BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sebuah perusahaan baik milik pemerintah maupun swasta dituntut untuk tetap memiliki kinerja yang optimal. Dalam melakukan hal tersebut diperlukan
manajemen yang baik yang bisa mengelola semuanya secara efektif dan efisien. Perusahaan dalam aktivitas usahanya selalu berusaha untuk mencapai laba yang
optimal, dan dengan hal tersebut perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, semakin tinggi laba yang diperoleh maka perusahaan akan mampu
bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang serta mampu menghadapi persaingan. Perusahaan yang tepat memilih strategi akan dapat mengungguli persaingan dalam
pertumbuhan dan perolehan laba serta mampu bertahan dalam siklus kehidupan bisnis dalam jangka waktu yang cukup panjang. Selain itu manajemen juga perlu
melakukan penilaian atas kinerja keuangannya per periode sehingga berdasarkan hasil kinerja tersebut manajemen dapat mengetahui maju mundurnya perusahaan
tersebut, yang nantinya akan berguna bagi perusahaan di masa yang akan datang. Menurut Houston Brigham 2006: 107, hasil akhir dari sejumlah
kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan merupakan profitabilitas. Masalah profitabilitas ini penting bagi kelangsungan hidup dan
perkembangan perusahaan. Bagi pimpinan perusahaan, profitabilitas dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui berhasil atau tidaknya perusahaan
Universitas Sumatera Utara
yang dipimpinnya, sedangkan bagi penanam modal dapat digunakan sebagai tolok ukur prospek modal yang ditanamkan dalam perusahaan tersebut. Salah satu
pengukuran atas kinerja perusahaan tersebut adalah dengan mengetahui tingkat pengembalian atas ekuitas Return on Equity-ROE.
Menurut Van Horne 2005: 205, rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Salah satu alat ukur likuiditas adalah Rasio Lancar Current Ratio yang merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Perusahaan
yang dapat mengelola rasio lancarnya dengan baik menunjukkan bahwa aktiva lancar perusahaan tersebut dapat menutup hutang lancarnya, dengan kata lain
perusahaan tersebut memiliki likuiditas yang baik. Akan tetapi pemilik juga harus memperhatikan jangan sampai perusahaan terlalu likuid, karena selain hal tersebut
akan mengurangi risiko ketidakmampuan memenuhi kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo, juga akan mengurangi profitabilitas. Nilai likuiditas yang
terlalu tinggi berdampak kurang baik terhadap pendapatan earning power karena adanya idle cash yang menunjukkan kelebihan modal kerja yang dibutuhkan,
kelebihan ini akan menurunkan kesempatan dalam mempeloleh keuntungan atau profitabilitas. Menurut Martono dan Harjito 2001: 135, rasio lancar yang tinggi
akan berpengaruh negatif terhadap kemampuan memperoleh laba, karena sebagian modal kerja tidak berputar atau mengalami pengangguran.
Untuk membelanjai operasi perusahaan dari hari ke hari, misalnya untuk membeli bahan baku, membayar upah buruh dan gaji karyawan, dan biaya-biaya
lainnya, perusahaan perlu menyediakan modal kerja. Menurut Jumingan 2006:
Universitas Sumatera Utara
66 modal kerja merupakan sejumlah dana yang telah dikeluarkan untuk membelanjai operasi perusahaan tersebut. Perusahaan harus mampu mengelola
modal kerja perusahaannya dengan baik untuk dapat mengoptimalkan profitabilitas ROE, dimana modal kerja tersebut harus mampu membiayai
pengeluaran-pengeluaran untuk kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. Modal kerja disini adalah modal kerja bersih yang merupakan kelebihan aktiva lancar
terhadap hutang jangka pendek hutang lancar. Modal kerja yang cukup akan menguntungkan bagi perusahaan, karena disamping memungkinkan bagi
perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis dan efisien perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan. Adanya modal kerja yang berlebihan
menunjukkan adanya dana yang tidak produktif dan hal ini akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena tidak mempergunakan kesempatan untuk
memperoleh keuntungan melalui dana yang ada, sehingga pemilik haruslah benar- benar dapat mengelola modal kerjanya dengan baik. Ahmad 2002: 5.
Perputaran modal kerja merupakan salah satu rasio untuk mengukur atau menilai keefektifan modal kerja perusahaan selama periode tertentu. Rasio ini
menunjukkan berapa kali dana yang tertanam dalam modal kerja berputar dalam satu periode; atau jumlah penjualan yang bisa dicapai oleh setiap rupiah modal
kerja, dan jumlah penjualan tersebut otomatis berpengaruh terhadap profitabilitas. Munawir 2004: 240.
Sumber dan penggunaan dana dalam operasi perusahaan biasanya dibiayai dengan modal sendiri dan hutang, yang dalam hal ini untuk mengukur seberapa
besar penggunaan hutang dapat diukur dengan Debt to Equity Ratio DER.
Universitas Sumatera Utara
Sebagian pemilik lebih banyak menggunakan hutang daripada modal sendiri, karena dengan adanya penambahan pinjaman hutang dapat menghasilkan risiko
yang lebih besar, tetapi potensi hasil profitabilitas yang diperoleh juga dapat menjadi lebih besar, sebab pemilik perusahaan akan menuntut tingkat
pengembalian yang lebih tinggi dari biaya hutang. Dengan mencari dana yang berasal dari hutang, perusahaan memperoleh manfaat mempertahankan kendali
perusahaan dengan investasi yang terbatas sehingga laba yang dihasilkan lebih besar dari dana yang dipinjam Weston dan Copeland 1999: 227.
Perusahaan yang menjadi subjek penelitian ini adalah perusahaan- perusahaan emiten industri makanan dan minuman. Perusahaan makanan dan
minuman memiliki prospek yang sangat bagus di Indonesia. Industri makanan dan minuman merupakan salah satu industri yang cenderung diminati oleh investor
sebagai salah satu target investasinya. Penyebabnya adalah bahwa hasil dari industri makanan dan minuman sangat digemari oleh masyarakat Indonesia
Tambunan, 2007: 52. Besarnya rasio lancar, perputaran modal kerja, DER, dan juga ROE dari
industri makanan dan minuman dari tahun 2005-2009 dapat terlihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Data Rata-rata Rasio Lancar, Perputaran Modal kerja, dan Debt to Equity
Ratio Pada Industri Makanan dan Minuman Tahun 2005-2009 Periode
Current Ratio CR
Work Capital Turn Over
WCTO Debt to Equity
Ratio DER Return on
Equity ROE
2005 36,201
73,800 24,208
0,04 2006
2,5534 13,2313
49,5912 -1,14
2007 2,4904
2,8568 4,9598
-0,02 2008
3,8774 5,3589
2,2629 0,16
Universitas Sumatera Utara
2009 8,8813
8,1485 1,8615
0,39
Sumber : www.idx.co.id April 2011, diolah
Uraian sebelumnya mengatakan bahwa apabila rasio lancar meningkat, maka ROE akan mengalami penurunan dan sebaliknya. Perputaran modal kerja
berbanding lurus dengan ROE, jika perputaran modal kerja mengalami kenaikan atau penurunan, maka ROE juga mengalami kenaikan atau penurunan juga, dan
begitu juga dengan Debt to Equity Ratio yang berbanding lurus dengan ROE. Tetapi jika dilihat pada Tabel 1.1, terdapat tahun atau periode dimana rasio lancar
tidak selalu berbanding terbalik dengan ROE, terdapat perputaran modal kerja tidak selalu berbanding lurus dengan ROE, dan juga terdapat DER yang tidak
selalu berbanding lurus dengan ROE. Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis tertarik untuk meneliti lebih
dalam tentang “Pengaruh Rasio Lancar, Perputaran Modal Kerja, dan Debt to Equity ratio DER terhadap Profitabilitas ROE”.
1.2. Perumusan Masalah