Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas
Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
memenuhi syarat Parliamentary Threshold tersebut harus mendapatkan minimal 2,5 suara dari jumlah total perolehan suara secara nasional.
Berdasarkan data yang didapatkan dari KPU Provinsi Jawa Barat, partai politik yang masuk Parliamentary Threshold adalah sebagai berikut:
1. Partai Demokrat 26,43 ,
2. Partai Golongan Karya 19,29 ,
3. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 16,61 ,
4. Partai Keadilan Sejahtera 10,54 ,
5. Partai Amanat Nasional 7,50 ,
6. Partai Persatuan Pembangunan 6,96 ,
7. Partai Gerakan Indonesia Raya 5,36 ,
8. Partai Kebangkitan Bangsa 4,64 , dan
9. Partai Hati Nurani Rakyat 2,68 .
Jumlah pemilih yang terdaftar pada Pemilu 2009 sebanyak 171.265.442 orang, yang terdiri dari jumlah pemilih dalam negeri sebanyak 169.789.593 orang
dan jumlah pemilih luar negeri sebanyak 1.475.847 orang http:www.kpu.go.id dan hanya menghasilkan sembilan partai yang lolos dan memenuhi syarat
Parliamentary Threshold. Sementara jumlah kursi yang diperebutkan di DPR pada Pemilu 2009 yaitu
berjumlah 560 kursi. Berikut tabel perolehan kursi serta perolehan suara yang didapat oleh partai yang lolos Parliamentary Threshold
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas
Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Tabel 1.1 Perolehan Kursi Serta Perolehan Suara yang didapat Oleh Partai yang
Lolos Parliamentary Threshold pada Pemilu 2009
No Uurut Partai
Nama Partai
Perolehan Suara Jumlah
Kursi Persentase
Perolehan Kursi di DPR
1 Partai Hati Nurani
Rakyat 3.922.870
18 3, 21
5 Gerakan
Indonesia Raya
4.646.406 26
5. 64 8
Partai Keadilan
Sejahtera 8.206.955
57 10, 17
9 Partai
Amanat Nasional
6.254.580 43
7, 67 13
Partai Kebangkitan
Bangsa 5.146.122
27 4, 82
23 Partai
Golongan Karya
15.037.757 107
19. 10 24
Partai Persatuan
Pembangunan 5.533.214
37 6, 60
28 Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan
14.600.091 95
16, 96 31
Partai Demokrat 21.703.137
150 26, 78
Jumlah Total 85.051.132
560 100
Sumber: mediacenter.kpu.go.id, diolah oleh penulis
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas
Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Jika berbicara mengenai politik di Indonesia, kita memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Hal itu tertuang dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang menjelaskan mengenai hak dan kewajiban warga negara
Indonesia. Pasal 27 Ayat 1 berbunyi segala warga negara bersamaan kedudukannya
di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Ini menegaskan bahwa setiap
warga negara memiliki hak yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan. Salah satu hak warga negara atas pemerintahan adalah hak berpolitik.
Dengan adanya hak berpolitik, dapat menentukan seorang wakil untuk mewakili suara rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat di tingkat nasional, provinsi
serta kabupatenkota ataupun di pemerintahan. Memberikan suara pada sebuah sistem pemilihan umum merupakan salah satu hak yang dimiliki warga negara di
Indonesia. Tidak terkecuali perempuan mereka pun mempunyai hak dalam memberikan suara ataupun untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat di
parlemen atau pemerintahan. Pada saat ini perempuan tidak hanya menjadi warga negara kelas dua
ataupun hanya sebagai pendamping seorang laki-laki. Di mulai dengan pergerakan-pergerakan perempuan di abad ke-20 munculah nama Kartini yang
sampai saat ini masih dikenang oleh masyarakat Indonesia khususnya oleh kaum perempuan. Sjahrir 1996: 24 mengemukakan bahwa,
―Kartini adalah seorang perempuan priyayi yang terkungkung kokoh dalam kisi-kisi keputren Jawa
yang mampu datang dengan ide-ide dan harapannya yang cemerlang mengenai masa depan kaumnya.‖
Sepenggal kisah mengenai Kartini yang diungkap oleh Syahrir tersebut hendaknya dapat melecutkan semangat perempuan masa kini dalam melanjutkan
pemikiran-pemikiran Kartini dalam memperjuangkan sesama kaumnya. Dalam
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas
Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
hal meneruskan pemikiran serta ide-ide cemerlang Kartini, perempuan saat ini dapat melakukan beragam hal, salah satunya dengan terjun ke dalam dunia politik.
Terjunnya perempuan di dunia politik ditandai dengan banyaknya calon –
calon anggota legislatif ataupun kepala daerah yang bertarung secara politis untuk merebut kursi-kursi sebagai anggota legislatif ataupun sebagai kepala daerah atau
wakilnya. Bahkan, tidak hanya pertarungan politik di tingkat perebutan kursi anggota legislatif atau pun kepala daerah, di tingkat pemilihan presiden pun
perempuan sudah ikut serta mencalonkan diri sebagai presiden, seperti Megawati Soekarno Putri.
Hak berpolitik perempuan di Indonesia dirasa sangat istimewa. Terlebih dengan adanya affirmative action dalam konteks politik yang bertujuan agar
perempuan memperoleh peluang yang setara dengan laki-laki dalam bidang yang sama. Affirmative action ini tercantum pada UU Nomor 8 Tahun 2012 terutama
pada pasal yang menjamin hak berpolitik perempuan dengan mencantumkan keterwakilan perempuan sebesar 30. Keterwakilan ini tertuang dalam UU
Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 8 Ayat 2 huruf e, yang mengatur partai peserta pemilu menyertakan minimal 30 keterwakilan kepengurusan perempuan di
tingkat pusat. Pada Pasal 55 berbunyi memuat paling sedikit 30 tiga puluh persen keterwakilan perempuan. Selanjutnya, pada Pasal 56 Ayat 2 yaitu dalam
setiap tiga orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 orang satu orang perempuan bakal calon.
Atas jaminan hak politik yang istimewa ini seharusnya jumlah perempuan di lembaga legislatif lebih representatif. Namun, di lapangan kuota 30 di tataran
pencalonan serta kepengurusan partai politik tidak sejalan saat di parlemen. Ini dapat dilihat dari grafik rekapitulasi anggota DPR RI yang berjenis kelamin laki-
laki dan perempuan pada periode 2009 —2014.
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas
Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Grafik 1.1
Sumber: mediacenter.kpu.go.id, diolah oleh penulis.
Selain grafik tersebut, ada pula persentase jumlah perempuan dan laki- laki yang menjadi anggota DPR-RI periode 2009-2014 seperti pada grafik berikut.
Grafik 1.2 Persentase Jumlah Perempuan dan Laki-Laki yang Menjadi Anggota DPR
RI Periode 2009 —2014
Perempuan 17,68
Laki-laki 83,32
Sumber: kpu.go.id, diolah oleh penulis
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas
Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan grafik 1.2, jumlah perempuan yang ada di DPR RI periode 2009
—2014 tidak memenuhi jumlah 30 seperti pada saat pencalonan legislatif yang dilakukan oleh partai politik dengan syarat minimal, yaitu memenuhi kuota
perempuan sebanyak 30 sesuai dengan UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Perempuan hanya mengisi sebanyak 17,68 dari jumlah laki-laki
sebanyak 83,32. Hal ini tentu saja membuat perempuan masih kalah dominasi jika dibandingkan dengan laki-laki. Terlebih ketika ada sebuah pembuatan
keputusan yang terkait dengan perempuan ini tentu saja dapat berdampak kurang baik, bahkan merugikan kaum perempuan.
Sama halnya dengan anggota DPR RI pada periode 2009 —2014, jumlah
anggota DPRD Provinsi Jawa Barat maupun DPRD KabupatenKota di Jawa Barat yang berjenis kelamin perempuan lebih sedikit jika dibandingkan laki-laki
meski dengan jumlah pemilih terbanyak kedua se-Indonesia pada Pemilu 2009, kuota 30 perempuan yang duduk di DPRD Provinsi, KabupatenKota belum
terpenuhi. Ini dapat dilihat dari jumlah anggota legislatif di tingkat Provinsi, KabupatenKota. Berikut tabel komposisi anggota DPRD Provinsi, Kabupaten
Kota berdasarkan jenis kelamin periode 2004 —2009 dan 2009—2014 di Jawa
Barat. Tabel 1.2
Komposisi Anggota DPRD Provinsi, Kabupaten Kota Berdasarkan Jenis Kelamin Periode 2004
—2009 dan 2009—2014 di Jawa Barat
No KabKota
Komposisi Anggota DPRD Jml
Kursi Thn.
2004 Jml
Kursi Thn.
2009 Laki-Laki
orang Perempuan
orang 2004
2009 2004
2009 1
Prov. Jawa Barat 92
75 8
25 100
100 2
Kab. Bogor 43
42 2
8 45
50 3
Kab. Sukabumi 39
42 6
8 45
50 4
Kab. Cianjur 38
42 7
8 45
50
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas
Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
5 Kab. Bandung
44 40
1 10
45 50
6 Kab. Garut
40 42
5 8
45 50
7 Kab. Tasikmalaya
40 43
5 7
45 50
8 Kab. Ciamis
43 46
2 4
45 50
9 Kab. Kuningan
43 44
2 6
45 50
10 Kab. Cirebon
39 43
6 7
45 50
11 Kab. Majalengka
41 45
4 5
45 50
12 Kab. Sumedang
40 42
5 8
45 50
13 Kab. Indramayu
37 40
8 10
45 50
Sumber : KPU Provinsi Jawa Barat, diolah oleh penulis Untuk komposisi anggota DPRD KabupatenKota berjenis kelamin
perempuan hampir sebagian daerah mengalami kenaikan dari 1 sampai dengan 12 antara Pemilu 2004 dan 2009, seperti daerah Kab. Cianjur, Kab. Cirebon, Kab.
Majalengka, Kab. Bekasi, dan Kota Banjar daerah ini mengalami kenaikan 1 orang anggota DPRD perempuan.
Daerah yang memperoleh kenaikan 2 orang anggota DPRD perempuan yaitu, Kab. Sukabumi, Kab. Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kab. Indramayu, dan
Kota Tasikmalaya. Selanjutnya, Daerah yang memperoleh kenaikan 3 orang anggota DPRD perempuan, yaitu Kab. Garut, Kab. Sumedang, Kab. Karawang,
Kota Bogor, Kota Bandung. Daerah yang memperoleh kenaikan 4 orang anggota DPRD perempuan,
yaitu Kab. Kuningan. Daerah yang memperoleh kenaikan 6 orang anggota DPRD perempuan yaitu, Kab. Bogor. Daerah yang memperoleh kenaikan 7 orang
14 Kab. Subang
40 47
5 3
45 50
15 Kab. Purwakarta
40 37
5 8
45 45
16 Kab. Karawang
42 44
3 6
45 50
17 Kab. Bekasi
39 43
6 7
45 50
18 Kab. Bandung
Barat 40
10 50
19 Kota Bogor
40 37
5 8
45 45
20 Kota Sukabumi
26 27
4 3
30 30
21 Kota Bandung
40 42
5 8
45 50
22 Kota Cirebon
28 28
2 2
30 30
23 Kota Bekasi
40 45
5 5
45 50
24 Kota Depok
40 33
5 17
45 50
25 Kota Cimahi
38 36
2 9
40 45
26 Kota Tasikmalaya
44 42
1 3
45 45
27 Kota Banjar
23 22
2 3
25 25
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas
Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
anggota DPRD perempuan, yaitu Kota Cimahi. Daerah yang memperoleh kenaikan 9 orang anggota DPRD perempuan, yaitu Kab. Bandung. Daerah yang
memperoleh kenaikan 12 orang anggota DPRD perempuan, yaitu Kota Depok. Selain daerah yang mengalami rentang kenaikan 1 sampai dengan 12
orang anggota DPRD perempuan, terdapat pula daerah yang tidak mengalami kenaikan jumlah anggota DPRD perempuan, seperti Kab. Bandung Barat, Kota
Cirebon, dan Kota Bekasi. Selain itu, ada pula Daerah yang memperoleh penurunan 1 orang anggota DPRD perempuan, yaitu Kota Sukabumi.
Dari data tersebut terlihat bagaimana jumlah perempuan yang menduduki jabatan sebagai anggota DPRD KabupatenKota. Dengan jumlah yang masih
sedikit jika dibandingkan dengan anggota laki-laki di beberapa daerah pemilihan terlihat adanya kenaikan jumlah perempuan. Namun ada pula yang tetap, bahkan
berkurang meskipun tidak banyak. Sedangkan untuk Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat mengalami
peningkatan jumlah anggota DPRD perempuan. Kenaikan tersebut dapat dilihat pada Pemilu 2004 dan 2009, pada komposisi anggota DPRD Provinsi Jawa Barat
pada Pemilu 2004 diisi sebanyak 8 orang perempuan dengan anggota laki-laki sebanyak 92 orang dan naik pada Pemilu 2009 menjadi 25 orang perempuan dan
75 orang laki-laki. Kenaikan jumlah yang tidak terlalu besar dari 8 orang menjadi 25 orang di
DPRD Provinsi Jawa Barat, tetapi angka ini dapat diperhitungkan bahwa politisi perempuan dapat berperan dalam dunia politik. Adanya kenaikan jumlah politisi
perempuan di tingkat DPRD ini merupakan sebuah gambaran adanya partisipasi politik yang dilakukan oleh kaum perempuan, entah sebagai politisi ataupun
sebagai pemberi suara pada pemilihan umum. Untuk mengkaji sejauh mana tingkat keterpilihan politisi perempuan serta
popularitas politisi perempuan tersebut pada pemilu 2014 di mata pemilih, khususnya pemilih perempuan, penulis tertarik untuk meneliti yang berkaitan
dengan tingkat elektabilitas politisi perempuan, tingkat popularitas politisi
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas
Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
perempuan, serta bagaimana sikap pemilih perempuan terhadap politisi perempuan, khususnya di lingkungan universitas. Oleh karena itu, penulis akan
meneliti dengan judul ELEKTABILITAS DAN POPULARITAS POLITISI PEREMPUAN PERSEPSI
MAHASISWI AKTIVIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA