83
bahwa, sungguhpun yang berhak menjadi khalifah tidak ada, akan tetapi umat Islam tidak boleh dibiarkan tanpa pemimpin, maka bekas perdana menteri atau
wazir Abu muhammadibn Jahur, mengumumkan bahwa dia dan para menteri tetap memimpin sebuah pemerintahan, yang diatur orang banyak jumhur.
120
Kerajaan-kerajaan tersebut, atau di sebut Taifa, yang berbatasan langsung dengan territorial yang dikuasai orang-orang Kristen Trinitarian di bagian
Utara Semenanjung Iberia, yang telah lenyap persatuannya, diwajibkan untuk membayar upeti tahunan kepada orang-orang Kristen supaya tetap
memperoleh “kemerdekaan” mereka. Guna membayar upeti ini serta mempertahankan kemewahan hidup di istana-istana mereka, para penguasa
dari kerajaan-kerajaan kecil ini menarik pajak yang tinggi kepada rakyat yang hidup dibawah kekuasaan mereka. Pajak ini jauh melebihi batas penarikan
pajak yang dibolehkan oleh hukum-hukum Islam. Mereka yang berjuang untuk mempertahankan atau menerapkan
kembali ajaran Islam dalam segala aspeknya kemudian tidak hanya mendapati diri mereka berperang melawan orang-orang Kristen Trinitarian, tetapi juga
melawan saudara-saudara Muslim mereka. Sebuah perjuangan sia-sia. Mereka mendapatkan diri mereka terjebak dalam proses pecah dan pembusukan yan
tak dapat diputar mundur kembali. Selama kaum Muslim Andalusia tetap bersatu dalam ajaran mereka, mereka terus berkembang da meluas. Begitu
mereka mulai mengabaikan di Islam dan menjadi terpecah belah, jumlah mereka mulai berkurang, dan orang-orang Kristen mampu memulai urusan
pengambilalihan Andalusia.
120
al-Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 140
84
Selanjutnya, karena perpecahan yang disayangkan yang telah terjadi antara Barat dan Timur di dalam umat Islam sendiri, tidak ada bantuan dari
kaum Muslim di Timur pada masa selanjutnya. Perpecahan di dalam umat ini merupakan satu dari faktor-faktor fundamental yang menjadi penyebab
pembasmian sepenuhnya Islam dari Andalusia, sebab hal ini merupakan kelemahan yang sepenuhnya dimanfaatkan oleh kaum Kristen Trinitarian
memperoleh tumpuan di negeri itu dan, dibantu oleh orang-orang Kristen yang hidup di wilayah kekuasaan Muslim, yang sebenarnya telah bertambah
jumlahnya dan maju kehidupannya akibat pemerintahan Muslim yang amat Toleran, cengkraman mereka atas negeri itu tumbuh semakin kuat.
121
121
Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 91-92
85
BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DISINTEGRASI
A. Kebangkitan Umat Nasrani
Sikap menentang pemerintah dan menolak kepemimpinan kaum Muslimin oleh umat Nasrani Andalusia yang nampak tidak pernah mengendor
merupakan faktor penting dari penyebab terusirnya kaum Muslimin dari Semenanjung Iberia. Kaum bangsawan Visigoth yang berdomisili di Toledo;
bekas ibukota kerajaan mereka yang telah hilang, selalu saja menimbulkan
pertentanngan dengan setiap gubernur yang berasal Arab. kota ini merupakan
sebuah wilayah yang penuh dengan pertentangan dan pergolakan. Pola berfikir lama, yang di pengaruhi para pendeta, dan kenangan indah kepada kerajaan
yang telah hilang cukup besar, dan amat mempengaruhi jiwa mereka, sehingga mereka menunjukan sikap tidak mau diperintah dan suka menghasut.
122
Bagaimanapun, kehancuran kekuasaan Visigoth amat menyakitkan dan menusuk harga diri mereka. Apalagi kekalahan itu datang dengan cara yang
tidak diduga-duga. Bukankah dan umatnya itu adalah, orang-orang yang anti Kristus? Bagaimana mungkin orang penyembah berhala itu mengalahkan
umat Nasrani yang beriman? Dan yang lebih menyakitkan lagi adalah, jumlah orang-orang Islam sedikit, dibanding dengan umat Nasrani di Spanyol, tetapi
dengan mudah saja menghancurkan pasukan yang terlatih, dart sebuah
122
Dozy, Reinhart. Spanish Islam. h. 246,suasana semcam ini terjadi pada orang-orang, yang tertekan perasaannya. dan orang-orang Nasrani di Toledo, yang kebanyakannya kaum awam,
mungkin turunan para penguasa zaman Visigoth,yang menginginkan kejayaan masa lampau,terulang kembali pada masa mereka. Hal tersebut tidak mungkin lagi, lalu merekapun
jengkel.
86
kerajaan yang berusia ratusan tahun. Mungkin pada mulanya mereka terpengaruh, bingung dan terpesona, pada kehebatan dan keluar-biasaan
pendatang, yang telah memukau dan nembuat mereka menjadi bingung dan keheranan atas kekalahan yang mereka derita. Akan tetapi setelah “kesadaran”
mereka kembali, maka mereka mencoba menangkap makna peristiwa yang telah dialaminya. Ternyata orang-orang yang telah mengalahkan mereka
adalah, manusia biasa seperti mereka juga. Dalam teorinya Ibn Khaldun
123
mengatakan bahwa golongan yang kalah selalu berusaha meniru golongan yang menang dalam pakaian, tanda-tanda
kebesaran, akidah kepercayaan dan lain-lain adat kebiasaan. Karena mereka beranggapan bahwa pihak yang menang itu lebih unggul dan lebih sempurna.
Dan hal tersebut memang dapat dilacak dalam data sejarah Spanyol Islam, sebagai halnya di negara negara sedang berkembang, pada abad keduapuluh,
yang berusaha untuk menjadi Barat,sungguhpun mereka tetap tidak pernah menjadi “Barat”, kecuali secara lahiriah saja. Berbeda halnya dengan teori Ibn
Khaldun tersebut, di Toledo umat Nasrani bukan saja tidak meniru umat Islam, yang telah mengalahkan mereka, bahkan sebaliknya berusaha
merendahkan dan memfitnah dan melawan musuh mereka itu, penulis menduga, bahwa setelah umat Nasrani sadar terhadap apa yang dialaminya,
merekapun berontak terhadap kenyataan yang ada. Karena sebagai tersebut di atas, setelah mereka menyadari diri, barulah nampak bahwa umat Islam yang
telah mengalahkan mereka tidak lebih dari manusia biasa juga. Oleh karena itu
123
Issawi, Charles, Filsafat Islam Tentang Sejarah. Terjemahan H.A Mukti Ali Jakarta: Tintamas, 1962 hal 71
87
bangkitlah rasa harga diri mereka, yang dimanifestasikan dalam bentuk kemarahan. Tentu saja, mereka memandang orang Islam yang menguasai
Negri Andalusia itu, telah merendahkan martabat mereka, yaitu martabat orang-orang bangsawan Visigoth. Mungkin itulah sebabnya mengapa kaum
bangsawan Visigoth selalu menunjukkan sikap tidak mau diperintah dan suka menghasut.
Keadaan semacam itu mendorong Al-Hakam 350-366 861-976 mengangkat gubernur baru non Arab asal Spanyol, yang Muslim. Pilihan itu
jatuh pada Amrus Ibn Yusuf. Ia memulai debutnya sebagai seorang pemain yang berbakat pada 807. Dan berusaha membujuk kaum bangsawan Visigoth
untuk menerima dirinya, yang pada dasarnya adalah sama dengan mereka, yaitu sama-sama membenci orang Arab dan khalifah Bani Umayyah.
Percaya kepada buah percakapan Amrus Ibn yusuf kaum bangsawan Visigoth menerima baik kehadirannya. Di Toledo. Dan Amruspun
merencanakan sebuah jebakan maut, untuk menghentikan perlawanan dan pemberontakan yang tidak pernah kunjung selesai dari mereka. Amrus
mengirimkan undangan kepada semua kaum bangsawan Visigoth untuk meng- hadiri jamuan makan, menghormat kehadiran putera mahkota ‘Abd al-
Rahman, yang pada waktu itu baru berusia empat belas tahun. Penerimaan tamu diatur sedemikian rupa sehingga setiap orang masuk satu demi satu.
Pasukan pengawal yang dipersiapkan sebelumnya, telah menanti para tamu dengan pedang terhunus. Maka satu demi satu di antara tamu itu, dipenggal
lehernya. Dan dilemparkan ke dalam lobang yang telah dipersiapkan