Pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah ( Prblem based learning) terhadap Kemampuan berpikir kritis siswa

(1)

i

Department, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training of Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The purpose of this research was to know the influence of using problem based learning model to students critical thinking ability. This research was conducted in SMP Negeri 1 Ciawi. This research used quasi experiment method. The sample was taken by using purposive sampling technique. The amount of the research sample was 36 persons for the experiment class and 36 persons for the control class. The data was taken using the test instrument in essay test based on critical thinking characteristic test form which had tested it’s validity and reliability, and observation sheet. The result of this research shows that the average score posttest for experiment class is 62,25 and for control class is 54,417. The data analysis used t-test, obtained the value of t-count is equal to 3,43, while t-table at the level of significant 5% with degree of freedom (df) = 70 that is equal to 2,00 (t-count > t-table). So, it can be said that the alternative hypothesis (Ha) was accepted and zero hypothesis (Ho) was refused. It showed that there was influence of using problem based learning model to students critical thinking ability.


(2)

ii

Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Ciawi. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 36 orang untuk kelas eksperimen dan 36 orang untuk kelas kontrol. Pengambilan data menggunakan instrumen berupa tes essay yang disesuaikan dengan karakteristik soal berpikir kritis dan telah diuji validitas, dan reliabilitasnya, serta lembar observasi. Hasil penghitungan menunjukan bahwa nilai rata-rata postes kelas eksperimen sebesar 62,25 dan kelas kontrol sebesar 54,417. Analisis data menggunakan uji-t, diperoleh nilai t hitung sebesar 3,43, sedangkan t tabel dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (dk) = 70 sebesar 2,00 (t hitung > t tabel). Maka dapat dikatakan bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho) ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

Kata Kunci: Model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning)/PBL, kemampuan berpikir kritis siswa.


(3)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

EKA TRIYUNINGSIH 106016100574

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M


(4)

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

(Kuasi Eksperimen di SMP Negeri 1 Ciawi)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

EKA TRIYUNINGSIH

106016100574

Di bawah Bimbingan

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Baiq Hana Susanti, M.Sc Eny S. Rosyidatun, S.Si, MA NIP. 19700209 200003 2 001 NIP. 19750924 200604 2 001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M


(5)

oleh Eka Triyuningsih, NIM 106016100574. Telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 27 Mei 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Pendidikan Biologi.

Jakarta, Juni 2011 Panitia Ujian Munaqosah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Jurusan Pendidikan IPA

Dr. Zulfiani, M.Pd

NIP. 19760309 200501 2 002

Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA Nengsih Juanengsih, M.Pd

NIP. 19790510 200604 2 001

Penguji I

Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd NIP. 19681228 200003 1 004

Penguji II

Nengsih Juanengsih, M.Pd NIP. 19790510 200604 2 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA NIP. 19571005 198703 1 003


(6)

i

Department, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training of Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The purpose of this research was to know the influence of using problem based learning model to students critical thinking ability. This research was conducted in SMP Negeri 1 Ciawi. This research used quasi experiment method. The sample was taken by using purposive sampling technique. The amount of the research sample was 36 persons for the experiment class and 36 persons for the control class. The data was taken using the test instrument in essay test based on critical thinking characteristic test form which had tested it’s validity and reliability, and observation sheet. The result of this research shows that the average score posttest for experiment class is 62,25 and for control class is 54,417. The data analysis used t-test, obtained the value of t-count is equal to 3,43, while t-table at the level of significant 5% with degree of freedom (df) = 70 that is equal to 2,00 (t-count > t-table). So, it can be said that the alternative hypothesis (Ha) was accepted and zero hypothesis (Ho) was refused. It showed that there was influence of using problem based learning model to students critical thinking ability.


(7)

ii

Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Ciawi. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 36 orang untuk kelas eksperimen dan 36 orang untuk kelas kontrol. Pengambilan data menggunakan instrumen berupa tes essay yang disesuaikan dengan karakteristik soal berpikir kritis dan telah diuji validitas, dan reliabilitasnya, serta lembar observasi. Hasil penghitungan menunjukan bahwa nilai rata-rata postes kelas eksperimen sebesar 62,25 dan kelas kontrol sebesar 54,417. Analisis data menggunakan uji-t, diperoleh nilai t hitung sebesar 3,43, sedangkan t tabel dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (dk) = 70 sebesar 2,00 (t hitung > t tabel). Maka dapat dikatakan bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho) ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

Kata Kunci: Model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning)/PBL, kemampuan berpikir kritis siswa.


(8)

iii

Rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rosulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.

Sehubungan dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Dosen pembimbing I yang telah membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Eny S. Rosyidatun, S.Si.,M.A, selaku Dosen pembimbing II, yang telah

membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen yang telah membimbing, mendidik dan mewariskan ilmunya kepada penulis, semoga ilmu yang telah diberikan kepada penulis dapat menjadi ilmu yang berkah dan bermanfaat.

5. Bapak H. Rachmat Mulyana, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Ciawi dan Bapak Mad Yunus, S.Pd, selaku Wakil Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Ciawi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

6. Ibu Sri Wulan Andriani, S.Pd, selaku Guru bidang studi biologi di SMP Negeri 1 Ciawi yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam menyelesaikan penelitian.


(9)

iv

Menjadi seseorang yang selalu ada dan selalu mengerti. Terima kasih juga atas segala kepercayaan, cinta, kasih dan sayang yang selalu terbingkis indah untukku.

9. Abi KH. Bahrudin dan Umi Tuti yang telah mengasuh dan membimbing penulis di Pondok Pesantren Daar El-Hikam. Terimakasih abi umi, semoga Allah SWT selalu memberikan keberkahan.

10.Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah Jurusan IPA Prodi Pendidikan Biologi 2006, khususnya Irna, Ummi, Ika Rahmawati, Yolanda, Indah, Fauzi, Nely, Uwi, Lisna, yang selalu memberikan semangat dan do’a kepada penulis.

11.Sahabat-sahabat seperjuanganku di Pondok Pesantren Daar El-Hikam; Imas, Cucu, Nurchasanah, Yuli, Mariah, Nurlela, Khoerunisa Subhan, Dina, Eva, Syifa, Muflihah, Maulani, Nurjannah, Nisa, Empah, dan Saumi, Terimakasih atas doa dan motivasinya. Semoga kesuksesan selalu bersama kita.

12.Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih, semoga Allah SWT membalas amal dan kebaikan mereka dengan rahmat dan barokah yang tiada henti. Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat dan dapat dijadikan masukan bagi guru IPA dan mahasiswa lain untuk melakukan penelitian selanjutya.

Jakarta, Februari 2011 Penulis


(10)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 7

A. Deskripsi Teoritis ... 7

1. Pembelajaran Berdasarkan Masalah/PBL ... 7

a. Pengertian Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based learning)/PBL ... 7

b. Ciri atau Karakteristik Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)/PBL ... 9

c. Langkah-langkah Merancang Pembelajaran Berdasarkan masalah (Problem Based Learning)/PBL ... 10

d. Tahapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)/PBL ... 11

2. Berpikir Kritis ... 13

a. Pengertian Berpikir ... 13

b. Pengertian Berpikir Kritis ... 17


(11)

vi

B. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 25

C. Kerangka Pikir ... 27

D. Pengajuan Hipotesis ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

B. Metode dan Desain Penelitian ... 29

C. Populasi dan Sampel ... 30

D. Teknik Pengumpulan Data ... 31

E. Instrument Penelitian ... 31

F. Uji Coba Instrumen ... 31

G. Teknik Analisis Data ... 36

H. Hipotesis Statistik ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Hasil Penelitian ... 40

B. Hasil Observasi ... 47

C. Pembahasan ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah unsur terpenting dalam mewujudkan manusia seutuhnya. Karena maju mundurnya gerak dan kepribadian suatu bangsa kini ataupun masa yang akan datang sangat ditentukan oleh pendidikan. Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan masa depan, yaitu dengan membangun sumber daya manusia agar dapat menjadi subyek pembangunan yang produktif.

Islam sebagai agama yang paling sempurna dengan Al-Quran sebagai pedoman pokok ajarannya, menegaskan kepada umatnya agar mengembangkan potensi akal pada dirinya. Islam sangat mementingkan pendidikan, hal ini terlihat jelas pada ayat yang pertama turun yaitu dalam Q.S Al-Alaq yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan perintah untuk belajar, yaitu yang artinya:

Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang telah mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia telah mengajarkan kepada manusia

apa yang tidak diketahuinya”.(Q.S Al-Alaq: 1-5)

Mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan manusia Indonesia seutuhnya merupakan salah satu cita-cita dari perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Keberhasilan dan peningkatan mutu pendidikan pun menjadi tujuan dan cita-cita masyarakat Indonesia. Cita-cita ini ditindaklanjuti dengan menempatkan pendidikan sebagai sektor pembangunan yang sangat penting dan selalu memperoleh prioritas dalam program-program pembangunan yang sudah direncanakan pemerintah.

Berdasarkan tujuan tersebut pemerintah Indonesia memiliki tanggungjawab dalam mewujudkan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang bermutu. Karena pendidikan merupakan kebutuhan yang


(13)

diinginkan oleh masyarakat, maka kebutuhan pendidikan inipun menjadi hak asasi setiap manusia.

Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat penting dalam mewujudkan kualitas baik proses maupun lulusan (output) pendidikan. Pembelajaran juga memiliki pengaruh yang menyebabkan kualitas pendidikan menjadi tinggi maupun rendah.1

Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan prilaku ke arah yang lebih baik. Dalam sebuah pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan prilaku yang lebih baik bagi peserta didik.2 Hal ini berarti bahwa pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru dalam melaksanakan atau mengemas proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan baik dan tepat akan memberikan konstribusi yang baik pula bagi siswa. Sebaliknya, pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak baik/kurang baik akan menyebabkan sulitnya mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh siswa.

Menurut Ausubel yang dikutip oleh I Wayan Redhana, guru bertugas mengalihkan seperangkat pengetahuan yang terorganisasi sehingga pengetahuan tersebut menjadi bagian dari sistem pengetahuan siswa.3 Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan kegiatan belajar mengajar. Karena guru yang menentukan kedalaman dan keluasan materi subjek dan karena guru yang memilah dan memilih materi subjek yang akan disajikan kepada siswa. Salah satu faktor yang

1

M. Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, Semarang: RaSAIL Media Group, 2008, h: 3.

2

Munandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, h: 265.

3

I Wayan Redhana, “Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Dengan Strategi Pemecahan Masalah”, Jurnal Pendidikan Dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH. XXXVI Juli 2003, h: 12.


(14)

mempengaruhi guru dalam memperluas dan memperdalam materi subjek adalah rancangan pembelajaran yang dibuat atau dipilihnya. Karena melalui kondisi ini, proses pembelajaran yang efektif, efisien, menarik dan hasil pembelajaran yang bermutu tinggi akan dapat dicapai oleh setiap guru.

Pada abad-21 ini, diperlukan sumber daya manusia dengan kualitas tinggi yang memiliki berbagai kemampuan, antara lain kemampuan bekerja sama, berpikir kritis-kreatif, memahami berbagai budaya, menguasai teknologi informasi, dan mampu belajar mandiri sehingga sumber daya manusia ini dapat bersaing dalam mengisi dunia kerja kelak.4 Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap orang. Untuk itu, proses pembelajaran setiap jenjang pendidikan seharusnya menitikberatkan pada pengembangan berpikir kritis siswa. Namun upaya untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa sering luput dari perhatian guru. Hal ini tampak dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru yang lebih banyak memberi informasi dengan metode ceramah, diikuti oleh diskusi dan tanya jawab biasa. Sedangkan keterampilan berpikir kritis tidak datang dengan sendirinya, harus ada upaya-upaya yang sistematis untuk mencapainya, misalnya melalui pembelajaran di sekolah. Keterampilan berpikir kritis juga merupakan salah satu modal utama bagi siswa dalam mempelajari sains, khususnya Biologi. Sehingga mereka dapat menghadapi masalah-masalah Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi yang akan mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

4 Ida Bagus Putu Arnyana, “

Pengaruh Penerapan Model PBL Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Kecakapan Berpikir Kritis Siswa SMA Pada Mata Pelajaran Biologi”,

Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No 4 TH XXXVIII Oktober 2005, H: 647.


(15)

Kemampuan berpikir sudah dimiliki siswa sejak lahir. Semakin sering seseorang berhadapan dengan sesuatu yang menuntutnya untuk berpikir, semakin berkembang dan semakin meningkat kemampuan berpikirnya. Seseorang yang tidak memiliki pendidikan formal sekalipun, kemampuan berpikirnya akan meningkat apabila dia sering berhadapan dengan berbagai masalah yang harus dipikirkannya.5

Untuk mengetahui atau mengajarkan kemampuan berpikir kritis khususnya dalam mata pelajaran biologi, sangat perlu dicari model pembelajaran yang sesuai untuk itu. Model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) tampaknya dapat diterapkan dalam pembelajaran Biologi untuk mencapai tujuan belajar Biologi dan mengetahui serta melatih kemampuan berpikir kritis siswa.

Menurut Susriyati Mahanal, dkk, Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang mengarah pada kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) dapat memotivasi siswa untuk melakukan investigasi-investigasi pemecahan masalah pada situasi kehidupan nyata serta merangsang siswa untuk menghasilkan sebuah produk atau karya.6

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis bermaksud melakukan penelitian tentang “Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learrning) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.”

5

I Gusti Agung Nyoman Setiawan, “Penerapan Pengajaran Kontekstual Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X2 SMA Laboratorium

Singaraja”, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, Lembaga Penelitian Undiksha:

2008, h: 44-45.

6

Susriyati Mahanal, dkk, ”Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Strategi Kooperatif Model STAD pada Mata Pelajaran Sains untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V MI Jenderal Sudirman Malang”,Jurnal Penelitian Kependidikan, Tahun 17, Nomor 1, Juni 2007, h: 3.


(16)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yaitu:

1. Pada abad-21 ini, diperlukan sumber daya manusia dengan kualitas tinggi yang memiliki berbagai kemampuan, antara lain kemampuan bekerja sama, berpikir kritis-kreatif, memahami berbagai budaya, menguasai teknologi informasi, dan mampu belajar mandiri sehingga sumber daya manusia ini dapat bersaing dalam mengisi dunia kerja kelak.

2. Upaya untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa sering luput dari perhatian guru.

3. Pembelajaran masih banyak yang bersifat teacher centered; guru lebih banyak memberi informasi dengan metode ceramah, diikuti oleh diskusi dan tanya jawab biasa.

4. Untuk mengetahui dan mengajarkan kemampuan berpikir kritis khususnya dalam mata pelajaran biologi, maka sangat perlu dicari model pembelajaran yang sesuai untuk itu.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis memberikan batasan masalah, diantaranya yaitu:

1. Cakupan materi biologi pada penelitian ini dibatasi hanya pada konsep Hama dan Penyakit Tumbuhan.

2. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa, maka digunakan model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning). 3. Kemampuan berpikir kritis pada penelitian ini dibatasi hanya pada 4

indikator, yaitu menganalisis pertanyaan, bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan, mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, serta menentukan tindakan.


(17)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, perumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa? “.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

2. Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:

Bagi dunia pendidikan, khususnya para guru penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang efektif digunakan dalam menunjang proses pembelajaran agar dapat berjalan dengan baik dan menyenangkan serta dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa khususnya pada bidang studi biologi.


(18)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based learning) a. Pengertian Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem

Based Learning/PBL)

Menurut Barrows, Gallagher et all dan Hmelo-silver yang dikutip oleh Brian R. Belland menyatakan bahwa PBL adalah suatu pendekatan instruksional yang melibatkan argumen siswa dalam suatu proses pembelajaran. Dalam PBL, siswa dibentuk dalam suatu kelompok kecil kemudian disajikan suatu permasalahan dengan beberapa solusi penyelesaian beserta alur dari solusi yang disediakan. Setelah mendefinisikan permasalahan yang diajukan, siswa perlu menentukan dan mengumpulkan informasi yang dianggap paling sesuai dengan solusi yang mereka pilih. Informasi yang mereka dapatkan tersebut harus mereka kembangkan sedemikian rupa, sehingga pilihan solusi yang mereka gunakan memiliki landasan dan argumen yang dapat dipertahankan dihadapan siswa atau kelompok lainnya.1

Model Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang dirancang berdasarkan masalah riil kehidupan yang bersifat tidak terstruktur (ill-structured), terbuka, dan mendua. Melalui model PBL, siswa dirangsang untuk melakukan

1 Brian R. Belland, “

Portraits of middle school students constructing evidence-based arguments during problem-based learning: The impact of computer-based scaffolds”, dalam Education Tech Research Dev, DOI 10.1007/s1 1423-009-9139-4, November 2009, h: 286. (Diakses dari: http://works.bepress.com/brian_belland/, 6 Maret 2010).


(19)

penyelidikan atau inkuiri dalam menemukan solusi-solusi terhadap masalah yang dihadapinya.2

PBL adalah sebuah pendekatan pengajaran yang mendorong siswa untuk melakukan penelitian, teori dan latihan yang saling berhubungan dan aplikasi ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk membangun pemecahan suatu masalah. PBL juga merupakan sebuah metode pembelajaran dimana siswa belajar melalui pemecahan masalah yang berpusat pada sebuah masalah kompleks dan tidak memiliki satu jawaban tepat.3

PBL juga dapat diartikan sebagai sebuah proses pemecahan masalah, keingintahuan, keraguan, dan ketidakpastian tentang fenomena yang kompleks dalam kehidupan. Permasalahan disini adalah tentang segala keraguan, kesulitan atau ketidakpastian yang mengundang atau membutuhkan beberapa macam pemecahan.4

Pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning)/PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

2 Ida Bagus Putu Arnyana, “

Pengaruh Penerapan Model PBL Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Kecakapan Berpikir Kritis Siswa SMA Pada Mata Pelajaran Biologi”,

Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No 4 TH XXXVIII Oktober 2005, h: 649.

3 John R. Savery, “

Overview of Problem-Based Learning: Definitions and Distinctions”,

(dalam the Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, volume 1, no 1, Spring 2006), h: 12. Diakses dari http://docs.lib.purdue.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1002&context=ijpbl, 14 maret 2010.

4

John Barell, Problem Based Learning: An Inquiry Approach (second edition), California: Corwin Press. 2007, h: 3.


(20)

b. Ciri atau Karakteristik Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)/PBL

Model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning)/PBL memiliki sejumlah karakteristik/ciri yang membedakannya dengan dengan model pembelajaran yang lainnya, yaitu:

1) Pembelajaran bersifat student centered.

2) Pembelajaran terjadi pada kelompok-kelompok kecil. 3) Guru berperan sebagai fasilitator dan moderator.

4) Masalah menjadi fokus dan merupakan sarana untuk mengembangkan keterampilan Problem solving.

5) Informasi-informasi baru diperoleh dari belajar mandiri (self directed learning).5

Ida Bagus Putu Arnyana menyebutkan bahwa Problem Based Learning/PBL juga memiliki karakteristik/ciri, diantaranya yaitu sebagai berikut:

1) Mengajukan pertanyaan atau masalah yang terkait masalah kehidupan nyata.

2) Melibatkan berbagai disiplin ilmu. 3) Melakukan penyelidikan autentik.

4) Menghasilkan produk atau karya serta mengkomunikasikannya atau memamerkannya.

5) Kerja sama dalam melakukan penyelidikan.6

5 Ni Made Suci, “

Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Partisipasi Belajar dan Hasil Belajar Teori Akuntansi Mahasiswa Jurusan Ekonomi UNDIKSHA”, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, Lembaga Penelitian Undiksha, 2

(1) April 2008, h: 77.

6

Ida Bagus Putu Arnyana, “Pengaruh Penerapan Model PBL Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Kecakapan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Biologi”, Jurnal


(21)

Menurut I Wayan Dasna dan Sutrisno yang dikutip oleh Fathurrohman mengungkapkan bahwa PBL memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Belajar diawali dengan masalah.

2) Masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa.

3) Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah.

4) Siswa diberikan tanggungjawab yang besar untuk melakukan proses belajar secara mandiri.

5) Menggunakan kelompok kecil.

6) Siswa dituntut untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari dalam bentuk kinerja.7

c. Langkah-langkah Merancang Pembelajaran Berdasarkan masalah (Problem Based Learning)/PBL

I Wayan Sadia menyatakan bahwa langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam merancang program pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) sehingga proses pembelajaran benar-benar berpusat pada siswa (student-centered) adalah sebagai berikut:

1) Fokuskan permasalahan (problem) sekitar pembelajaran konsep-konsep sains yang esensial dan strategis.

2) Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi gagasannya melalui eksperimen atau studi lapangan. Siswa akan mengenali data-data yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

3) Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengelola data yang mereka miliki, yang merupakan proses latihan metakognisi.

7 Fathurrohman, “

Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SD Dalam Pembelajaran PKN”, Majalah Ilmiah Pembelajaran,


(22)

4) Berikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan solusi-solusi yang mereka kemukakan. Penyajiannya dapat dilakukan dalam bentuk seminar atau presentasi. 8

Dengan bahasa yang sedikit berbeda, John Barell mengungkapkan bahwa langkah-langkah Problem Based Learning/PBL adalah sebagai berikut, yaitu:

1) Pernyataan masalah.

2) Berbagai macam peran yang dilakukan oleh siswa.

3) Kesempatan untuk menganalisa situasi, timbulnya pertanyaan. 4) Investigasi untuk mencari jawaban biasanya dilakukan secara

berkelompok.

5) Analisa kritis untuk penemuan dan penggambaran kesimpulan yang masuk akal.

6) Penemuan tersebut untuk dibagikan, dipresentasikan, yang sering kali dilakukan di depan kelas (audiens).

7) Berbagai macam penilaian informal dan formal secara autentik oleh siswa dan guru.9

d. Tahapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)/PBL

Menurut Sugianto terdapat lima tahapan dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah/PBL dengan prilaku (arahan) yang diberikan oleh guru, diantaranya yaitu:10

8 I Wayan Sadia, “

Pengembangan Kemampuan Berpikir Formal Siswa SMA Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Cycle Learning dalam Pembelajaran Fisika”, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No 1 TH XXXX Januari

2007, h: 6-7.

9

John Barell, Problem Based Learning: An Inquiry Approach (second edition), California: Corwin Press. 2007, h: 5-6.

10

Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif , Surakarta: Yuma Pustaka, 2010, h: 159-160.


(23)

Tabel 2.1. Tahapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah/PBL

Tahapan Arahan dari Guru

1. Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa.

Guru membantu siswa untuk membentuk kelompok belajar. Guru membahas tujuan pembelajaran, menjelaskan bahan yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

2. Mengorganisasikan siswa untuk meneliti (belajar).

Guru membantu siswa untuk

mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3. Membantu investigasi/ membimbing

penyelidikan individual atau kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan dan mengumpulkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan solusi.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

Guru membantu siswa untuk

merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai/tepat, seperti laporan, rekaman vidio, dan model-model yang membantu mereka untuk

menyampaikannya kepada orang lain . 5. Menganalisis dan

mengevaluasi proses mengatasi (pemecahan) masalah.

Guru membantu siswa melakukan refleksi dan evaluasi terhadap penyelidikan/investigasi mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.


(24)

2. Berpikir Kritis

a. Pengertian Berpikir

Sardiman A.M menyatakan bahwa berpikir adalah aktivitas mental untuk dapat merumuskan pengertian, menyintesis, dan menarik kesimpulan.11 Sedangkan Ahmad Fauzi menyatakan bahwa berpikir adalah tingkah laku yang menggunakan ide, yaitu suatu proses simbolis.12 Jika kita makan, kita bukan berpikir. Tetapi jika kita membayangkan suatu makanan yang tidak ada, maka kita menggunakan ide atau simbol-simbol tertentu dan tingkah laku ini disebut berpikir.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa berpikir tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Seseorang bisa saja memikirkan masalah-masalah yang muncul dari situasi dan kondisi masa kini, masa lampau, ataupun masalah-masalah yang bisa muncul di masa yang akan datang.

Sejak kanak-kanak manusia sudah memiliki kecenderungan dan kemampuan untuk berpikir. Sebagai makhluk rasional, manusia selalu terdorong untuk memikirkan hal-hal yang ada di sekelilingnya. Kecenderungan manusia memberi arti pada berbagai hal atau kejadian di sekitarnya merupakan bagian dari kemampuan berpikirnya dan terbentuknya aktivitas mental dan kognitif sejak manusia itu lahir. Kecenderungan ini dapat kita temukan pada seorang anak kecil yang memandang berbagai benda di sekitarnya dengan penuh rasa ingin tahu. Ia akan meraba atau menyentuhnya dengan senyum dan rasa bahagia.

11

Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010, h: 46.

12

Ahmad Fauzi, Psikologi Umum: Untuk IAIN, STAIN, PTAIS Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, Bandung: Pustaka Setia, 2007, h: 47.


(25)

Menurut Jean Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing memiliki makna yang berbeda. Piaget membagi tahap perkembangan kognitif manusia ke dalam empat fase, diantaranya yaitu sebagai berikut:13

1) Tingkat sensori motor pada usia 0-2 tahun

Bayi lahir dengan refleks bawaan, dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang telah lebih kompleks. Pada masa ini anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang dapat ditangkap oleh inderanya.

2) Tingkat pra operasional pada usia 2-7 tahun

Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja, baru pada menjelang akhir tahun ke-2 anak telah dapat mengenal simbol/nama:

a) Anak dapat mengkaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois.

b) Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang membutuhkan berpikir ”yang dapat dibalik” (reversible). Pikiran mereka bersifat irreversible.

c) Anak belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus dan belum mampu bernalar (reasoning) secara induktif dan deduktif.

d) Anak bernalar secara tranduktif (dari khusus ke khusus), juga belum mampu membedakan antara fakta dan fantasi. e) Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi,

luas, berat, dan isi).

13

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, h: 124-126.


(26)

f) Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai. Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang hanya mempunyai satu sifat tertentu dan juga telah mulai mengerti konsep yang konkret.

3) Tingkat operasi konkret pada usia 7-11 tahun

Anak telah dapat mengenal simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak, kecakapan kognitif anak adalah:

a) Kombinasi atau klasifikasi b) Reversibilitas

c) Asosiativitas d) Identitas e) Seriasi

4) Tingkat operasi formal pada usia 11 tahun ke atas

Tahap ini disebut juga sebagai tahap operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkembangan intelektual, karakteristiknya adalah sebagai berikut:

a) Berpikir hipotetik-deduktif. Bila berhadapan dengan masalah, anak dapat membuat perumusan teori, merumuskan hipotesis dan menguji hipotesis.

b) Berpikir proporsional, berpikir anak tidak dibatasi pada benda-benda atau peristiwa yang konkret.

c) Berpikir kombinatorik, yaitu berpikir meliputi semua kombinasi benda-benda, gagasan atau proposisi yang mungkin.

d) Berpikir reflektif, anak dapat berpikir kembali pada suatu rangkaian operasi mental.


(27)

e) Anak sudah dapat memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan cara berpikirnya.

f) Anak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks.

g) Konsep konservasi juga telah dicapai sepenuhnya.

Adapun macam-macam kegiatan berpikir menurut Ahmad Fauzi dapat digolongkan sebagai berikut:14

1) Berpikir asosiatif, yaitu proses berpikir dimana suatu ide merangsang timbulnya ide lain. Jalan pikiran dalam proses berpikir asosiatif tidak ditentukan atau diarahkan sebelumnya, jadi ide-ide timbul secara bebas. Jenis-jenis berpikir asosiatif: a) Asosiasi bebas: suatu ide akan menimbulkan ide mengenai

hal lain, tanpa ada batasnya.

b) Asosiasi terkontrol: suatu ide tertentu akan menimbulkan ide mengenai hal lain dalam batas-batas tertentu.

c) Melamun: yaitu menghayal bebas, sebebas-bebasnya tanpa batas, juga mengenai hal-hal yang tidak realistis.

d) Mimpi: ide-ide tentang berbagai hal, yang timbul secara tidak disadari pada waktu tidur.

e) Berpikir artistik: yaitu proses berpikir yang sangat subjektif. Jalan pikiran sangat dipengaruhi oleh pendapat dan pandangan diri pribadi tanpa menghiraukan keadaan sekitar.

2) Berpikir terarah, yaitu proses berpikir yang sudah ditentukan sebelumnya dan diarahkan pada sesuatu, biasanya diarahkan pada pemecahan persoalan. Ada dua macam berpikir terarah, yaitu:

14

Ahmad Fauzi, Psikologi Umum: Untuk IAIN, STAIN, PTAIS Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, Bandung: Pustaka Setia, 2007, h: 47-48.


(28)

a) Berpikir kritis, yaitu membuat keputusan atau pemeliharaan terhadap suatu keadaan.

b) Berpikir kreatif, yaitu berpikir untuk menentukan hubungan-hubungan baru antara berbagai hal, menemukan pemecahan baru dari suatu soal, menemukan sistem baru, menemukan bentuk artistik baru, dan sebagainya.

b. Pengertian Berpikir Kritis

Kata ”kritis” berasal dari bahasa Yunani, yang berarti ”hakim” yang kemudian diserap oleh bahasa Latin. Kamus (Oxford) menerjemahkannya sebagai ”sensor” atau pencarian kesalahan.15

Berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi.16

Berpikir kritis diartikan sebagai proses pengujian antara pernyataan dan argumen dan juga menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Esensi dari berpikir kritis itu sendiri adalah evaluasi atau penilaian. 17

Berpikir kritis adalah kemampuan untuk mengatakan sesuatu dengan penuh percaya diri. Berpikir kritis juga merupakan sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Berpikir kritis juga merupakan sebuah proses terorganisasi

15

De Bono, Edward, Revolusi Berpikir Edward de Bono: Belajar Berpikir Canggih dan Kreatif dalam Memecahkan Masalah dan Memantik Ide-ide Baru, (Terjemahan dari: Teach Your Child How to Think, oleh: Ida Sitompul dan Fahray Yamani), Bandung: Kaifa, 2007, h: 204.

16

Alec Fisher, Berpikir Kritis : Sebuah Pengantar, Jakarta: Erlangga, 2009, h: 10.

17

Ruggiero, R. Vincent, Beyond Feelings: A Guide to Critical Thinking Seventh Ed, California: Mc Graw Hill, 2003, h: 17.


(29)

yang memungkinkan siswa mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pernyataan orang lain.18

Jadi, berpikir kritis adalah tahapan berpikir tingkat tinggi yang tidak akan muncul dengan sendirinya, namun harus dilatih. Berpikir kritis merupakan kemampuan seseorang dimana ia mampu menilai mana yang benar dan mana yang salah dari pendapat mereka sendiri maupun orang lain.

Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman membuat kita mengerti maksud dibalik ide yang mengarahkan hidup kita setiap hari. Pemahaman mengungkapkan makna dibalik suatu kejadian.19

Menurut Wahidin yang dikutip oleh Susriyati Mahanal, dkk ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari pembelajaran yang menekankan pada proses keterampilan berpikir kritis, yaitu: 20 (1) Belajar lebih ekonomis, yakni bahwa apa yang diperoleh dalam pembelajarannya akan tahan lama dalam pikiran siswa, (2) Cenderung menambah semangat belajar baik pada guru maupun siswa, (3) Diharapkan siswa dapat memiliki sikap ilmiah, (4) Siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah baik pada saat proses belajar mengajar di kelas maupun dalam menghadapi permasalahan nyata yang akan dialaminya.

18

Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar dan Mengajar Mengasyikan dan Bermakna, (Terjemahan dari Contextual Teaching and Learning:

what it is and why it’s here to stay, oleh Ibnu Setiawan), Bandung: Mizan Learning Center (MLC), 2007, hal: 185.

19

Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar dan Mengajar Mengasyikan dan Bermakna, (Terjemahan dari Contextual Teaching and Learning:

what it is and why it’s here to stay, oleh Ibnu Setiawan), Bandung: Mizan Learning Center (MLC), 2007, h: 185.

20

Susriyati Mahanal, dkk, Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Strategi Kooperatif Model STAD pada Mata Pelajaran Sains untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V MI Jenderal Sudirman Malang, Jurnal Penelitian Kependidikan, Tahun 17, Nomor 1, Juni 2007, h: 2-3.


(30)

c. Langkah-langkah menjadi Pemikir Kritis

Berpikir kritis memerlukan pendekatan yang sistematis dan terorganisasi. Seorang pemikir kritis akan bertanya, memeriksa dengan teliti asumsi-asumsi, memandang segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda-beda. Hal tersebut harus dilatih secara sistematis dan teratur, dan harus diterapkan dalam situasi yang berbeda-beda. Setiap orang dapat belajar untuk berpikir dengan kritis karena otak manusia secara konstan berusaha untuk memahami pengalaman. Dalam berpikir kritis terdapat hal yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir, seperti meneliti asumsi, menghargai bukti, dan memeriksa bahasa dengan teliti.

Langkah-langkah pemikir kritis ini disajikan dalam bentuk pertanyaan, karena dengan menjawab pertanyaan seorang siswa dilibatkan dalam kegiatan mental yang mereka perlukan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam. Pertanyaan ini dikemukakan sesuai dengan urutan untuk meneliti secara menyeluruh setiap masalah, isu, proyek, atau keputusan yang dihadapi. Menerapkan langkah-langkah ini akan membantu mereka menjadi pemikir kritis. Langkah-langkah menjadi pemikir kritis adalah sebagai berikut:

1) Apa sebenarnya isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang dipertimbangkan? Ungkapkan dengan jelas.

Sebuah masalah atau isu dapat diteliti apabila sebelumnya masalah itu digambarkan dengan jelas. Selanjutnya Johnson mengutip pendapat Ruggiero, bahwa pemecahan masalah adalah mencari tindakan terbaik yang harus diambil dan analisis isu adalah mencari keyakinan yang paling masuk akal. 2) Apa sudut pandangnya?

Sudut pandang adalah sudut pribadi yang digunakan dalam memandang sesuatu. Seorang pemikir kritis harus berusaha menangguhkan sementara pilihan subjektifnya. Pada


(31)

saat yang sama melakukan pertimbangan-pertimbangan dan waspada terhadap bukti yang lemah untuk meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan pemahaman.

3) Apa alasan yang diajukan?

Keyakinan dan tindakan pada dasarnya diambil atas alasan yang masuk akal. Selanjutnya mengutip pendapat Gray dan Herr, alasan bisa berupa sebuah hubungan yang biasa saja, penjelasan atas suatu kejadian, dan menegaskan sebuah ide umum. Pemikir kritis memiliki tugas mengidentifikasi alasan dan bertanya apakah alasan-alasan yang dikemukakan masuk akal sesuai dengan konteksnya, sehingga dapat ditarik kesimpulan sesudahnya.

4) Asumsi-asumsi apa saja yang dibuat?

Asumsi adalah ide-ide yang diterima apa adanya. Mengutip pendapat Browne dan Keeley, seorang pemikir kritis tidak mudah memasukkan asumsi dalam argumennya, dan tidak mudah menerima asumsi yang terdapat dalam materi yang dibuat oleh orang lain. Asumsi dapat diterima apabila jelas, logis, didasarkan pada pengalaman yang luas, dan didukung dengan fakta.

5) Apakah bahasanya jelas?

Dalam mamahami sebuah makna seorang pemikir kritis memperharikan kata-kata. Kata-kata dapat membentuk ide, sehingga pemikir kritis harus terus menerus memeriksa bahasa mereka sendiri maupun orang lain. Kata-kata yang tidak digunakan dengan tepat akan mengurangi pemahaman.

6) Apakah alasan didasarkan pada bukti-bukti yang meyakinkan? Bukti adalah informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Dengan adanya bukti dapat mendukung sebuah kesimpulan, membedakan pengetahuan dengan keyakinan, dan membuktikan sebuah pendapat. Tugas seorang pemikir kritis


(32)

adalah menilai bukti. Bukti yang dipercaya memiliki sifat, yaitu:

a) Tidak bertentangan dengan pokok masalah b) Berasal dari sumber-sumber terbaru c) Akurat

d) Dapat diuji

7) Kesimpulan apa yang ditawarkan?

Setelah mengumpulkan data dan mengevaluasi informasi untuk memecahkan sebuah masalah, pemikir kritis mulai merumuskan kesimpulan yang tepat. Pemikir kritis meneliti alasan, bukti dan logika untuk membenarkan kesimpulan. Langkah-langkah yang efektif untuk menentukan sebuah kesimpulan adalah sebagai berikut:

a) Mengidentifikasi alasan

b) Apakah kesimpulan yang diambil sesuai dan konsisten dengan alasan yang mendasarinya.

8) Apakah implikasi dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah diambil?

Kesimpulan mempunyai efek samping baik menyangkut persoalan pribadi maupun umum. Pemikir kritis berusaha untuk memprediksi dan mengevaluasi semua efek samping yang akan timbul. Jika kesimpulan yang diambil tidak berdampak negatif, maka akan diambil.21

d. Indikator Berpikir Kritis

Disebutkan oleh Ennis yang dikutip oleh Arief Achmad, bahwa ada 12 indikator kemampuan berpikir kritis yang kemudian

21

Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar dan Mengajar Mengasyikan dan Bermakna, (terjemahan dari Contextual Teaching and Learning:

what it is and why it’s here to stay, oleh Ibnu Setiawan), Bandung: Mizan Learning Center (MLC), 2007, h: 191-201.


(33)

dikelompokkan menjadi 5 aspek kemampuan berpikir kritis, diantaranya yaitu: 22

1) Memberikan penjelasan secara sederhana, meliputi: a) Memfokuskan pertanyaan

b) Menganalisis pertanyaan

c) Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan

2) Membangun keterampilan dasar, meliputi:

a) Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak

b) Mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi

3) Menyimpulkan, meliputi:

a) Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi b) Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi c) Membuat dan menentukan nilai pertimbangan. 4) Memberikan penjelasan lanjut, meliputi:

a) Mengidentifikasi istilah dan pertimbangan definisi dan juga dimensi

b) Mengidentifikasi asumsi

5) Mengatur strategi dan taktik, meliputi: a) Menentukan tindakan

b) Berinteraksi dengan orang lain. e. Standar Intelektual Berpikir Kritis

Menurut Ennis seperti yang dikutip Arief Achmad, keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem

22 Arief Achmad, “

Memahami Berpikir Kritis”, Pendidikan Network, Bandung: Oktober


(34)

konseptual siswa. Sehingga keterampilan berpikir kritis dapat diukur setelah siswa menerapkan standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya. Selanjutnya mengutip pendapat Eider dan Paul bahwa ”standar intelektual adalah standarisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau situasi-situasi tertentu”. Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada standar tersebut. 23 Standar intelektual berpikir kritis tersebut adalah sebagai berikut:

1) Kejelasan 2) Ketepatan

3) Keakuratan, Ketelitian, Keseksamaan 4) Relevansi, Keterkaitan

5) Kedalaman 6) Logika 7) Keluasan

f. Rubrik (Standar Penilaian) Berpikir kritis

Tabel berikut ini merupakan rubrik (standar penilaian) umum untuk berpikir kritis, diantaranya yaitu sebagai berikut: 24

Tabel 2.2 Rubrik (Standar Penilaian) Umum Berpikir Kritis

23Arief Achmad, “

Memahami Berpikir Kritis”, Pendidikan Network, Bandung: Oktober 2007, (Diakses dari: http://re-searchengines.com/1007arief3.html, 7 Oktober 2010; 14:29).

24

Intel Education: Rubrics Scoring Guides. Diakses dari:

http://www.intel.com/education/common/.../ap_rubrics_scoring_guides.doc. (September 2010;

10.20).

1 2 3 4

Tidak dapat membedakan

Mendapat ide-ide penting namun

Biasanya dapat menceritakan

Dapat mengatakan bagian-bagian paling


(35)

(penting dan tidak penting) dari informasi yang diperoleh.

tercampur dengan hal-hal yang tidak penting.

kembali mengenai apa yang paling penting dari suatu informasi. penting dari informasi yang dipelajari. Sulit membuat kesimpulan. Dapat membuat kesimpulan (dengan bantuan yang lain, dan dengan alasan yang terkadang tidak baik,

bahkan tidak ada)

Dapat membuat kesimpulan (dengan menggunakan apa yang diketahui dan biasanya memeriksa kembali kebenarannya). Dapat membuat kesimpulan (dengan menggunakan pengetahuan sendiri dan memeriksa kembali kebenarannya). Biasanya merasa puas dengan apa yang diketahui dan tidak terdorong untuk mencari tahu lebih banyak. Belajar lebih banyak tentang berbagai ide dan konsep baru jika ada orang lain yang

mengingatkan.

Berusaha belajar lebih banyak tentang ide dan konsep yang baru.

Melakukan semua yang harus dilakukan untuk belajar lebih banyak tentang berbagai ide dan konsep baru. Tidak mampu menjelaskan opini sendiri. Biasanya dapat menjelaskan opini sendiri, tetapi tidak selalu mempunyai alasan yang baik untuk opini tersebut. Dapat menjelaskan opini sendiri dan memberikan alasan yang cukup baik. Dapat menjelaskan secara jelas dan lengkap dengan berbicara/menuliskan opini sendiri

mengenai suatu topik dan memberikan alasan atas topik tersebut.


(36)

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian terkait pembelajaran dengan model Problem Based Learning/PBL, diantaranya sebagai berikut:

1. Hasil penelitian Ida Bagus Putu Arnyana, yang berjudul Penerapan Model PBL Pada Pelajaran Biologi Untuk Meningkatkan Kompetensi Dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Singaraja Tahun Pelajaran 2006/2007, menunjukkan bahwa model belajar berdasarkan masalah atau Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan pemahaman konsep biologi dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMA Negeri 1 Singaraja tahun 2006/2007.25

2. Hasil penelitian Ida Bagus Putu Arnyana, yang berjudul Pengaruh Penerapan Model PBL Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Kecakapan Berpikir Kritis Siswa SMA Pada Mata Pelajaran Biologi, menunjukkan bahwa model PBL dapat meningkatkan kecakapan berpikir kritis siswa.26

3. Hasil penelitian Sri Sarmini, yang berjudul Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar IPA Bagi Siswa Kelas IX F di SMP Negeri 37 Semarang, menunjukkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran berbasis

25 Ida Bagus Purtu Arnyana, “

Penerapan Model PBL Pada Pelajaran Biologi Untuk Meningkatkan Kompetensi Dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Singaraja Tahun Pelajaran 2006/2007”, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA , No 2

TH XXXX, April 2007.

26

Ida Bagus Putu Arnyana, “Pengaruh Penerapan Model PBL Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Kecakapan Berpikir Kritis Siswa SMA Pada Mata Pelajaran Biologi”,


(37)

masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar IPA bagi siswa IX F sehingga hipotesis tindakan yang telah dirumuskan terbukti.27

4. Hasil penelitian Ida Bagus Putu Arnyana, yang berjudul Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasarkan Masalah Dan Model Pengajaran Langsung Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA, menunjukkan bahwa model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dapat meningkatkan hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan model pengajaran langsung.28

5. Hasil penelitian I Wayan Sadia, yang berjudul Pengembangan Kemampuan Berpikir Formal Siswa SMA Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dan Cycle Learning Dalam Pembelajaran Fisika, menunjukkan hasil bahwa ternyata model pembelajaran berdasarkan masalah (PBL) cukup efektif dalam mengembangkan kemampuan berpikir formal siswa.29

6. Hasil penelitian I Ketut Tika dan Ni Ketut Thantris, yang berjudul Penerapan Problem Based Learning Berorientasi Penilaian Kinerja Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Kompetensi Kerja Ilmiah Siswa, menunjukkan bahwa ternyata penerapan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi pada penilaian kinerja dapat meningkatkan kompetensi kerja ilmiah siswa, kompetensi

27

Sri Sarmini, “Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar IPA Bagi Siswa Kelas IX F di SMP Negeri 37 Semarang”, Widya Tama, Vol 3,

No 3, September 2006.

28 Ida Bagus Purtu Arnyana, “

Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasarkan Masalah Dan Model Pengajaran Langsung Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA”, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No 4 TH XXXIX, Oktober

2006. 29

I Wayan Sadia, ”Pengembangan Kemampuan Berpikir Formal Siswa SMA Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dan Cycle Learning Dalam Pembelajaran Fisika”, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No 1, Tahun XXXX Januari 2007.


(38)

pemahaman konsep fisika siswa, dan sangat efektif dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa.30

C. Kerangka Pikir

Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan masa depan, yaitu dengan membangun sumber daya manusia agar dapat menjadi subyek pembangunan yang produktif. Keberhasilan dan peningkatan mutu pendidikan pun menjadi tujuan dan cita-cita masyarakat Indonesia. Berdasarkan tujuan tersebut pemerintah Indonesia memiliki tanggungjawab yang besar dalam mewujudkan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang bermutu.

Pada abad-21 ini, diperlukan sumber daya manusia dengan kualitas tinggi yang memiliki berbagai kemampuan, antara lain kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap orang. Untuk itu, proses pembelajaran setiap jenjang pendidikan seharusnya menitikberatkan pada pengembangan berpikir kritis siswa. Namun upaya untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa sering luput dari perhatian guru. Sedangkan keterampilan berpikir kritis tidak datang dengan sendirinya, harus ada upaya-upaya yang sistematis untuk mencapainya, Keterampilan berpikir kritis juga merupakan salah satu modal utama bagi siswa dalam mempelajari sains, khususnya biologi.

Pada dasarnya kemampuan berpikir sudah dimiliki siswa sejak lahir, namun untuk dapat memiliki kemampuan berpikir kritis itu sendiri seperti yang telah disebutkan sebelumnya diperlukan upaya-upaya untuk dapat mencapainya, misalnya melalui pembelajaran di sekolah.

Dalam kegiatan pembelajaran hendaknya siswa diajak untuk berinteraksi dengan seluruh peserta belajar yang ada di dalam kelas. Interaksi ini harus berlangsung secara berkesinambungan sehingga guru

30

I Ketut Tika dan Ni Ketut Thantris, “Penerapan Problem Based Learning Berorientasi Penilaian Kinerja Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Kompetensi


(39)

tidak terlalu mendominasi kegiatan pembelajaran yang berlangsung pada saat itu (Teacher centered). Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Selain itu juga kesempatan berinteraksi dengan sesama siswa akan lebih mengembangkan kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide atau gagasan mengenai materi yang dibahas pada saat itu.

Untuk mengetahui atau mengajarkan kemampuan berpikir kritis khususnya dalam mata pelajaran biologi, sangat perlu dicari model pembelajaran yang sesuai untuk itu. Dalam pembelajaran perlu diberikan masalah-masalah sehingga siswa terdorong untuk berpikir kritis. Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan salah satu pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, terutama kemampuan berpikir kritis.

Model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning)/PBL tampaknya dapat diterapkan dalam pembelajaran biologi untuk mencapai tujuan belajar biologi dan mengetahui/melatih kemampuan berpikir kritis siswa.

Dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning)/PBL diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan akan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. D. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan rumusan permasalahan yang ada, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

”Terdapat pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ciawi pada konsep Hama dan Penyakit Tumbuhan.”


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Ciawi, Jl. Veteran III Banjarwangi Ciawi kabupaten Bogor.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 26 November – 6 Desember 2010.

B. Metode dan Desain Penelitian

Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Kuasi Eksperimen yaitu metode eksperimen semu, tidak dapat mengontrol semua variabel yang mempengaruhi jalannya penelitian.

Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas (variabel X) dan variabel terikat (variabel Y). Variabel bebas penelitian ini adalah model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) sedangkan variabel terikat penelitiannya adalah kemampuan berpikir kritis siswa.

Dalam penelitian ini sampel dibagi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang memiliki subyek-subyek yang setara. Pada kelompok eksperimen digunakan model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning)/PBL, sedangkan pada kelompok kontrol digunakan pembelajaran dengan metode konvensional.

Desain penelitian yang digunakan adalah Control Group Pretes-Postes Design. Rancangan ini terdiri atas dua kelompok yang sebelum dilakukan penelitian pada kedua kelompok tersebut diberikan tes awal (Pretest) dan setelah dilakukan penelitian kedua kelompok diberikan tes


(41)

akhir (Postest). Untuk lebih jelasnya rancangan penelitian tersebut dinyatakan dalam tabel berikut:

Tabel 3.1. Desain Penelitian

Kelompok Pretes Perlakuan Postes

Eksperimen Y1 X1 Y2

Kontrol Y1 X2 Y2

Keterangan:

Y1 : tes awal (pretes) untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Y2 : tes akhir (postes) untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.

X1 : perlakuan model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning)/PBL.

X2 : perlakuan pembelajaran dengan metode konvensional. C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.1 Populasi juga dapat diartikan sebagai kumpulan menyeluruh dari objek yang diteliti. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 1 Ciawi, sedangkan populasi terjangkaunya adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ciawi.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, dengan tujuan untuk memperoleh dua sampel yang memiliki ciri-ciri, sifat dan kemampuan yang hampir sama. Maka diperoleh kelas VIII-I sebanyak 36 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-H sebanyak 36 siswa sebagai kelas kontrol berdasarkan minat dan motivasi belajarnya.

1

Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta. 2006, h: 130.


(42)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah tes (pretes dan postes) dan non-tes yaitu lembar observasi.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis dan lembar observasi.

1. Tes kemampuan berpikir kritis (lembar tes tertulis)

Lembar tes tertulis ini berupa pretes dan postes soal-soal pada konsep Hama dan Penyakit Tumbuhan. Lembar tes tertulis ini berupa tes essay (uraian) yang disesuaikan dengan karakteristik soal berpikir kritis sebanyak 13 butir soal. Tes ini diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran pada kedua kelas (kelas eksperimen dan kelas kontrol). Soal-soal yang dibuat berdasarkan indikator berpikir kritis. Namun tidak semua indikator digunakan pada penelitian ini, hanya empat indikator, yaitu meliputi menganalisis pertanyaan, bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan, mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, serta menentukan tindakan. Adapun kisi-kisi instrumennya dapat dilihat pada lampiran 11.

2. Lembar Observasi

Tujuan dilakukannya observasi adalah untuk mengetahui tingkat ketercapaian proses pembelajaran siswa dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning)/PBL. Dalam penelitian ini yang diobservasi adalah siswa.

F. Uji Coba Instrumen

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini sebelumnya diujicobakan terlebih dahulu kepada responden di luar kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui syarat-syarat suatu tes yang baik seperti daya pembeda, tingkat kesukaran, validitas, dan reliabilitas.


(43)

1. Daya pembeda

Pengujian daya pembeda soal bertujuan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan siswa pandai dengan siswa yang kurang pandai.

Untuk mengukur daya pembeda digunakan rumus:

Keterangan:

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar.

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar.

JA = banyaknya peserta pada kelompok atas JB = banyaknya peserta pada kelompok bawah2

Tabel 3.2.

Indeks daya pembeda diklasifikasikan sebagai berikut:

D Keterangan

0,00 – 0,20 Jelek 0,20 – 0,40 Cukup 0,40 – 0,70 Baik 0,70 – 1,00 Baik sekali

Dalam penelitian ini, daya pembeda masing-masing butir soal dihitung dengan Anates. Dari pertihungan tersebut diperoleh hasil daya pembeda terendah sebesar 0,13 dalam kategori jelek dan tertinggi sebesar 0,36 termasuk dalam kategori cukup.3

2

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009, h: 211-218.

3

Lampiran 7

B

A

P

P

JB

BB

JA

BA


(44)

2. Tingkat kesukaran

Untuk memperoleh kualitas soal yang baik, selain memenuhi validitas dan reliabilitas juga harus memiliki keseimbangan tingkat kesukaran soal. Keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar secara proporsional. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan juga tidak terlalu sukar.4

Untuk mengukur taraf kesukaran soal digunakan rumus: 5

Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS = jumlah seluruh siswa peserta tes.

Tabel 3.3

Indeks kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut: P Keterangan

0,00 – 0,30 Sukar 0,30 – 0,70 Sedang 0,70 – 1,00 Mudah

Taraf kesukaran tiap butir soal dihitung dengan menggunakan Anates. Berdasarkan perhitungan diperoleh soal dengan kategori sedang berjumlah 12 butir soal yaitu nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,

4

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009, h: 207.

5

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar... h: 208-210. P =

JS B


(45)

12, dan 13, sedangkan soal dengan kategori mudah berjumlah 1 yaitu nomor 1.6

3. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan atau kevalidan suatu instrumen. Suatu tes dikatakan valid apabila instrumen tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur.

Pengujian validitas dilakukan menggunakan rumus Product Moment Pearson.7 Yaitu sebagai berikut:

 

2 2

2

 

2

    Y Y n X X n Y X XY n rxy Keterangan: xy

r

: koefisien antara variabel x dan variabel y n : banyaknya siswa

x : skor item y : skor total

xy : hasil perkalian skor item dan skor total x2 : hasil kuadrat dari skor item

y2 : hasil kuadrat dari skor total

(∑X)2 : hasil kuadrat dari total jumlah skor item (∑Y)2 : hasil kuadrat dari total jumlah skor total

Uji validitas instrumen dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan di atas dengan rtabel pada taraf signifikansi 5%, dengan

6

Lampiran 7

7

Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia. 2005, h: 130.


(46)

ketentuan bahwa jika rxy sama atau lebih besar dari rtabel maka soal tersebut dinyatakan valid.

Hasil dari uji validitas tes essay dengan menggunakan Anates diperoleh soal valid sebanyak 6 butir soal dari 13 butir soal yang diujicobakan yaitu nomor 2, 3, 4, 7, 8, 11.8

4. Reliabilitas

Reabilitas bermakna ketepercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan atau konsistensi, dapat diartikan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya dan konsisten.9 Suatu alat ukur memiliki reliabilitas yang baik bila alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal. Untuk menentukan reliabilitas soal uraian, penulis menggunakan rumus Alpha10:

n n X X

 2 2 2  Keterangan: 11

r = reliabilitas yang dicari

2

i

 = jumlah varians skor tiap-tiap item

2

t

 = varians total

Tabel 3.4

Indeks reliabilitas diklasifikasikan sebagai berikut:

11 r Keterangan 8 Lampiran 7 9

Ahmad Sofyan, dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, Jakarta: UIN Jakarta Press. 2006, h: 105.

10

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009, h: 109.





22

11

1

1

t i

n

n

r


(47)

< 0,20 Tidak ada korelasi 0,20 – 0,40 Korelasi rendah 0,40 – 0,70 Korelasi sedang 0,70 – 0,90 Korelasi tinggi

0,90 – 1,00 Korelasi sangat tinggi 1,00 Korelasi sempurna

Dari hasil uji coba soal dengan menggunakan Anates diperoleh nilai reliabilitas 0,74 dan termasuk dalam kriteria tinggi.11

G. Teknik Analisis Data

Menganalisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk menguraikan data yang diperoleh agar dapat dipahami bukan hanya oleh orang yang meneliti, tetapi juga oleh orang lain yang ingin mengetahui hasil penelitian.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefors sebagai berikut:12

S X X Zi  Di mana:

Z : Simpangan baku untuk kurva normal standard. Xi : Data

: Rata-rata data tunggal S : Simpangan baku

11

Lampiran 7

12

Sudjana. Metoda Statistika, Bandung: Tarsito, 2005, h: 466.


(48)

Kriteria pengujiannya adalah:

a) apabila Lhitung < Ltabel, maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

b) apabila Lhitung ≥ Ltabel, maka sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi homogen (sama) atau tidak. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher, yaitu sebagai berikut:

il Variansk ec ar Variansbes S S F2

2 2 1

di mana

1 2 2 2   

n n x x n

S i i

Kriteria pengujiannya adalah:

a) Apabila Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima, yang berarti varians kedua populasi homogen.

b) Apabila Fhitung ≥ Ftabel, H0 ditolak, yang berarti varians kedua populasi

tidak homogen.

3. Uji Hipotesis

Setelah data terbukti normal dan homogen, selanjutnya melakukan uji hipotesis menggunakan Uji t. Pengujian untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Rumus uji t yang digunakan yaitu sebagai berikut:13

2 1 2 1 1 1 n n S X X t  

 di mana

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n S n S n

S , db = n1+n2-2

13


(49)

Keterangan:

1

X : Mean / Rata-rata kelas eksperimen

2

X : Mean / Rata-rata kelas kontrol SΌ² : Variansi kelas eksperimen S΍² : Variansi kelas kontrol

n1 : Jumlah siswa kelas eksperimen n2 : Jumlah siswa kelas kontrol

S : Nilai deviasi standar gabungan (standar deviasi)

Adapun kriteria pengujian untuk uji t ini adalah sebagai berikut: Terima H0, apabila thitung < ttabel.

Tolak H0, apabila thitung ≥ ttabel. 4. Uji Normalitas Gain

Gain adalah selisih antara nilai postest dan pretest. Gain menunjukkan peningkatan pemahaman/penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran yang dilakukan guru. Untuk menghindari hasil kesimpulan yang akan menimbulkan bias penelitian, maka digunakan Normal Gain.

Peningkatan pemahaman konsep diperoleh dari N – Gain.14

sk orpretes ideal

sk or

pretes sk or

postes sk or

g

  

Dengan kategori

G tinggi : nilai (g) > 0,70

G sedang : nilai 0,70 > (g) > 0,30 G rendah : nilai (g) < 0,30

14

Richard R. Hake, “Analyzing Change/Gain Scores”, American Educational Research Association’s Division, Measurrement and Research Methodology, 1999, P. 1, (Diakses dari:

http://nettopdf.info/download/ebook/ANALYZING%20CHANGEGAIN%20SCORES, 2 Oktober


(50)

H. Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik yang diajukan adalah: Ho : µΌ = µ΍

Ha : µΌ > µ΍ Keterangan:

Ho = Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning)/PBL terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

Ha = Terdapat pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning)/PBL terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

µΌ = Rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning)/PBL.

µ΍ = Rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan metode konvensional.


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Di bawah ini dijelaskan gambaran umum dari data yang diperoleh, yaitu data hasil pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol yang meliputi nilai rata-rata, median, modus, deviasi standar, dan ketercapaian indikator berpikir kritis.

a. Deskripsi Data Hasil Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Deskripsi data hasil pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Data Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol

Data Statistik Kelas

Eksperimen Kontrol

Skor tertinggi 46 50

Skor Terendah 17 17

Rata-rata 29,972 31,333

Median 29,35 30,9

Modus 30,5 31,5

Varians 71,985 88,993

Sd 8,4844 9,4436

Rata-rata ketercapaian indikator (%) 29,86 31,25

thitung 0,678

ttabel 2,00

Hasil Uji t (kesimpulan) Ho diterima, Ha ditolak

Dari hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa (pretes) diperoleh ketercapaian indikator berpikir kritis pada konsep Hama Dan Penyakit Tumbuhan yaitu sebagai berikut:


(52)

Tabel 4.2 Persentase Ketercapaian Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kontrol

b. Deskripsi Data Hasil Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Deskripsi data hasil pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Data Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol

Data Statistik Kelas

Eksperimen Kontrol

Skor tertinggi 96 71

Skor Terendah 46 42

Rata-rata 62,25 54,417

Median 60,53 53,15

Modus 58,1 55,05

Varians 126,69 81,15

Sd 11,256 9,008

Rata-rata ketercapaian indikator (%) 62,96 54,63

thitung 3,43

ttabel 2,00

Hasil Uji t (kesimpulan) Ho ditolak, Ha diterima No Indikator Berpikir Kritis Persentase Ketercapaian (%)

Eksperimen Kontrol

1 Menganalisis Pertanyaan 62,50 60,42

2 Menentukan Tindakan 21,53 26,38

3 Bertanya dan Menjawab Pertanyaan

Tentang Suatu Penjelasan 22,56 21,53

5 Mendeduksi dan Mempertimbangkan

Hasil Deduksi 28,47 31,25

Jumlah 179,17 187,50


(53)

Dari hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa (postes) diperoleh ketercapaian indikator berpikir kritis pada konsep Hama Dan Penyakit Tumbuhan yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.4 Persentase Ketercapaian Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kontrol

No Indikator Berpikir Kritis Persentase Ketercapaian (%) Eksperimen Kontrol

1 Menganalisis Pertanyaan 75,69 68,75

2 Menentukan Tindakan 68,40 50,00

3 Bertanya dan Menjawab Pertanyaan

Tentang Suatu Penjelasan 47,92 48,26

5 Mendeduksi dan Mempertimbangkan

Hasil Deduksi 69,44 62,50

Jumlah 377,78 327,78

Rata-rata 62,96 54,63

2. Pengujian Prasyarat Analisis Data a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari subjek penelitian berdistribusi normal atau tidak, dilakukan dengan uji Liliefors. Kriteria uji normalitas adalah Ho diterima jika L hitung < L tabel dan Ho ditolak jika L hitung > L tabel. Dengan diterimanya Ho berarti data tersebut berasal dari populasi berdistribusi normal, sedangkan jika Ho ditolak berarti data tersebut berasal dari populasi berdistribusi tidak normal. Hasil uji normalitas subjek penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini dan penghitungan lengkapnya dapat dilihat di lampiran 24-27.

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Pretes

Kelompok Sampel Rata-rata SD Lo hitung L tabel Eksperimen 36 29,972 8,4844 0,1271333 0,147667


(54)

Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 0,05 untuk n = 36. Dari tabel 4.5 di atas dapat disimpulkan bahwa data pretes kedua kelas berdistribusi normal, karena Lo hitung < L tabel.

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Postes

Kelompok Sampel Rata-rata SD Lo hitung L tabel Eksperimen 36 62,25 11,256 0,1149778 0,147667

Kontrol 36 54,417 9,008 0,1323444 0,147667 Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 0,05 untuk n = 36. Dari tabel 4.6 di atas dapat disimpulkan bahwa data postes kedua kelas berdistribusi normal, karena Lo hitung < L tabel.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas atau uji kesamaan dua varians populasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Fisher, dimana subjek penelitian dinyatakan homogen jika F hitung < F tabel yang diukur pada taraf signifikansi 0,05. Hasil uji homogenitas subjek penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini dan penghitungan lengkapnya dapat di lihat di lampiran 28.

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Pretes

Kelompok Sampel F hitung F tabel Eksperimen 36 71,985

1,24 1,74

Kontrol 36 88,993

Dari tabel 4.7 dipeoleh F hitung < F tabel (1,24 < 1,74) sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima yang artinya data pretes kedua kelas memiliki varians yang homogen.

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Postes

Kelompok Sampel F hitung F tabel Eksperimen 36 126,69

1,56 1,74


(1)

Lampiran 35

Varians Kelas Eksperimen

No Xi Xi-X (Xi-X)²

1 0.699 0.231 0.0532663

2 0.554 0.086 0.0074334

3 0.494 0.026 0.0006748

4 0.367 -0.101 0.0101830

5 0.468 0.000 0.0000001

6 0.582 0.114 0.0130595

7 0.468 0.000 0.0000001

8 0.532 0.064 0.0040508

9 0.507 0.039 0.0014951

10 0.387 -0.081 0.0066151 11 0.280 -0.188 0.0353440 12 0.333 -0.135 0.0181352

13 0.560 0.092 0.0084640

14 0.507 0.039 0.0014951

15 0.535 0.067 0.0045173

16 0.944 0.476 0.2262543

17 0.535 0.067 0.0045173

18 0.592 0.124 0.0152644

19 0.479 0.011 0.0001182

20 0.592 0.124 0.0152644

21 0.296 -0.172 0.0296615

22 0.746 0.278 0.0774336

23 0.373 -0.095 0.0089996 24 0.448 -0.020 0.0004096

25 0.507 0.039 0.0015573

26 0.254 -0.214 0.0459112 27 0.373 -0.095 0.0089996

28 0.468 0.000 0.0000001

29 0.258 -0.210 0.0440727 30 0.258 -0.210 0.0440727 31 0.258 -0.210 0.0440727 32 0.207 -0.261 0.0681748 33 0.276 -0.192 0.0369170

34 0.707 0.239 0.0570718

35 0.537 0.069 0.0047661

36 0.463 -0.005 0.0000254


(2)

Lampiran 36

Varians Kelas Kontrol

No Xi Xi-X (Xi-X)²

1 0.301 -0.030 0.0008877

2 0.494 0.163 0.0265612

3 0.398 0.067 0.0044342

4 0.316 -0.015 0.0002115

5 0.316 -0.015 0.0002115

6 0.266 -0.065 0.0042480

7 0.367 0.036 0.0013024

8 0.468 0.137 0.0188661

9 0.468 0.137 0.0188661

10 0.613 0.282 0.0797119

11 0.387 0.056 0.0030988

12 0.507 0.176 0.0308589

13 0.333 0.002 0.0000054

14 0.387 0.056 0.0030988

15 0.239 -0.092 0.0083838 16 0.239 -0.092 0.0083838 17 0.183 -0.148 0.0218747 18 0.239 -0.092 0.0083838

19 0.408 0.077 0.0059987

20 0.448 0.117 0.0136331

21 0.567 0.236 0.0557734

22 0.313 -0.018 0.0003086 23 0.254 -0.077 0.0059705

24 0.448 0.117 0.0136331

25 0.468 0.137 0.0186984

26 0.532 0.201 0.0405048

27 0.323 -0.008 0.0000710 28 0.129 -0.202 0.0407911 29 0.258 -0.073 0.0053195 30 0.138 -0.193 0.0372756 31 0.069 -0.262 0.0686618 32 0.148 -0.183 0.0334349

33 0.463 0.132 0.0174142

34 0.080 -0.251 0.0630010 35 0.000 -0.331 0.1095610

36 0.340 0.009 0.0000810


(3)

(4)

Varians Kelas Eksperimen

S ² =

�� −� ²

� − 1 = 0,8982980

35 = 0.0257

Varians Kelas Kontrol

S ² =

�� −� ²

� − 1 = 0,7695205

35 = 0,0220

Uji Statistik

Pengujian dengan taraf signifikansi 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = 36 + 36 ̶ 2 = 70

S ² total = � 1̶ � ²+ � − 1 � ²

� + � 2̶

= 36 − 1 0,0257 + 36 − 1 0,0220 36 + 36− 2

= 0,8995−0,77 70 = 0,1295

70

= 0,00185

S = 0,00185 = 0,0430


(5)

t =

2 1

2 1

1 1

n n S

X X

 

= 0,468−0,331 1 36 +

1 36 0,0430

= 0,137 0,05 0,0430 = 14,27

Setelah t hitung diperoleh, ditentukan t tabel. Didalam tabel distribusi t untuk dk = 70, diperoleh t tabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 2,00.

Kesimpulan:

Karena didapat t hitung > t tabel (14,27 > 2,00) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.


(6)

≥ 50 % < 50 % ≥ 50 % < 50 % ≥ 50 %

I

1

2 4

2

3

II 4 2 2

5

III

6

5 9

7

8

9

10

11

12

IV 13 3 1

14

V

15

4 2

16

17

Jumlah 12 5 4 13 16 18

Jumlah Total Indikator 17 17 34