i
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1
107 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2
122 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3
137 Lampiran 2 : Kisi-Kisi Tes Pemahaman Konsep Awal
157 Lampiran 3
: Kisi-Kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis 159
Lampiran 4 : Instrumen Tes Pemahaman Konsep Awal 167
Lampiran 5 : Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis 168
Lampiran 6 : Lembar Validasi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis 170 Lampiran 7 : Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis
176 Lampiran 8 : Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis
177 Lampiran 9 : Rekapitulasi Pretes Kelas Kontrol
179 Lampiran 10 : Rekapitulasi Pretes Kelas Eksperimen
180 Lampiran 11 : Rekapitulasi Postes Kelas Kontrol
181 Lampiran 12 : Rekapitulasi Postes Kelas Eksperimen
182 Lampiran 13 : Rekapitulasi Tes Pemahaman Konsep Awal Kelas Kontrol
183 Lampiran 14 : Rekapitulasi Tes Pemahaman Konsep Awal Kelas Eksperimen184
Lampiran 15 : Rekapitulasi Kemampuan Berpikir Kritis Konsep Awal Tinggi dan Rendah Kelas Kontrol
185 Lampiran 16 : Rekapitulasi Kemampuan Berpikir Kritis Konsep Awal
Tinggi dan Rendah Kelas Eksperimen 186
Lampiran 17 : Perhitungan Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Kritis 187 Lampiran 18 : Uji Reliabilitas Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis
188 Lampiran 19 : Uji Normalitas Data Pretes Kelas Kontrol dan Eksperimen
189 Lampiran 20 : Uji Homogenitas Data Pretes Kelas Kontrol dan Eksperimen 190
Lampiran 21 : Uji Normalitas Data Postes Kelas Kontrol dan Eksperimen 191
Lampiran 22 : Uji Homogenitas Data Postes Kelas Kontrol dan Eksperimen 192 Lampiran 23 : Uji Hipotesis ANOVA 2 Jalur
193 Lampiran 24 : Tabel Harga Kritik dari r Product Moment
196 Lampiran 25 : Dokumentasi Penelitian
197
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segala bidang kehidupan dan perkembangan manusia. Pengaruh pendidikan dapat dilihat dan
dirasakan secara langsung dalam perkembangan kehidupan masyarakat, kehidupan kelompok, dan kehidupan setiap individu. Besarnya pengaruh
pendidikan dalam kehidupan ditentukan oleh kualitas pendidikan itu sendiri. Kualitas pendidikan hingga saat ini masih tetap merupakan suatu
permasalahan dalam usaha pembaharuan Sistem Pendidikan Nasional, khusunya kualitas pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam IPA sebagai salah satu cabang ilmu
pengetahuan yang mendapat perhatian besar dalam memajukan pengetahuan dan teknologi. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan hasil kegiatan manusia berupa
pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari serangkaian proses ilmiah. Mata pelajaran Fisika baik yang ada di
SLTP maupun di SMA adalah cabang dari mata pelajaran IPA yang memperlajari tentang sifat materi, gerak dan fenomena lainnya yang ada hubungannya dengan
energi serta memperlajari keterkaitan antara konsep-konsep Fisika dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu, dalam mempelajari Fisika banyak memerlukan pemahaman
tentang konsep-konsep yang disampaikan dalam tiap materi pelajaran tersebut. Data The Trends in Internasional Mathematics and Sciense Study
TIMSS Efendi, 2010 menyebutkan siswa Indonesia hanya mampu menjawab konsep dasar atau hapalan dan tidak mampu menjawab soal yang memerlukan
nalar dan analisis, untuk bidang sains pada Tahun 1999 Indonesia menempati peringkat 32 dari 38 negara, Tahun 2003 Indonesia menempati peringkat 37 dari
46 negara, sedangkan Tahun 2007 Indonesia menempati peringkat 35 dari 49 negara. Rendahnya hasil TIMSS ini tidak terlepas dari proses pembelajaran yang
dilaksanakan di sekolah-sekolah. Berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan KTSP, pembelajaran
fisika bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah-masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dengan banyaknya permasalahan-permasalahan
yang muncul, perlu adanya pembaharuan-pembaharuan di lingkungan pendidikan yang mengarahkan pembelajaran agar dapat selalu berpikir kritis. Banyak yang
beranggapan bahwa untuk dapat berpikir kritis memerlukan suatu tingkat kecerdasan yang tinggi. Padahal, berpikir kritis dapat dilatih pada semua orang
untuk dipelajari. Di sini peranan pendidikan memberikan suatu konsep cara belajar yang efektif.
Berpikir kritis adalah keharusan dalam usaha pemecahan masalah, pembuatan keputusan, sebagai pendekatan, menganalisis asumsi-asumsi dan
penemuan-penemuan keilmuan. Berpikir kritis diterapkan siswa untuk belajar memecahkan masalah secara sistematis dalam menghadapi tantangan,
memecahkan masalah secara inovatif dan mendesain solusi yang mendasar. Proses berpikir kritis hanya dapat muncul kalau ada keterbukaan pikiran,
kerendahan hati dan kesabaran. Kemampuan ini membantu seseorang memahami
sepenuhnya suatu kejadian. Berpikir kritis tetap menjaga keterbukaan pikiran selama dia mencari untuk mendapatkan alasan, bukti dan kebenaran logika.
Proses pembelajaran tidak terlepas dari peran guru. Tetapi guru hanya berperan sebagai fasilitator dan bukan satu satunya sumber informasi bagi siswa.
Sebaliknya siswa sebagai subyek proses pembelajaran diberi keleluasaan yang sangat luas untuk menentukan pencapaian kompetensi yang harus ia raih. Siswa
juga yang harus lebih aktif menyampaikan ide, mencari solusi atas masalah yang dihadapi dan menentukan langkah-langkah berikutnya sehingga pengetahuan itu
dapat bermakna dalam kehidupan sehari-hari. Pada kenyataannya, dalam proses belajar mengajar, guru mengajarkan
konsep melalui kegiatan yang kurang berpusat pada siswa. Siswa tidak dilibatkan secara aktif sehingga kurang memberikan kesempatan untuk mengembangkan
proses berpikirnya. Hal tersebut juga merupakan salah satu yang menyebabkan isi pembelajaran fisika dianggap sebagai hapalan, siswa dapat menyatakan konsep di
luar kepala tetapi tidak mampu memaknai maknanya. Siswa yang belajar dengan hapalan tingkat kebermaknaannya akan relatif rendah Dahar, 1991:111.
Dari observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di SMA Swasta Teladan Medan menunjukkan nilai rata-rata semester I untuk mata pelajaran fisika masih
rendah. Dari DKN Daftar Kumpulan Nilai T.P. 20092010 nilai rata-rata kelas X-1 adalah 67,52 dan nilai rata-rata kelas X-2 adalah 66,93. Pada T.P. 20102011
nilai rata-rata kelas X-1 adalah 69,67 dan nilai rata-rata kelas X-2 adalah 67,44, sedangkan KKM Kriteria Ketuntasan Minimal di sekolah tersebut adalah 65.
Berdasarkan KKM tersebut persentase ketuntasan kompetensi dasar semester I mata pelajaran fisika seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase Ketuntasan KD T.P. 20092010 dan T.P. 20102011 NO
Tahun Pembelajaran Rata-Rata
Persentase Ketuntasan Tuntas
Tidak Tuntas
1. 20092010
67,23 88,89
11,11 2.
20102011 68,55
67,44 32,56
Dari tabel di atas pada T.P. 20092010 terdapat 88,89 siswa yang telah memenuhi standar ketuntasan sedangkan sisanya 11,11 siswa belum tuntas dan
pada T.P. 20102011 terdapat 67,44 siswa yang telah memenuhi standar ketuntasan sedangkan sisanya 32,56 siswa belum tuntas. Meskipun persentase
siswa yang sudah mencapai KKM besar, namun nilai yang diperoleh siswa sudah ada nilai tambahan dari guru yaitu penilaian guru terhadap tugas
pribadikelompok, kehadiran siswa, dan disiplin siswa, sehingga hasil belajar siswa masih tergolong rendah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru fisika SMA Swasta Teladan Medan, dikatakan bahwa hal demikian bisa terjadi karena
perubahan jenjang dari siswa SMP menuju SMA. Ketika masih duduk di SMP mata pelajaran IPA lebih dominan mempelajari biologi daripada fisika yang
menyebabkan minimnya pengetahuan dasar siswa terhadap pelajaran fisika. Dalam proses pembelajaran cenderung menggunakan model pembelajaran
konvensional dan tidak menggunakan media pembelajaran. Penyebab yang lain adalah penggunaan laboratorium sekolah juga masih terbatas yang disebabkan
oleh kelengkapan alat-alat dalam laboratorium masih kurang dan kondisi alat yang tersedia sudah tidak dapat berfungsi dengan baik. Hal ini menyebabkan kurangnya
minat belajar siswa pada mata pelajaran fisika. Selain itu pemahaman konsep fisika dan kemampuan berpikir siswa juga rendah sehingga menyebabkan siswa