Pola interaksi sosial pengikut syiah dengan pengikut wahabi di kawasan pejaten Jakarta Selatan

(1)

POLA INTERAKSI SOSIAL PENGIKUT SYIAH

DENGAN PENGIKUT WAHABI DI KAWASAN

PEJATEN JAKARTA SELATAN

OLEH :

AGUS SANTOSO

NIM : 101070022951

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2007


(2)

POLA INTERAKSI SOSIAL PENGIKUT SYIAH

DENGAN PENGIKUT WAHABI DI KAWASAN

PEJATEN

JAKARTA SELATAN

Skripsi ini Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

OLEH :

AGUS SANTOSO

NIM : 101070022951

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. DR. Hamdan Yasun M.Si

DR. Abdul Mujib M.Ag


(3)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2007

Aku hanyalah manusia,

tapi aku masih manusia,

Aku tidak dapat mengerjakan segalanya,

tapi aku masih mampu berbuat sesuatu;

Dan karena aku tidak mampu mengerjakan semuanya,

Aku tidak akan menolak untuk mengerjakan sesuatu

yang mampu aku lakukan.

(Edward Everett Hale).

Kupersembahkan karya kecil ini

kepada orang-orang yang tercinta

Bapak, Ibu, Suami, Buah hatiku, Kakak & Adikku.

Mereka adalah pemberi warna dalam hidupku sebagai

langkah awal meraih Kesuksesan..


(4)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi (B) MEI 2007

(C) AGUS SANTOSO

(D) POLA INTERAKSI SOSIAL PENGIKUT AJARAN ISLAM

SYIAH DENGAN PENGIKUT WAHABI DI PEJATEN JAKARTA SELATAN.

(E) XV + 93Halaman

(F) Syiah di indonesia merupakan sebuah kenyataan yang memang harus kita perhitungkan keberadaanya terlebih sampai saat ini masih banyak sebagian orang yang memandang bahwa syiah merupakan sebuah aliran yang sesaat dalam dunia islam khususnya dari kalangan wahabi.

Di daerah pejaten jakarta selatan dimana peneliti tinggal dulu ada sebuah realita kehidupan dimana antara pengikut ajaran islam syiah dengan pengikut ajaran wahabi saling berdekatan dalam menjalankan rutinitas keseharian diamana Wahabi di wakili LIPIA sebagai lembaga perwakilan Saudi Arabia dan di sebelahnya tidak jauh dari sana ada ICC ( Islamic Cultural Center ) yang secara terang-terangan menyatakan bahwa lembaga tersebut mewakili Ahlul bait.

Dalam perjalannya ternyata kedua lembaga tersebut saling bersetegang dalam menjalankan prisip meraka tidak jarang diadakan dialog antar pengikut guna menjalakan hubungan silaturahmi antar pengikut agar tidak terjadi konflik antar mereka.

Dengan melihat fenomena tersebut penulis terdorong untuk mancari atas jawaban tentang bagaimana dan apa pola interaksi sosial yang terjadi antara pengikut aliran islam syiah mereka serta bagaimana sesama dengan pengikut aliran wahabi di kawasan pejaten barat tersebut. Peneliti mengunakan pendekatan study kasus , dengan melibatkan 5 orang responden. Penelitian ini di lakukan dengan wawancara mendalam

(dept interview) serta observasi jenis pengamatan sebagai pemeran serta penelitian ini dilaksanakan 2 bulan antara aparil 2007 sampai Mei 2007 Dari hasil pengolahan data, pola interaksi yang di jalankan oleh pengikut aliran islam syiah dengan Pengikut wahabi di pejaten barat terbentuk


(5)

karena adanya aturan atau norma yang mengharuskan meraka mengedepankan Alil bait dalam segala hal. Disamping internalisasi Norma, konformitas, dan kohesivitas kelompok juga mempengaruhi pola interaksi mereka. Dalam menjalani kehidupan beragama pengikut aliran ini sebisa mungkin tidak bergabung dengan pengikut aliran yang lain terlebih wahabi. Mazhab yang mereka anut di kawasan tersebut membuat mereka hanya akan menjalakan aktifitas beribadah jika imam yang sudah di tunjuk sudah berada di tenagh-tengah mereka. Sholat dan –badah-ibadah yang bersifat transedental haruslah sesuai dengan petunjuk imam mereka. Akan tetapi dalam berbagai kegiatan sosial mereka cenderung melibatkan semua pihak terlebih dalam hal sosialisasi berbagai kegiatan yang di jalankan guna sosialisasi ajaran mereka. Dari situlah peneliti melihat bahwa pola interkasi yang mereka jalankan mengacu pada sistem norma yang telah di internalisasikan baik secara sengaja dngan cara dogma langsung dari Imam mereka maupun dengan cara membaca- berbagai lietratur yang secara rutin mereka publikasikan kepada pengikut ajaran tersebut. Maka dari situ terbentuklah poal interaksi yang mengacu pada Standar Operating Procedure ( SOP )

Dari segi hubungan silaturahmi pengikut syiah cenderung mau menjaga silaturahim ketimbang memutuskanya. Bagi mereka silarturahim adalah ikatan yang membuat islam selalu kuat dan kokoh.

(G) Referensi Bacaan: 31 ( 1967-2006 )


(6)

Kata pengantar

Alhamdulillah penulis ucapkan pertama karena hanya dia yang layak untuk menerima pujian dan juga rasa syukur penulis atas terselesaikanya skrips yang hampir dua tahun lamanya tidak dapat penulis selesaikan dengan cepat.

Namun siapa sangka dengan kondisi yang begitu sedikit waktu dan begitu banyak pekerjaan akhirnya skripsi ini dapat penulis elesaikan walau dengan susah payah.

Dari lembaran inilah penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif hidayatullah Ibu Dra. Netty Hartati M.Si. serta Pudek I yang begitu baik kepada penulis dan tak bosan memotivasi guna terselesaikanya skripsi ini Yakni Ibu Dra. Zahrotun Nihaya. M.Si. beserta Civitas

2. Bapak Prof. DR. Yasun selaku pembimbing I yang telah berprilaku amat baik layaknya bapak dirumah sendiri.

3. Bapak DR. Abd.Mujib M.Ag selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sabar membimbing penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.

4. kepada Ayah dan Ummi tercinta Bunyamin H.Munir serta St. Romlah yang begitu tidak terlupakan.


(7)

5. istriku tercinta Lusy Faiqo yang selalu mau menemani dikala senang dan duka

6. Laily Azkia anak ku tercinta yang membuat waktu-waktu sulit dan penat menjadi ceria.

7. kepada Kawan-kawan psikologi angkatan 2001 yang selalu kompak. 8. kepada seluruh keluarga besar PII Jakarta terutama Ibu siti Zainab

Yusuf yang begitu baik mau membiayai kuliah ku sampai selesai semoga Allah memberikan Ganjaran yang lebih atas kebaiknya tersebut.

Singkatnya, semoga Allah memberikan apa yang menjadi cita-cita meraka sampai kemudian kita dapat bertemu kembali disurga yang kekal. Semoga Allah selalu membimbing kita kejalan yang benar. Amin

Jakarta, Maret 2007

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman pengesahan ...iii

Motto ...iv

Dedikasi ...

Abstraksi ...

Kata pengantar ...

Daftar isi ...

Daftar tabel ...

BAB I : PENDAHULUAN ………...

1.1. Latar Belakang Masalah………...

1.2. identifikasi Masalah …...…………...

1.3. Pembatasan dan perumusan masalah ...………...

1.3.1.

Pembatasan

Masalah ...

1.3.2.

Perumusan

masalah ...

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...………...

1.4.1 Tujuan Penelitian ...

1.4.1. Manfaat penelitian ...

BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA

2.1. POLA INTERAKSI SOSIAL …………...…...

2.1.1. Pengertian Pola Interaksi Sosial…………...

2.1.2. Aspek-Aspek Psikologis dalam Interaksi Sosial ...

2.1.3. Teori-teori tingkah laku dlm interaksi antar kelmpok.

2.1.4. Tipe Interaksi sosial ...

2.1.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial ..

2.2. Syiah dan Wahabi

2.2.1. Pengertian syiah ...

2.2.2. doktrin-doktrin /ajaran dalam syiah ...

2.2.3. sekte dalam syi’ah ...

2.2.4. sejarah perkembangan syi’ah sampai ke Indonesia

2.2.2. Wahabi

2.2.2.1 Penertian Wahabi ..………..

2.2.2.2 Ajaran


(9)

2.2.2.3 Sejarah dan perjalanan wahabi ...

2.2.2.4 Perjalanan

wahabi

sampai ke Indonesia ...

2.3. Proposisi

Teoritis

... …...

BAB 3 : METODE PENELITIAN ………...

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. pendekatan Penelitian ...

3.1.2. metode penelitian ...

3.2. Subjek Penelitian ...

3.2.1. Teknik pengambilan Subjek ...

3.2.2. Karakteristik Subjek ...

3.3. Pengumpulan

Data...

3.3.1. Metodedan instrument Penelitian ...

3.3.2. alat bantu pengumpulan data ...

3.4. Teknik Analisa data...

3.5. Prosedur

Penelitian

...

3.5.1. Prosedur persiapan Penelitian ...

BAB 4 : HASIL PENELITIAN ……….

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ……….

B. Riwayat Kasus dan Analisis Kasus………

1. Kasus A……….

2. Kasus B……….

3. Kasus C………..

4. Kasus D………..

C. Perbandingan Antar Kasus ……….

D. Analisis Kasus……….

BAB 5 : PENUTUP ……….

A. Kesimpulan ……….

B. Diskusi dan saran ………


(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Kaum muslim Indonesia sering digambarkan sebagai kumpulan pemelik yang relative homogen yaitu hanya terdiri dari kaum sunni ( Ahl al Sunnah wal jam’ah )

Hal tersebut membuat terelimeinernya pengetahuan masyarakat tentang keberadaan pengikut aliran lain seperti Wahabi dan juga Syiah. Walaupun belakangan terakhir muncul Muhammadiyah yang mengatas namakan Wahabi. Namun hal tersebut tidak mengubah kesan homogenitas ke sunni-an Islam di Indonesia.

Begitupun aliran syiah tidak banyak muslim Indonesia yang mengenal aliran yang satu ini. jika kita sedikit menelaah tentang sejarah perkembangan Islam di Indonesia jelas bahwa Syaih pernah hadir dan menjadi salah satu mazhab yang dominant di kawasan barat Indonesia. Sebut saja Pariaman di Sumatera Barat, disana peneliti mengetahui ada perayaan tabut yang mengidikasikan bahwa

syiaisme pernah ada di pariaman. Bahkan kaum Alawi Indonesia konon dari semula adalah penganut setia aliran syiah.


(11)

Akan tetapi jelas bahwa munculnya syiahisme dalam keragaman keagamaan di Indonesia merupakan barang baru dan pengenalan oleh kebanyakan kaum muslim Indonesia juga barang baru. Mungkin pemicu kemunculan pengetahuan tentang ajaran syiah di dorong oleh terjadinya revolusi Islam Iran yang dasyat pada tahun 1979 yang mana gerakan tersebut di motori oleh ulama-ulama Syiah seperti Ayatullah Koemaini, Ali Sariati Mutthahari.

Munculnya perbincangan sekitar syiah jelas sekali merupakan tanda bahwa masyarakat Indonesia mulai menyadari keberadan aliran tersebut. Akan tetapi hal tersebut masih di tanggapi negatif oleh sebagian pengikut muslim Indonesia. Terlebih dari kalangan wahabi. Dampak dari revolusi Islam di iran yang di motori ulama-ulama syiah sedikit banyak berdampak pada kestabilan Internasional begitu juga terhadap kaum muslim Indonesia Karena sebagian masyarakat Indonesia baragama Islam.

Di samping itu latar belakang sejarah syiah yang lebih mengutamakan Ali dengan sahabat lainnya juga membuat masyarakt Islam Indonesia pada umumnya serta khususnya dari kalangan wahabi menjaga jarak dengan aliran tersebut. Sikap untuk melihat syiah sebelah mata semakin membuat Aliran ini sulit untuk dikenali oleh pengikut wahabi dan muslim dunia, begitupun


(12)

Karana itu syiah bagi sebagain pengikut wahabi Islam Indonesia tidak saja merupakan masalah agama akan tetapi juga merupakan masalah politik. Karena dapat mengganggu kestabilan dalam negeri dan juga keamanan internal Negara Indonesia yang mayoritas muslim yang secara otomatis akan mempengaruhi pandangan mereka terhadap syiah.

Perbedaan pandangan antara Syiah dan wahabi bahkan sering kali di sebabkan oleh perbedaan penafsiran teks-teks Al Quran dimana seharusnya hal tersebut tidak terjadi. Bahkan sering berakibat Disharmonis hubungan antar sesama mereka.

Fakta sejarah menunjukkan bahwa pernah terjadi perang besar-besaran antara pengikut ajaran Islam syiah dengan kelompok di luarnya yang kita sebut Tragedi Karbala. Padahal Allah SWT memerintahkan hamba Nya untuk tidak berperang karena semua bersaudara.

Allah SWT dalam Al Quran memerintahkan agar kita menjaga Ukhuwah Islamiyah maka oleh Karena itu patut kita renungkan kembali ayat Al Quran berikut ini :

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu

damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah SWT supaya kamu mendapat rahmat’ (Al Hujarat Ayat 10 ).


(13)

Fenomena Ukhuwah Islamiyah ini juga sejalan dengan yang dianjurkan dalam Al Quran ayat berikut :

”Wahai sekalian manusia sesungguhnya kami ciptakan kamu sekalian dari pria dan wanita dan kami jadikan kamu sekalian berbangsa dan bersuku-suku agar kamu aling mengenal, sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu bagi Allah adalah yang paling bertqwa. Sesungguhnya Allah itu maha mangetahui dan maha teliti. ( Al Hujarat ayat 13 )

Manusia merupakan mahluk sosial. Setiap muslim dalam kehidupan beragama dan dalam kehidupan sosial selalu membutuhkan bantuan orang lain guna memenuhi kebutuhannnya. Dengan menjalani hidup secara bersama-sama maka kebutuhan yang harus terpenuhi akan lebih mudah untuk didapatkan.

Selanjutnya bahwa dalam hidup ini selalu saja ada perbedaan dan hal itu adalah wajar serta alamiah bahkan dalam Agama perbedaan merupakan Rahmat. Begitu juga dengan kehidupan berkelompok. Perbedaan tujuan dan manstreem

pada satu kelompok dengan kelompok dapat di jadikan pondasi yang berbeda demi mengokohkan bagunan agama.

Di dalam agama khususnya Agama Islam kita tahu bahwa terdapat berbagai macam golongan dan ajaran yang berkembang dan hal itu menimbulkan


(14)

dalam melihat agama islam itu sendiri. Perbedan-perbedan inilah yang menurut agama dapat menjadi rahmatan lil alamin.

Sejarah Islam khususnya dan umat manusia umumnya menunjukan bukti bahwa peristiwa karbala merupakan tindakan yang tidak semestinya terjadi. Konflik yang menyebabkan timbulnya banyak korban dari kalangan syiah merupakan salah satu bentuk tidak adanya perhatian terhadap ayat di atas perihal

persaudaraan.

Pembagian masyarakat Islam ke dalam sunni dan syiah umumnya di jelaskan dalam acuan perbedaan politik bukan perbedaan antar suku, bangsa yang di jelaskan didalam Al Quran surat Al hujarat ayat 13. Pandangan yang

mengedepankan politik sebagi pemicu munculnya syiah di dasarkan oleh pemisahan antara gereja dengan Negara di dunia barat.

Pandangan semacam ini merupakan sebuah kesalahan yang besar sebab dengan mengikut sertakan antara politik dengan perkembangan syiah telah mengesampingkan proses yang terjadi di dalam syiah itu sendiri dan

kembangkitan umat Islam di masa mendatang.

Syiah tidak langsung saja hadir ketika muawiyah menjadi kahlifah namun ada berbagai macam proses yang terjadi. interaksi social antar merak yang setia dengan Ali serta interaksi antar sahabat yang lain juga menjadi pendorong


(15)

timbulnya golongan syiah dalam sialm sehingga terus berkembang dan menimbulkan rasa persaudran diantar pengikut syiah.

Untuk itu sebagai salah satu bentuk perhatian peneliti terhadap perkembangan syiah di Indonesia peneliti hendak melakukan sebuah telah menyeluruh tentang aliran ini sebab syiah merupakan sesuatu yang nyata bagi kita. Syiah bukan saja merupakan kenyataan di Indonesia akan tetapi jelas syiah suatu kenyataan yang juga bersifat internasional khususnya dalam dunia Islam.

Mengingkari kenyataan tersebut bukan merupakan suatu kenaifan tetapi

merupakan salah satu bentuk pembodohan bagi sebagian orang. Syiah adalah kenyatan histories yang secara tak terpungkiri sudah mewarnai sejarah agama dan umat islam selama 15 abad. Terlebih di kaitkan dengan keberadan dengan keberadaan kalangan wahabi yang muncul belakangan terakhir yang sangat menentang keberadaan masyarakat syiah secara umum. Melihat syiah sebagai kenyataan di perlukan sikap yang lebih bersedia untuk memahami serta

mengenali bentuk-bentuk interaksinya dengan aliran-aliran Islam yang lain.

1.2 Identifikasi Masalah

Untuk lebih memudahkan penulis dalam meneliti masalah ini maka dibuat identifikasi masalah penelitian sebagai berikut :

1. bagimanan cara pandang pengikut syiah terhadap diri dan kelompoknya serta cara mereka berinteraksi dengan Pengikut aliran wahabi.


(16)

2. Bagaimana ukhuwah yang terjadi antara pengikut ajaran islam syiah dengan pengikut wahabi di jakarta selatan.

1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.3.1. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang diteliti lebih terarah maka penulis membatasi masalah sebagai berikut :

1. Pola Interaksi Sosial yang di gunakan oleh pengikut ajaran Islam syiah dalam berinteraksi dengan pengikut wahabi.

2. Ukhuwah Pengikut Syiah dan pengikut wahabi dalam konteks ke kinian

1.3.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dan mengapa Pola Interaksi Sosial Pengikut Syiah Dengan Pengikut Wahabi Di Wilayah Pejaten Barat Jakarta Selatan.

1.4. Tujuan dan manfaat penelitian

1.4.1. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui interaksi Sosial yang terjadi antara pengikut ajaran Islam syiah dengan ulama wahabi di pejaten barat.


(17)

1.4.2. Manfaat dari penelitian

1.4.2.1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan gambaran dan masukan yang positif tentang bagaimana seharusnya berinteraksi dengan pengikut ajaran Islam syiah, mengetahui aspek kunci ke tidak hamonisan antara pengikut ajaran Islam syiah dengan pengikut wahabi guna mewujudkan Islam yang Rahmatan lil alamin.

1.4.2.2. Manfaat Praktis

Dapat memberikan sumbangsih bagi para pembaca khususnya mahasiswa agar lebih bijaksana dalam menyikapi masalah-masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat.

1.5. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini berpedoman pada sistematika penulisan American

Psychological Association ( APA )Style. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, penulis menyusunnya dalam beberapa bentuk bab sebagai berikut :

BAB 1 : PENDAHULUAN

Membahas mengenai Latar belakang masalah, Identifikasi masalah, Perumusan dan pembatasan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi.


(18)

BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA

Membahas teori-teori tentang Interaksi Sosial, Definisi Interaksi sosial, Pola-pola interaksi sosial, Tipe interaksi sosial, Pengikut syiah dan wahabi dalam konteks kekini an dan ke Indonesiaan.

BAB 3 : METODE PENELITIAN

Membahas tentang Jenis penelitian, subyek penelitian, Pengumpulan data, Teknik analisis data dan prosedur penelitian.

BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Membahas isi laporan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti.

BAB 5 : KESIMPULAN


(19)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pola Interaksi Sosial

2.1.1. Pengertian Pola Interaksi sosial

Kenyataan empirik menunjukkan bahwa kehidupan manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Banyak aspek psikologis yang mempengruhi proses kontak sosial antar sesame manusia. Tak heran jika studi mengenai interaksi sosial menjadi salah satu topik utama dalam psikologis sosial. Dengan

memahami proses interaksi sosial, orang dapat mengetahui pengaruh struktur sosial dan individu terhadap individu lainnya. Pola-pola tingkah laku yang dimanifestasikan oleh individu terbentuk akibat proses interaksinya dengan individu lain, baik di dalam maupun di luar kelompoknya.

Edwin P. Hollander (1971 : 243) mendefinisikan interaksi sosial sebagai

hubungan antara dua individu atau lebih yang saling bergantung. Dalam definisi ini tampak bahwa proses komunikasi terpengaruh terhadap cara berfikir

seseorang selama proses interaksi berlangsung.

Edwin E Jones ( dalam Edward E Sampson 1964 : 64) mengemukakan bahwa interaksi sosial terjadi ketika dua orang atau lebih melakukan kontak dengan sesama. Dalam proses ini pertemuan antara kedua belah pihak


(20)

mengimplikasikan aktivitas timbal balik sehingga menimbulkan pengaruh dalam pembentukan tingkah laku seseorang kepada yang lain.

Hubert Bonner (dalam W A Gerungan 1996 : 57) menyatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan natara dua orang atau lebih di mana tingkah laku individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki tingkah laku individu yang lain dan sebaliknya.

Dari ketiga definisi tentang interaksi sosial di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam proses interaksi sosial terdapat hubungan saling mempengaruhi antara dua orang atau lebih, sehingga terjadi penyesuaian diri antara

sesamanya. Penyesuaian diri sebenarnya memiliki pengertian ganda. Di satu sisi ia dapat diartikan sebagai proses perubahan diri sesuai dengan keadaan

lingkungan sosial. Di sisi lain, penyesuaian diri merupakan suatu aktivitas pengubahan tingkah laku orang lain sesuai dengan keinginan sendiri.

Penyesuaian diri dalam bentuk pertama disebut penyesuaian secara autoplastis, yaitu subyek yang bersangkutan bersikap pasif dalam menerima pengaruh dari pihak lain. Pada penyesuaian yang kedua disebut aloplastis, yaitu subyek yang bersangkutan terlibat secara aktif dalam upaya mempengaruhi tingkah laku orang lain.


(21)

Pola interaksi sosial merupakan satu bentuk proses sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Pengetahuan tentang proses-proses sosial ini memungkinkan kita memperoleh pengertian yang mendalam mengenai hal-hal yang dinamis dalam masyarakat. Para ahli psikologi sosial memandang betapa pentingnya pengetahuan tentang proses sosial mengingat bahwa pengetahuan tentang struktur dalam masyarakat saja belum cukup untuk mendapatkan gambaran yang nyata tentang kehidupan manusia.

Dewasa ini, kita sering mendengar bahwa dalam kehidupan sehari-hari manusia tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lainnya Proses sosial semacam ini membuat kita selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan sehinggga kepribadian kita hanya akan menjadi utuh bila kita sudah betul-betul berinteraksi dengan lingkungan. Bahkan lebih jauh, menurut Abdul Mujib (2001), seseorang dapat dikatakan sehat mental jika ia mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang di dasarkan pada keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.

Proses sosial semacam inilah yang di sebut dengan pola interaksi sosial. Karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-per orang maypun antar kelompok-kelompok manusia.


(22)

Apabila dua orang bertemu maka interaksi sosial dimulai pada saat itu. Saling tegur, jabat tangan, saling bicara bahkan berkelahi merupakan bentuk dari pola interaksi sosial. Dalam kehidupan sehari-hari pola-pola khusus dalam interaksi sosial dapat kita jumpai dengan mudah: ada yang berbentuk ukhuwah atau persaudaraan, pertikaian atau konflik, bahkan percintaan dan kerjasama.

Gilllin dan Gillin (1967) pernah mengadakan pengolongan yang lebih luas tentang interaksi sosial atau proses sosial. Menurutnya ada dua macam proses sosial yang timbul akibat dari interaksi sosial; proses asosiasi, dan proses disasoiasi. Proses asosiasi terbagi kedalam tiga bentuk yakni : Akomodasi, Asimilasi dan akulturasi. Sedangkan disasoiasi mencangkup: persaingan, kontroversi, dan pertentangan atau konflik.

2.1.2 Aspek-Aspek Psikologis dalam Interaksi Sosial

Dalam interaksi sosial melibatkan beberapa aspek psikologis yang sangat kompleks. Kompleks karena melibatkan banyak hal tidak saja dalam kaitannya dengan diri, tapi juga lingkungannya. Hubert Bonner (1953 : 53) menyebutkan empat aspek yang terdapat dalam proses interaksi, yaitu komunikasi, antisipasi, persepsi, dan simbolisasi.

1. Komunikasi

Manusia merupakan makhluk yang saling menggantungkan hidupnya satu sama alin. Dalam berinteraksi sosial, komunikasi menjadi perantara yang utama guna


(23)

terciptanya hubungan sosial. Namun setiap manusia memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengkomunikasikan sesuatu. Donald Hebb (1967) membedakan komunikasi menjadi dua pola; pola refleksif, yakni komunikasi yang berisikan pola-pola yang terus menerus sama (Stereotipe), dan pola Purposif, yaitu pola komunikasi yang diadakan secara sengaja dengan maksud agar si penerima pesan dapat mengerti apa yang di sampaikannya.

Menurut Albert Harrison (1976) komunikasi adalah proses pengiriman dan penerimaan informasi dari seseorang kepada orang lain. Terdapat tiga unsur penting bagi terciptanya komunikasi, yaitu subyek pengirim informasi

(transmitter), informasi atau pesan (massage) dan subyek penerima (receiver). Dengan adanya komunikasi interaksi sosial dapat berjalan dengan baik. Sebab proses pengiriman dan penerimaan informasi dari seseorang kepada orang lain dapat tersampaikan dengan baik. Dalam proses interaksi sosial, kelancaran komunikasi turut mendukung perkembangan hubungan antar sesama individu kearah yang lebih baik. Sebaliknya jika terjadi miskomunikasi, maka akan

menimbulkan kerenggangan hubungan yang berakibat munculnya permusuhan. Bahasa merupakan satu aspek penting dalam berkomunikasi. Bentuk bahasa yang disampaikan oleh seseorang tentunya akan berbeda jika di bandingkan dengan bahasa yang dilakukan oleh hewan. Manusia dalam melakukan komunikasi tidak hanya melibatkan pikiran tapi juga pribadi seseorang yang bersangkutan. Karena pribadi seseorang dapat berpengaruh terhadap orang lain dalam berkomunikasi. Niat yang tulus serta kehendak dari satu pihak akan


(24)

tersebut. Artinya, dalam berkomunikasi diperlukan sikap slaing terbuka antar kedua pihak agar tercipta kelancaran komunikasi. Komunikasi yang didasari rasa saling suka lebih berhasil daripada komunikasi yang awalnya sudah tidak saling menyukai.

2. Antisipasi

Antisipasi adalah kesiagaan sikap dan mental untuk menerima suatu rangsangan balik. Antisipasi ini penting dalam proses interaksi sosial, karena menuntut

modifikasi tingkah laku untuk penyesuian diri. Contoh yang sering dijumpai tentang interaksi sosial yang di dalamnya terdapat antisipasi adalah hubungan antara orang tua dengan anak balitanya. Ketika anak tersebut merasa lapar, ia akan melakuakan modifikasi tingkah laku dengan mengeluarkan tangisan dan berharap sang ibu mendengar dan datang kepadanya. Tangisan sang anak menjadi bermakna tatkala si ibu merespon dengan mendatangi anak tersebut dan membawa makanan untuknya. Melihat respon yang diharapkannya muncul, maka anak tersebut melakukan penyesuian tingkah laku dengan menghentikan tangisan dan menerima makanan tersebut. Ketika anak melakukan penyesuaian tingkah laku itulah yang di namakan antisispasi.

3. Persepsi

Persepsi merupakan salah satu kemampuan yang di miliki oleh sesorang. Dengan kemampuan mempersepsikan sesuatu seseorang dapat mengambil keputusan untuk bertingkah laku sebagaimana mestinya. Bahkan dengan


(25)

kemampuan mempersepsikan sesuatu seseorang dapat membayangkan serta merasakan apa yang nantinya dapat terjadi jika sesuatu sedang di lakukan oleh orang lain.

Persepsi merupakan suatu cara kerja yang rumit dan aktif. Setiap orang mampu mempersepsikan sesuatu namun hasil dari persepsi yang dikeluarkan oleh seseorang bisa jadi sama sekali berbeda dengan orang yang lain yang sama-sama berinteraksi dengan dirinya. Dalam berinteraksi dengan seseorang, persepsi memiliki peran yang penting. Tidak hanya pikiran, perasaan pun ikut bermain dalam mempersepsikan sesuatu. Begitu juga kesadaran dan ingatan ikut berpengaruh dalam persepsi. Dari sini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam berinteraksi terlebih ketika seseorang mencoba untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan, persepsi sangatlah berperan dalam menentukan sikap apa yang nantinya akan dilakukan.

4. Simbolisasi

Simbolisasi merupakan satu bentuk lain dalam berinteraksi sosial. Kadangkala seseorang berinteraksi dengan mengunakan symbol atau isyarat tertentu. Dengan memunculkan simbol-simbol seseorang dapat mengerti apa yang dimaksudkan oleh orang lain yang diajak berkomunikasi.

Interaksi dengan mengunakn simbol dapat membuat manusia mestimulasi dirinya sendiri. Sehingga dapat terjadi efek perubahan tingkah laku antar subjek


(26)

yang melakukan dan individu yang dituju. Artinya, simbol dapat menjadi media yang baik dalam melakukan interaksi sosial.

2.1.3. Teori-teori Tingkah Laku dalam Interaksi Antar Kelompok

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai seseorang membenci orang lain yang berbeda kelompok sosialnya, bahkan tidak jarang sampai terjadi konflik yang disertai sikap agresif. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan identitas sosial, kategorisasi, jarak sosial, prasangka dan konflik.

1. Identitas Sosial

Teori ini petama kali di cetuskan oleh Henri Tajfel. Ia membedakan dua bentuk tingkah laku manusia, yaitu tingkah laku individual dan tingkah laku kelompok. Menurut teori ini manusia adalah mahluk individual yang unik, di samping juga mempertimbangkan aspek sosial dari individu tersebut sebagai angota kelompok sosial. Setiap kelompok sosial itu sendiri mengembangkan kebiasaan tertentu yang mesti dilakukan oleh setiap anggota kelompoknya. Aspek inilah yang biasanya digunakan oleh seseorang untuk mengenali orang lain, ia termasuk kelompoknya atau bukan. Selanjutnya identitas sosial sudah terbentuk pada individu yang bersangkutan.

2. Teori kategorisasi

Teori ini diperkenalkan oleh Turner. Dasar teori ini adalah manusia cenderung mengolong-golongkan diri kedalam beberapa tingkatan seperti: pintar-bodoh, cantik-jelek, kaya-miskin dan lain sebgainya.. Dalam kaitanya dengan interaksi


(27)

sosial teori ini mengungkap tentang adanya kecenderungan manusia untuk membentuk homogenitas dalam kelompok.

3. Jarak Sosial

Dalam kehidupan yang semakin kompleks ini tentunya ada dominasi kelompok tertentu kepada kelompok lain. Sehingga timbul perasaan superioritas dari kelompok yang dominan, yang selanjutnya melahirkan jarak sosial di antara masing-masing kelompok Gordon Allport (1955) mengemukakan bahwa jarak sosial hanya terdapat dalam masyarakat heterogen. Karena dalam masyarakat heterogen, masing-masing kelompok menyimpan potensialitas konflik yang sewaktu-waktu dapat terjadi.

4. konflik

Konflik adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih. Konflik dapat terjadi antar individu, antar kelompok, bahkan antar bangsa dan negara. Namun konflik di satu sisi juga dapat memancing timbulnya persaingan yang sehat, tapi tidak jarang malah merugikan apabila disertai dengan sikap agresif. Dari itu, adalah wajar, jika setiap kelompok memiliki kecenderungan untuk berkembang dan memajukan kelompoknya. Kelompok yang satu memiliki tujuan yang tentunya berbeda dengan kelompok yang lain. Oleh karena itu, tak jarang diantara kelompok ini timbul konflik yang akhirnya menimbulkan banyak kerugian di kedua belah pihak.


(28)

5. Ukhuwah / Persaudaraan

ukhuwah adalah persamaan di antara umat manusia. Dalam arti luas , ukhuwah melampaui batas-batas etnik , rasial , agama , latar belakang sosial, keturunan dan sebagainya.konsep ukhuwah yang di embangkan menjadi suatu istilah sekarang ” Inklusif ” yang berarti bersedia untuk merangkul semuanya sambil meningkatkan pemahaman yang bersifat lebih prinsip dan ideologis. Dengan begitu maka yang dimaksud dengan ukuwah islamiyah adalah : hubungan persaudaraan yang di dasarkan atas persamaan dan keserasian prinsip kehidupan dan di topang oleh pemahaman islam secara Universal. A. Bentuk-bentuk ukhuwah

Pertama, ukhuwah fi al ubudiyah yaitu : Seluruh mahluk adalah bersaudara dalam arti memiliki persamaan (QS. A An’am :3 ) persamaan ini antara lain bahwa semua manusia merupakaan ciptaan Allah dan tunduk kepada-Nya ( QS al Baqarah : 28 )

Kedua, Ukhuwah fi al insaniyah yaitu : seluruh umat manusia bersaudara kerena mereka bersumber dari ayah ibu yang satu ( Qs. Al Hujurat :12 )

Implikasi model ukhuwah kedua ini adalah ajaran interaksi sosial secara makro, mengadakan interaksi sosial yang global , sehingga semua manusia di dunia ini benar-benar bersaudara dalam rangka menunaikan tugas-tugas kehalifahan dan tugas-tugas kemanusiaan.

Ketiga ukhuwah fil al wathaniyah al nasab yaitu : saudara dalam keturunan dan bangsa seperti yang di isyaratkan dalam ayat ” waila ad akhahum Huda ( QS. Al


(29)

A’raf 65 Hud :50 )wa ila Tsamuda akhahum shalih ( QS Hud :61 aA’raf 73) Waila madyana akhahum syu’aybu ” ( Qs. Al A’raf 85 Hud 84 )

Model ukuwah ketiga ini juga lebih sempit dari bentuk kedua ukuwah diatas karena lingkup persaudaraan hanya meliputi persaudaraan sebangsa dan tanah Air. Perinsip paling cocok dalam ukhuwah ini adalah berpijak pada al-tasamuh ( Toleransi ) yaitu adanya interaksi timbal balik antara umat beragama ,

menghargai kebebasan beragama bagi orang yang tidak sepaham, tidak menggangu peribatan serta tetap menjaga ukhuwah wathoniyah nya.

Keempat Ukhuwah fi din al islam yaitu persaudaraan antar intern Umat Islam (QS al Ahzab :5 ) dan juga sabda Nabi SAW ”antum Ashaby, ikhwanuna

al-ladzina yu’tuna ba’dhi” ( kalian adalah sehabat-sehabatku, saudara –saudara kita adalah yang datang setelah wafatku ).

Dilihat dari sifatnya, ukhuwah bentuk terakhir ini lingkupnya lebih sempit karena hanya mencangkup uamat islam saja. Namun jika di lihat dari isinya maka cakupan ukhuwah fi dinil islam lebih luas, karena tidak di batasiwilayah negara bahkan tidak dibatasi alam yang di tempati, apakah msih hidup atau sudah mati, kesemuanya saudara dalam satu agama sehingga masing-masing muslim memiliki kewajiban terhadap muslim lainya.

Ukhuwah dalam agama islam menuntut integritas umat (tawhid al ummah)

secara keseluruhan tanpa mengenal aliran dan mazhab yang dianut seperti Sunni atau Syi’i.


(30)

Tuntutan setiap aliran dan Mazhab dalam islam adanya tenggang rasa antar aliran dan antar mazhab tanpa memonopoli aliran dan mazhabnya yang lebih benar dan menyalahkan aliran yang lain.

B. Prinsip-prinsip ukhuwah dalam islam.

Prinsip ukhuwah dalam islam dapat diklarifikasikan menjagi beberapa bagian yaitu :

a. Sinkrinisme

berbagai aliran yang hendak mencampur adukan menjadi satu dan menjadikan semua aliran pada hakikatnya sama.

b. Reconseption

yakni menyelami dan meninjau kembali aliran sendiri dalm berhadapan langsung dengan aliran-aliran lain. Juga tentang sebenarnya hubungan antar aliran ajaran agama didunia atau islam secara keseluruhan.

c. Sintesis

menciptakan suatu aliran baru yang diambil dari semua aliran yang ada atau munkin hanya pada kedua aliran saja yakni syiah dan sunni. agar

tiap-pemeluknya merasa nyaman dan rukun dalam menjalani ajaran tersebut. d. Jalan pengantian

mengakui bahwa ajarannya sendirilah yang paling benar dan aliran yang lain salah. Ia tidak rela jika ada orang memiliki aliran yang berbeda dengan yang ia peluk sehingga memunculkan kehendak untuk menggantikan aliran tersebut dengan yang ia peluk.


(31)

e. Agree disagrement

setuju dalam perbedaan dalam arti mengakui bahwa aliran kitalah yang paling benar dan baik namun kita perlu menyadari bahwa diantara berbagai agama pasti terdapat kesamaan atas dasar itulah maka timbul saling menghargai antar sesame aliran .

2.1.4. Tipe Interaksi Sosial

Dari uraian sebelumnya dapat diketahui dengan jelas, bahwa dalam interaksi terdapat proses saling mempengaruhi tingkah laku diantara subyek terlibat selama berlangsungnya proses ini. Individu menggantungkan tingkah lakunya pada individu lain, karena tingkah laku seseorang diawali oleh suatu sebab mendahului (determinant) yang berasal dari individu lain. Di lain sisi determinant

itu sendiri dipengaruhi oleh bebrapa hal yang mencakup perbedaan dalam

respon yang diberikan individu dan prilaku khusus individu yang menjadi stimulus bagi individuyang lain.Dengan mengacu pada fenomena tentang pentingnya faktor determinant dalam pembentukan tingkah laku subyek yang terlibat selama berlangsungnya proses interaksi sosial, Edward E Jones dan John W Thibaut (dalam Edward E Sampson 1964 54-56) mengklarifikasikan interaksi sosial menjadi tiga bentuk, yaitu Interaksi non kontingen, Interaksi non kontingen asimetris, Interaksi kontingen respirokal.


(32)

1. Interaksi non kontingen

Tipe interaksi ini merupakan suatu simulasi dari seperangkat aturan-aturan yang terbentuk dala lingkungan sosial. Tingkah laku yang terbentuk selama prose interaksi berlangsung bukan karena motivasi dari subyek yang bersangkutan. Ketika seseorang berbicara dengan individu lain, kata-kata yang di ucapkan bukan inisiatif dirinya sendiri.

2. Interaksi non kontingen asimetris

Dalam tipe interaksi non kontingen asimetris umumnya berlangsung antara individu, dimana satu prilaku salah seorang yang terlibat mengacu pada seperangkat aturan tertentu atau standart opening procedure( SOP ). Namun

SOP tidak terpengaruh secara langsung terhadap subyek yang bersangkutan. Adapun tingkah laku individu lainnya didasarkan pada motivasi yang terjadi sebagai responden atas tingkah laku individu pertama.

3. Interaksi kontingen respirokal

Dari ketiga bentuk interaksi sosial yang telah dikemukakan, bentuk interaksi kontingen asimetrislah yang paling mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari manusia. Proses interaksi berlangsung ketika adanya inisiatif individu, sehingga tingkah laku individu benar-benar tergantung pada orang lain yang ikut


(33)

dalam standart opening procedure( SOP ). Hal ini meniscayakan [proses persepsi interpersonal diantara subyek yang berpartisipasi selama

berlangsungnya interaksi sosial. Individu akan terus memonitor tingkah laku orang lain selama berlangsungnya kontak diantara mereka. Hal ini di lakukan untuk menangkap isyarat-isyarat tingkah laku dari individu lain, sehingga ia dapat merespon secara akurat stimulus prilaku yang ditujukan padanya.

2.1.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

Menurut W.A Gerungan (1996 : 56), ada tiga faktor yang mempengaruhi terciptanya proses interaksi sosial, yaitu imitasi, sugesti dan simpati.

1. Imitasi

Dalam mengembangkan pola-pola tingkah lakunya seseorang biasanya melakukan sebuah proses yang kita sebuat imitasi. Imitasi merupak sebuah proses mencontoh atau meniru prilaku orang lain. Seorang anak yang baru lahir misalnya mencoba untuk mengimitasikan cara bicara orang tuanya guna

mengkomunikasikan apa-apa yang ingin diperolehnya.

Misalnya, remaja yang bekerja setelah menamatkan sekolahnya mempunyai model untuk diteladani. Karena setiap harinya mereka berinteraksi dengan orang dewasa. Mereka memperoleh motivasi untuk mencontoh prilaku sesuai garis-garis yang dianut oleh orang dewasa. Dengan demikin, proses interaksi sosialnya cenderung mengikuti pola-pola prilaku orang dewasa.


(34)

Gabriel Tarde (dalam W.A Gerungan, 1996 : 65) mengatakan bahwa imitasi adalah kunci segala kejadian yang ada dalam masyarakat. Karena melalui mekanisme imitasi, pandangan dan prilaku seseorang disesuaikan dengan pola umum yang ada, sebgai perwujudan sikap, tradisi dan adat istaidat kelompok sosial tertentu. Dari itu, memahami imitasi dalam proses interaksi sosial, dapat diketahui penyebab keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku orang banyak dalam suatu kelompok sosial.

2. Sugesti

Dalam kehidupan sehari-hari prilaku manusia cenderung meniru prilaku orang lain. Dalam sugesti, proses meniru yang di lakukan oleh seseorang sangatlah pasif, sekedar mengikuti tanpa disertai sikap kritis. Melalui sugesti, seseorang secara aktif memeberikan uraian dan arahan pandangan dan tingkah lakunya pada orang lain, ia berharap hal tersebut dapat diterima dan diikuti.

Pada taraf tertentu, sugesti dapat membuat seseorang menjadi pengikut setia tanpa reserve yang berakibat hilangnya daya kritis seseorang dalam tingkah lakunya, dan menelan apa saja yang dianjurkan oleh orang lain. Hal ini di latar belakangi oleh beberapa faktor yakni: hambatan berpikir, pikiran disosiatif, adanya otoritas, sikap mayoritas dan lain sebagainya.


(35)

3. Simpati

Menurut W.A Gerungan (1996 : 67) dorongan simpati adalah keinginan untuk bekerja sama dengan orang lain. Posisi orang yang tingkah lakunya didikuti dan yang mengikuti adalah sejajar. Artinya, posisi subyek yang pertama tidak lebih rendah dari yang kedua, karenanya peranan simpati cukup nyata dalam

hubungan persahabatan.

Kemunculan simpati tidak didasarkan atas pertimbangan logis dan rasional, melainkan atas pertimbangan perasaan. Proses kemunculannya berjalan secara perlahan-lahan dan disadari oleh individu yang mengalaminya., sehingga

timbullah keinginan untuk mengerti dan bekerja sama dengan orang yang bersangkutan. Apabila proses ini berjalan lancar, dan orang yang dituju

menyambut keinginan individu, maka terjadilah hubungan saling mengerti yang mendalam di antara keduanya (mutual understanding). Oleh karena itu, tidak jarang simpati berperan dalam hubungan percintaan.

2.2 Syiah dan Wahabi

2.2.1. Pengertian Syiah

Istilah Syiah secara harfiah dapat di artikan Pengikut, Kelompok, perkumpulan, atau makna yang agak longgar dapat pula di artikan Pendukung.

Dalam art-arti ini kata syi’ah beberapa kali muncul dalam Al Quran, Dalam terapanya Syiah sebagai tanda khusus bagi Para pengikut Ali dan ahlulbait.


(36)

Dalam awal pertumbuhan sejarah islam orang tak dapat bicara tentang apa yang di sebut kelompok sunnah ortodok dan syiah yang bidah, melainkan tentang butir pandangan samar yang merenggang terus menerus dan akhirnya semakin tak dapat di rujukkan.

Perkembangan mazhab Ahlul Bayt atau Syiah di indonesia belakangan ini ternyata cukup pesat. Sejumlah lembaga baik yang berbentuk pesantren maupun yayasan, didirikan di beberapaa kota di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Pekalongan dan sebagainya. Perkembangan ini, tentu saja,

merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji. Karena selama ini, masalah mendasar tentang asal-muasal perkembangan Syiah tidak mendapat perhatian lebih sehingga literaturnya agak sedikit sulit untuk ditemukan. Sejauh wacana yang ada, pendekatan terhadap subjek ini umumnya merujuk pada karya para penulis yang memandang bahwa Syiah merupakan satu aliran bid’ah yang harus diadili. Baru pada akhir dasawarsa 70-an, bertepatan dengan meletusnya

revolusi Iran yng berhasil menggulingkan Syah Reza Pahlevi, Syiah secara intensif dan mendalam mulai dikenal dan dikaji di Indonesia.

Syiah merupkan satu mazhab yang ada di dalam Islam. Secara literal, Syiah berarti “pengikut”. Disebut Syiah karena mereka adalah “pengikut” Ali Ibn Abu Thalib yang sekaligus diyakini sebagai imam pertama Kebanyakan pengikut ajaran ini berasal dari golongan Ahlul Bayt. Muslim Syi'ah mengikuti Islam sesuai yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dan Ahlul Bait-nya. Syi'ah menolak


(37)

kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni pertama seperti juga Wahabi menolak Imam dari Imam Syi'ah. Kalimat Syi'ah Ali adalah sebutan yang diberikan oleh Nabi Muhammad dan kemudian oleh keturunannya (Ahlul Bait) untuk

menghormati pengikut Ali dan Ahlul Bait-nya.

Muslim Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad (para imam) adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Qur'an, Islam, and Emulation (Guru terbaik tentang Islam setelah Muhammad), dan pembawa serta penjaga terpercaya dari tradisi Sunnah Nabi Muhammad. Secara khusus, Muslim Syi'ah mengakui Ali bin Abi Thalib (sepupu Muhammad, menantu, dan kepala keluarga Ahlul Bait) sebagai penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad, yang berbeda dengan Khalifah yang diakui oleh Muslim Wahabi. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dipilih melalui perintah langsung dari Nabi Muhammad, di mana perintah Muhammad berarti wahyu dari Allah.

Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Abu Bakar menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi'ah dan Wahabi dalam penafsiran Al Qur'an, Hadis, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadis dari Muslim Syi'ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak dipergunakan. Tanpa memperhatikan perbedaan tentang Khalifah, Syiah mengakui otoritas Imam Syiah (juga dikenal dengan Khalifah Illahi) sebagai pemegang otoritas agama, walaupun sekte-sekte dalam Syiah berbeda dalam siapa pengganti para Imam dan Imam saat ini.


(38)

2.2.1.2. Doktrin –Doktrin dalam Syiah ( Ajaran )

Seperti halnya Sunni, Syiah juga menggunakan Rukun Islam yang lima, hanya ada perbedaan dalam aplikasi, sebagai contoh di bawah ini: Lima Prinsip Pokok. Semula golongan ini muncul karena kepentingan politik, namun akhirnya menjadi aliran teologi yang memiliki lima prinsip pokok, yakni:

1. Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa. 2. Al-‘Adl. bahwa Allah SWT adalah Maha Adil.

3. An-Nubuwwah. Kepercayaannya pada keberadaan para nabi sama seperti muslimin lain. keyakinannya tentang kenabian ialah:

o Jumlah nabi dan rasul Allah ada 124.000. o Nabi dan Rasul terakhir ialah Rasulullah SAW.

o Beliau suci dari segala aib dan tiada cacat apa pun. Beliaulah nabi paling

utama dari seluruh Nabi yang ada.

o Para istrinya bersih dan suci dari segala kotoran dan hal jelek. o Al-Qur'an ialah mukjizat kekal Rasulullah SAW.

4. Al-Imamah, baginya berarti pemimpin urusan agama dan dunia, yakni seorang yang bisa menggantikan peran Rasulullah SAW sebagai pemelihara syari’at Islam, mewujudkan kebaikan dan ketenteraman umat.


(39)

2.2.1.3. Sekte dalam Syi'ah

Syi’ah terpecah menjadi 22 sekte. Dari 22 sekte itu, hanya tiga sekte yang masih ada sampai sekarang, yakni:Dua Belas Imam, Isma’iliah dan Zaidiah.

1. Imamiah

Disebut juga Imamiah atau Itsna ‘Asyariah. Dinamakan demikian, sebab mereka percaya yang berhak memimpin muslimin hanya imam. Mereka yakin ada dua belas imam, yakni:

1. Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin 2. Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al Mujtaba 3. Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain as Syahid 4. Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin

5. Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir 6. Jafar bin Muhammad (703–765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq

7. Musa bin Jafar (745–799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim 8. Ali bin Musa (765–818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha

9. Muhammad bin Ali (810–835), juga dikenal dengan Muhammad al-Jawad

atau Muhammad at Taqi

10. Ali bin Muhamad (827–868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi 11. Hasan bin Ali (846–874), juga dikenal dengan Hasan al-Asykari


(40)

2. Ismailiyah

Di sebut juga Tujuh Imam, yakni sekte yang percaya bahwa imam hanya tujuh orang dari ‘Ali bin Abi Thalib, dan mereka percaya bahwa imam ketujuh ialah Isma’il.

3. Zaidiyah

Yakni sekte pengikut Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib. Mereka tergolong Syi’ah moderat, karena mereka tak berpendapat ‘Ali dan keturunannya berhak jadi khalifah dan tak memvonis ketiga khalifah sebelum ‘Ali tidak sah. Dengan demikian, dalam konsep Syiah kepemimpinan manusia bersumber pada kepemimpinan ilahiyah. Allah memilih manusia sebagi kahlifah di bumi untuk keselamatan manusia. Dipilihnya manusia yang sudah mencapai kesempurnaan dalam sifat dan perkembangan kepribadian. Manusia-manusia ini adalah para Nabi yang menjadi imam dalam urusan agama dan pemimpin dalam urusan masyarakat artinya, kepemimpinan manusia merupakan wujud keberadaan kepemimpinan Allah atas seluruh ummat manusia.

2.2.1.4. Sejarah Perkembangan Syiah sampai ke Indonesia. A. Syiah dari sebelum masa kenabian Sampai Saqifah.

Titik tolak dalam kajian silam Syi’ah yang bagaimana pun harus di mulai dari sifat dan komposisi masyarakat muslim yang timbul di madinah di bawah

kepemimpinan Muhammad . komunitas ini ti dak homogen baik dari latar belakang kultural, tradisi, maupun institusi sosial – politik. Penyatuan beragam


(41)

orang atau kelompok dalam sistem baru tidak menunjukan penghapusan menyeluruh atau bahkan perubahan, dalam beberapa nilai dan adat mereka yang mengakar.

Kecenderungan sebagian orang arab di kalangan para sehabat Rosul untuk mendukung Ali adalah akibat yang wajar dari gagasan-gagasan yang telah ada di kalangan berbagai suku arab yang bersama-sama membentuk umat

Muhammad di madinah. Umat ini terdiri dari orang-orang mekkah, baik Quraisy Al Bithah ( mereka yang bermukim di dekat ka’bah ) Maupun Quraisy Az Zawahir ( yang bermukim di daerah pingiran) Orang madinah yang terbagi kedalam suku Auz dan Khazraj yang mana keduanya asal arabia selatan dan masih

menyimpan banyak watak negeri asal mereka, orang arab gurun sekitar madinah dan bahkan dari kalangan non arab seperti bilal dari Abesinia, salman dari

Persia. Mereka bersama-sama membentuk kelompok masyarakat dibawah naungan Islam.

Orang arab memandang bahwa bukan hanya cir-ciri fisik yang diturunkan secara genetis tetapi mereka percaya bahwa kemuliaan pun di wariskan di dalam

turunan tertentu. Jadi kualitas moral pun di turunkan secara genetis. Kebajikan terbaik bagi individu karena itu di miliki mereka dari leluhurnya. Orang arab membuat batasan yang jelas antara kebangsawanan yang di wariskan dengan kebangsawanan yang di klaim hanya karena prestise sosial yang besar . kemasyuran dari leluhur inilah yang harus di jaga serta terus menjaga


(42)

dengan sunah. Istilah Sunah seperti ini telah sering di gunakan sebelum Islam namun sejalan perkembangan islam istilah ini banyak di gantikan dengan Sunnah Nubuwah.

Yang paling memiliki hak sitimewa dalam masyarakat arab , disaat kebangkitan islam adalah mereka yang dapat menyatakan di depan umum bahwa ia di takdirkan memiliki para moyang yang meninggalkan baginya segalanya yang serba istimewa sebagai sunnah mereka.

Kata Ahl yang banyak di gunakan dalam Al Quran, selalu bermakna sama dengan Al, meskipun ia juga di gunakan dalam arti yang lebih luas dalam

menunjuk kepada masyarakat suatu kota atau penduduk , group, atau pengikut, pengikut. Bila digunakan dalam kata penghubung dengan istilah bait Ahl Bait ia mengacu kepada keturunan suatu keluarga atau kelurga tertentu dari suatu rumah. Dalam bentuk ini di Al Quran khuusnya menunjukan kepada keluarga dekat Muhammad seperti dalam Surat 33 ayat 33 :

„Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu , hai ahl Al bait ( Muhammad ) dan mensucukan kamu sesuci-sucinya.

Semua mufassir sepakat dalam pendapat bahwa istilah Ahl Al bait dalam ayat ini menuju pada Fatimahputri Nabi, Ali Sepupu Nabi dan menantunya dan dua cucu kesayangannya Hasan dan Husain. Bahkan dari penting dari itu adalah


(43)

kalangan sebagian muslim bahwa keluarga muhammad memiliki prerogratife keagamaan atas yang lain.

Tampak bahwa kualitas dan kabajikan pribadi yang di wariskan ini memberikan Ali tempat yang unik dan menguntungkan atas anggota keluargadan para sehabat Nabi yang lain dan mendatangkan kepadanya sekelompok teman yang taat kepadanya dengan semangat tenggang rasa yang luar biasa bahkan sejak muhammad masih hidup. Barangkali itulah sebabnya syi’ah mengkalim bahwa syiahisme telah ada sejak muhammad masih hidup.

Disamping itu ada beberapa peristiwa yang menunjukan Apresiasi khusus terhadap jasa-jasa pribadi Ali.

a. Sejak awal misi nabi „ Berilah peringatan kepada

kerabat-kerabatmu terdekat ( 26,214 ) di wahyukan kira-kira tahun ke tiga setelah wahyu pertama dimana setelah khdijah dan abu bakar masuk islam nabi mengumpulkan banu Abdul Muthalib dan mengabarkan kepada mereka tentang misnya yang mana Nabi malah menerima cemoohan Kekecuali Ali yang meskipun baru berusia tiga belas tahun memberikan dukungan antusiasnya kepada Nabi.

b. Nabi mengangkat Ali sebagai saudaranya dalam iman ( Ukhuwah ) baik sebelum hijrah maupun di madinah.


(44)

c. Kedudukan Ali hanya dapat diangkat dimata para sehabat ketika ditunjuk muhammad sebagai pembawa panji baik di badr maupun khaibar dan perang lainya.

d. Penunjukan Ali oleh Rosul sebagai wakilnya di madinah sewaktu ekspedisi ke tabuk.

e. Ditunjuknya Ali dan bukan Abu bakar untuk mengabarkan Surah Al Bara’ah ke mekkah.

Dari sisni jelas bahwa masalah pergantian merupakan masalah religius semata ketimbang politik belaka, pemahaman populer tentang kesakralan keturunan banu hasyim bersama dengan kejadian-kejadian yang terjadi di zaman hidup rasul dalam menyokong Ali membawa pada kristalisasi pandangan menyakngkut kepemimpinan umat. Diamana sejumlah sehabat Rosul berpikir bahwa Alilah yang paling layak untuk menjaga agar perjanjian itu tetap terpelihara dalam perdebatan puncak seputar peristiwa Saqifah, segera setelah Nabi Wafat, sehabat-sehabat ini segan menyuarakan opini mereka. Hasil ketidak sepakatan yang kini kami alihkan kesana menandai awal dari apa yang akhirnya berkembang ke dalam perpecahan umat secara permanen antara sunni dan syi’i.

B. Syiah di indonesia .

Boleh di katakan beberapa tahun belakangan bagi kebanyakan muslim indonesia syi’isme hanya sayup-sayup terdengar atau malah tidak terlihat sama sekali


(45)

Namun sejarah mencatat bahwa Syi’iisme pernah ada di Indonesia yakni terbukti dengan adanya perayaan Tabot di Pariaman Sumatra Barat serta pertunjukan kelompok muslim tertentu ” Kaum Alawi” indonesia yang konon dari semula adalah penganut setia aliran Syi’isme .

Syiah di Indonesia saat ini sudah mulai di terima di masyarakat terbukti dengan banyaknya lembaga-lembaga resmi yang bermunculan di jakarta dan Bandung seperti ICC ( Islamic Cultural Center ) Fitrah yakni lembaga kajian spiritual yang di khusukan bagi kaum wanita.

Awal mula Adanya Syiah di indonesia tidak begitu jelas di ketahui kecuali dua hal yang penulis ungkapkan di atas Namun Setelah Revolusi Islam Iran yang di komandoi oleh-ulama-ulama Syiah dan berdampak pada stabilitas nasional maka barulah perbincangan dan pengkajian-pengkajian tentang syiah banyak bermunculan di Indonesia.

Saat ini lembaga resmi yang memang mewakili syiah sekaligus melakukan misi sosialisasi tentang ajaran tersebut yang jelas dan memiliki izin dari departeman luar negeri Indonesia adalah ICC atai islamic cultural Center. Lembaga ini merupakan lembaga langsung di bawah pemerintahan Republik Islam iran. Di lembaga ini jelas-jelas segala hal yang berkaiatan dengan syariat syiah di jalankan dengan baik tanpa kecuali bagi mereka yang berkunjung ke lembaga ini. Banyak kegiatan yang mereka jalankan di mulai dari kajian islam tentang syiah, filsafat serta beberapa kegiatan spiritual yang memunculkan eksistensi syiah di lembaga itu seperti perayaan mengenang wafatnya cucu Nabi, sampai pada pencetakan-buku-buku tentang ajaran tersebut.


(46)

2.2.2. Wahabi

2.2.2.1. Pengertian Wahabi .

Wahhabi atau Wahabi adalah gerakan satu kaum yang bertujuan untuk

memurnikan kembali ajaran agama Islam berdasarkan petunjuk Allah SWT, Nabi Muhammad SAW sebagai utusan serta berdasarkan pemahaman yang para kaum Salafush shaleh yakni orang orang yang terdahulu yang shaleh dan mendapatkan petunjuk dalam urusan agama Islam. Nama Wahhabi atau

Wahabi disandarkan kepada nama Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang melakukan usaha untuk memurnikan kembali ajaran Islam dari budaya bid’ah dan takhayul yang dianggapnya telah meracuni umat Islam pada saat itu.

Gerakan ini dimulai pada abad ke 18 M (1744 M) di daerah Nejed dan Hijaz yang dikenal sekarang sebagai Arab Saudi. Hal ini sesuai dengan Hadits shahih

bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Akan ada pada setiap zaman kaum yang berusaha memurnikan ajaran agama Islam". Usaha pemurnian ajaran agama Isalm ini benar benar dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW serta para Sahabatnya dilanjutkan oleh pengikutnya, kaum tabi'in dan tabiut tabi'in.

Dalam periode selanjutnya dikenal ulama-ulama yang berusaha untuk memurnikan kembali ajaran agama Islam, di antaranya adalah para penulis hadits-hadits shahih, yaitu Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, kemudian para ulama seperti Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim, Syaikh Abdul Qadir Jailani dan terus dilanjutkan sampai padamasa kini diantaranya oleh Syaikh


(47)

Muhammad Nashiruddin Al Albany dan Syaikh Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz dan lain sebagainya.

Selain dinamakan Wahhabi, kelompok ini menamakan dirinya dengan istilah

Salafy yang penyebutannya berdasarkan pada Salafush Saleh, seperti yang diungkapkan diatas adalah kaum terdahulu yang shaleh (baik) dan mendapatkan petunjuk dalam urusan agama. Kaum terdahulu disini adalah berdasarkan jarak terdekat dengan masa kenabian yakni :

• Para Sahabat yakni yang langsung mendapatkan ajaran Nabi. • Tabi'in yakni generasi sesudah para sahabat.

Tabiut Tabi'in yakni generasi sesudah para tabiin

Namun demikian, penyebutan salafy disini adalah tidak terbatas kepada sesuadah para tabi'in tetapi juga bagi kaum muslimin yang mengikuti mereka.

2.2.2.2. Ajaran Wahabi

Berdasarkan pengertian di atas, inti ajaran wahabi dan salafy sebenarnya adalah sama yakni mengamalkan ajaran agama berdasarkan Alqur'an dan Hadits serta bertumpu pada pemahaman para Salafush Shaleh tanpa terikat dengan salah-satu Madzhab, tetapi mengambil ajaran-ajaran yang berada dalam madzhab tersebut yang sesuai dengan Al Qur'an dan Hadits, terutama hadits yang derajatnya baik dan tidak ada pertentangan didalamnya. Hal ini sesuai dengan wasiat dari para Imam madzhab yang empat yakni Imam Hanafi, Imam Malik,


(48)

Imam Syafi'i dan Imam Hambali yakni "Apabila ada ajaran atau pendapat yang bertentangan dengan hadits dan sunnah Nabi yang shahih (kuat dan benar), maka ikutilah ajaran hadits tersebut dan buang jauh-jauh pendapatku.”

Dalam pelaksanaan ajaran agama, kaum wahabi atau salafy mengambil dalil hukum syariat berdasarkan;

• Al Qur'an yang merupakan firman Allah dan kitab suci kaum muslimin. • Hadits yang berisi sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. • Ijma' yakni kesepakatan para ulama kaum muslimin yang tidak ada

pertentangan didalamnya dan tidak menyalahi Al Qur'an dan Hadits. • Qiyas atau analogi yakni pengambilan hukum suatu kasus berdasarkan

hukum kasus yang lain, yang terdapat kesamaan ciri dan sebab

didalamnya, bila tidak ada hukum yang khusus yang membahas secara tersendiri.

Pengambilan hukum hukum ini berlaku baik dalam masalah Aqidah atau keyakinan serta masalah Muammalah atau interaksi antar manusia. Sehingga benar benar murni dan menghindari bid'ah yakni segala sesuatu yang baru dalam ajaran agama yang menyelisihi apa-apa yang diajarkan oleh Allah SWT, Nabi Muhammad SAW dan pemahaman Salafush shaleh.

Sementara dalam masalah dunia, ajaran wahhabi atau salafy mengambil manfaat dari kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang dapat


(49)

dimanfaatkan bagi kehidupan ummat manusia dan tidak membahayakan sebagai sarana beribadah dan muammalah bagi manusia. Namun untuk hukum-hukum muammalah, karena masalah interaksi sosial berkembang sesuai dengan

perkembangan zaman, maka tata caranya adalah berdasarkan empat ketentuan di atas serta ditinjau dari segala sisi agar dalam kegiatan muamalah terhindar dari hal-hal yang syubhat yakni yang tidak jelas antara yang halal dan haram. Berdasarkan dalil/definisi ini kaum wahhabi atau salafy menganggap/klaim kelompoknya sebagai kaum Ahlu Sunnah wal Jamaah.

2.2.2.3. Sejarah dan perjalanan Wahabi

Dalam sejarahnya gerakan ini dipenuhi oleh kekerasan, terutama pada tahun 1765 saat bergabungnya Muhammad bin Saud (agen Inggris yang ditugaskan melemahkan Turki Utsmani) ke dalam kelompok ini, hingga menjadi kuat, namun ummat Islam kebanyakan menyayangkan gerakan ini menjadi ekstrem dan fanatik, terbukti mereka keluar masuk desa dan kota sekitar Najed untuk meminta para penduduk membai'at. Saat itu terjadi perlawanan yang kurang berimbang dari sebagian penduduk hingga tidak kurang dari 300 orang lebih meninggal dunia.

Pada tahun 1801 Masehi, kelompok ini membunuh ribuan kaum Muslimin di Karbala (Irak). Tercatat lebih dari 5.000 orang Islam meninggal saat itu. Pada sebagian besar penduduk muslim sekte ini tidak mendapat simpati, karena berlebihan dalam fanatisme dan ekstrem. Melihat dari gerakan mereka yang


(50)

cenderung eksklusif dan penuh kekerasan, maka menjadi wajar gerakan ini sulit untuk diterima masyarakat muslim, terutama Syiah.

2.2.2.3. Sejarah dan perjalanan Wahabi sampai ke Indonesia.

Wahabi sebagai sebuah ajaran berkembang dengan luas sampai ke Indonesia dimana Muhammadiah sebagai pelopor dan obor bendera ajaran tersebut. Bermula dari KH. Ahmad dahlan yang kemudian mendirikan Organisasi terbesar kedua dengan dasar pelurusan ajaran agama yang pada intinya adalah

penyebaran ajaran islam wahabi di Indonesia. Sampai saat ini ajaran ini sudah merekat dan akrab di masyarakat Indonesia.

2.3.

Proposisi Teoritis

Sebagaiamana umumnya penelitian yang mengunakan metode kualitatif, maka setelah melakukan penelaahan teori yang relevan dengan masalah penelitian itu sendiri, maka seorang peneliti mesti menyusun prosisi teoritis dari beragam teori tersebut sebagai prinsip-prinsip yang secara teoritis mendasari masalah yang di teliti. Prosisi teori ini kemudian dilihat koherensinya dengan data-data empirik yang di tentukan oleh seorang peneliti di lapangan. Dari sinilah seorang peneliti dapat menarik sebuah generalisasi atas penelitian yang dilakukannya.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini ada dua hal .

Pertama Bagaimana Pola Interaksi Sosial yang di gunakan oleh pengikut ajaran Islam syiah dalam berinteraksi dengan pengikut wahabi.

Kedua seperti apa Ukhuwah Pengikut Syiah dan pengikut wahabi di daerah pejaten barat jakarta selatan.


(51)

Setelah di lakukan penelaah teori-teori psikologi Sosial yang memiliki

relevansinya dengan masalah penelitian yang diajukan , maka disusunlah prosisi teoritis sebagai berikut :

1. Sebagai pengikut ajaran islam syiah tentunya mereka terikat dengan berbagi macam norma dan nilai yang ada dalam ajaran tersebut . bila dalam

keseharianya mereka melakukan pelanggaran maka kosekwensi yang harus mereka terima adalah berupa teguran dari pengikut ajaran lainya atau

rekannya bahkansampai pada nasehat serta sangsi. Pada kondisi ini pengikut ajaran syiah harus menyelaraskan ( Comform ) bentuk prilakunya dengan norma –norma yang berlaku di ajaran tersebut. Baik prilaku yang sifatnya keagamaan maupun sosial. Disamping itu sebagai pengikut ajaran syiah tentunya aktifitas berjamaan harus terus meraka jalankan agar terjadi keakraban sehingga terbentuk kohesifitas kelompok yang begitu tinggi yang pada akhirnya mempengaruhi aktifitas sosial semua pengikut ajaran ini. Ketika terjadi kohesifitas ini meninggi maka pengikut ajaran ini cenderung suka menjalankan aktifitas keagamaan yang bersifat sosial seperti sholat berjamaah, pengajian, menikah, jual-beli, memilih pasangan hidup dengan orang yang memiliki identitas sosial yang sama (In Group ) dan hal ini pun juka tidak berarti mereka tidak mau sama sekali untuk melaksanakan hal tersebut dengan orang di luar kelompoknya.

2. Di satu sisi ukhuwah dalam islam menuntut integritas Umat secara

keseluruhan tanpa mengenal aliran dan mazhab yang dianut dimana setiap aliran dan mazhab dalam islam haruslah memiliki tenggang rasa antar aliran


(52)

dan antar mazhab tanpa memonopoli aliran yang lebih benar dan

menyalahkan aliran yang lain (Jalan Pengantian ), timbulnya aliran dalam islam merupakan konsekwensi logis dari perbedaan cara pandang dan

perbedaan metode dalam memahami Universalitas islam tanpa melihat aliran yang lain salah ( agree disagrement) . semua cara pandand dan metode dapat di benarkan walaupun sebatas kebenaran subjektivitas yang masih di pertimbangkan subjek dan kondisi yang mempengaruhi, sehingga apapun kesimpulan hasil ijtihadnya tidak mengikat ijtihad yang lainya (Reconsption)

akan tetapi ada sebagian aliran yang berangapan bahwa semua aliran yang ada di dalam islam baik syiah maupun suni keduanya mengarah pada satu Tuhan yakni Allah SWT dan satu rosul Muhammad SAW sehigga tidak timbul garis batas yang jelas antar aliran dan mazhab ( Sinkritisme ) dan akhirnya berdampak pada penciptaan suatu Aliran baru yang mana ajaran-ajaranya diambil dari berbagai aliran yang sudah ada agar semua pemeluk aliran agama dalam islam merasa bahwa sebagian dari ajaran mazhabnya telah terambil dalam aliran tersebut. ( Jalan Sintesis )


(53)

Gambar 2

Tabel pembentukan pola interaksi dan ukhuwah

INDIVIDU KETERANGAN

1.Pembentukan Pola Interaksi Sosial a. Internalisasi Norma

b. Konformitas

c. Kohesivitas

- teguran - Nasehat - Sanksi

- Menyelaraskan ibadah dengan al Quran hadits

- cara berpakaian

- menjaga hubungan baik dengan orang sekitar

- Muamalah ( in Group ) - Tempat tinggal

- Memilih pasangan hidup - Jual beli


(54)

d. Interaksi non kontingen asimetris - Ibadah ( In group ) - Sholat

- Zakat

- Ibadah ( Out Group ) - Muamalah

- Menolak Undangan ritual di luar doktrin syiah

2. Ukhuwah

a. Ukhuwah fi din al islam a. Sinkrinisme b. Reconseption c. Sintesis d. jalan pengantian e. agree disagrement


(55)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif. Strauss dan Juliet ( dalam Poerwandari, 2001) mengatakan bahwa penelitian kualitatif pada dasarnya lebih tepat digunakan pada penelitian yang berupaya mengungkap sifat pengalaman seseorang dengan fenomena. Bogdan ( dalam Munandir, 1990) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini mengambil bentuk studi kasus dimana hasil dari kerja lapangan yang peneliti lakukan akan di deskripsikan guna

menerangkan suatu keadaan atau fenomena tertentu berdasarkan data yang di peroleh. Variable yang ingin di teliti dalam penelitian ini adalah pola interaksi sosial yang termanifestasikan bagi setiap pengikut ajaran syiah dan tentunya akan sangat bersentuhan dengan kehidupan beragama dari pengikut ajaran syiah tersebut.


(56)

Aspek psikologi yang diterangkan dalam pendekatan ini tidak hanya tingkah laku sabjek namun lebih jauh lagi pengalaman dan pemahaman subjek dalam

melakukan kegiatan sehari-hari selama mengikuti ajaran syiah tersebut. Dengan demikin diharapkan penelitian tidak hanya mampu mengungkap aspek prilaku subjek namun juga terungkap berbagai hal lain yang berkaitan dengan cara pandang dan pemahaman sabjek terhadap golongan lain khususnya golongan wahabi.

Dalam menjalankan penelitian ini, peneliti berupaya untuk memahami situasi dalam keunikannya, yaitu sebagai bagian dalam konteks tertentu dan interaksi di dalamnya. Untuk mencapai pemahaman dari proses situasi tersebut maka dalam penelitian kualitatif digunakan data yang bersifat deskriptif. Seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, foto, tape recorder, dan sebaginya. Hal ini yang membedakan penelitian kualitatif dengan kualtitatif yang menampilkan data dalam bentuk angka-angka ( Poerwandari, 2001).

3.1.2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan jenis studi kasus. Studi kasus merupakan begian dari penelitian kualitatif yakni data atau hasilnya tidak diolah dan disajikan dengan menggunakan angka-angka atau data statistik, melainkan menganalisis dan mengolah data yang sifatnya dekriptif.


(57)

Menurut Yin ( 2004 ), dalam penelitian studi kasus yang bersangkutan tidak memiliki kontrol terhadap keajaiban-keajaiban yang berlangsung. Studi kasus juga dapat memberi nilai tambah pada pengetahuan secara unik tentang fenomena individual, dan dapat digeneralisasikan keanekaragaman hayati proposisi teoiritis.

Danim (2002) juga mengatakan bahwa studi kasus atau penelitian kasus adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan dan posisi saat ini, serta interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apa adanya. Penelitian kasus juga merupakan studi mendalam mengenai unit sosial tertentu, yang hasil penelitian itu memberikan gambaran luas dan mendalam mengenai unit sosial tertentu. Subyek yang diteliti relatif terbatas, tetapi variabel-variabel dan fokus yang diteliti sangat luas

dimensinya.

Pola yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus multiple case design karena menggunakan lebih dari satu kasus. Dengan pola ini diharapkan dapat diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang penghayatan terhadap keadaan yang dialaminya. Oleh karena itu maka diperukan data yang bersifat khusus individual untuk mendapatkan hasil yang cukup mendalam.


(58)

3.2 Subyek Penelitian

Menurut Strauss (dalam Poerwandari,2001) dalam penelitian kualitatif tidak ada ketentuan baku mengenai subyek yang harus dipenuhi. Satu subyek dapat digunakan dalam suatu penelitian studi kasus asalkan data yang didapatkan cukup. Karena dalam penelitian ini menggunakan pola multiple case design, maka jumlah subyek yang digunakan terdiri dari 4 orang. Subyek atau responden penelitian adalah kelompok ajaran Islam syiah didaerah pejaten barat.

3.2.1. Teknik Pengambilan Subyek

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan non probability sampling, yaitu dengan jenis purposive sampling. Purposive sampling dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Sampling yang purposive adalah sampel yang dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan desain penelitian

(Nasution, 2001).

3.2.2. Karakteristik Subyek

Subyek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah mereka yang bekerja dan terlibat dalam segala kegiatan yang berada di lembaga Islamic cultural center ( ICC ) yang merupakan anggota dari ajaran Islam syiah.


(59)

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1. Metode dan Instrumen penelitian

Menurut Poerwandari (2001)metode pengumpulan data dalam penelitian

kualitatif sangat beragam, disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian, serta obyek yang diteliti. Metode pengumpulan data yang digunakan antara lain wawancara, studi riwayat hidup, dan observasi. Menurut Moleong (1990) pengumulan data kualitatif menggunakan metode wawancara, observasi dan mempelajari dokumen.

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara, sebagai metode pendukung metode observasi partisipan karena penelitian ini bermaksud untuk memperoleh pengetahuan mengenai makna subyektif yang dipahami oleh individu untuk melakukan eksplorasi terhadap individu tersebut.

Sebelum melakukan pengumpulan data, pada wawancara dan observasi, harus disadari bahwa peneliti telah memasuki area sensitif, ruang kepribadian yang berbeda, atau menghadapi subyek penelitian yang sama sekali belum diketahui karakternya. Oleh karena itu, adakalanya wawancara diawali dengan

permohonan izin, pembuatankesepakatan mengenai kontrak waktu, tempat dan durasi waktu yang diperlukan.


(60)

1. Metode wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moeloeng, 1990). Dari hasil wawancara dengan para responden penelitian diharapkan dapat menggali dan mengetahui sajauh mana pola interaksi kelompok Islam syiah dengan kelompok Islam wahabi di daerah pejaten barat.

Menurut Danim (2002) pada penelitian kualitatif, wawancara bermakna sebagai strategi utama mengumpulkan data, dan strategi penunjang teknik lain seperti observasi partisipan, analisis dokumen dan fotografi.

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara. Menurut Danim (2002) kaidah-kaidah penyusunan instrumen penelitian kualitatif dapat dipakai dalam penelitian kuantitatif. Meski dua pendekatan itu berbeda filosofi dasarnya.

2. Metode Observasi

Penelitian ini juga menggunakan metode observasi sebagai penunjang dalam penelitian ini, dengan maksud ingin mencatat semua yang terjadi di lapangan tempat wawancara berlangsung.


(61)

Observasi disebut pula dengan pengamatan, meliputi kagiatan pemusatan

perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh indera, observasi bertujuan sebagai alat yang mendukung alat lainnya (Moeloeng,1990).

3.3.2. Alat bantu pengumpulan Data

Untuk membantu peneliti dalam proses pengumpulan data, diperlukan alat-alat yan dapat membantu dan mempermudah tugas peneliti agar pengolahan bisa dilakukan dengan mudah. Alat bantu yang digunakan adalah pedoman

wawancara, lembar observasi dan catatan wawancara.

Pedoman wawancara adalah sebuah pertanyaan mengenai tema-tema atau topik yang mencakup adalam proses wawancara. Pedoman wawancara ini dibuat berdasarkan teori yang telah dikemukakan pada bab dua. Pedoman wawancara ini sangat penting perannya dan dibutuhkan peneliti dalam proses wawancara, hal ini agar mempermudah peneliti untuk mengorek jawaban dari subyek tanpa melenceng dari bahasan utama dan tujuan penelitian. Selain itu juga agar lebih memfokuskan peneliti dalam menggali data-data yang dibutuhkan dan juga dibutuhkan dalam proses analisis data.

Alat perekam digunakan agar data-data yang telah didapat dalam proses

wawancara tidak ada yang terlewatkan dalam peneliti. Selain itu juga agar lebih mempermudah peneliti dalam verbatim. Penggunaan alat perekam ini


(62)

keberatan dengan penggunaan alat perekam maka peneliti tidak akan menggunakannya dalam proses wawancara.

3.4 Teknik Analisa Data

Analisis data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, meng

organisasikanya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Bogman dan Taylor (dalam Moeloeng, 1990) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang menerima usaha secara formal untuk menemukan tema yang merumuskan hipotesis seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk

memberikan bantuan pada tema dan hipotesisi itu.

Dalam melakukan analisa data, ada beberapa hal yang dilakukan peneliti;

1. Peneliti menulis hasil wawancara secara verbatim serta membuat laporan observasi yang telah dilakukan pada subyek penelitian selama proses wawancara.

2. Analisa data setap subyek, kemudian menyimpulkan inti dari setiap jawaban subyek untuk menemukan tema-tema dan pola-pola jawaban yang muncul pada saat wawancara.

3. Peneliti menuliskan kesimpulan sementara.

4. Peneliti menyusun daftar yang berisikan daftar tema-tema dan kategori yang telah disusun sehingga menampilkan pola-pola hubungan antar kategori (cross case, bukan lagi tunggal kasus) yang kemudian akan dituangkan dalam bentuk analisa tertulis dalam baba empat. Penulisan


(63)

analisa dibuat berdasarkan kategori umum yang telah dibuat peneliti sebelumnya.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1. Prosedur Persiapan Penelitian

Sebelum peneliti melakukan penelitian maka harus dipersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan keperluan penelitian. Berdasarkan hasil wawancara kemudian dibuat laporannya secara verbatim untuk mempremudah proses analisa lalu dilakukan analisa deskriptif.


(64)

BAB

4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Sebagai tindak lanjut pengamatan di lapangan dan melalui observasi serta wawancara mendalam maka selanjutnya data yang telah didapat haruslah dianalisa yang kemudian digenaralisasi sebagai kesimpulan akhir. proses analisa data ini dilakukan dalam beberapa alur : Meliputi Gambaran umum subjek penelitian, Riwayat kasus, Analisa kasus dan perbandingan antar kasus. Subjek dalam penelitian berjumlah lima orang debgan rentang usia 28-50 tahun yang mana dalam usia ini subjek telah matang dari segi mental serta mampu menentukan arah hidupnya.

Untuk menjaga kerahasiaan dan privacy sebagaimana diisyaratkan dalam etika penelitian ilmu-ilmu sosial maka nama-nama subjek sengaja di samarkan.


(65)

Gambar 4.1

Gambaran Umum Subjek

Nama Suku Bangsa Pendidikan Usia Pekerjaan Mubarok Irhamdi Nandito Risman Syah Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Iran S1 S1 S2 SMA S1 29 28 35 45 50 Mahasiswa PNS Karyawan Karyawan Guru

B. RIWAYAT KASUS DAN ANALISA KASUS

a. Kasus Mubarok

Mubarok di lahirkan pada tahun 1978 sedang menjalankan kuliah di Universitas Bungkarno jakarta . Masa remajanyan di habiskan di jakarta dengan 11 adiknya yang masih kecil-kecil. Mubarok berasal dari keluarga yang taat beagama. kedua oarang tuanya tergolong orang yang suka menjalankan rutinitas keagamaan secar baik. Disamping itu budaya membaca di kelurganyapun amat baik tidak jarang adik-adiknya mendapatkan prestasi yang baik di sekolah Begitu pula dengan dirinya hobi membaca membuat ia di tunjuk oleh rekan-rekannya di HMI untuk menjadi Instruktur dalam setiap materi yang harus di berikan pada Traning LK.

” Saya tahu banyak tentang Syiah setelah saya bergabung di HMI dan banyak membaca literarur tentang Ali Sariati serta dari sana saya mulai tertarik dengan aliran tersebut yang mana menurut saya aliran ini penuh keterbukaan”


(66)

menurut dia proses internalisasai yang terjadi tentang pemahaan keagaam di syiah ini banyak dia dapatkan dari buku-buku dan teman-teman di HMII. Dari situlah kemudian akhirnya di menyatakan untuk bisa menikuti ajaran yang diayakini benar itu.

Selama ini Mubarok lebih sering berbincang-bincang dengan rekan-rekan

seajaranya di lembaga islamic Cultural Center dimana setiap satu minggu sekali ada kajian yang selalu dia ikuti dalam rangka pendalamnya terhadap aliran tersebut tidak hanya itu di juga melakukan kursus bahasa persi dengan harapan dia bisa mempelajari syiah langsung dari sumbernya.

”Saya selama di ICC ini seduh hampir menguasai bahasa persi hal itu saya lakukan karena saya ingin mempelajari syiah dari sumbernya langsung ”

di aliran ini di selalu mengikuti sholat berjamaa Rutin dan itupun harus di laksakana dengan Imam yang memang sudah di tunjuk dari semua ummat.

”Saya merasa bahwa aliran ini penuh dengan keterbukaan dan mau menerima kritikan ”

dalam menjalani aktifitas dan kewajiab-kewajiban sebagai syiahisme ia pernah mendapat teguran dari orang tuanya Namun karena kemampuanya untuk menjelaskan dan keyakinannya bahwa apa yang ia jalani saat ini adalah benar pada khirnya Orang tuanya tersebut menerima dengan baik dan

menyerahkansepenuhnya kepada yang bersangkutan.

Menurut dia adab dalam berhubungan dengan pengikut wahabi adalah dengan cara baik sebab masing-masing aliran menurut dia memiliki pegangan


(67)

Selama ini dia belum menunjukan kepada lingkungganya tentang

keikutsertaanya dalam menjalakan ritual sebagi syiah, sebab ia tergolong orang yang tidak mudah bergaul dengan orang sekitar.

Mubarok pernah bersinggungan langsung dengan teman-temannya yang beraliran Wahabi dimana ada teman sekolahnya yang beberapa tahun terakhir mendali ilmu di lembaga Ilmu dan bahasa LIPIA saudi arabia. Dia merasa bahwa memang banyak terdapat perbedaan antara syiah dan Wahabi tapi baginya Selama Al Quran bisa di jadikan pegangan maka tidak akan menjadi masalah jika kita berbeda aliaran.

Di lingkungan kerja pun ia berhubungan dengan baik tidak ada rasa saling mencurigai antar meraka bahkan banyak teman-temannya yang menanyakan tentang bagaimana syiah itu sebenrnya dan dia berusaha untuk menjelaskanya.

” baik itu Syaih atau bukan kita tidak bisa memaksakan menyatakan ia sesat atau tidak sesat akan tetapi kita harus melihanya dari sisi sejauhmana pengikut wahabi tersebut mau berprilaku baik dengan sesama muslim bahkan jika perlu dengan sesama manusia walau ia berbeda pendapat. ”

mubarok merasa bahwa selama ini dia tidak pernah membatasi diri dengan setiap orang, dia selalu bersikap terbuka terlebih dalam hal perbedan pendapat baginya beda pendapat itu biasa yang penting bagaimana dia mensikapinya dengan bijaksana.


(1)

Gambaran 4.5

Pattern-matching untuk kategori pembentukan pola interaksi sosial.

POLA PROPOSISI TEORITIS POLA STUDI KASUS

1.Ukhuwah fi dinul islam

a. Sinkrinisme

b. Reconseption

c. Sintesis

d. jalan penganti

e. agree disagreement

1.Ukhuwah fi dinul islam

a. Sinkrinisme

b. Sintesis

c. jalan penganti

d. agree disagreement

Hasil pattern matching pada pola prosisi teoritis dengan analiisi banding antara

kasus untuk kategori ukhuwah menu njukan hal sebagi berikut :

Ada satuhal yang tidak di temukan dalam studi kasus yakni rekonsption dimana

setiap pemeluk ajaran islam syiah telah emutuskan bahwa jalan kebenaran yang

mereka tempuh haruslah dengan jalan Al Quran dan sunnah serta berdasarkan

apa yang di katakan oleh imam-imam mereka dari sisni dapat di simpulkan

bahwa ada poal yang khusus dalam pembentukan pola interaksi sosial oleh

pengikut ajaran islsm syiah. Terlebih ketika mereka hubungan langsung dengan

pengikut ajaran islam Wahabi. Yang pada giliranya perbedaan tersebut akan


(2)

BAB 5

PENUTUP

5.1 kesimpulan

5.1.1. Gambaran proses pembentukan pola interaksi sosial dengan pengikut wahabi. Proses internalisasai ajaran islam syiah merupakan hasil manipestasi dari aktifitas sosial

yang di lakukan secara terus menerus di lingkungan yang sama. Dimana sebuah komunitas

menetapkan akan adanya teguran dan nasehat jika pengikutnya tidak menjalankan apa yang

sudah di perintahkan oleh aliran tersebut.

Dari sini kemudian muncul sebuah konformitas yang selalu pada setiap kasus selalu

menyelaraskan ibadah yang meraka lakukan di sesuaikan dengan Al quran dan Hadits di

samping itu kecenderungan adanya menjaga hubungan baik dengan warga sekitar.

Hubungan silaturahim selalu di lakukan guna terciptanya hubungan yang baik serta adanya

kerukunan antar pemeluk ajaran dalam setiap harinya. Hal ini dapat mereka lakukan dalam

bentuk aktifitas sosial yang bersifat regional di kawasan pejaten barat.

5.1.2. Diskusi

Rosulullah bersabda di akhir hayatnya bahwa Nanti islam akan terpecah menjadi 73

golongan dan hanya satu golongan yang benar yakni Ahlusunah waljamaah. Berdasarkan

hadist ini kemudian semua hal mengklaim bahwa merekalah yang ahlu sunnah dan yang lain

bukan. Hal inilah kemudian memunculkan spekulasi dalam islam bahwa setiap kebenaran


(3)

Syiah sebagi sebuah aliran yang sudah lama ada secara cepat berkembang seseluruh

pelosok negeri dengan misis memperkenalkan dan mendekatkan ummat kepada kelurga

rosul syiah muncul sebagai aliran yang kokoh. Namun dalam perjalannnya wahabi mencoba

meluruskan kembali berabgai macamhal yang di anggap menyimpang yang kemudian

akhirnya terjadi gesekan antar mereka. Tapi di satu sisi tentunya pengikut syiah tidaklah

tinggal diam dengan poa-pola interkasi yangmereka jalankan mereka mencoba untuk hadir

dengan wajah yang lebih baik dan ramah di masyarakat.

5.1.3. Saran

Berdasarkan penelitian yang kami lakukan di lapangan peneliti menyadi bahwa waktu yang

singkat merupakan kendala yang amat terasa guna mendapatkan hasil yang mendalam atas

sumber yang di peroleh. Untuk itu sebagi saran :

1. Kiranya waktu untuk penelitian berikutnya haruslah banyak

2. Penelitian ini sebaiknya tidak di batasi hanya sebatas wilayah Pejaten.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. (1999). Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta

Alwasilah, A. Chaedar. ( 2002). Pokoknya Kualitatif. Jakarta : Pustaka Jaya

Mujib, Abdul, Dkk. ( 2005). Kawasan dan Wawasan studi Islam. Jakarta : Kencana

Anshari, M. Hafi.(1996), Kamus Psikologi, Surabaya : Usaha Nasional, cetakan ke-1

Bastaman, Hanna Jumhana. ( 1996). Meraih Hidup Bermakna : Kisah Pribadi dengan pengalaman tragis, Jakarta : Paramadina

Bonner, Hubert. (1953) Social Psychology: an Interdipiciplinary Approach, New York: American Book Company

Fadli, Ahmad. (2000). Organisasi dan Administrasi, Jakarta : Manhatul Nasyiin

Fromm, Erich. (1998) Psikoloanalisa dan Agama, terjemahan. Chairul F. Yusuf Prasetyo utama,( 1998). Judul Asli : Psychoanalysis and Religion, Jakarta: CV Atika, cet. Ke-1

Gerungan, W.A. (1996). Psikologi sosial, bandung: PT Ke-13.

Hall, Calvin S. Lindzey, gardner, 2002, Teori-teori Psikodinamik (klinis), terj. Yustinus K, Judul Asli : Theories of Personality, Yogyakarta: Kanisius,


(5)

Harrison, Allbert, 1976. Understanding Social Psychology, George Town: The

Dorsey Press

Hollander, Edwin P, 1999.Principle and Method of Psychology, New York: Oxford University Press

Jonson, Doyle Paul, 1992.Teori-teori: Klasik dan Modern, terj. Robert MZ Lawang, Judul Asli : Sosiological Theories Classical Founders and Contemporary Perspective, Jakarta: Gramedia

Miles, Mattew B. Hubermen, Michae, 1992. Analisa Data Kualitatif, terj. Tjejep Rohendi Rohidi, judul Asli: Qualitative Data Analysis, Jakarta: UI Press, 1992.

Moeloeng, Lexi. 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif bandung: PT. Rosdakarya,

cet. Ke-16.

Sampson, Edward E, 1964. Approach Contects an Problem of Social Psychology, New Jersey, Pretice Halll,

Suryabrata, Suryadi, 1998.Metodologi Penelitian, Jakarta: Rajawali Press

Wirawan Sarlito, Psikologi Sosial : Individu dan teori-teori psikologi soaial, Jakarta, Balai Pustaka

.


(6)