muslim. Sejarah Islam Spanyol dapat ditemukan di pintu masuk al-Andalus. Tartessos, ibu kota dari Peradaban Tartessos yang dahulu besar dan berkuasa, terletak di Andalusia, dan dikenal di dalam Alkitab dengan nama Tarsus.

Andalusia merupakan salah satu tempat dimana Islam pernah berjaya, pada abad ke 7 Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad disebut-sebut sebagai tokoh pelaku yang membawa Islam masuk ke wilayah itu. Berawal dari ekspansi pasukan muslim ke Semenanjung Iberia, gerbang barat daya Eropa, merupakan serangan terakhir dan paling dramatis dari seluruh operasi militer penting yang dijalankan oleh orang-orang Arab. Serangan itu menandai puncak ekspansi muslim ke wilayah Afrika-Eropa, seperti halnya penaklukan Turkistan yang menandai titik terjauh ekspansi ke kawasan Mesir-Asia.


(10)

Dari sisi kecepatan operasi dan kadar keberhasilannya, ekspedisi ke Spanyol memiliki kedudukan yang unik dalam sejarah militer Abad Pertengahan. Pengintaian pertama dilakukan pada bulan Juli 710 ketika Tharif, orang kepercayaan Musa Ibn Nushair, gubernur terkemuka di Afrika Utara pada Periode Umayah, mendarat di semenanjung kecil membawa bala tentara berkekuatan seratus pasukan kavaleri dan empat ratus pasukan invanteri yang terletak hampir diujung paling selatan benua Eropa. Semenanjung ini, sekarang disebut Tarifa, sejak saat itu menyandang namanya, Jazurah (kepulauan) Tharif. Musa, yang telah menguasai kegubernuran kira-kira sejak 700, berhasil memukul mundur pasukan Bizantium selamanya dari wilayah barat Kartago dan perlahan-lahan meluaskan penaklukannya sampai ke Atlantik, sehingga memberikan batu loncatan kepada Islam untuk menyerang Eropa. Terdorong oleh keberhasilan Tharif dan melihat adanya konflik penguasa di Kerajaan Spanyol Gothic Barat, juga didorong oleh hasrat untuk memperoleh barang rampasan, bukan hasrat untuk melakukan, Musa mengutus seorang budak Berber yang sudah dibebaskan, Thariq Ibn Ziyad, pada tahun 711 ke Spanyol memimpin 7000 pasukan, yang sebagian besar terdiri atas orang-orang Berber. Thariq mendarat dekat gunung batu besar yang kelak mengabadikan namanya, Jabal (gunung) Thariq (Gibraltar). Kapal-kapal mereka, menurut sejumlah riwayat, disediakan oleh Julian, pangeran Ceuta, yang namanya cukup melegenda, meski lebar selat itu hanya sekitar tiga belas mil.

Dengan kekuatan tambahan, Thariq yang mengepalai 12.000 pasukan, pada 19 Juli 711 berhadapan dengan pasukan Raja Roderick di mulut Sungai


(11)

Barbate di pesisir laguna Janda. Roderick berhasil naik tahta setelah menggulingkan pendahulunya, putera Witiza. Kendati berjumlah 25.000 orang, tentara Gothic barat bisa dikalahkan karena adanya pengkhianatan dari musuh-musuh politik Roderick, yang dikepalai oleh Uskup Oppas, saudara Witiza.1 Hadirnya Islam menjadi titik awal perubahan yang gemilang bagi sejarah di negeri tersebut. Islam membuka suatu era baru dimana kebenaran dan keadilan ditegakan, kebebasan beragama terjamin, bagi mereka beragama Yahudi dan Kristen. Sendi-sendi dasar Islam ditegakkan demi membentuk sebuah masyarakat yang soleh, pemerintahan yang adil dan mengayomi masyarakatnya mewarnai masa kegemilangan ini. Kembali mengenang kejayaannya di masa lampau, adalah Abdurrahman Ad-Dakhil atau Abd ar-Rahman I, seorang keturunan Bani Umayah yang kemudian meneruskan pengibaran panji-panji Islam di Andalusia sebagai Emir of Andalus.2 Abd ar-Rahman I melakukan restorasi politik dan kenegaraan bersamaan dengan pembangunan infrastruktur kemasyarakatan. Salah satunya mengawali pembangunan masjid Cordoba, taman-taman yang indah, jembatan-jembatan, benteng-benteng. Andalusia adalah pusat peradaban dunia dalam kurun waktu hampir 700 tahun lebih, kemakmuran dan kemegahannya diwarnai pula oleh kemajuan pesat dalam bidang seni, ilmu pengetahuan, teknologi, militer, perekonomian, sehingga Spanyol yang kita kenal sekarang hanya pernah benar-benar mencapai puncak kemajuannya selama masa pemerintahan Islam.

1

Philiph K Hitti, History of the Arab (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010), hal

627-628

2

Scalles. Peter C, The fall of the caliphate of Córdoba: Berbers and Andalusis in conflict


(12)

Cordoba sebagai kota penting di Andalusia, merupakan kota termegah, terkaya dan salah satu yang terbesar di dunia pada pertengahan.3 Hal ini sangat berbeda dengan kota-kota Eropa lainnya, dimana bangsa Eropa pada saat itu tengah dilanda kegelapan dan kebodohan.4 Apa yang menjadi kemajuan barat pada saat ini adalah kontribusi besar kemajuan peradaban yang di tumbuhkan masyarakat Islam di Eropa pada saat itu.5

Namun dibalik Kemakmurannya Islam disana bukan berarti tidak mengalami hambatan dan masalah, banyak benih-benih kehancuran mulai terlihat, diantaranya: Terjadinya pemberontakan-pemberontakan ditubuh kerajaan itu sendiri, seperti pemberontakan yang dipimpin oleh sekelompok orang yang pernah belajar dibawah bimbingan Imam Malik, yang juga merupakan orang-orang yang menyebabkan al-Muwatha’Imam Malik diterima secara luas di Andalusia. Ditambah para pemimpin yang saling guling mengulingkan untuk memperebutkan tahta kerajaan,6 perseteruan antara antar suku dan para ulama dengan pemerintah menjadi faktor-faktor timbulnya Disintegrasi umat islam. Didukung kaum Nasrani yang menyatukan kekuatan untuk menghancurkan umat Isla m di Andalusia. Ini menjadi hal menarik untuk dikaji bagaimana Islam menguasai Andalusia hingga 7 abad kemudian menjadi hancur akibat benih-benih perpecahan di dalam tubuh penguasa Islam sendiri didukung dengan perlawanan yang dilakukan oleh umat Nasrani.

3

Ahmad Thomson dan Muhammad ’Ata’ Ur Rahim, Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004), hal 46-48.

4

Bernard Lewis, The Arabs In History. Penerjemah Drs. Said Jamhuri (Jakarta: Pedoman

Ilmu Jaya, 1994 ) hal 123

5

W. montgorry

6

Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung: Remaja Rosdakarya,


(13)

Perpecahan yang terjadi timbul akibat konflik yang berkepanjangan, diantara konflik itu adalah Perselisihan antar suku yang menjadikan rakyat Andalusia tidak memiliki solidaritas social, kecuali dalam kalangan terbatas sepersukuan, atau dalam batas etnis tertentu. Hal tersebut terlihat pada sifat pemberontakan yang ditimbulkannya. Seperti pemberontakan suku-suku Berber melawan suku-suku Arab, dan suku-suku Arab utara (Mudar) melawan suku Arab Selatan (Yaman) yang timbul pada 740 M. Padahal mereka semua seagama. Solidaritas keagamaan sama sekali. atau seakan-akan tidak dapat menunjukkan keberadaannya. Atau jika solidaritas keagamaan itu menonjol di kalangan mereka, maka hal tersebut terjadi pada waktu suasana damai antar suku terjalin dengan baik. Dan jika suasana permusuhan antar suku mulai menguasai keadaan, maka solidaritas keagamaan tidak mampu menahan gejolak perasaan yang bersifat permusuhan itu lagi. Selain konflik perseteruan antar suku, konflik di dalam tubuh kerajaan mewarnai hal-hal yang mendukung hancurnya Islam ditanah Andalusia. diantaranya, Ketika Andalusia dipimpin pada masa Hisyam II peran Khalifah sangat lemah, kedudukan beliau tidak ubahnya seperti boneka, Hisyam yang pada saat itu berumur 11 tahun, kekuasaan kerajaan di ambil alih oleh Ibunya yang bernama Sultanah Subh, dan sekretarisnya negara yang bernama muhammad Ibnu Abi Amir.7 Menjelang tahun 981 M, Muhammad Ibnu Abi Amir yang ambisius menjadikan dirinya sebagai penguasa diktator. Dalam perjalanannya ke puncak kekuasaan ia menyingkirkan rekan-rekan dan saingannya. Hal ini dimungkinkan karena ia mempunyai tentara yang setia dan kuat, ia mengirimkan tentara itu dalam berbagai ekpedisi yang berhasil menetapkan

7


(14)

keunggulaannya atas para pangeran Kristen di Utara. Pada tahun itu juga Muhammad Ibnu Abi Amir memakai gelar kehormatan al-Mansur Billah.8 Hisyam II memang bukan orang yang cakap untuk mengatur negara, tindakannya menimbulkan kelemahan dalam negeri. la tidak dapat membaca gejala-gejala pergerakan Kristen yang akan mulai tumbuh dan mengancam kekuasaannya. Keadaan ini diperburuk dengan meninggalnya al-Muzaffar putra Al-Mansur Billah pada tahun 1009 yang pada saat itu sempat menggantikan kedudukan ayahnya. Setelah wafat Al-Muzaffar, Ia di gantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu.9 Seiring berjalannya waktu pergantian penguasa demi penguasa tidak membuahkan hasil untuk menciptakan Andalusia yang damai, dari sinilah kerajaan muslim di Andalusia mulai menunjukan tanda-tanda pembusukan yang kasat mata. Badan politik kaum muslim terpecah dan terus terpecah belah dalam jangka waktu lima belas tahun setelah kematian Al-Manshur, seluruh Andalusia telah terbagi-bagi menjadi banyak sekali kerajaan kecil yang oleh orang Arab di sebut Muluk Al-Thawaif,10 hal ini disebabkan partikularisme baik pribumi atau ras menjadi salah satu pendorong terbentuknya kerjaan-kerajaan kecil yang masing-masingnya mempunyai penguasa sendiri.11

Di Kordova keluarga Jahwariyah mengepalai sejenis Republik yang pada tahun 1068 diambil alih oleh Bani Abbad di Seville, sejak saat itu dominasi diantara Negara-negara muslim terletak di Seville, yang

8

Thomsond & Rahim, Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 81

9

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006, hal.

97

10

Lewis, The Arab in History, hal 129

11

W. Montgomery Watt & Pierre Chachia, A History of Islamic Spain (Edinburgh


(15)

kedudukannya selalu dihubungkan dengan Kordova. Kemudian di Granada terdapat pusat kekuasaan rezim Ziriyah, yang namanya diambil dari nama pendirinya yang berkebangsaan Berber, Ibn Ziri. Rezim ini di hancurkan oleh sekelompok Murabitun Maroko pada 1090. Inilah satu-satunya kota muslim Spanyol yang di dalamnya seorang Yahudi, Wazir Isma’il ibn Naghzalah, pernah memegang kekuasaan yang benar-benar kuat. Di Malaga dan distrik-distrik sekitarnya, kekuasaan distrik-distrik Hamudiyah, yang pendirinya dan dua penerusnya menjadi Khalifah di Kordova, berakhir sampai 1057. Serta kekuasaan Ziriyah berakhir, Malaga akhirnya berada dibawah cengkraman Murabitun. Di Saragosa, banu Hud berkuasa dari 1039 sampai di kalahkan orang Kristen pada 1141, diantara raja-raja kecil ini, pemerintahan terpelajar Abbadiyah di Seville adalah paling kuat yang merupakan cikal-bakal datangnya Murabitun ke Andalusia.12

Semua kerajaan ini di pimpin oleh penguasa-penguasa yang berasal dari berbagai macam suku bangsa dan golongan. Di samping itu, hal ini juga mencerminkan adanya ketidakharmonisan etnik dan persaingan antar kelompok militer yang dapat menimbulkan peperangan satu sama lainnya, seringkali para raja-raja itu meminta bantuan orang-orang Kristen Trinitarian yang tentunya amat senang hati membantu. Pada ketika itu kaum muslim terpecah belah dan mulai mengukur diri mereka sebagai anggota dari bangsa-bangsa yang berbeda, sebab perpecahan dari kalangan mereka ini, diiringi dengan kepentingan kotor dan ambisi berlebih-lebihan dari beberapa Raja dari

12


(16)

mereka, dalam keadaan seperti ini orang-orang Kristen mampu menyerang kaum muslim secara tuntas dan menundukan mereka satu demi satu. 13

Kerajaan-kerajaan tersebut yang berbatasan langsung dengan teritorial yang dikuasai orang-orang Kristen Trinitarian di bagian Utara semenanjung Iberia, mereka diwajibkan untuk membayar upeti tahunan kepada orang-orang Kristen supaya tetap memperoleh “kemerdekaan” nya. guna membayar upeti ini serta mempertahankan kemewahan hidup di bawah kekuasaan mereka, Para penguasa dari kerajaan-kerajaan kecil ini menarik pajak yang tinggi kepada rakyat yang hidup dibawah kekuasaan mereka, Pajak ini jauh melebihi batas penarikan pajak yang di bolehkan oleh hukum-hukum Islam. 14

Sebuah perjuangan sia-sia bagi mereka yang berjuang untuk mempertahankan atau menerapkan kembali ajaran Islam dalam segala aspeknya yang kemudian tidak hanya mendapatkan diri mereka berperang melawan orang-orang Kristen Trinitian di Utara, tetapi juga melawan saudara-saudara muslim mereka. mereka terjebak dalam posisi pecah dan pembusukan yang tak dapat di putar mundur kembali.15 Selama kaum muslim Andalusia tetap bersatu dalam ajaran Islam mereka, mereka terus berkembang dan meluas. Begitu mereka mulai mengabaikan agama Islam dan menjadi terpecah belah, jumlah mereka mulai berkurang, dan orang-orang Kristen mulai mampu mengambil alih urusan yang ada di Andalusia. Perpecahan di dalam umat ini merupakan satu dari faktor-faktor yang fundamental yang menjadi penyebab

13Khilafah,” dalam

Ensiklopedi Tematis Dunia Islam , jilid II (Ichtiar Baru Van Hoeve, tanpa tahun) hal 201-202

14

Thomsond & Rahim , Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 81

15


(17)

pembasmian sepenuhnya Islam dari Andalusia, sebab hal ini merupakan kelemahan yang sepenuhnya di manfaatkan oleh kaum Kristen Trinitarian di Utara. Ketika kaum muslim di Andalusia terpecah, bala tentara Gereja Trinitarian memperoleh tumpuan di Negeri itu dan dibantu oleh orang-orang Kristen yang hidup di wilayah kekuasaan muslim, yang sebenarnya telah bertambah jumlahnya dan maju kehidupannya akibat pemerintahan muslim yang amat toleran, cengkraman mereka atas negri itu semakin kuat.

Dalam menuruti rencana-rencananya, raja Kristen tidak pernah melewati momen-momen untuk melakukan serbuan ke negeri umat muslim, yang umumnya didapati dalam keadaan penuh perselisihan dan pertikaian internal, hal-hal yang mempercepat keruntuhan dan kehancuran mereka sendiri.

Sesungguhnya, bukan hanya kepala-kepala suku independen pada waktu itu terus menerus melancarkan perang satu sama lain, tetapi mereka juga tidak jarang menarik keuntungan bagi diri mereka sendiri. Dengan menggunakan bala tentara dan senjata dari orang-orang Kristen, mereka menyerang dan menghancurkan saudara sebangsa serta seagama mereka sendiri, memboroskan hadiah-hadiah mahal dari Alfonso (leluhur dari semua raja Kristen yang dikenal dengan nama tersebut) dan memberikan kepadanya harta karun sebanyak-banyaknya yang dia inginkan supaya bisa mendapat uluran tangan darinya dan untuk menjamin keamanan bagi diri mereka sendiri, serta bantuan untuk menghadapi musuh-musuh mereka.


(18)

kondisi korup, menjadi luar biasa gembira; sebab, pada waktu itu, amat sedikit orang yang memiliki ahlak mulia dan prinsip Islam yang kuat di tengah kaum muslim, masyarakat umum mulai minum-minuman keras dan melakukan segala hal yang berlebih-lebihan. Para pemimpin Andalusia hanya berfikir tak lain soal membelanjakan uang untuk mengundang atau membeli penyanyi perempuan, budak-budak untuk melayani mereka, berpesta pora menghabiskan sampai bersih harta Negara yang telah terkumpul di masa lalu, dan menindas rakyat mereka dengan segala bentuk pajak dan pungutan, dan mereka mengirimkan hadiah-hadiah dan persembahan mahal kepada Alfonso, serta memohon kepadanya untuk membantu mereka mencapai keinginan-keinginan ambisius mereka.16 Segalanya berlangsung dalam cara ini di tengah para kepala suku Andalusia yang saling bertentangan satu sama lain, hingga kelemahan menguasai orang-orang yang menjadi penakluk diantara mereka, juga orang-orang yang di taklukan; dan kehinaan memangsa menyerang, sebagaimana hal itu melumat mereka yang di serang; para jenderal dan kapten tak lagi menunjukan keberanian mereka; penduduk negeri terjerumus kedalam penderitaan dan kemiskinan terparah. Islam, tak terpisahkan seperti tubuh di tinggalkan jiwa, tak lebih hanya mayat semata.

Diantara para penguasa muslim, yang pada dasarnya tidak tunduk pada Alfonso; setuju untuk membayar upeti tahunan kepadanya. Dan dengan demikian menjadi pengumpul kekayaan bagi kerajaan Kristen di wilayah kekuasaan mereka sendiri, ketika keadaan serupa ini terus berlangsung tak seorang pun yang berani menentang kehendak ataupun melanggar

16


(19)

perintah Alfonso.

Dibawah kepemimpinan Alfonso tersebut, satu demi satu kota kaum muslim jatuh ke tangan orang-orang Kristen Trinitarian dan pada 1072 ia telah menjadi penguasa Leon, Castilia, dan portugis. Aktivitasnya berpuncak pada perebutan Toledo, setelah pengepungan yang di lancarkannya selama tujuh taun.17

Berdasarkan pemikiran di atas, penulis mengambil judul “DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG KERUNTUHAN KEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA ABAD XI”

B. Permasalahan penelitian

Pembahasan mengenai situasi budaya, agama dan politik umat Islam di wilayah Andalusia diharapkan menjadi gambaran awal faktor terjadinya disintegrasi tersebut. Adapun supaya pembahasan skripsi ini tidak mengalami pelebaran, maka penulis memfokuskan pada permasalahan:

1. Yang dimaksud dengan disintegrasi disini adalah perpecahan yang terjadi pada umat Islam di Andalusia.

2. Skripsi ini akan membahas faktor internal dan eksternal terjadinya proses disintegrasi berdasarkan teori konflik Ralf Dahrendorf.

Dengan Perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang menyebabkan Umat Islam di Andalusia mengalami Disintegrasi?

17


(20)

2. Bagaimana dampak dari disintegrasi umat Islam di Andalusia?

C. Tujuan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Mengetahui sejarah awal mula keruntuhan Islam di Andalusia

2. Memahami secara baik keadaan dan dampak disintegrasi yang terjadi pada umat Islam di Andalusia

3. Dalam skala yang lebih global, mengambil pelajaran untuk berbuat yang lebih baik di masa yang akan datang bersandarkan pada peristiwa sejarah tersebut.

D. Kontribusi

Secara teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan berguna bagi pengembangan pengetahuan terkait dengan historisitas Kemunduran Islam di Andalusia. Dan aplikasi terhadap penulis dapat menambah khazanah kesejarahan dan pengetahuan tentang penyebab dari munculnya Disintegrasi umat Islam di Andalusia pada abad 11.

E. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan sosial. Lebih tepatnya, dalam membedah sejarah Islam di Andalusia ini, saya akan menggunakan teori social yang membicarakan tentang konflik. Teori konflik ini saya gunakan Ralf Dahrendorf untuk melihat pihak yang bertikai, yang berakibat pada kemunduran Islam di Andalusia.


(21)

2. Sumber data

Data ataupun sumber penelitian dapat dikategorikan menjadi dua; data primer dan data sekunder. Data primer, adalah beberapa data yang merupakan data rujukan utama yang menjadi rujukan keilmiahan. Bentuknya, berupa dokumen-dokumen penting pada zaman itu.

Sedangkan data Sekunder bentuknya seperti buku-buku bacaan, artikel-artikel, jurnal, dan hasil wawancara pada tokoh yang mempunyai kapasitas yang mumpuni di bidang Islam di Andalusia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik library research (study kepustakaan). Yaitu dengan menelaah buku-buku, majalah, artikel-artikel yang memuat tentang Islam di Andalusia. Sedangkan untuk sumber lainnya, terutama untu sumber sekunder, penulis mendapatkannya lewat hasil penjelajahan di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah. Selain itu, penulis juga mendapatkannya di Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora. Beberapa sumber liannya yang didapat, juga berasal dari pribadi, dan dari teman penulis.

4. Analisa Data

Data-data yang sudah terkumpul kemudian masuk pada tahap analisa untuk mendapat sumber yang otentik dan otoritatif. Data tulisan diklasifikasi untuk menentukan waktu penulisan dan isi dari dokumen tersebut. Sedangkan, hasil wawancara akan ditranskrip dalam tulisan, kemudian diintegrasikan, diolah, dengan data-data yang telah ada.


(22)

kritik sumber. Pada tahap inilah, sumber itu mulai terlihat layak atau tidaknya data itu disebut otentik, sehingga karya sejarah ini dapat diuji secara ilmiah. Kemudian fakta sejarah yang telah dianalisis dengan metode kritik sumber akan diadakan interpretasi dengan menggunakan pendekatan multidesipliner dalam ilmu-ilmu sosial.

F. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian skripsi ini disajikan kedalam empat bab:

Bab I menyajikan pokok mengenai latar belakang masalah, permasalahan penelitian, tujuan, kontribusi, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II memuat pembahasan gambaran umum mengenai Islam di Andalusia dari segi historis, latar belakang terjadinya disintegrasi, keadaan sosial pada masa disintegrasi.

Bab III memuat tentang kebangkitan umat Nasrani, dampak dari terjadinya disintegrasi sampai pada faktor-faktor apa saja yang menyebabkan disintegrasi.

Bab IV bab penutup, yang berisi mengenai kesimpulan dari seluruh isi tulisan beserta saran.


(23)

16 A. Islam di Andalusia dari segi Historis

Spanyol diduduki umat Islam pada zaman khalifah al-Walid (705-715 M), salah seorang Khalifah dari bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara18 dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayah. Penguasa sepenuhnya atas afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul

Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah

itu. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah digantikan oleh Musa ibn Nushair. Dizaman al Walid itu, Musa ibn Nushair, memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan kedaerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi dari Khalifah bani Umayah memakan waktu selama 53tahun yaitu mulai tahun30 H (masa pemerintahan Muawiyah Ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa al-Walid)19 sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam dikawasan ini

18

Badri, Yatim. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Grafindo Persada, Cet ke II 2000.

Hal. 87

19

A. Syalabi, Sejarah dan kebudayaan Islam, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983,


(24)

sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekusaan islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai umat islam dikawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan romawi, yaitu kerajaan gothic. Kerajaan ini sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah kekuasaan ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol, dengan demikian Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum Muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.

Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuannya pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif bin Malik, Thariq ibn Ziyad dan Musa Ibn Nushair. Tharif dapat disebut-sebut perintis dan penyelidik, ia menyebragi selat yang berada diantra Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian.20 Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti, Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visighotic yang memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang dibawah pimpinan Thariq

20


(25)

bin ziyad.21

Thariq ibn ziyad lebih banyak dikenal sebagai panaklukan pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa bin Nusair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim khalifah al-Walid pasukan itu kemudian menyebrangi selat dibawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.22 sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya dikenal dengan gibraltar. Dengan dikuasainya daerah ini maka terbukalah pintu secara luas memasuki spanyol. Dalam pertempuran ini disuatu tempat yang bernama bakkah, Raja Roderrck dapat dikalahkan, dari situlah Thariq dan pasukannya terus menaklukan kota-kota penting seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibukota Goth pada jaman itu)23 sebelum Thariq menaklukan kota-kota Toledo ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara, Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothic yang jauh lebih besar 100.000 orang

Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq bin Ziyad, membuka jalan untuk menaklukan wilayah yang lebih luas lagi, untuk itu Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar ia berangkat menyebrangi selat itu dan satu persatu kota dilewatinya dapat

21

Philip K. Hitty, History of the Arabs (London: Macmillan Press, 1970), hlm 493

22

Carl, Brockelmann, History of the Islamic Peoples, (London: Rotledge & Kegan Paul,

1980), hlm 83

23


(26)

ditaklukannya, setelah Musa ibn Nushair berhasil menaklukan Sidonia, Karmona, Seville dan Merida serta mengalahkan penguasaa Kerajaan Ghotic theodomir di Oriheula, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian Utaranya mulai dari Sargosa sampai Navarre.24

Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerinthan khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M. Kali ini sasaran ditunjukan untuk menguasai daerah sekitar pergunungan Pyrenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepadad al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya pimpinan pasukan diserahkan kepada Abd Rahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Dengan pasukkannya ia menyerang kota Tours, akan tetapi diantara kota Poiter dan Tours itu ia ditahan olehh Charler martel, sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol. Sesudah itu masih juga terdapat penyerangan-penyerangan seperti ke Avirignon tahun 734 M ke Lyon 743 M dan pulau-pulau yang terdapat dilaut tengah Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ketangan Islam di zaman bani Umayah.25 Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke 8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar

24

Brockelmann, History of the Islamic Peoples, Hal 14

25

Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid 1, (Jakarta: UI Press,


(27)

jauh menjangkau Perancis tengah dan bagian-bagian penting dari Italia.26 Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah hal itu dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan, yang dimaksud faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat didalam negeri Spanyol sendiri pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial politik dan ekonomi negeri ini terkoyak dan terbagi-bagi kedalam beberapa negeri kecil, bersamaan dengan itu penguasa Ghotic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain Yahudi. Penganut agama Yahudi, yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibabtis menurut agama Kristen, yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal.27 Rakyat dibagi-bagi kedalam sistem kelas sehingga keaadaaannya meliputi oleh kemelaratan ketertindasan dan ketiadaan persamaan hak. Didalam situasi seperti itu kaum tertindas menanti kedatanagan juru bebas dan juru pembebasannya mereka temukan di islam.28 Kerajaan berada dalam kemelut, membawa akibat perlakuan yang keji koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakan perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan ini amat banyak coraknya dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.

Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat ketika

26

Bertold Spuler, The Muslim World: A Historical Survey, (Leiden: E.J. Brill, 1960) hal

100

27

Thomas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam, (Jakarta: Wijaya, 1983) jal 118

28

Syed Mahmuddunnasir, Islam Its Concept & History, (New Delhi: Kitab Bhavan,


(28)

Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh padahal sewaktu Spanyol berada dibawah pemerintahan Romawi berkat kesuburan tanahnya pertanian maju pesat demikian juga pertambangan industri dan perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan tetapi setelah Spanyol berada dibawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun, hektaran tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup dan diantara satu darerah dengan yang lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan. Buruknya sosial ekonomi dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaaan politik yang kacau, kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderik, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam.

Awal kehancuran Raja Ghot adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibukota Seviile ke Toledo sementra Witiza yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila kakak dan anak Witiza. Kedua nya kaemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum Muslim. Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol. Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai Tharif dan Thariq dan Musa. Hal yang menguntungkan tentara Islam adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi


(29)

mempunyai semangat perang. Selain itu orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.

Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yanng terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat tentaranya kompak bersatu dan percaya diri. Merekapun cakap berani dan tabah dalam menghadapi setiap persolalan, yang terpenting adalah ajaran Islam yang ditunjukan para tentara Islam yaitu toleransi persaudaraan dan tolong menolong. Sikap toleransi persaudaraan dan tolong menolong itu menyebabkan penduduk spanyol menyambut kehadiran Islam.29

B. Latar Belakang Disintegrasi Umat Islam

M. Lombard,30 menyebutkan bahwa tujuhbelas ribu pasukan Tariq Ibn Ziyad dan Musa Ibn Nusayr ke Spanyol yang terdiri dari orang-orang Berber dan Arab adalah, mereka yang Berdarah militer alami. Tidak seorangpun dari mereka kembali ke Afrika. Kemudian diikuti para imigran Berber maghribi, yang tertarik kepada kesuburan tanah taklukan baru itu. Keadaan tersebut terus berlangsung sampai abad pertengahan, yang memungkinkan Kerajaan Granada dapat bertahan sampai abad kelimabelas. Dengan demikian di samping penduduk Spanyol, terdapatlah orang-orang Berber Afrika Utara dan

29

Badri, Yatim. Sejarah Peradaban Islam. Hal 93

30

Lihat M. Lombard, The Golden Age of Islam, (Amsterdam: North-Holland Publishing


(30)

Arab. Dan karena Afrika lebih dekat ke Spanyol dibanding Suria dan Arabia, maka orang Berber lebih banyak dari orang Arab.

Hal yang kemudian menimbulkan permasalahan adalah, penempatan bekas pejuang atau penakluk Andalusia yang berasal dari Afrika, dan Arab. Kedua bangsa ini sama-sama berjasa dalam penaklukan Spanyol. Tetapi orang-orang Arab yang menduduki kursi kepemimpinan kata al-'Ibadi31, mengambil wilayah sebelah timur dan selatan yang subur dan berudara baik untuk kaum bangsanya sendiri, sementara itu untuk kaum Berber diberikan atau mendapat bahagian di sebelah utara yang berudara dingin dan kering atau tidak subur.

Al-'Abbadi mengecam sikap orang Arab fanatik yang. menempatkan diri mereka lebih tinggi dari orang lain, sebagai halnya orang Yunani dan Romawi, yang memandang pihak lain sebagai barbar dan tidak beradab. Bani Umayyah, katanya lebih lanjut, telah membangkitkan rasa kesukuan, yang merusak nama baik mereka dan bangsa Arab.32 Orang-orang Berber itu tidak dapat menerima perlakuan yang demikian. mereka bangkit melawan, tidak

31

'Abd al-Hamid al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus (Kairo: Dar al-Qalam,

1964)h h. 50

32

Dalam kalangan Bani Umayyah, barangkali Khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz sajalah yang mampu mengembalikan nama baik Bani Umayyah, dengan sikap-sikapnya yang wara' dan penuh pengertian. Kefanatikan orang-orang Arab terhadap kabilahnya, kadang-kadar)g mengalahkan kecintaan mereka kepada Islam. salah seorang pengikut nabi palsu, Musaylamah mengakui: "Aku tahu Musaylamah itu pendusta besar, tetapi pendusta suku Rabi'ah ini, lebih baik bagiku daripada org. yang selalu berkata benar dari suku Mudar." Yaitu nabi kaum Muslimin

(Lihat al-Tabari, Jami' al-Bayan fi Tafsir al-qur'an (Kairo: al-Misriyyah, 1324 H.), j. ii, h. 508.

demikian pulalah halnya ketika Abu Bakar di bay'at, Sa'ad bin ubadah menolak membai'atnya, karena cintanya kepada sukunya sendiri. Tidak jauh bedanya dengan Abu Sufyan yg juga tidak rela Abu Bakar menjadi khalifah, juga berlatar belakang fanatisme sempitnya kepada keluarganya

sendiri. Lihat Ibid., h. 449; lihat juga Alau al-Din al-Hindi, Kanz al-Ummal, (Haidar Abad, Dairat

al-Maarif 1336) j. ii Kerajaan (Bandung: Mizan, 1984) h. 126-7) dalam contoh tersebut, yang mempelopori kefanatikan dan kesombongan terhadap suku atau kabilah adalah, orang-orang terkemuka dari kalangan mereka sendiri. Padahal mereka selalu menjadi panutan kaumnya.


(31)

hanya karena harta yang berhargaitu saja, tetapi juga karena perasaan mereka telah tersinggung. Dan ini merupakan salah satu faktor timbulnya gerakan Khawarij, dengan peperangan dahsyat di Afrika, yang mendapat dukungan orang-orang Berber.33

Sementara itu, Musa Ibn Nusayr yang punya pengalaman banyak dengan orang-orang Berber ketika menjawab pertanyaan Khalifah Sulayman Ibn 'Abd al-Malik mengatakan: "Mereka wahai Amir al-Mu'minin, banyak persamaannya dengan orang Arab dibanding dengan orang 'ajam lainnya; terus terang dan pemberani (liqa' wa najdah), ulet dan lihai berkuda (sabran wa Furusiya) lpang dada dan lugu (samahat wa badiyat), kecuali wahai Amir al-mu'minin, mereka suka culas (ghudr)." Dan bahwa yang negatif dari mereka adalah, ketidak jujuran. yang nampaknya bertentangan dengan sifat mereka yang lain, yaitu badiyah atau dusun (murni) dan hertendensi baik. Tapi mengapa dikatakannya tidak jujur? Barangkali karena Tariq yang diberi wewenang untuk membatasi gerakan, justru melanggar perintah atasannya, yaitu Musa sendiri.

Sungguhpun demikian, dapat dipahami juga mengapa pembagian tempat domisili itu berbeda kondisinya. Pertama, karena mereka (Berber dan Arab) bukan satu kesatuan bangsa yang berintegrasi secara total, atau berasimilasi penuh. sehingga tidaklah mungkin satu tempat didiami oleh dua suku secara bersamaan. Kedua, setiap pihak membawa adat kebiasaan yang berlainan, sungguhpun banyak persamaannya (sebagai yang digambarkan

33


(32)

Musa). Dan ini alamiyah sifatnya (sunnat Allah),34 sehingga pemisahan tempat adalah alami juga.

Ketiga, orang-orang Arab menduduki posisi kepemimpinan, sedangkan orang-orang Berber di bawah mereka. Kekuasaan di Semenanjung Iberia itu diperoleh melalui gerakan militer, sehingga hirarki kemiliteran amat berperan di dalam kepemimpinan mereka. Dalam kalangan militer penghormatan terhadap komandan merupakan unsur kedisiplinan yang harus ditaati. dengan demikian bila pihak Arab yang menduduki tempat teratas dalam hirarki militer, mengambil tempat yang lebih subur untuk diri mereka terlebih dahulu dan sisanya bagi orang Berber, dapat dipandang sebagai sesuatu hal yang wajar saja, sungguhpun menimbulkan ketidak puasan pada pihak yang "dirugikan", dalam hal ini Berber. Salah satu akibat dari kebijaksanaan kepemimpinan Arab pada masa Imarah tersebut di atas ialah: timbulnya pemberontakan orang-orang Berber pada tahun 740 M. kebangkitan mereka menentang kepemimpinan Arab berlanjut sehingga dua abad kernudian.35 Pertentangan juga terjadi di antara sesame bangsa Arab; Qays dan Kalb.36 Dan di antara Mudar dari utara dan orang Yaman dari selatan Arabia.Yang utara dipengaruhi oleh Sunni, yang lain oleh Syi'ah.37

Sesudah itu timbul pula kelompok Islam lainnya yang terdiri dari orang-orang Spanyol sendiri dan orang-orang-orang-orang Slavia. Masing-masing kelompok

34

Lihat al-Qur’an, 49:13

35

Encyclopaedia Britannica. Chicago: William Benton; Publisher, tt. J. xx,, h. 1087, orang Berber juga mernberontak di Afrika (Marokko) pada tahun 740

36

Ibid

37

Hitty, History, op, cit., h. 502. Kedua "partai" tersebut (Sunni dan Syi'ah), bertentangan

dalam hal berebut kepemimpinan kaum Muslimin (kekhalifahan Islam) dan bersifat politis. Di antara keduanya juga terdapat perbedaan dalam hal menyangkut hukum dan ketentuan-ketentuan syari'at, yang sering dikategorikan dalam bidang fiqih.


(33)

tersebut memiliki pengikut dan tujuan sendiri. Pertentangan, perselisihan dan peperangan yang timbul di antara mereka terus-menerus hingga terjadi ketidakstabilan pemerintahan yang berkepanjangan. Tidak pernah ada ketenangan politik di Iberia ini, kecuali bila yang menjadi pemimpinnya adalah seorang yang benar-benar kuat dan mampu menundukkan rakyatnya.38

Gejala perpecahan ini sudah nampak di mata Karel Martel, yang pernah menghadang Abdurrahman al-Ghafigi di Poitiers. Ia menasihati kaumnya untuk tidak menghadang bangsa Arab, agar membiarkan mereka melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Karena orang-orang itu mempunyai kemauan keras, dan niat yang suci dan benar. Dalam keadaan demikian orang Arab tersebut, tidak dapat dihancurkan, "Tunggulah" katanya, "sampai mereka menjadi tenang menyelesaikan segala persoalan, kemudian akan berlomba lomba memperebutkan kursi kepemimpinan, kekayaan dan harta. Ketika itulah mereka akan berselisih dan menjadi lemah, dan memberikan kesempatan kepada kalian untuk melawannya dengan mudah".39 Dan ramalan tersebut ternyata tidak meleset.

Dalam periode keamiran pertama, Spanyol dipimpin oleh kaum militer,140 yang berasal dari para penakluk yang datang dari Afrika Utara, yang kemudian menjadi penghuni tetap. Dalam periode ini terdapat dua puluh orang amir, yang masing-masing memerintah dalam masa jabatan relatif singkat. Hal tersebut karena mereka menganut sistem yang bebas dan terbuka dalam

38

Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah,( Kairo:

1969) v, h. 36.

39

'Abd al-Hamid al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus (Kairo: Dar al-Qalam,

1964)h. 53

40


(34)

menentukan dan menilai kepemimpinan seorang amir. Dan sekaligus menunjukkan adanya ketidak stabilan41 dan pergolakan dalam kepemimpinan mereka.

Amir terakhir yang berkuasa, dan sekaligus merupakan penutup periode keamiran pertama, yang demokratis itu adalah Yusuf b. Abd Rahman al-Fihri. Ia digulingkan oleh pendatang baru dari Damaskus. Sejak itu periode keamiran kedua dimulai, dan tidak ada lagi amir yang dipilih secara langsung dan bebas oleh rakyatnya. Karena yang berkuasa adalah keluarga Raja. Tetapi gelar amir tetap juga digunakan.42

‘Abdal-Rahman B. Muawwiyah, pengganti Yusuf al-fihri merupakan tokoh legendaris; yang berhasil melepaskan diri, ketika seluruh keluarganaya keluarganya dibantai oleh lawan politik mereka di Damaskus. Ia adalah salah seorang cucu Hisyam khalifah Islam yang kesepuluh Dinasti Bani Umayah. Ketika pembunuhan massal berlangsung terhadap keluarganya, ia sempat bersembunyi dalam sebuah kemah Badui di tepi sungai Effrat. Riwayat hidupnya hampir saja berakhir, ketika bendera hitam lambang Abbasiyah melintas di dekat tempat persembunyiannya. Menyadari ada bahaya yang akan merenggut nyawanya, ia melompat ke dalam sungai bersama saudaranya yang masih berusia tigabelasan tahun. Semangatnya untuk tetap hidup, mendorong keberaniannya melawan arus berenang ke tepi seberang sungai. sementara saudaranya berbalik ke belakang, mungkin karena takut terbawa hanyut bersama arus sungai yang deras, atau mungkin juga karena terbujuk oleh janji

41

Abd al-Hamid al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus op.cit., h 49

42

Mungkin karena meyakini konsep bahwa di dunia Islam hanya ada seorang Khalifah, yang waktu itu, b.Abbas.


(35)

mereka yang memburunya, ia datang kepada mereka. Nasibnyapun ditetapkan di ujung pedang pembunuhnya.43

Abd al-Rahman B. Mu'awiyah menempuh perjalanan panjang bersama pembantunya yang setia, Badr. Pemuda yang serusia duapuluhan itu, membungkus dirinya dalam penyamaran, untuk mengelabui mata-mata jeli kaum Abbasiyah, yang pada setiap saat siap menyudahi riwayatnya. Selama limatahun ia mengadu nasibnya ke Palestina, Mesir, dan akhirnya ia tiba di Ceuta (755) di Afrika Utara. Dan keberuntungan masih tetap menyertainya, ketika gubernur Afrika utara yang masih punya hubungan keluarga dengan Al-Fihri, nyaris membunuhnya. Di sini ia mendapat bantuan salah seorang paman dari pihak ibunya, seorang keturunan Berber. Disini juga segala rencana diputuskan. Badr dikirim ke daratan Iberia untuk menghubungi simpatisan keluarga Bani Umayyah. Nampaknya nama Umayyah masih mendapat cukup banyak simpati. Dan barangkali ia sendiripun tidak menduga sebelumnya, Sebuah kapal khusus dikirim untuk menjemput pemimpin mereka ke Ceuta. orang-orang Yaman yang diKalahkan Yusuf al-Fihri dari suku Mudar, mendukung kehadiran 'Abd al-Rahman b. Mu'awiyah, yang kemudian mendapat gelar al-Dakhil, karena berhasil melepaskan diri dari pengejaran Bani Abbas dan masuk ke Spanyol.44

Pengalamannya dalam pengembaraan selama lima tahun, dan pendidikan yang diterimanya dalam keluarga kerajaan, menjadikannya seorang yang matang dalam kepemimpinan dan politik kenegaraan. Tidak sulit

43

Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh (Beirut: Dar Sadir, 1965) j. vi,., j. v, h. 377

44


(36)

baginya menghimpun para pendukung dalam suasana yang serba kacau, dan lawan yang dihadapinya dapat ditundukkan, setelah beberapa wilayah di selatan Spanyol menerima kehadirannya tanpa perlawanan; Archidona, Sidona, dan Seville. Dari Seville ia menyerang kordoba. Dan pada 14 Mei 756 di tepi sungai Guadalquivir, kedua pasukan bertemu. Pertempuran tidak berlansung lama, yusuf nampak melarikan diri dan kemudian Kordoba dikuasai dalam kesempatan lain, Yusuf terbunuh di Toledo.45

Dengan naiknya 'Abd al-Rahman b. Mu'awiyah kepanggung politik di Andalus, maka kekuasaan Bani Abbas mendapat tantangan dari Bani Umayyah yang baru saja digulingkannya. Di Bagdad pada waktu itu sedang berkuasa khalifah Abu Ja'far 'Abdullah Ibn Muhammad al-Mansur (136-158/754-775), khalifah kedua yang menggantikan Abu al-'Abbas al-saffah (132-136/750-754). 'Abd al-Rahman I (al-Dakhil) di Andalus itu, segera memutuskan hubungannya dengan Bagdad, setahun setelah ia berkuasa, di dalam khutbah-khutbah dihapuskan nama khalifah Abbasiyyah, tetapi ia sendiri tidak menggunakan gelar khalifah untuk dirinya. Ia tetap memakai gelar Amir sebagaimana yang berlaku ketika itu di Andalus.46

Sementara itu, Al-Mansur di Bagdad sedang menghadapi bahaya yang datang dari Kerajaan Bizantium yang berada di bawah pimpinan Kaisar Constantine V (740-775), di Asia Kecil,2 Dengan demikian Al-Mansur tidak

45

Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh op.cit., h. 57

46

Hitty, History, op,cit., h. 508, Ketidak beranian ‘Abd al-Rahman menggunakan gelar

khalifah, erat kaitannya dengan keyakinan umum umat Islam pada waktu itu; yaitu di dunia Islam hanya ada seorang khalifah saja. Keyakinan ini berubah di kemudian hari, ketika Kaum Syi'ah

menggunakan gelar khalifah bagi kepala negaranya di Mesir. Tindakan syi’ah tersebut, mendorong


(37)

dapat mengambil tindakan apapun untuk menghukum 'Abd al-Rahman yang telah dengan gemilang memisahkan dirinya dari Bagdad.

Baru pada tahun 761 Khalifah Al-Mansur memberanikan diri mengirim Al-A'la Ibn Mughit’s ke Spanyol bersama tujuh ribu anggota pasukannya, dari Afrika utara. Dalam sebuah pertempuran sengit di selatan, Al-A'la tewas ber-sama sejumlah anggota pasukannya.47 'Abd al-Rahman mengirim kepala mereka yang terbunuh ke Qairawan, dan kepala A'la dikirim kepada Al-mansur yang sedang menjalankan ibadah hajinya di Mekkah, bersama dengan bendera hitam, lambang abbasiah.48 Ketika itulah Al-Mansur menyatakan rasa syukurnya kepada Allah yang telah memisahkan dirinya dan musuhnya itu dengan lautan.49 Iapun menjuluki 'Abd al-Rahman I sebagai seekor Rajawali Quraisy (Saqr Quraisy).

Rajawali Quraisy kemudian berhadapan dengan para pemberontak yang bersimpati, atau sisa-sisa pengikut Yusuf al-Fihri, seperti Sulaiman b. Yaqzan al-A'rabi al-Kalbi seorang penguasa Barcelona, bersama 'Abd al-Rahman b. Habib al-Fihri, Abu Sa'ud al-Fihri dan Abu al-Aswad b. Yusuf. mereka meminta bantuan Al-Mansur melalui Afrika Utara, dan meminta infiltrasi Charlamagne dari Perancis, agar memperluas wilayah kekuasaannya ke Asbania. Diperoleh kesepakatan, bahwa Al-Fihri dan kawan-kawannya akan menyerang dari selatan bersama pasukan dari Afrika Utara, sementara pihak

47

Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh , op.cit., j. vi, hh. 7-8.

48

Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam

wal – Barbar, (Bulan: 1248), j. vii., j. iv, h. 122-4. Ibn ‘Izari, Al-bayan Maghrib fi Akhbar al-Maghrib, (Leyden, 1848)ed. Dozy, j. ii h. 671, h. 61

49

Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy, (Leyden, 1855), j.i


(38)

Charlemagne menyerang 'Abd al-Rahman dari sebelah utara.

Tetapi al-Fihri dan al-Kalbi tidak sabar menanti kedatangan sekutunya, Charlamagne. Mereka menyerang lebih dulu dari selatan, dan 'Abd al-Rahman mematahkannya dengan mudah. Dan ketika Charlamagne memulai penyerangannya (778) dari arah timurlaut Spanyol menuju ke Saragossa, pintu kota ditutup di depan mata mereka. Dan pada saat bersamaan dengan itu, tersiar kabar tentang penyerangan orang-orang Saxon, dari utara terhadap Charlamagne. Sehingga pasukan tersebut ditarik kembali, dan digiring pulang. Dalam perjalanan yang “penuh dengan kekecewaan" itu, orang-oranq Franka di pegunungan Pirennea menyerang mereka, dalam satu gerakan bersifat kejutan, Sehingga banyak korban yang jatuh. Dan di antara korbannya adalah pahlawan gagah berani, Roland. peristiwa tersebut mengilhami para penyair menyusun epic, sejenis sastra yang bernada pemujaan terhadap sifat berani. yang kemudian menjadi bibit dari syair "hamasah" dalam kesusasteraan Perancis.50

Dengan demikian 'Abd al-Rahman menunjukkan keunggulannya, terhadap lawan-lawannya, baik yang ada di Barat; atau punyang ada di Timur. Kekuatan Barat yang diwakili Perancis yang tentu saja amat khawatir terhadap "bahaya Islam" itu, untuk sementara harus menerima keunggulan 'Abd al-Rahman I. Sedangkan Daulat Abbasiyah dari timur, telah merasa cukup mendapat pil pahit, sejak kegagalan Al-A'la b. Mughits di tahun 761/146, yang kepalanya dikirimkan kepada Al-Mansur.

50

Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam


(39)

Untuk lebih memantapkan kekuasaannya, dalam menghadapi musuh-musuhnya, 'Abd al-Rahman I membangun angkatan bersenjata dengan tentara bayaran, yang terdiri dari suku bangsa Berber dari Afrika. Empatpuluh ribu orang anggota vasukan elite yang berdisiplin keras itu, dapat dengan mudah diperintahkannya untuk menundukkan lawan-lawannya diarena petempuran. Dan dengan itu pula, ia dapat mendesak lawan-lawan politiknya untuk berdamai, atau mengadu kekuatan. Dengan demikian ia selalu diperhitungkan oleh musuh-musuhnya, yang ingin "mengusik-usik" wilayah kekuasaannya. kemudian iapun menampakkan kemampuannya membangun negara, dan membina kesejahteraan umatnya, serta membangun sarana-sarana penunjang bagi pembangunan dimaksud.

'Abd al-Rahman memperindah ibu-kota keamirannya, Kordoba, dan memagarinya dengan tembok yang kokoh, sebagaimana kebiasaan kota-kota di dunia ketika itu. Kemudian ia menggali sebuah kanal air tawar, dan dibangunnya jembatan indah di atasnya, dengan kamar-kamar mandi umum serta hotel-hotel, tempat menginap para pelancong. Dan untuk lebih memperindah ibu-kota ia membangun kebun-kebun hias, di tepi sungai Wadi al-Kabit. Ia menambah kesemarakan kota dengan istana bergaya Timur, sebagai yang dibangun kakeknya Hisyam di Damaskus. Ia juga memberi perhatian terhadap perkembangan di bidang pertanian, dengan membangun saluran air dan jalan-jalan. Disediakannya sekolah-sekolah, yang tersebar di kota-kota di Andalusia. Para ulama dan murid-murid mereka, didorong untuk maju dan menciptakan suasana yang menarik bagi negerinya, kemudian


(40)

memberi kesempatan untuk menuntut ilmu bagi para pelajar yang datang dari Eropa. Mesir, Syam dan Irak. Sehingga Kordoba menjadi pusat kegiatan ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Apalagi negeri ini dihuni oleh penduduk yang multi rasial, yang terdiri dari bangsa-bangsa Arab, Berber, Numidia, Gothia, Spanyol-Arab; menjadi tempat bertemunya segala bangsa. Asia, Afrika, dan Eropa. Dua tahun menjelang wafatnya 'Abd al-Rahman membangun sebuah mesjid agung yang monumental, di pusat ibu kotanya Kordoba, yang kemudian diperindah dan diperluas oleh Para penggantinya. bentuknya yang istimewa, dengan pilar-pilarnya yang megah dan agung, memberi kesan menakjubkan sampai berabad-abad kemudian bahkan setelah dijadikan katedral oleh Ferdinand III. Pada tahun 1236, mesjid itu tetap dikenal sampai kini, dengan nama "La mezquita".51

Demikianlah 'Abd al-Rahman I, menguasai Spanyol dan menurunkan warisan kekuasaan kepada keturunannya, sejak tahun 756 - 1031/ 138 - 422. Setelah itu Spanyol dikuasai oleh Muluk al-Tawaif.

'Abd al-Rahman al-Dakhil menyadari bahwa Andalus dikuasainya itu, berada pada suatu wilayah yang berbatasan langsung dengan musuh. Dan sampai saat ia memerintah keadaan saling bermusuhan masih terus terjadi, atau pengumuman perang di antara kedua belah pihak belum lagi cabut. Jika terdapat suasana damai di antara kedua belah pihak, maka hal tersebut terjadi karena pihak lawan belum mampu atau mampu menyerangnya, dan saling mengintai serta mencari kesempatan. Atau kedua belah pihak terikat oleh

51


(41)

suatu perjanjian tidak saling menyerang. Jika kedua kondisi tersebut sudah tidak ada lagi, maka perang kembali menguasai keadaan. dengan demikian, Andalusia selalu terancam perang, sungguhpun suasananya dalam keadaan dama. Perang dan damai silih berganti dan dapat terjadi pada setiap waktu. Maka untuk menjaga stabilitas negeri ini, diperlukan adanya persatuan dan kedamaian di dalam negeri disamping adanya kekuatan angkatan bersenjata yang kuat. Sehingga musuh negara harus berfikir beberapa kali untuk menyerang pemerintah; baik yang datang dari luar, maupun yang muncul dari dalam. Mungkin pertimbangan tersebutlah, yang mendorong Abd al-Rahman I, mempersiapkan puteranya Hisyam menjadi penggantinya, di samping pertimbangan dinasti Umayyah yang juga harus dipertahankan dan dilestarikan. Sehingga perebutan kekuasaan di antara sesama saudara tidak terjadi.

Sungguhpun demikian, pengangkatan Hisyam mendapat tantangan dari dua orang puteranya yang lain, yaitu Sulaiman dan Abdullah. Hisyam mendapat latihan khusus dari ayahnya dalam bidang politik dan peperangan.52 Ia diangkat menjadi penguasa di wilayah perbatasan, Merida, dengan tujuan agar menguasai pola-pola dan teknik perang pihak lawan, dan terbiasa dalam memimpin. Ketika Hisyam memangku jabatannya setelah ayahnya wafat, ia mengangkat sulayman menjadi penguasa di Toledo, dan saudaranya 'Abdullah menjadi penggantinya di Merida. Tetapi kedua-duanya bersatu memberontak melawan Hisyam. Sehingga memaksa Hisyam menghadapi saudaranya

52

Kepala negara pada masa itu, tidak hanya menjadi panglima angkatan bersenjata karena jabatan, tetapi memang harus mahir memainkan senjata dan memimpin perang.


(42)

sendiri, yang memakan cukup banyak waktu untuk menundukkan kedua mereka.53

Hisyam disebutkan meniru tingkah laku pemerintah Umar Ibn Abd al-Aziz yang wara' dan saleh dan banyak melakukan kegiatan keagamaan. Hisyam suka menolong orang susah, dan berjalan di malam hari mencari orang-orang yang sakit yang memerlukan pertolongan. Ia juga mengharuskan adanya kegiatan jaga malam, untuk mencegah terjadinya kemaksiatan, pertengkaran dan tindakan-tindakan kriminal di dalam masyarakat. Ia juga mengirimkan para da'i ke semua wilayah kekuasaannya untuk tugas-tugas amar makruf nahi munkar, sehingga orang-orang lalim menjadi amat berkurang, keamanan masyarakat menjadi lebih terjamin.54 la berjalan keliling kota Kordoba dan bercampur aduk dengan rakyatnya. mungkin karena ia sebagai pelindung terhadap rakyatnya yang tertindas.55 "Keberanian" mengambil resiko semacam itu, memang bukan hanya milik Hisyam, tetapi juga pernah dipraktekkan oleh kepala-kepala negara yang jujur dan ber-tanggung jawab, sebagaimana halnya dengan Umar Ibn Khattab dan Umar Ibn Abd al-Aziz pada masa yang lalu.

Dan barangkali karena keadaan di dalam negeri dipandang stabil, maka Hisyam menghadapi musuhnya dari luar. kepemimpinannya yang religius itu, memancing simpati kaum Muslimin untuk mengabulkan seruannya melakukan perang suci ke utara. Beribu-ribu orang tua dan muda, didukung oleh

53

Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah,j. v, h. 43

54

al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus hh. 86-7; Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At

-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiya., h. 44; Lane Poole, The Arabs in Spain, (New York:1911) h. 61-2.

55

Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah, ibid, Lihat


(43)

orang kaya, yang memberi harta mereka untuk penyedia peralatan perang dan menjadi perajurit di bawah kepemimpinan Hisyam ketika menyerang Galicia. Kemudian ia menunjuk wazirnya Abd al-Malik bin mughis untuk menyerang Perancis. Kedua peperangan itu, dimenangkan oleh kaum Muslimin dengan harta rampasan perang yang melimpah.56

Pada masa Hisyam memerintah Andalusia, di Madinah al-Nunawwarah berkembang mazhab Maliki. Imam Malik yang hidup sezaman dengannya, menaruh simpati kepada Hisyam. Dan Hisyam sendiripun menerima mazhab Maliki menjadi mazhab negara, yang dianut di seluruh Andalus. Dan menjadi lebih berkembang, setelah Hisyam mengundang para murid Imam Malik untuk bekerja di Andalus, seperti Ziyad ibn 'Abd al-Rahman dan Yahya bin Yahya Al-Laitsi. Pengaruh para ahli fikih pada masa Hisyam cukup dominan, baik dalam bidang hukum dan peradilan maupun dalam bidang politik. Hal tersebut dimungkinkan mengingat Hisyam sendiri, adalah seorang yang taat kepada agama, dan amat hormat pada para ulama. Ia diceritakan tidak begitu terpengaruh dengan kemegahan dan kemewahan duniawi. Hal tersebut dibuktikan ketika ia menyempurnakan pembangunan sebuah jembatan di atas sungai Quadalquivir yang dimulai Al-Samh b, Malik al-Khawlami, sehingga menjadi pembicaraan umum. Sementara itu, orang banyak mempergunjingkan pembangunan jembatan yang indah itu, untuk memudahkan jalan baginya untuk berburu. Mengetahui pergunjingan itu, lalu ia bersumpah untuk tidak

56

Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh j. vi, h. 80; menyebutkan penyerangan ke Galicia

dipimpin juga oleh amirnya/ wazirnya abd-Malik b. Mughis. Berbeda dgn Mausu' ah dikutip di atas.


(44)

menggunakan jembatan tersebut, sebagai tempat ia berlalu,57

Di samping itu, Hisyam juga amat menaruh perhatian terhadap perkembangan bahasa Arab, sebagaimana yang diberikan oleh Abd al-Malik B. Marwan di Damaskus.58

yang menyempurnakan pengetahuan orang-orang bukan Arab yang telah mulai pandai berbahasa Arab. Dan barangkali juga Hisyam menyadari bahwa, bahasa merupakan faktor utama baqi komunikasi masyarakat,untuk dapat memahami pikiran atau pendapat, antara satu dengan lainnya. Apalagi bahasa Arab itu, tidak saja menjadi bahasa agama yang tercantum dalam kitab suci al-Qur'an dan Hadis, tetapi juga menjadi bahasa wajib dalam ibadah kaum Muslimin, sehingga bahasa Arab menjadi faktor utama bagi pembentukan masyarakat Islam di Andalusia. Dalam perkembangan selanjutnya, bahasa Arab dipakai oleh sekolah-sekolah yang didirikan kaum Yahudi. Dan sungguhpun ia seorang yang fanatik terhadap agama, dan memimpin sendiri pertempuran melawan orang-orang Kristen di utara seperti disebutkan di atas, ia amat toleran terhadap kaum zimmi baik dari kalangan Kristen maupun Yahudi di dalam wilayah kekuasaannya, mereka diizinkan membangun sekolah dan rumah-rumah ibadah, dan mengangkat sejumlah besar dari mereka menjadi pegawai dalam pemerintahannya.59

Setelah Hisyam wafat tampuk kepemimpinan di pegang oleh Puteranya ialah Al-Hakam b. Hisyam, Ia gemar berolah raga dan berburu, senang pada

57

Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy., j.i, h. 160

58

Lihat Islam dan Aspeknya, op.cit., j. I, h. 63

59

Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah ,j. v, h. 44 ;


(45)

keindahan dan seni suara. Nampaknya ia lebih "duniawi" dibanding ayahnya yang taat dan saleh, sehingga disebut lebih menyerupai Umar ibn 'Abd al-'Aziz. Dan karena itu pula, ia beda dengan ayahnya dalam hal kebijaksanaannya menghadapi ulama fikih. Sungguhpun ia masih tetap hormat pada mereka, tetapi campur tangan ulama fikih dalam pemerintahan mulai dibatasi.60 Dan sebagaimana diketahui, para ulama fikih yang berpengaruh besar di Andalus pada masa ayahnya Hisyam I, adalah pengikut mazhab Maliki. Menurut Al-Hakam, setiap Muslim mempunyai hak yang sama dihadapan Allah, sehingga hasil pemikiran para ulama, tidak mutlak benar dalam segala hal, sehingga mereka menjadi “perantara” dengan Allah dalam pengambilan putusan politik, karena kemutlakannya itu. Atau mungkin juga, karena al-hakam lebih dekat kepada kalangan bukan ulama, bahkan lebih dekat pada kelompok yang suka pada kemewahan dan pesta pora, maka kualitas keagamaannya lebih “longgar” dibanding ayahnya yang saleh, sehingga kebijaksanaan politiknya berbeda jauh dengan para ulama fikih yang berpola fikir “mazhabi”. Sementara itu dapat terjadi, pandangan ulama fikih yang tidak jarang berbeda-beda dalam satu hal yang sama, membuat Al-Hakam lebih condong pada mazhab lain, yang lebih sesuai dengan pemikirannya, tetapi terhalang oleh Keterikatannya terhadap satu madzhab saja, yaitu madzhab Maliki. Dalam hal inilah penilaian al-‘Ibadi yang menyatakan al-Hakam lebih cerdas dari ayahnya, dapat dipahami.61 Sementara itu para ulama sendiri berpendapat, jika terjadi perbedaan pendapat dalam

60

al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 79

61


(46)

kalangan umat, maka Negara Islam dan imam kaum Muslimin berhak memilih salah satu pendapat fikih dan mewajibkannya kepada umat.62

Kebijaksanaan al-Hakam I, terhadap ulama dan para pengikut mazhab Maliki, menimbulkan kemarahan dan tantangan keras dari pihak mereka dan orang-orang awam. Nampaknya kemarahan itu, tidak semata-mata karena peranan para ahli fikih yang menjadi kecil, akan tetapi juga akibat ke-bijaksanaan al-Hakam yang menggunakan tentara bayaran,untuk membangun sistem pertahanannya. Bahkan dialah orang yang menggunakan cara ini di Andalusia, sehingga banyak orang yang mengasingkan diri, dan menambatkan kuda-kuda perang mereka dipintu rumahnya. Dan yang lebih menarik lagi, adalah bahwa pasukan inti pertahanan Al-Hakam, terdiri dari orang-orang Negro dan budak belian, yang sama sekali tidak mengerti bahasa Arab. Mereka dinamakan sibisu atau al-khars, yang berjumlah sekitar 5.000 orang.63 Sehingga komunikasi mereka dengan rakyat yang berbahasa Arab putus. Pengawal pribadinya juga tordiri dari bangsa Zanji, yang ‘bisu’, serta dinilai berhati keras, dan amat membenci orang-orang Arab.64 Hal tersebut amat tidak menguntungkan bagi keamanan, dan stabilitas politik pemerintahan al-Hakam di Andalusia. Kebencian penduduk kepada pengawal istana, dan sebaliknya kebencian pengawal istana terhadap orang-orang Arab, yang menjadi rakyat dari kepala negara yang dikawalnya itu, dapat merupakan dua kutub yang saling berjauhan dan saling bertentangan. Kedua belah pihak saling

62

Sa' d Hawaa, Membina Angkatan Mujahid, (Jakarta: Islahy, 1408/1987), h. 36.

terjemahan AbuRidha.

63

Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam

wal – Barbar, j. iv, h. 122

64


(47)

menghimpun kebencian dan dendam kesumat, bagaikan mengumpulkan zat kimia untuk bahan peledak. Dan untuk mumbuat sebuah letusan cukuplah bila ada saja orang yang dapat menyulutnya. Dan memang demikianlah yang terjadi.

Pada suatu ketika di tahun 202 H, salah seorang serdadu mendatangi seorang budak di perkampungan Rabad, untuk memperbaiki pedangnya. Kemudian di antara mereka berdua terjadi pertengkaran, yang berkesudahan dengan terbunuhnyasi budak, ahli pertukangan; pandai besi itu. Bara api di perapian pandai besi itu, menimbulkan kebakaran, sehingga menarik perhatian penduduk di sekitarnya, yang terdiri dari segala macam tukang yang ahli dalam pekerjaan tangan, dan kaum terpelajar, murid-murid para ahli fikih dan rakyat awam yang hidup bercampur aduk di perkampungan Rabd tersebut. Dengan alasan ini, masa rakyat yang sudah lama memendam kebencian kepada al-hakam, langsung membunuh perajurit tadi, dan melanjutkan pelampiasan kemarahan mereka, dengan mengarahkan "demonstrasi" mereka ke istana, yang letaknya tidak jauh dari tempat tersebut. Rabd hanya dipisahkan oleh sebuah jembatan indah yang terkenal,

di atas Wadi al-Kabir, yang diperbaharui Hisyam I, sebelumnya. Para demonstran yang bersenjata kapak, tongkat, pisau, dan apa saja yang terambil ketika mulai bergerak itu, mengepung istana. Dan di antara para ahli fikih yang ikut berdemonstrasi itu terdapat seorang tokoh terkemuka, Yahya bin Al-Laytsi. Al-Hakam yang merasa dirinya telah dikepung massa rakyat, memerintahkan sebahagian perajuritnya menyalakan api di perkampungan Rabd, sehingga kaum demonstran yang melihatnya segera berlari-lari pulang


(48)

untuk menyelamatkan keluarga mereka. Sedangkan sebahagian para perajuritnya menghadapi kaum pemberontak ini, di depan istana. Dan ketika yang belari pulang itu, tiba di dekat jembatan, mereka telah dihadang oleh pasukan al-Hakam, dari depan dan diserang dari belakang, sehingga korban jiwa tidak dapat dihindarkan lagi. Dan setelah pemberontakan dikenal dengan "Tsawrah al-fuqaha "' ini dapat dipadamkan, Al-Hakam memerintahkan pengosongan wilayah Rabd tersebut dari penghuninya, hanya dalam waktu tiga hari.65

Dan betapapun keadaannya, dan apapun yang menjadi alasannya, peristiwa tersebut telah menghancurkan kepercayaan rakyat kepada al-Hakam. Pemerintahannya telah ternoda.

Mungkin saja Al-Hakam cukup puas, karena telah menumpas sebuah pemberontakan yang digerakkan oleh para fukaha', yang tidak disukainya dan dirasakan begitu banyak ikut campur dalam urusan pemerintahan yang bukan urusan mereka. Akan tetapi ia telah melukai hati rakyatnya, dan merusak hubungannya dengan mereka melalui pengusiran. Di antara mereka ada yang menuju ke Afrika Utara, dan menetap di Fas, yang dibangun Idris I. Dan kehadiran mereka disambut dengan baik. Bahkan diberikan sebuah perkampungan, yang sampai sakarang tetap dikenal dengan nama perkampungan orang-orang Andalusia. Di tempat mereka yang baru ini, keahlian pertukangan menjadi lebih berkembang. Sebahagian lainnya mengembara ke arah Timur, melalui laut dan darat, dan melakukan

65

al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus; Dozy, Reinhart. Spanish Islam. (London:


(49)

penyerangan ke Iskandariah, lalu memerintah negeri itu Tetapi kemudian dapat ditundukkan oleh seorang penguasa Mesir,'Abd Allah bin Tahir bin al-Husayn. Mereka akhirnya menuju ke Crete yang dikuasai Bizantium, dengan persetujuan dan bantuan Abdullah, Mereka dapat menguasai Crete ter sebut, dan membangun sebuah pemerintahan, yang dikenal dengan nama Dinasti Kalbi. Pendiri dinasti ini adalah Abu Hafs 'Umar al-Balluti.66 Pada tahun 961, orang Yunani merebut kembali wilayah Crete dari tangan mereka.

Dari kenyataan ini dapat diduga bahwa, kaum pemberontak tersebut terdiri dari kaum politisi, dan para pejuang yang frustrasi, yang memiliki kemampuan tempur, dan keahlian mengurus negara. Hal tersebut ditunjukkannya di wilayah pengasingan. Dengan demikian besar kemungkinannya bahwa warga Andalusia yang terusir itu adalah mereka yang memiliki idealisme dan iktikad baik untuk ikut berpartisipasi membangun negara. mereka adalah kaum intelektual berjiwa keagamaan, yang dikenal sebagai ahli Fikih. Ada kemungkinan, Al-Hakam menduga para ahli fikih itu akan berusaha menguasai dirinya sebagai mana mereka telah menguasai ayahnya. Karena mereka tidak mungkin akan menggulingkan seorang amir, yang keberadaannya diakui sah oleh hukum fikih kalau terjadi perbedaan antara al-Hakam dengan para fukaha ini, diperkirakan berkisar pada kebijaksanaan politik yang sulit diterima oleh al-Hakam, yang agak "sekuler" itu. Karena sebagai disebut di atas al-Hakam senang berolah raga berburu dan

66

al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus hh. 79-82; Reinhart. Spanish Islam., hh.

253-4. barangkali mereka yang terusir itu, berasal dari satu suku, atau satu keluarga besar yang

berpengikut banyak, sehingga dapat menyerang sesuatu daerah dan membangun pemerintahan


(50)

mencintai kemewahan serta seni suara. Dalam kaitan ini, kemewahan merupakan suatu kecondongan, yang mungkin akan mendapatkan banyak tantangan dari fukaha'. Karena pada dasarnya kemewahan itu lebih dekat kepada hal-hal yang dibenci oleh agama. Kemungkinan lain dapat juga terjadi sebagaimana yang biasanya terjadi pada setiap orang yang memegang tampuk kekuasaan tertinggi yaitu, bahwa mereka lebih condong hatinya kepada orang-orang yang dapat dikuasai atau yang dapat diperintah sesuai dengan keingin-anya. Dan amat tidak senang kepada orang-orang yang berfikir kritis dan yang berusaha meluruskan suatu kondisi atau perilaku yang nenyimpang. Pengusiran kaum intelektual dari tanah air mereka ke Negeri lain oleh penguasa, atau penindasan terhadap kebebasan mereka, serta intimidasi dan pemenjaraan tanpa melalui proses hukum, atau melalui proses hukum yang penuh misteri, bukanlah kejadian aneh dalam sejarah semenjak dahulu hingga kini dan mungkin untuk masa yang akan datang karena tampaknya pemilikan kekuasaan itu, membuat manusia terdorong untuk tetap mempertahankannya. Salah satu “bahaya" yang dapat mengancam kelanggengan sebuah kekuasaan adalah, kata-kata, benar atau salah, diucapkan secara jujur atau dalam bentuk fitnah, akan mempunyai dampak yang “menggoyahkan" kursi kekuasaan. Dan cara yang paling aman adalah membasmi setiap "suara sumbang" yaitu suara yang bertentangan dengan suara penguasa. Selama penguasa itu mampu menggunakan "alat peredam suara" itu dengan baik, selama itu pula yang bersangkutan berada di puncak kekuasaan.


(51)

dari baik dan buruknya tujuan sebuah kekuasaan. Sementara itu para ahli fikih yang ikut memberontak, banyak pula yang bersembunyi di dalam kota, termasuk di antaranya adalah Yahya al-Laytsi yang mendapat perlindungan dari orang-orang Berber. Tokoh lainnya adalah Kadi, yang setelah bersembunyi selama setahun, menemui Al-Hakam dan meminta maaf atas kesalahannya yang telah ikut Memberontak, Untuk maksud tersebut ia mengharap Al-Hakam mencontoh Nabi Muhammad yang memaafkan kaum Quraisy yang jugatelah memusuhinya. Dan al-Hakam memberi maaf kepada Kadi dan juga kepada Al-Laysi, serta lainnya. Kecuali kepada seorang yang bernama Talhut, yang menampakkan sikap sombong di hadapan al-Hakam, padahal ia datang untuk mengharapkan sebuah pengampunan darinya. yang ditempuhnya melalui salah seorang muridnya, Abu Bassam yang menjadi wazir al-Hakam. Sehingga al-Hakam terpaksa mengusirnya dan tak ingin melihatnya lagi. Tetapi ketika Talhut meninggal dunia, al-Hakam tetap ikut hadir pada saat Talhut dikubur. Bahkan al-Hakam masih memberikan hadiah-hadiah berharga kepada ahli fikih yang keras hati ini, sebelum ia meninggal.67 Pada masa pemerintahan 'Abd al-Rahman II bin al-Hakam I, Andalus menjadi lebih cemerlang dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Para pemikir Timur banyak yang berdatangan ke Andalusia, untuk mengembangkan kemampuan mereka masing-masing, dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang berkembang pada waktu itu. Hal tersebut didukung oleh sifat 'Abd al-Rahman sendiri yang mencintai ilmu, sehingga iapun

67


(1)

137

dan lain-lain lagi tidak ada, umat Nasranipun tentu mengenal juga nilai-nilai kemanusiaan semacam itu. Bukankah mereka memeluk suatu agama yang mengajarkan manusia untuk saling mencintai, bahkan meminta agar mencintai musuh-musuh mereka sekalipun? Inilah soalnya. Jadi, bukan soal reconquista, bukan tentang hak umat Islam saja, tetapi tentang hak seorang manusia! yang berjumlah sekitar tiga juta. Yang berlansung dari abad ke 15 hingga ke 17 Masehi, baik terbunuh maupun yang diusir.201

Seandainya pembunuhan tersebut terjadi ketika per tempuran sedang berkecamuk, maka berapapun jumlah manusia, yang jatuh menjadi korbannya, masih dapat dipahami, sungguhpun mungkin kita akan menyesalinya, sebagaimana orang menyesali jatuhnya korban bom atom di Hirosyima dan Nagasaki. Akan tetapi masih memiliki alasan untuk melakukannya. Dan apa yang dijadikan alasan oleh umat Nasrani Spanyol untuk membenarkan tindakan mereka, hanya merekalah yang tahu!

201

Lihat History op, cit, h. 556; Tidak jelas apakah sikap mereka ada hubungannya dengan titah Nabi orng Israil di dalam I Sem. xv, 3; dan Jehezk. ix, 6: "Demikianlah firman Tuhan seru sekalian alam. Pergilah sekarang & dan gempurlah Amalik, hancurkan samasekali seluruh miliknya dan jangan beri mereka ampun; bunuhlah laki-laki maupun perempuan, anak tanggung maupun bayi menyusu, sapi maupun domba, onta maupun keledai". Dan "bunuhlah sama sekali org tua dan muda, anak dara, anak-anak perempuan".


(2)

138

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

1. Apa yang menyebabkan Umat Islam di Andalusia mengalami Disintegrasi?

Disintegrasi Umat Islam di Andalusia di sebabkan oleh konflik yang ditimbulkan oleh umat Islam itu sendiri, diantara konflik itu ialah, adanya perselisihan antar sesama muslim, perselisihan yang lebih kepada solidaritas terhadap sukunya sendiri daripada agama yang mereka anut, dan hal ini terdapat dalam tubuh bangsa Arab dan kaum Berber Afrika Utara, suku Mudar dengan suku Yaman, walaupun mereka satu agama nampaknya solidaritas keagamaan sama sekali. atau seakan-akan tidak dapat menunjukkan keberadaannya, konflik selajutnya yaitu pergolakan politik yang timbul di dalam pemerintahan itu sendiri, perebutan kekuasaan, raja yang terlalu bergelimangan dalam kemewahan menjadikan ia lupa diri hingga menuju titik lemah dalam memimpin pemerintahan, didukung pula kebijaksanaan-kebijaksanaan raja dalam menghadapi para ulama yang menimbulkan konflik berkepanjangan.

2. Bagaimana dampak dari disintegrasi umat Islam di Andalusia?

Dampak dari disintegrasi ini cukup fatal, karena disintegrasi ini telah melemahkan potensi umat, dan mendorong umat Nasrani untuk menyerang lebih bersemangat. Sekiranya umat Nasrani punya keinginan untuk maju, maka mereka akan berusaha memanfaatkan kaum Muslimin. Selain itu, dunia


(3)

139

Islam pada saat itu sedang menurun, dan penuh dengan pergolakan, sehingga tidak dapat memberikan perhatian yang sepantasnya untuk Spanyol. Baik gerakan reconquista, maupun timbulnya peradilan inkuisisi, dan bahkan semua gerakan pengusiran kaum Muslimin dari Iberia. kelihatannya sulit dipisahkan dari pengaruh yang amat dominan dari kaum pendeta Katolik.

Ketika kaum muslimin berkuasa dan memerintah negeri ini di bahagian selatan, umat Nasrani membangun masyarakatnya di perbatasan Spanyol di belahan utara. Kedua belah pihak selalu dalam keadaan siap siaga terus-menerus, tidak pernah lengah. Pemerintahan Islam mendapat tantangan se-panjang sejarahnya di Spanyol. Baik tantangan itu datang dari pihak Nasrani maupun datang dari pihak Islam sendiri. Disintegrasi menyebabkan fitalitas Umat Islam menurun, hingga berujung pada pengusiran umat Islam di Andalusia.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, KH. Siradjuddin, I’tikad Ahlussunnah Wal-Jama'ah. Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1987

Al-’Ibadi, ‘Abd al-Hamid, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus. Kairo: Dar al-Qalam, 1964

Al-Asir, Ibn. Al-Kamil Fi al-Tarikh. Beirut: Dar Sadir, 1965 Ali, Ammer. Api Islam. Jakarta: PT pembangunan, 1967

Al-Khatib, Akhbar Majmu’ah Fi Fath al-Andalus, Lafuente Alcantara. Madrid: 1867

al-Khatib, Ibn , al-Hulal al-Mawsyiyah Fi Zikr al-Akhbar al-Marakusyiyah, Tunis, 1329.

Al-Maqarri. Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy. Leyden, 1855 Al-Marrakusyi, ‘Abd-al-Wahid. al-Mu’jib fi Talkhis Akhbar al-Maghrib, ed.

Dozy. Leyden,1881

Al-Tabari. Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-qur’an. Kairo: al-Misriyyah, 1324 H

Arnold, Thomas W., Sejarah Da’wah Islam, Jakarta: Wijaya, 1983

Brockelmann, Carl, History of the Islamic Peoples, London: Rotledge & Kegan Paul, 1980.

David E. Apter, Pengantar Analisa Politik, Jakarta: LP3ES, 1985. Khuda Bakhsh, DS.

DS. Margolioth, Khuda Bakhsh, The Renaissance of Islam, Delhi: Idarah Adabiyah-I, tt.

Ed. Yusron Rozak, Sosilogi sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Persepektif Islam, (Jakarta:LSA) 2008

Encyclopaedia. Encyclopaedia Britannica. Chicago: William Benton; Publisher, tt.

Encyclopaedia. The Encyclopaedia of Islam. Leiden: E. J. Brill, 1960. H.A.R. Gibb et. Al


(5)

Grunebaum, G.E von, Classical Islam, London: Utwin Brother Ltd.Al-Hufi, Min Akhlaq al-Nabi, Kairo: Al-Syu'un al-Islamiyyah, 1968.

H.Z.A.Ahmad, Ilmu Politik Islam. Jakarta: Bulan Bintang,1977 Hasan, Ibrahim, al-Tarikh al-Islami. Kairo: al-Nahdah, tt.

Hawaa, Sa' d , terj AbuRidha, Membina Angkatan Mujahid. Jakarta: Islahy, 1408/1987

Hawaa, Sa’ d. Membina Angkatan Mujahid, terjemahan AbuRidha. Jakarta: Islahy, 1408/1987

Hitti, Philiph K. History of the Arab. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010 Hodgson, Marshal G.E., The Venture of Islam. University of Chicago Press, tt Issawi, Charles, Filsafat Islam Tentang Sejarah. Terjemahan H.A Mukti Ali

Jakarta: Tintamas, 1962

Khaldun, Ibn, Muqaddimah Ibn Khaldun, terjemahan Ahmadie Thoha Jakarta: Pustaka Firdaus 1986,

Khaldun, Ibn. Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar. Bulan: 1248

Khallikan, Ibn, wafayat al-A’yan. Kairo, 1299.

Khilafah,” dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, jilid II Ichtiar Baru Van Hoeve, tanpa tahun

Lewis , Bernard, The Arabs In History. Penerjemah Drs. Said Jamhuri Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994

M. Lombard, The Golden Age of Islam. Amsterdam: North-Holland Publishing Company, 1975

Mahmudunnasir, Syed. Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993

Margolioth, The Renaissance of Islam. Delhi: Idarah Adabiyah-i

Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbaqai Aspeknya. Jakarta:UI Press, 1979 Peter C, Scalles. The fall of the caliphate of Córdoba: Berbers and Andalusis in

conflict. New York: Koln Brill, 1994 Poole , Lane. The Arabs in Spain. New York:1911


(6)

Reinhart, Dozy. History of Muslim In Spain, London: Frank Cass, tt Reinhart, Dozy. Spanish Islam. London: Frank Cass, tt

Spuler, Bertold, The Muslim World: A Historical Survey, Leiden: E.J. Brill, 1960 Syalabi, Ahmad, Sejarah dan kebudayaan Islam, Jilid 2, cet I, Jakarta: Pustaka

Alhusna, 1983.

Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah.

Kairo:1969

Thomson, Ahmad dan Ur Rahim , Muhammad ‘Ata’, Islam Andalusia: sejarah

kebangkitan dan keruntuhan. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004

Watt , W. Montgomery & Chachia, Pierre, A History of Islamic Spain. Edinburgh University Press, 1992

Watt, W. Montgomery, The Mayesty That Was Islam, London: William Clows & Sons Ltd.