diketik disamping setiap kata mulai dari frekuensi kata tertinggi sampai ke frekuensi rendah.
3. Menentukan titik transisi dari suatu dokumen. Untuk menentukan titik
transisi, dipergunakan rumus dari dalil Zipf II yang sudah dikembangkan yaitu rumus ABC yaitu:
n
1,2
=
−�±√�
2
−4�� 2
�
Diketahui bahwa nilai a dan b merupakan nilai konstanta ya
itu 1, c adalah - 2 x I
1
, sehingga menghasilkan rumus sebagai berikut :
n
1,2
=
−1±�1+8I
1
2 �
4. Penentuan daerah transisi. Dilakukan dengan cara mengambil 10 kata
diatasdan 10 kata di bawah titik transisi. 5.
Penentuan indeks dokumen. Kata-kata yang terdapat pada daerah transisi, setelah kata buangan stopword dihilangkan selanjutnya dijadikan
menjadi indeks dokumen. 6.
Interpretasi terhadap indeks dokumen.Setelah indeks dokumen diperoleh, maka selanjutnya diinterpretasikan atau dinilai apakah indeks tersebut
benar-benar dapat menggambarkan isi atau subjek dari artikel atau dokumen yang sebenarnya, Hasugian, 1999: 11
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa untuk menentukan indeks suatu artikel terlebih dahulu memilih dokumen, biasanya dokumen berupa artikel elektronik.
Menghitung jumlah dan frekunsi kata dapat dilakukan dengan bantuan komputer dengan memakai program Microsoft word. Menentukan titik transisi dapat dilakukan
dengan memakai rumus ABC. Menentukan daerah transisi dapat dilakukan dengan mengambil 10 kata diatas dan 10 kata di bawah titik transisi. Menentukan indeks
dokumen dilakukan dengan cara membuang stopword kata buangan. Interpretasi terhadap indeks dokumen apakah indeks tersebut benar-benar dapat menggambarkan
isi atau subjek dari artikel atau dokumen yang sebenarnya.
2.5 Masa Depan Pengindeks
Pengindeks tidak hanya mampu membuat indeks dengan thesaurus yang dipakainya sebagai acuan standard, tetapi pengindeks harus mampu menganalisis
tingkat kemanfaatan hasil olahannya.Upaya untuk menghasilkan indeks yang bermutu harus dilakukan bersamaan dengan peningkatan kemampuan sumber daya manusia
yang ada dan membekali pengindeks dengan pendidikan khusus, sehingga pengindeks Indonesia dapat benar-benar matang sesuai pengindeks dunia.
Universitas Sumatera Utara
Sejalan dengan berkembangnya teknologi informasi dewasa ini, tentunya tingkat keprofesionlan pengindeks sangat dituntut. Untuk mencapai tingkat efektifitas
pemakaian indeks tentunya profesional indeks harus benar-benar bercermin pada user sebagai pemakai informasi yang dihasilkan, agar hasil yang dicapai benar-benar
maksimal dan berdaya guna. Visi indeks sebenarnya sudah digambarkan oleh Paul Otlet pelopor Universal Decimal Classification dan pendiri International Federation
for Information and Documentation sejak tahun 1934. Otlet dalam Margono 1999: 3 lebih menekankan pentingnya mekanisme pengolahan indeks dalam suatu mesin
secara simultan bagi pengembangan indeks secara menyeluruh dengan sistem teks. Oleh sebab itu upaya yang dapat dilakukan oleh profesional indeks dalam
mengontrol hasil olahannya, antara lain: 1.
Tujuan Pembuatan Indeks Tujuan ini harus disesuaikan dengan pengindeks berdasarkan standard atau
thesaurus, organisani, user, dan perkembangan ilmu pengetahuan. Hal tersebut tidak mudah dicapai oleh profesional indeks, sebab standard yang biasa dipakai jauh lebih
lama daripada perkembangan ilmu pengetahuan yang ada. Oleh sebab itu bagi profesional indeks tidak harus mengacu pada thesaurus saja tetapi pada mengikuti
perkembangan ilmu yang melalui subject headings dan kepopuleran ilmu pengetahuan yang sedang berkembang pada saat ini.
2. Teknologi
Seharusnya seorang pengindeks langsung mengerjakan indeks pada komputer dan hasilnya dicetak setiap hari untuk dikoreksi dan langsung diperbaiki, sehingga
informasi yang diolahnya tidak terlalu lama disimpan dan segera diakses oleh pengguna. “Walaupun teknologi informasi kian canggih, penelusuran melalui indeks
tetap dibutuhkan oleh pengguna, karena indeks dapat memberikan analisis terhadap topik yang dicari secara nyata.” Lathrop, 1998:20-21 dalam Margono 1994: 3.
Dari pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa dalam kenyataanya pengguna selalu menginginkan penelusuran secara full text. Namun perlu diingat bahwa informasi full
text tersebut selalu memberikan jawaban berkesinambungan, selalu mengacu pada refrensi lain yang berhubungan dengan topik tersebut ditandai dengan istilah see, see
Universitas Sumatera Utara
related, seealso. Sementar penelusuran yang dilakuakan melalui indeks dapat memberikan seluruh informasi yang terkait secara lengkap, tinggal pengguna memilih
alternatif artikel yang tepat. Oleh sebab itu masa depan indekser tetap cerah karena masih banyak informasi yang belum terolah.
3. Etika
Diharapkan pengindeks benar-benar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan bidangnya sehingga ilmu pengetahuan yang sedang
berkembang di masyarakat dapat dijadikan sebagai kata kunci yang penting. Diluar negeri justru indeks dikerjakan oleh ilmuwan yang bersangkutan, disamping mereka
mengerjakan penelitian, mereka juga membuat indeks indeks dikerjakan oleh sarjana tamatan S
1
– S
3
, dimana S
1
merupakan tahap mencari pengalaman dan S
2
-S
3
merupakan subject specialist. Berbeda dengan peneliti di Indonesia, di mana mereka justru kurang memahami indeks dengan benar.
4. Pendidikan profesi
Menurut Wallis 1997: 190 dalam Margono 1999: 4, “professional indeks dibagi menjadi dua yaitu pengindeks terakreditasi accredited indexers yaitu
pengindeks yang lulus test berdasarkan standard British Society BS, yang mencerminkan pekerjaan mengindeks dengan teori mengindeks yang benar; dan
pengindeks terdaftar registered indexers yaitu pengindeks yang membuktikan pengalamannya berdasarkan keahlianilmu pengetahuan yang dimiliki melalui
prosedur pengindeksan yang diterapkan oleh British Society”.
Indexer di Indonesia hampir sebagian besar tidak memiliki pendidikan sebagai pengindeks professional seperti di atas. Indexer tersebut lebih menilai dan mengukur
hasil yang diolah oleh pengindeks berdasarkan keyakinan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh pengindeks akan berjalan dengan baik asalkan sejalan dengan
thesaurus yang diigunakan tanpa meninjau lebih lanjut apakah hasil kerja tersebut benar-benar bermanfaat bagi user.
Melihat kenyataan tersebut sebaiknya PDII-LIPI mulai membekali pengindeksnya melalui kursus yang berhubungan dengan status indekser di atas.
Diharapkan indekser yang dimaksud dapat berkiprah lebih jauh untuk dapat membuat standard indeks Indonesia dimasa mendatang, apakah sebagai pengindeks
terakreditasi atau pengindeks terdaftar. Hal ini sangat penting untuk mengoptimalkan
Universitas Sumatera Utara
hasil indeks yang selama ini telah dikerjakan agar lebih berdaya guna, mudah ditelusuridiakses, dan user cepat memperoleh informasinya.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara ilmiah berdasarkan keilmuan yang dilandasi ilmu untuk mendapatkan data, mengumpulkan data, menganalisis data,
menginterpretasi data serta menarik kesimpulan. Dengan cara ilmiah akan mendapatkan data yang objektif, valid dan reliable.
Penelitian ini adalah penelitian komparasi. Menurut Sudjud dalam Arikunto 2002 : 236 menyatakan,
“Penelitian komparasi akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang orang, tentang prosedur
kerja, tentang ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap suatu ide atau suatu prosedur kerja. Dapat juga membandingkan kesamaan pandangan
perubahan-perubahan pandangan orang, grup atau negara, terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa atau terhadap ide-ide”
Dari pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa penelitian komparasi adalah
penelitian yang akan menghasilkan persamaan dan perbedaan dari objek atau subjek yang diteliti. Metode yang dilakukan untuk penelitian ini adalah metode deskriptif.
Menurut Whitney 1960 dalam Nazir 2003: 54 menyatakan “metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat”. Dari pendapat tersebut
dinyatakan bahwa metode deskriptif membuat gambaran faktual dan akurat mengenai fakta-fakta. Dalam metode deskriptif, peneliti bisa saja membandingkan fenomena-
fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif.
3.1 Unit Analisis
Menurut Arikunto 1998: 132, “Unit analisis dalam suatu penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Lebih lanjut
beliau menyatakan bahwa yang dapat diklasifikasikan sebagai subjek penelitian adalah benda atau manusia”
Dari pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa unit analisis suatu penelitian merupakan satuan yang dijadikan sebagai subjek penelitian baik berupa benda atau
manusia. Berawal dari pendapat di atas maka penulis menentukan unit analisis
Universitas Sumatera Utara