Pendapat Informan tentang Implementasi Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan dan Perlindungan Anak
70
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
dan antara peraturan nasional “belum sinkron atau masih ada yang belum menindaklanjuti”, dengan peraturan daerah Perda.
Hal ini dapat dilihat dari hasil FGD dan wawancara mendalam dengan informan sebagai berikut:
Hal serupa juga di kemukakan oleh informan dari KPPPA, yang menyatakan sebagai berikut:
Sedangkan informan UNICEF, menyatakan bahwa kebijakan yang telah dibuat merupakan tantangan di dalam implementasi
di lapangan sebagaimana yang dikemukakan sebagai berikut:
Namun dalam pelaksanaannya menurut KPAI, mengenai umur atau usia anak tetap mengacu kepada Undang Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Permasalahan lain adalah belum ada pemahaman yang sama
tentang subsantsi peratutan perundang-undangan, misalnya tentang eksploitasi pada anak. Hal ini dapat dilihat dari salah
satu pernyataan informan:
Di antara perundangan-undangan belum ada harmonisasi antar undang-undang yang ada, contoh batasan usia anak pada undang-
undang perkawinan dengan undang-undang tenaga kerja dan undang-undang perlindungan anak hasil FGD di DKI.
Masih sangat terbatas peraturan perundang-undangan yang harmonis, misalnya undang-undang perkawinan dan undang-
undang perlindungan anak. Demikian pula antara pusat dan daerah, banyak yang belum menindaklanjuti dengan Perda.
Tantangan kebijakan antara lain berbagai undang-undang tidak harmonis seperti masalah umur dan pemahaman dan bagaimana
perundangan-undangan di tingkat pusat terimplementasi di tingkat daerah.
71
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
Saya dan salah satu pengasuh baru saja mengikuti sosialisasi Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tetang Perlindungan
Anak, sekarang “saya merasa“ takut menugaskan anak-anak dalam kegiatan-kegiatan domestik panti, seperti mencuci piring, menyapu,
karena takut dikatakan mengeksploitasi, apakah itu eksploitasi?
Demikian pula pemahaman tentang kekerasan pada anak ini juga menjadi polemik dalam masyarakat. Hal ini disebabkan
masyarakat Indonesia memiliki berbagai budaya dan norma yang berbeda di tiap-tiap daerah pluralisme dalam budaya
dan agama. Contohnya memukul anak dalam penerapan disiplin melaksanakan shalat dalam agama Islam ada hadis yang
menyatakan:
“Suruhlah anak-anakmu shalat bila berumur tujuh tahun dan gunakan pukulan jika mereka sudah berumur sepuluh
tahun, dan pisahlah tempat tidur mereka putera-puteri” HR. Abu Dawud.
Pukulan ini bila dterjemahkan secara haraiah merupakan salah satu tindak kekerasan terhadap anak. Sehubungan dengan
itu pukulan seperti apa yang dibolehkan? belum ada kesepakatan atau deinisi yang operasional untuk seluruh budaya dan agama
yang terdapat di Indonesia. Di lain pihak Jamal Abdurrahman Athfal al-Muslimin, kaifa Rabbahum an-Nabiy al-Amin
dalam Liza 2010, Pola Asuh Orangtua Anak Menurut Ajaran Rasullullah, antara lain menyatakan:
Nabi tidak pernah memukul anak-anak selamanya, tetapi beliau menjelaskan prinsip-prinsip dasar dan aturan dalam
memukul. Kaidah-kaidahnya adalah sebagai berikut: 1 Pukulan tidak boleh diberikan sebelum usia sepuluh tahun. 2 Pukulan
boleh diberikan pada anggota tubuh yang memungkinkan, batas maksimal hukuman hanya sepuluh kali itupun hanya kepada
anak yang baligh dan mukallaf. Dan jangan memukul terlalu
72
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
keras sehingga sampai terangkat ketiak, dan jangan tempat sensitif seperti wajah atau kepala.
Sehubungan dengan itu agar tidak terjadi pemahaman yang berbeda-beda diperlukan sosialisasi dan perumusan deinisi
operasioanal setiap konsep yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, sehingga pengasuh dapat bertndak secara
terukur.
Sistem pemerintahan otonomi memerlukan adanya peraturan di tingkat provinsi dan kabupatenkota Perda yang mengatur
kesejahteraan dan perlindungan anak sebagai implementasi dari kebijakan pemerintah nasional. Dari hasil penelitian
menunjukkan beberapa daerah sudah menindaklanjuti undang- undang perlindungan anak dan juga ada yang belum, misalnya
kasus DIY menurut informan DPRD Provinsi:
• Perda yang sudah ada terkait dengan Perlindungan Anak antara lain; HIV, Anak yang Hidup di Jalan, Pemenuhan Hak Penyandang
Disabilitas termasuk anak dengan disabilitas, Narkoba. • Implementasinya belum cukup, masih banyak anak yang hidup
di jalan. Hal ini disebabkan adanya kendala koordinasi dengan kabupatenkota dan dengan Polda.
• Alokasi anggaran untuk perlindungan anak sebenarnya tidak ada masalah bagi DPRD, yang penting diajukan dengan dukungan
data yang lengkap oleh SKPD terkait, pasti akan di support. • Dalam menangani anak jalanan misalnya perlu dilakukan
secara komprehensif dari segala aspek. Untuk itu perlu dibentuk satu tim adhoc seperti KPK, perlu manajemen Adhoc dan diberi
rentang waktu misalnya dua tahun melalui SK Gubernur untuk menangani kasus perkasus seperti Sekber Kartomantul dalam
menangani pariwisata.
• Pembuatan Perda Anak yang Hidup di Jalan adalah inisiatif eksekutif, Narkotika inisiatif DPRD, Penyandang Disabilitas
inisiatif eksekutif, HIV inisiatif DPRD.
73
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
• Persoalan anak adalah persolan mendasar, contoh perlindungan anak untuk tidak menonton tontonan yang dapat merusak.
Masalah ini cukup serius dengan adanya globalisasi dan kemajuan teknologi komunikasi. Seperti yang terjadi satu bulan terakhir ada
10 kejadian anak menikah di bawah umur akibat hamil.
• Perlu dipikirkan upaya pencegahannya misalnya pelarangan penggunaan HP, atau penataan pengelolaan warnet.
• Lemahnya kontrol sosial perlu ditingkatkan kearifan lokal. • Regulasi berupa Perda baru dibahas atas inisiatif DPRD – baru
sampai naskah akademis yaitu Raperda Perlindungan Anak. Pembahsan awal bukan dari Komisi D karena di Komisi D
overload, tetapi ditangani oleh Komisi lain.
Menurut informan DPRD Kabupaten Sleman dalam FGD menyatakan:
Implentasi kesejahteraan, pengasuhan dan perlindungan anak dalam bentuk program dan kegiatan di provinsi dan
kabupatenkota sudah dialokasikan di berbagai SKPD terkait. Hasil wawancara menunjukkan bahwa setiap SKPD terkait
dengan kesejahteraan, pengasuhan dan perlindungan anak sudah menganggarkan dalam bentuk kegiatan, namun dalam
pelaksanaan masing-masing SKPD masih berjalan sendiri- sendiri atau belum ada sinkronisasi ataupun koordinasi. Seperti
untuk pendidikan wajib belajar 9 tahun belum menyentuh anak jalanan dengan berbagai alasan seperti anak belum punya
akta, atau tidak bisa diterima karena berbagai macam alasan. Dua kasus anak jalanan di Kota Yogyakarta keduanya sekolah
di sekoalah swasta yang setiap bulannya harus membayar uang sekolah. Dari hasil diskusi juga terungkap masih minimnya
sarana dan prasarana pendukung dalam perlindungan anak
74
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
misalnya rumah aman, lapas anak, dan masih kurangnya jumlah dan kapasitas SDM yang memahami tentang masalah dan
kebijakan perlindungan anak.
75
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
BAB IV
EFEKTIVITAS PROGRAM KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK
Program Kesejahteraan Sosial Anak PKSA dirancang sebagai upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial dan bantuan kesejahteraan sosial anak bersyarat conditional cash transfer
yang meliputi: 1. Bantuan sosialsubsidi pemenuhan hak dasar akta kelahiran, tempat tinggal, nutrisi, air bersih, dan lain-lain 2 Peningkatan
aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar akses pendidikan dasar, akses pelayanan kesehatan, akses pelayanan rehabilitasi sosial, dan lain-
lain 3 Pengembangan potensi diri dan kreatiitas anak. 4 Penguatan tanggung jawab orangtuakeluarga dalam pengasuhan dan perlindungan
anak 5 Penguatan kelembagaan kesejahteraan sosial anak.
Anak sebagai penerima manfaat PKSA dikelompokkan dalam enam kluster yaitu, anak Balita Terlantar, Anak Terlantar, Anak Jalanan,
Anak dengan Kecacatan, Anak yang Berhadapan dengan Hukum dan Anak yang membutuhkan Perlindungan Khusus. Hasil evaluasi terhadap
PKSA masing-masing kluster disajikan pada uraian berikut ini.
Populasi penyandang masalah kesejahteraan sosial anak masing- masing kluster dapat dilihat pada gambar berikut:
Diagram 3. Populasi PMKS anak
Sumber: Proil PMKS 2011, Dirjen PAS 2012, Pusdatin 2010
76
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
Diagram 4. Penerima Manfaat PKSA 2011-2013
Sumber: Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak September 2013
Bab empat ini menguraikan hasil evaluasi terhadap hasil yang dicapai dari PKSA dilihat dari dampaknya terhadap penguatan
kelembagaan kesejahteraan sosial anak, penguatan tanggung jawab orangtuakeluarga dalam pengasuhan dan perlindungan anak dan
manfaatnya terhadap pemenuhan hak dasar akta kelahiran, tempat tinggal, nutrisi, air bersih, peningkatan aksesibilitas terhadap pelayanan
sosial dasar, akses pendidikan dasar, akses pelayanan kesehatan, akses pelayanan rehabilitasi sosial.