Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan dan Perlindungan Sosial Anak di Indonesia
56
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
mewujudkan kesejahteraan, pengasuhan dan perlindungan bagi anak Indonesia yang diawali oleh Pancasila dan UUD RI 1945
sebagaimana telah diuraikan di atas. Lebih spesiik lagi yaitu Undang Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak. Undang-undang ini mengatur tentang kesejahteraan anak, usia anak, hak anak termasuk hak anak yang tidak mempunyai
orangtua, anak yang tidak mampu, anak yang mengalami masalah kelakuan, dan anak cacat. Undang-undang ini juga mengatur
tentang tanggung jawab orangtua terhadap kesejahteraan anak, dan usaha kesejahteraan anak.
Selanjutnya, Indonesia telah meratiikasi Konvensi Hak Anak KHA melalui Keputusan Presiden RI Nomor 361990, pada
25 Agustus 1990, dan sesuai ketentuan dalam KHA, tiga puluh hari kemudian KHA berlaku di Indonesia yakni mulai tanggal
5 Oktober 1990. Konsekuensi dari mengadopsi dan meratiikasi KHA adalah Masyarakat, Bangsa, dan Negara Indonesia wajib
mengakui dan memenuhi hak-hak Anak yang dirumuskan dalam KHA. Dalam wacana HAM, ”Anak” manusia sebagai
pemegang hak; sedang ”Negara” adalah pihak yang berkewajiban memenuhi hak anak. Negara-negara peserta ratiikasi, akan
mengambil semua langkah legislatif, administratif, dan lain sebagainya. Untuk mengimplementasikan KHA, di Indonesia
ditandai dengan lahirnya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tanggal 22 Oktober 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Sebagai tindak lanjut dari kebijakan tersebut dibentuk ”Komisi Perlindungan Anak Indonesia” KPAI, yang ”independent”
Pasal 74 UU PA.
Prinsip-prinsip umum KHA yaitu non diskriminasi, menghargai pendapat anak, kepentingan terbaik bagi anak, dan
hak hidup; kelangsungan hidup; perkembangan UU PA Pasal 2. Hak anak dalam KHA meliputi: “hak sipil dan kebebasan
57
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
fundamental, hak kesehatan, gizi, air dan sanitasi lingkungan, hak lingkungan keluarga dan perawatan alternatif, hak
pendidikan, waktu bersantai dan main kegiatan budaya, dan hak perlindungan khusus”. Dalam hal ini anak adalah sebagai
pemangku hak yang bertanggung jawab untuk bertindak dan menyatakan hak-hak mereka; dan Negara sebagai pengemban
tugas yang bertanggung jawab untuk bertindak dan memenuhi melindungimenghormati hak-hak pemangku hak. Dalam
undang-undang ini dijelaskan Peran Keluarga yaitu: ”keluarga paling berkewajiban mengakui dan memenuhi hak-hak anak,
keluarga berada pada posisi sentral dan utama dalam memberikan perlindungan pada anak, keluarga adalah lingkungan terdekat
bagi anak dan keluargalah yang paling mengenali kebutuhan dan kondisi anak” Pasal 26 UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak; Peran Masyarakat yaitu: ”Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan
dalam perlindungan anak, peran masyarakat dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga
sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media
massa, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” Pasal 72 UU Nomor 23
Tahun 2002, Tentang Perlindungan Anak; dan Peran Pemerintah yaitu: ”bertanggung jawab atas pelaksanaan tahapan pada aspek
legislatif, administratif, dan lainnya dengan memaksimalkan sumber yang ada, bertanggung jawab dalam hal pembuatan
laporan kepada PBB dan masyarakat, dan bertanggung jawab untuk melakukan diseminasi KHA baik kepada semua pihak
termasuk anak-anak”.
Pada tahun 2009 lahir Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial yang mengatur
penyelenggaraan kesejahteraan sosial, penanggulangan
58
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
kemiskinan, tanggung jawab dan wewenang pemerintah dan pemerintah daerah, sumber daya penyelenggaraan kesejahteraan
sosial, peran masyarakat, pendataran dan perizinan lembaga kesejahteraan sosial, akreditasi dan sertiikasi, pembinaan
dan pengawasan serta pemantauan dan evaluasi. Undang- undang ini juga mengatur bahwa Negara bertanggung jawab
atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pada Pasal 6 diamanatkan bahwa “penyelenggaraan kesejahteraan sosial
ditujukan kepada: 1 perseorangan; 2 keluarga; 3 kelompok; 4 danatau masyarakat. Penyelenggaraan sejahteraan sosial
diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah
sosial yaitu: kemiskinan; ketelantaran; kecacatan; keterpencilan; ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku; korban bencana;
danatau korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi: rehabilitasi sosial;
jaminan sosial; pemberdayaan sosial; dan perlindungan sosial”.
Salah satu respon pemerintah terhadap pemecahan masalah Balita Terlantar adalah melalui pengangkatan anak. Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, mengenai Pengangkatan Anak dalam PP ini adalah “suatu perbuatan hukum
yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orangtua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung
jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orangtua angkat”. PP ini
juga mengatur tentang jenis pengangkatan anak, syarat-syarat pengangkatan anak, tata cara pengangkatan anak, bimbingan
dalam melaksanakan pengangkatan anak, pelaksanaan pengawasan pengangkatan anak, dan pelaporan. Secara lebih rinci
persyaratan pengangkatan anak diatur melalui Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 110HUK2009. Selanjutnya
untuk operasionalisasi perlu dibentuk suatu tim yang diatur
59
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 37 HUK2010 tentang Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan
Anak Pusat. Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak Pusat yang selanjutnya disebut Tim PIPA Pusat adalah Tim yang
memberikan pertimbangan kepada Menteri dalam memberikan izin pengangkatan anak yang dilaksanakan antara Warga Negara
Indonesia dengan Warga Negara Asing atau pengangkatan anak yang salah satu Calon Orangtua Angkat Warga Negara Asing atau
pengangkatan anak oleh orangtua tunggal. Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak Daerah yang selanjutnya disebut
Tim PIPA daerah adalah Tim yang memberikan pertimbangan kepada gubernur c.q. kepala instansi sosial dalam memberikan
izin pengangkatan anak yang dilaksanakan antar Warga negara Indonesia.
Respon terhadap masalah pengasuhan anak di dalam panti atau lembaga kesejahteraan sosial LKSA, Kementerian Sosial
Republik Indonesia telah menetapkan standar pengasuhan melalui Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor
30HUK2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial. Permen ini mengatur
tentang prinsip-prinsip utama pengasuhan alternatif untuk anak, standar penentuan respon yang tepat bagi anak
standar peran LKSA dalam pelayanan bagi anak dan standar perencanaan pengasuhan, standar pelayanan pengasuhan
standar pendekatan awal dan penerimaan rujukan, standar pelayanan pengasuhan oleh LKSA, standar pelayanan berbasis
LKSA, standar pelaksana pengasuhan dan standar evaluasi dan pengakhiran pelayanan, standar kelembagaan yang mencakup
visi, misi, perizinan, dan fasilitas. Untuk masalah kesehatan bagi anak terlantar dalam panti, Kementerian Kesehatan telah
mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1259MenkesSKXII2009 tentang Program Jamkesmas bagi
60
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
Penghuni Panti Sosial, Korban Bencana dan Penghuni Lapas dan Rutan. Sebagai petunjuk pelaksanaanya, pada tahun 2011
dikeluarkan Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Panti oleh Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan.
Dalam merespon akses kesehatan anak dan remaja, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun tahun 2009
tentang Kesehatan telah mengatur tentang kesehatan anak dan remaja Pasal 128 sd Pasal 137 yang menjelaskan: 1 Setiap
bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 enam bulan, kecuali atas indikasi medis; 2 Selama
pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh
dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus; dan 3 Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diadakan di
tempat kerja dan tempat sarana umum Pasal 128. Selanjutnya Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam
rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif Pasal 29 dan Pemerintah wajib memberikan imunisasi
lengkap kepada setiap bayi dan anak Pasal 30.
Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang
yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. Upaya pemeliharaan kesehatan
anak dilakukan sejak anak masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 delapan belas tahun.
Pada ayat 3 upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 menjadi
tanggung jawab dan kewajiban bersama bagi orangtua, keluarga, masyarakat, dan pemerintah, dan pemerintah daerah Pasal
131. Anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh secara bertanggung jawab sehingga memungkinkan anak tumbuh
61
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
dan berkembang secara sehat dan optimal. Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang
berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi Pasal 132.
Selanjutnya setiap bayi dan anak berhak terlindungi dan terhindar dari segala bentuk diskriminasi dan tindak
kekerasan yang dapat mengganggu kesehatannya. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat berkewajiban untuk
menjamin terselenggaranya perlindungan bayi dan anak dan menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
Pasal 133. Pemerintah berkewajiban menetapkan standar dan atau kriteria terhadap kesehatan bayi dan anak serta menjamin
pelaksanaannya dan memudahkan setiap penyelenggaraan terhadap standar dan kriteria tersebut. Standar danatau kriteria
dimaksud harus diselenggarakan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, dan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan Pasal 134.
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat wajib menyediakan tempat dan sarana lain yang diperlukan untuk
bermain anak yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal serta mampu bersosialisasi secara
sehat. Tempat bermain dan sarana lain yang diperlukan dimaksud wajib dilengkapi sarana perlindungan terhadap risiko kesehatan
agar tidak membahayakan kesehatan anak Pasal 135. Demikian pula Upaya pemeliharaan kesehatan remaja harus ditujukan
untuk mempersiapkan menjadi orang dewasa yang sehat dan produktif, baik sosial maupun ekonomi. Upaya pemeliharaan
kesehatan remaja dimaksud, termasuk untuk reproduksi remaja dilakukan agar terbebas dari berbagai gangguan kesehatan yang
dapat menghambat kemampuan menjalani kehidupan reproduksi secara sehat dan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat Pasal 136.
62
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
Pemerintah berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh edukasi, informasi, dan layanan mengenai
kesehatan remaja agar mampu hidup sehat dan bertanggung jawab. Pada ayat 2 Ketentuan mengenai kewajiban Pemerintah
dalam menjamin agar remaja memperoleh edukasi, informasi, dan layanan mengenai kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai, agama, dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan Pasal 137.
Respon terhadap akses pendidikan anak dan remaja, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Pendidikan Nasional, telah mengatur mengenai Hak dan Kewajiban Warga Negara. Pada undang-undang ini diamanatkan,
bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Warga negara yang
memiliki kelainan isik, emosional, mental, intelektual, danatau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Warga negara di
daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Setiap warga
negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat Pasal 5. Setiap warga negara yang berusia tujuh
sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan Pasal 6.
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan atau informal. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
formal berbentuk Taman Kanak-kanak TK, Raudatul Athfal RA, atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia
dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok
63
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
Bermain KB, Taman Penitipan Anak TPA, atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan Pasal 28.
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan isik, emosional, mental, sosial, danatau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang
terpencil, danatau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi Pasal 32.
Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Menteri Agama RI, Menteri Sosial RI, dan
Menteri Dalam Negeri RI Nomor 0318P1984, Nomor 43HUK KEPVII1984 tentang Bantuan terhadap Anak Kurang Mampu,
Anak dengan Kecacatan, dan Anak bertempat tinggal di daerah Terpencil dalam rangka pelaksanaan Wajib Belajar.
Respon terhadap masalahisu anak jalanan, telah diatur dalam Kesepakatan Bersama antar: Kementerian
Sosial Republik Indonesia, Kementerian Dalam Negeri RI, Kementerian Pendidikan Nasional RI, Kementerian Kesehatan
RI, Kementerian Agama RI, Kementerian Hukum dan HAM RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak RI, dan Kepolisian RI tentang Peningkatan Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan. Kesepakatan bersama ini bertujuan untuk
meningkatkan koordinasi dalam upaya penanganan dan peningkatan kesejahteraan sosial anak jalanan yang berbasis hak
anak. Pada kesepakatan bersama ini diatur tentang tugas dan tanggung jawab pihak-pihak yang bersepakat.
64
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
Bagi penanganan anak dengan disabilitas dasar hukumnya tidak ada secara khusus tetapi sama dengan penyandang
disabilitas secara umum yaitu Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Penyandang Cacat dan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2011 Tentang Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Belum ada kebijakan yang mengatur secara khusus
anak dengan disabilitas.
Perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum telah diatur melalui Kesepakatan Bersama antara Direktur
Jenderal PRS Departemen Sosial RI dengan Direktur Jenderal PAS Departemen Hukum dan HAM RI Nomor 20PRS-2
KEP2005, tentang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak Didik Pemasyarakatan dan Kesepakatan Bersama Menteri Sosial RI,
Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan RI, Menteri Agama RI, Kepolisian Negara
RI Nomor: 12PRS-2KPTS2009, Nomor M.HH.04.MH.0302. Tahun 2009; Nomor 11XII2009; Nomor 1220MenkesSKB
XII2009; Nomor 06XII2009; Nomor B43XII2009, tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan
dengan Hukum. Pengadilan bagi anak berhadapan dengan hukum telah diatur oleh Undang Undang RI Nomor 11 Tahun
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-undang ini diantaranya mengatur tentang keadilan restoratif, diversi, dan
acara peradilan anak.
Yang dimaksud Keadilan Restoratif adalah “penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban,
keluarga pelakukorban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan
menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan”. Diversi adalah “pengalihan penyelesaian
perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana”. Selanjutnya Kementerian Pemberdayaan
65
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
Perempuan dan Perlindungan Anak juga mengaturnya melalui Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak RI Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penanganan Anak yang Berhadapan Dengan Hukum.
Bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus AMPK secara spesiik belum ada kebijakan yang mengaturnya. Dalam
penanganannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku umum untuk semua usia seperti: Pertama,
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-undang ini melarang kekerasan
baik isik, psikologis, maupun seksual dalam rumah tangga termasuk terhadap orang yang bekerja dalam rumah tangga, dan
memberikan sanksi bagi para pelanggarnya. Pembantu rumah tangga termasuk pihak yang dilindungi oleh undang-undang
ini pasal 2. Kedua, Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Manusia. Kebijakan ini memberikan dasar
hukum bagi pelarangan perdagangan manusia termasuk anak. Disamping itu memberikan kekuatan bagi para aparat penegak
hukum untuk mengivestigasi dan menuntut para pelanggar berbagai bentuk perdagangan manusia. Ketika seorang korban
adalah anak-anak, maka kebijakan ini menambahkan 13 sanksi tambahan ayat 17. Undang-undang ini juga memberikan
layanan perlindungan sangsi.
Respon KementerianLembaga lainnya terkait dengan pekerja anak yaitu Undang Undang Republik Indonesia Nomor
13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada Bab sembilan mengatur tentang perlindungan, pengupahan, dan kesejahteraan
yaitu pengusaha dilarang mempekerjakan anak pasal 68 dan dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 tiga belas
tahun sampai dengan 15 lima belas tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan
dan kesehatan isik, mental, dan sosial. Pengusaha yang
66
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan harus memenuhi persyaratan: a izin tertulis dari orangtua atau wali, b perjanjian
kerja antara pengusaha dengan orangtua atau wali, c waktu kerja minimal 3 jam, d dilakukan pada siang hari dan tidak
mengganggu waktu sekolah, e keselamatan dan kesehatan kerja, f adanya hubungan kerja yang jelas, dan g menerima upah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Kecuali bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya. Selanjutnya pasal 75 mengamanatkan
Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Maksudnya adalah
untuk menghapuskan atau mengurangi anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Upaya ini harus dilakukan secara terencana,
terpadu, dan terorganisasi dengan instansi terkait.
Respon terhadap isu perkawinan dini, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pasal 6 mengamanatkan “untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai 21 dua puluh satu tahun harus
mendapat izin kedua orangtua, dan pasal 7 mengatur bahwa perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur
19 sembilan belas tahun dan pihak wanita mencapai usia 16 enam belas tahun”.
Dalam rangka pemenuhan hak sipil, Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pedoman Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran Dalam Rangka
Perlindungan Anak. Pedoman ini dimaksudkan untuk menjadi panduan bagi pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan
masyarakat dalam melaksanakan percepatan kepemilikan Akta Kelahiran bagi anak Indonesia. Dalam melaksanakan pedoman
ini Deputi Bidang Perlindungan Anak membentuk Forum Koordinasi Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran dan forum
ini menyelenggarakan rapat koordinasi secara berkala, sekurang-
67
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
kurangnya 3 tiga kali dalam 1 satu tahun yang diikuti oleh anggota Forum Koordinasi wakil dari kementerianlembaga
terkait.
Pemenuhan Hak Sipil Anak dimana setiap anak berhak atas identitas diri yang diwujudkan dalam bentuk Akta Kelahiran
yang merupakan Hak Dasar Anak oleh undang-undang diatur dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan yang mewajibkan setiap penduduk untuk melaporkan peristiwa kependudukan termasuk kelahiran
anak kepada instansi yang melaksanakan pelayanan dalam urusan administrasi kependudukan, serta mengamanatkan
Pemerintah untuk melakukan pelayanan pencatatan sipil dengan mengeluarkan Akta Kelahiran. Pada pelaksanaan undang-
undang ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang pelaksanaan Undang Undang Nomor 23 tentang
Administrasi Kependudukan. Berhubung di masyarakat masih banyak anak-anak Indonesia yang belum memiliki akta kelahiran,
maka pada tahun 2012 Kemnterian KPP-PA mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Nomor 06 Tahun 2012 tentang Pedoman Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran Dalam Rangka
Perlindungan Anak. Pedoman ini dimaksudkan untuk menjadi panduan bagi pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan
masyarakat dalam melaksanakan percepatan kepemilikan akta kelahiran bagi anak Indonesia.