Kegiatan sosial budaya anak terlantar

34 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak Kasus Anak Terlantar Luar Panti yang tinggal bersama orangtuanya, permasalahannya sebagian besar karena kemiskinan orangtua. Hal ini digambarkan oleh hasil wawancara dengan anak dan observasi sebagai berikut: Anak akses terhadap sistem pendidikan dan kesehatan, namun demikian kadang-kadang terlibat dalam membantu orangtua mencari nakah seperti hasil wawancara berikut: Kasus LA menggambarkan anak rawan terlantar, karena kemiskinan orangtua, pekerjaan orangtua sebagai pemulung dan tempat tinggal yang kurang layak huni di daerah kumuh, dan anak kadang-kadang terlibat dalam pekerjaan memulung. Anak jalanan merupakan bagian dari anak terlantar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori. Pengertian untuk kategori pertama adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak yang tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke rumah setiap ..... Saat saya tinggal di Kampung Jawa Lr. 5 Dusun Tengku Muda bersama dengan kedua orang tua dan ketiga adik-adik, tinggal di arealokasi sebuah penampungan barang-barang bekas. Memiliki rumah yang sangat sederhana terbuat dari kayu bekas, dinding kayu campur bekas kardus, atap yang terdiri dari berbagai jenis atap asbes, genteng, seng plastik bekas, dan lain-lain. Ruangan yang ada terdiri dari 1 ruang yang disekat menjadi 2 ruang, 1 ruang makan merangkap ruang tidur anak ruang istirahat ruang tamu dan lain-lain, 1 ruang tidur orang tua. Saat ini anak sekolah di SD kelas 2, anak tidak pernah meninggalkan sekolah kecuali sedang sakit. Setiap tiga kali seminggu anak ikut bimbingan belajar dengan Open Kommuniti yang diadakan oleh Mahasiswa dan instansi lain anak dan orang tua tidak tau dari instansi mana. Anak tidak bekerja, sesekali ikut orang tua menjadi pemulung, saat libur sekolah, atau hari minggu. 35 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak hari, dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang, baik berkala ataupun dengan jadual yang tidak rutin. Kategori kedua adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya. Kategori ketiga adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di jalanan. Kategori keempat adalah anak berusia 5-17 tahun yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja di jalanan, danatau yang bekerja dan hidup di jalanan yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari http:id.wikipedia.orgwikiAnak_jalanan. Menurut Pusdatin Kementerian Sosial RI anak jalanan pada tahun 2011 berjumlah 135.983 jiwa. Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan informan anak jalanan diketahui bahwa Rudi nama samaran adalah tergolong kategori tiga yaitu anak jalanan yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di jalanan. Kondisi ini terjadi karena bapaknya meninggal. Hal ini tergambar dari hasil wawancara berikut: Kasus selanjutnya adalah Ratna nama samaran menurut orangtuanya permasalahan Keluarga Ratna adalah sebagaimana tergambar dari hasil wawancara berikut ini. “..... saya anak ketiga dari 3 bersaudara, kedua kakak laki-laki dan perempuan telah berkeluarga. Pada tahun 2006 ayah kami meninggal dunia, pada saat itu saya duduk di kelas 1 SMP, berhenti sekolah. Ibu berusia 60 tahun menjadi pengemis dan pengamen di jalanan. Riki juga ikut mengamen di jalanan. 36 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak Kasus Ratna dapat dikategorikan anak yang rentan menjadi anak jalanan, karena orangtua miskin, tinggal di daerah di pinggiran kota yang padat penduduk, ibu bekerja sebagai pemulung. Data di atas menunjukkan bahwa masalahisu-isu anak dalam kontek kesejahteraan terkait dengan kurang terpenuhinya kebutuhan pangan, pendidikan kesehatan, karena faktor kemiskinan dan orangtuaorangtua pengganti sebagai pengemban tugas pengasuhan sibuk bekerja. Hal ini sesuai dengan konsep kesejahteraan anak yang diuraikan pada bab dua yaitu Pertama, kesejahteraan dalam arti: Keluarga memiliki peningkatan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Kedua, Kesejahteraan dalam arti: Anak-anak dan remaja menerima layanan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mereka. Ketiga, Kesejahteraan dalam arti: Anak-anak dan remaja menerima pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan isik dan kesehatan mental mereka. Untuk mengatasi masalah anak tersebut perlu memperhatikan peningkatan kapasitas keluarga untuk memenuhi hak-hak mereka sesuai Konvensi Hak Anak, baik kapasitas di bidang ekonomi, pengasuhan dan perlindungan terhadap anak-anak mereka. Ratna lahir di Sleman, 11 Juni 1998 anak ke 2 dari dua bersaudara. Jumlah anggota keluarga 4 orang, hubungan anak dengan kepala keluarga anak angkat. Sejak bayi diangkat oleh seorang perempuan ibu istri dari bapak N dan diberi nama Ratna. Pada usia 1,5 tahun ibu angkat Ratna meninggal dunia. Kemudian bapak N menikah lagi dengan seorang perempuan bernama P yang telah mempunyai satu orang anak perempuan. Jadi pasangan ini mengasuh dua orang anak perempuan. Keduanya anak tiri dari N. Saya bekerja sebagai pemulung dan P sebagai penarik becak dan buruh serabutan dan tinggal di daerah pinggir dimana akses ke air bersih tidak ada. Semuanya dilakukan di sungai. 37 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

2. Masalahisu-isu dalam Konteks Pengasuhan Anak

Dalam konteks pengasuhan anak, permasalahan dilihat dari pelaksanaan kewajiban orangtua atau orangtua pengganti dan lembaga kesejahteraan sosial anak LKSA dalam pengasuhan anak. Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa keterlantaran disebabkan oleh pengabaian kewajiban orangtuaorangtua pengganti dalam pemenuhan hak-hak dasar anak. Anak adalah amanah yang dititipkan pada orangtua untuk dijaga dan diasuh, serta dididik dengan layak. Akan tetapi seiring dengan mobilitas kedua orangtua, maka menjadikan anak diasuh bukan oleh kedua orangtuanya. Banyak alternatif yang dipilih oleh orangtua dalam mencari pengasuh pengganti selama orangtua bekerja atau beraktivitas. Pada tahun 2009 mayoritas pengasuhan Balita terlantar yang ibu kandung penanggung jawabnya bekerja di luar rumah adalah dititipkan atau diasuh oleh pihak lainnya 33,28 persen yaitu diasuh tetangga, baby sitter, pembantu, penitipan anak dan ditinggal sendiri. Kemudian dititipkan ke family 25,99 persen dan dibawa serta bekerja beraktivitas 21,96 persen. Pertanyaannya adalah apakah orangtua pengganti selama ibu bekerja faham dengan konsep pengasuhan pada anak? Kondisi anak Balita terlantar temuan lapangan hasil wawancara dengan ibu Penerima PKSA Balita Terlantar adalah: orangtua mereka berasal dari keluarga miskin dimana kedua orangtua bekerja di luar rumah. Hal ini dikemukakan oleh informan orangtua yaitu: Keluarga ini tinggal di rumah kontrakan Rp.250.000bulan, dengan ukuran 3x3 m, tidak memiliki ruang dapur, ruang tidur dan lain-lain satu ruang untuk semua kegiatan rumah tangga kecuali masak di luar rumahdi teras, Sumber air sumur pompa, MCK “… saya bekerja sebagai pengupas bawang dan bapaknya dagang sayur di pasar induk dengan penghasilan kami berdua Rp.800.000,- per bulan”. 38 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak umum bersama dengan para warga yang mengintrak rumah. Frekuensi makan makanan pokok dan lauk pauk berprotein tinggi, melihat penghasilan keluarga masih dirasakan kurang belum mencukupi. Hal ini terungkap dari pernyataan informan: Anak juga mandi sendiri bahkan sudah bisa memandikan adiknya yang berusia 3,5 tahun, karena kesibukan orangtua mencari nakah, mereka tidak sempat merawat anaknya. Bila sakit orangtua hanya memberi obat yang ada di warung, tidak sanggup untuk membawa ke Puskesmas atau dokter. Gambaran ini dapat dilihat dari hasil wawancara berikut: Data di atas menunjukkan, bahwa keterlantaran Balita tersebut disebabkan kedua orangtua bekerja di pasar dari pagi sampai siang, tidak sempat merawat anak, makanan apa adanya sesuai perolehan pendapatan. Keluarga ini juga belum mengakses pelayanan kesehatan karena faktor kependudukan. Kondisi seperti ini dialami “..... anak makan 3 kali sehari dengan menu makan nasi, sayur, kadang-kadang pakai daging, atau ikan sekali-sekali ada buah. Saya menyiapkan makanan, kadang-kadang mendampingi, sering membiarkan kedua anak makan sendiri karena kedua orang tua bekerja di pasar induk, berangkat pagi-pagi. Sedangkan anak kadang- kadang tidak mau diajak ke pasar, sehingga anak harus mengambil sendiri makanannya, dan mengambilkan makan untuk adiknya”. “..... anak saya terlepas dari bersih atau belum bersih dan mengambil baju sendiri yang sudah disiapkan di lemari. Saya hanya menyiapkan peralatan mandi dan mengawasi. Ketika anak sakit saya memberi obat yang dibeli dari warung dan langsung sembuh. Sampai saat ini saya belum pernah membawa anak berobat ke dokter ketika anak sakit, karena tidak mau membiasakan anak berobat ke dokter, karena takut ketagihan obat dokter dan mahal. Saya tidak punya kartu KJS karena saya bukan penduduk DKI dan sampai saat ini saya belum pernah membrikan vitamin kepada anak”.