Pemanfaatan Abu Sawit Sebagai Campuran Semen Pada Pembuatan Mortar

(1)

PEMANFAATAN ABU SAWIT SEBAGAI CAMPURAN SEMEN PADA PEMBUATAN MORTAR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

BRAV SHANDY MELIALA 040801022

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PEMANFAATAN ABU SAWIT SEBAGAI CAMPURAN SEMEN PADA PEMBUATAN MORTAR

Kategori : SKRIPSI

Nama : BRAV SHANDY MELIALA

Nomor Induk Mahasiswa : 040801022

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) USU

Diluluskan di Medan, Juni 2010

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua Pembimbing

(Dr. Marhaposan Situmorang) (Dr. Krista Sebayang, MS) NIP:195510301980031003 NIP:195806231986011001


(3)

PERNYATAAN

PEMANFAATAN ABU SAWIT SEBAGAI CAMPURAN SEMEN PADA PEMBUATAN MORTAR

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2010

BRAV SHANDY MELIALA 040801022


(4)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan kasih karunia dan berkat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.

Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada Bapak Dr.Krista Sebayang, MS selaku pembimbing Akademik, kepada Bapak Subandi serta saudara Tami sebagai pembimbing di teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (USU) pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Dr.Marhaposan Situmorang,MSc dan Dra.Justinon,MSi, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, serta semua dosen pada Departemen Fisika FMIPA USU, teman-teman saya Hesty, Daus, Nova, Emelda, Sri, Tanti, Kiki, Winston, Rio serta rekan-rekan mahasiswa khususnya stambuk 2004 yang turut serta membantu dalam penyelesaian kajian ini.

Akhirnya tidak terlupakan dan teristimewa kepada Ayahanda Ev. J Meliala, Ibunda Prawina, adinda Fernando Meliala dan semua sanak keluarga. Terimakasih atas dukungan, bantuan, serta semangat dan doa yang kalian berikan selama ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua.


(5)

PEMANFAATAN ABU SAWIT SEBAGAI CAMPURAN SEMEN PADA PEMBUATAN MORTAR

ABSTRAK

Abu sawit merupakan limbah pengolahan kelapa sawit yang banyak mengandung unsur silika (SiO2) dan merupakan bahan pozzolanic. Dalam penelitian ini abu sawit dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam campuran mortar. Pengujian dilakukan terhadap sifat fisis dan sifat mekanik dari mortar tersebut. Benda uji dibuat dengan komposisi campuran 1 semen : 2,75 pasir : 0,5 air, pada variasi penambahan abu sawit terhadap semen sebesar 0%; 5%; 10%; 15%; 20% dan 25%. Dari penelitian ditunjukkan bahwa kuat tekan mortar berturut-turut yaitu 16,533; 19,733; 23,467; 19,333; 13,200 dan 10,933. Kuat tarik mortar bertutur-turut yaitu 1,138; 1,280; 1,546; 1,208; 0,923 dan 0,895. Daya serap air oleh mortar bertutur-turut yaitu 2,322%; 2,141%; 1,987%; 2,279%; 2,959% dan 2,963%. Porositas mortar bertutur-turut yaitu 5,333%; 4,8%; 4,533%; 5,067%; 6,4% dan 6,667%. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan kuat tekan, kuat tarik , penyerapan air dan porositas dengan adanya penambahan abu sawit sampai dengan 25% dari massa semen, kualitas maksimal mortar berada pada penambahan abu sawit 10%.


(6)

UTILIZATION PALM ASH AS MIXTURE IN THE MAKING OF MORTAR

ABSTRACT

Palm ash constitutes as cesspool of palm production that contains a lot of silica element (SiO2) and constitutes pozzolanic material. In this research palm ash was utilited as additive material in mortar mixture. The testing was made for physical and mechanical properties of the mortar. The testing object was made by composition of mixture 1 cement : 2,75 sand : 0,5 water, by variation of palm ash addition on cement 0%, 5%, 10%, 15%, 20% and 25%. By the research showed pressure strength respectively viz 16,533; 19,733; 23,467; 19,333; 13,200 and 10,933. Pull strength respectively viz 1,138; 1,280; 1,546; 1,208; 0,923 and 0,895. Water absorption strength by mortar respectively viz 2,322%; 2,141%; 1,987%; 2,279%; 2,959% and 2,963%. Shaft strength by mortar respectively viz 5,333%; 4,8%; 4,533%; 5,067%; 6,4% and 6,667%. The research result showed there were difference in pressure strength, pull strength, water absorption and shaft by increasing palm ash until 25% from cement mass, mortar maximal qua lity would be in 10% increasing of palm ash.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

BAB 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Identifikasi Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Tempat Penelitian 4

1.7 Sistematika Penulisan 5

BAB 2 Tinjauan Pustaka 6

2.1 Mortar 6

2.2 Semen 7

2.2.1 Semen Portland 9

2.2.1.1 Jenis dan Penggunaan Semen Portland 10

2.2.1.2 Komposisi Kimia Semen Portland 11

2.3 Agregat Halus 13

2.4 Air 15

2.5 Pozzolan 17

2.6 Limbah 18

2.6.1 Limbah Pengolahan Kelapa Sawit 19

2.6.2 Abu Sawit 21

2.7 Kuat Tekan 23

2.8 Kuat Tarik 23

2.9 Penyerapan Air 24

2.10 Porositas 24

BAB 3 Metodologi Penelitian 25

3.1 Alat dan Bahan 25

3.1.1 Alat 25

3.1.2 Bahan 26

3.2 Diagram Alir Penelitian 26

3.3 Prosedur Pembuatan Benda Uji 27

3.3.1 Kuat Tekan dan Kuat Tarik 27


(8)

3.4 Prosedur Pengujian Benda Uji 30

3.4.1 Prosedur Pengujian Kuat Tekan 30

3.4.2 Prosedur Pengujian Kuat Tarik 30

3.4.3 Prosedur Pengujian Penyerapan Air dan Porositas 31

BAB 4 Hasil Dan Pembahasan 32

4.1 Analisis Data 32

4.1.1 Pengujian Kuat Tekan Mortar 32

4.1.2 Pengujian Kuat Tarik Mortar 35

4.1.3 Hubungan Kuat Tekan dan Kuat Tarik 38

4.1.4 Pengujian Penyerapan Air 39

4.1.5 Pengujian Porositas 41

4.1.6 Hubungan Penyerapan Air dan Porositas 43

BAB 5 Kesimpulan Dan Saran 44

5.1 Kesimpulan 44

5.2 Saran 45

Daftar Pustaka 46

48 Lampiran


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Komposisi abu sawit hasil pembakaran serat dan cangkang(%massa) 2

Tabel 2.1 Bahan utama penyusun semen portland 9

Tabel 2.2 Komposisi kimia pada semen 12

Tabel 2.3 Komposisi kimia semen portland tipe I produksi PT.Semen Padang 13 Tabel 2.4 Batas dan izin kandungan air untuk campuran beton/mortar 16

Tabel 3.l Komposisi benda uji mortar 27

Tabel 4.1 Data hasil pengujian kuat tekan 32

Tabel 4.2 Data hasil pengujian kuat tarik 35

Tabel 4.3 Data hasil pengujian penyerapan air 39


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Data luas area kelapa sawit dan produksi CPO Indonesia dari

Dirjenbun 19

Gambar 2.2 Neraca pengolahan sawit 20 Gambar 2.3 Cangkang dan serat digunakan sebagai bahan bakar ketel 21 Gambar 2.4 Abu sawit yang menggunung di pabrik kelapa sawit sisa dari

pembakaran cangkang dan serat kelapa sawit di dalam dapur

atau tungku pembakaran (boiler) 22 Gambar 4.1 Grafik kuat tekan mortar terhadap variasi campuran abu sawit 33 Gambar 4.2 Grafik kuat tarik mortar terhadap variasi campuran abu sawit 36 Gambar 4.3 Grafik Kuat Tekan dan Kuat Tarik Mortar Terhadap Variasi

Campuran Abu Sawit 38

Gambar 4.4 Grafik penyerapan air terhadap variasi campuran abu sawit 40 Gambar 4.5 Grafik porositas terhadap variasi campuran abu sawit 42


(11)

PEMANFAATAN ABU SAWIT SEBAGAI CAMPURAN SEMEN PADA PEMBUATAN MORTAR

ABSTRAK

Abu sawit merupakan limbah pengolahan kelapa sawit yang banyak mengandung unsur silika (SiO2) dan merupakan bahan pozzolanic. Dalam penelitian ini abu sawit dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam campuran mortar. Pengujian dilakukan terhadap sifat fisis dan sifat mekanik dari mortar tersebut. Benda uji dibuat dengan komposisi campuran 1 semen : 2,75 pasir : 0,5 air, pada variasi penambahan abu sawit terhadap semen sebesar 0%; 5%; 10%; 15%; 20% dan 25%. Dari penelitian ditunjukkan bahwa kuat tekan mortar berturut-turut yaitu 16,533; 19,733; 23,467; 19,333; 13,200 dan 10,933. Kuat tarik mortar bertutur-turut yaitu 1,138; 1,280; 1,546; 1,208; 0,923 dan 0,895. Daya serap air oleh mortar bertutur-turut yaitu 2,322%; 2,141%; 1,987%; 2,279%; 2,959% dan 2,963%. Porositas mortar bertutur-turut yaitu 5,333%; 4,8%; 4,533%; 5,067%; 6,4% dan 6,667%. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan kuat tekan, kuat tarik , penyerapan air dan porositas dengan adanya penambahan abu sawit sampai dengan 25% dari massa semen, kualitas maksimal mortar berada pada penambahan abu sawit 10%.


(12)

UTILIZATION PALM ASH AS MIXTURE IN THE MAKING OF MORTAR

ABSTRACT

Palm ash constitutes as cesspool of palm production that contains a lot of silica element (SiO2) and constitutes pozzolanic material. In this research palm ash was utilited as additive material in mortar mixture. The testing was made for physical and mechanical properties of the mortar. The testing object was made by composition of mixture 1 cement : 2,75 sand : 0,5 water, by variation of palm ash addition on cement 0%, 5%, 10%, 15%, 20% and 25%. By the research showed pressure strength respectively viz 16,533; 19,733; 23,467; 19,333; 13,200 and 10,933. Pull strength respectively viz 1,138; 1,280; 1,546; 1,208; 0,923 and 0,895. Water absorption strength by mortar respectively viz 2,322%; 2,141%; 1,987%; 2,279%; 2,959% and 2,963%. Shaft strength by mortar respectively viz 5,333%; 4,8%; 4,533%; 5,067%; 6,4% and 6,667%. The research result showed there were difference in pressure strength, pull strength, water absorption and shaft by increasing palm ash until 25% from cement mass, mortar maximal qua lity would be in 10% increasing of palm ash.


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kebutuhan perumahan, perhubungan dan industri berdampak pada peningkatan kebutuhan bahan-bahan pendukungnya. Salah satu yang meningkat tajam adalah kebutuhan terhadap produk mortar. Mortar yang digunakan untuk plesteran dan pasangan batu bata terdiri dari campuran perekat, agregat halus dan air, yang berfungsi untuk melekatkan batu bata sehingga menjadi satu kesatuan yang kuat dan kaku dan sebagai lapisan pelindung batu bata.

Meskipun teknologi mortar telah terbukti kemampuannya namun karena tuntutan konstruksi terhadap kekuatan, kelenturan dan keawetan maka teknologi ini dapat ditingkatkan efektifitas kinerjanya dengan pendekatan: perbaikan atas mutu mortar dan penggabungan teknologi pembuatan berbagai komposit.

Pada umumnya mortar masih menggunakan semen portland sebagai bahan pengikat utama yang harganya cukup mahal. Semen portland mengandung kapur 61-69%, Silika 18-24%, Alumina 4-8%, dan unsur minor lainnya. Oleh karena itu diperlukan bahan pengikat tambahan yang memiliki harga lebih murah untuk mengurangi penggunaan semern portland dan diprediksikan dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan mortar.

Bahan pengikat tambahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah pembakaran serat dan cangkang sawit, yang kemudian disebut abu sawit. Limbah pembakaran serat dan cangkang sawit yang berupa abu memilki unsur


(14)

yang bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan mortar. Abu sawit memiliki sifat pozzolan dan mengandung unsur silika yang cukup banyak berkisar 60%, bila unsur ini dicampur dengan semen akan menghasilkan kekuatan mortar yang lebih tinggi.

Tabel 1.1 Komposisi abu sawit hasil pembakaran serat dan cangkang

(% massa)

(Sumber: Graille dkk, 1985 dalam Utama dan Sentosa, 2005)

Sektor agrobisnis kelapa sawit di Indonesia tercatat memiliki perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terlihat dari luas areal kelapa sawit dari produksi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil, CPO) yang terus mengalami peningkatan. Indonesia saat ini adalah produsen CPO (crude palm oil) terbesar di dunia dan memiliki lahan sawit terluas di dunia. Luas areal kelapa sawit di Indonesia tahun 2007 menurut Dirjenbun, Deptan, diperkirakan mencapai 6.6 juta ha dan produksi CPO pada tahun tersebut mencapai 17.3 juta ton. Luas area dan produksi diperkirakan akan terus meningkat mengingat saat ini gencar dilakukan pembukaan lahan-lahan sawit baru, terutama di pulau Kalimantan dan Papua.

Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis mencoba melakukan penelitian terhadap pemanfaatan abu sawit sebagai campuran semen pada pembuatan mortar.


(15)

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Adapun identifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu adanya penambahan abu sawit sebagai campuran semen pada pembuatan mortar akan dapat memperbaiki kualitas fisis dan mekanis dari mortar itu sendiri.

1.3 BATASAN MASALAH

1. Penambahan limbah abu sawit dengan variasi campuran 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari berat semen.

2. Karakterisasi pengujian pada campuran mortar tersebut yang meliputi : a. Pengujian kekuatan tekan

b. Pengujian kekuatan tarik c. Pengujian penyerapan air d. Pengujian porositas

1.4 TUJUAN PENELITIAN

a. Mengetahui karakterisasi mortar dengan menggunakan bahan campuran abu sawit.

b. Membandingkan kekuatan mortar yang terbuat dari campuran abu sawit dengan kekuatan mortar normal.


(16)

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Pemanfaatan abu sawit sebagai campuran semen diharapkan dapat dipakai dalam pembuatan mortar dengan biaya yang relatif murah, juga diharapkan dapat mengatasi masalah limbah pabrik yang akan berguna dikemudian hari.

1.6 TEMPAT PENELITIAN

LABORATORIUM BETON TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (USU).


(17)

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan masing-masing bab adalah sebagai berikut : BAB 1 Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, tujuan penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, manfaat penelitian, tempat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2 Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian.

BAB 3 Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang diagram alir penelitian, peralatan, bahan- bahan, pembuatan sampel uji, pengujian sampel.

BAB 4 Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan menganalisis data yang diperoleh dari penelitian

BAB 5 Kesimpulan & Saran

Menyimpulkan hasil – hasil yang didapat dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian lebih lanjut.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mortar

Menurut beberapa sumber pengertian mortar adalah sebagai berikut: 1. Mirriam Webster Dictionary.

Mortar adalah bahan bangunan lentur (seperti campuran semen, kapur atau gipsum dengan pasir dan air) yang dapat mengeras dan bahan tersebut biasanya digunakan pada pekerjaan batu atau pekerjaan plesteran. 2. Kamus Inggris – Indonesia Hasan Shaddily dan John M. Echol.

Mortar adalah adukan semen.

3. Secara umum mortar adalah bahan bangunan berupa adukan semen yang biasa digunakan dalam pekerjaan tukang batu yaitu sebagai plesteran.

Mortar adalah campuran semen, pasir dan air yang memiliki persentase yang berbeda. Perbandingan massa semen, pasir dan air yang sesuai untuk mortar yang memenuhi syarat adalah 1 : 2,75 : 0,5. Standar yang dipakai untuk pembuatan mortar yaitu SNI M-111-1990-03. Standar mortar ini nantinya akan berguna dalam menentukan kekuatan mortar yang menjadi spesi ataupun plasteran dinding sehingga diharapkan mortar yang menahan gaya tekan akibat beban yang bekerja padanya tidak hancur.

Mortar disebut juga plesteran. Kegunaan plester adalah melapisi pasangan batu bata, batu kali maupun batu cetak ( batako ) agar permukaannya tidak mudah


(19)

rusak dan kelihatan rapi dan bersih. Pekerjaan memplester juga dilakukan pada pasangan pondasi, pasangan tembok dinding rumah, lantai batu bata, lisplang beton, dan sebagainya.

Menurut sifatnya plesteran dibedakan menjadi 3 macam yaitu: 1. Plesteran kasar.

Digunakan untuk melapisi permukaan batu bata atau pasangan batu belah yang tidak terlihat dari luar, misalnya tembok yang diatas rangka plafon. 2. Plesteran setengah halus atau setengah kasar.

Digunakan untuk permukaan lantai gudang, lantai lapangan olah raga, lantai teras, lantai kamar mandi dan sebagainya.

3. Plesteran halus.

Digunakan sebagai pelapis tembok-tembok rumah, dalam hal ini langsung berhubungan dengan keindahan dan kerapian pandangan.(Daryanto. 1994).

2.2 Semen

Material semen adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan kohesif yang diperlukan untuk mengikat agregat-agregat menjadi suatu massa yang padat yang mempunyai kekuatan yang cukup.(Winter, George. 1993).

Semen merupakan hasil industri dari paduan bahan baku : batu gamping/kapur sebagai bahan utama, yaitu bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO) dan lempung/tanah liat yaitu bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3) dan Magnesium Oksida (MgO) atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan bentuk bubuk (bulk), tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air.

Semen dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu semen hidraulik dan semen non hidraulik. Semen hidraulik mempunyai kemampuan untuk mengikat


(20)

dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidraulik antara lain kapur hidraulik, semen pozzolan, semen terak, semen alam, semen portland, semen alumina dan semen expansif. Contoh lainnya adalah semen portland putih, semen warna dan semen-semen untuk keperluan khusus. Sedangkan semen non-hidraulik adalah semen yang tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidraulik adalah kapur.

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabung dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras. (Mulyono, Tri. 2005).

Faktor semen sangatlah mempengaruhi karakteristik campuran mortar. Kandungan semen hidraulik yang tinggi akan memberikan benyak keuntungan antara lain dapat membuat campuran mortar menjadi lebih kuat, lebih padat, lebih tahan air, lebih cepat mengeras dan juga memberikan rekatan yang lebih baik. Kerugiannya adalah dengan cepat campuran mengeras, maka dapat menyebabkan susut kering yang lebih tinggi pula. Mortar dengan kandungan hidraulik rendah akan lebih lemeh dan mudah dalam pergerakan. (Gunawan, Margaret. 2000).

Semen yang mengeras dengan adanya air yang dinamakan dengan semen hidraulik ( hidraulic cement ). Semen jenis ini terdiri dari silikat dan lime yang terbuat dari batu kapur dan tanah liat yang digerinda, dicampur, dibakar dalam pembakaran kapur ( klin ), kemudian dihancurkan menjadi tepung. Semen hidrolik biasa yang dipakai untuk mortar dinamakan semen portland ( portland cement ). (Nawy G, Edward. 1998).


(21)

2.2.1 Semen Portland

Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C 150-89, semen portland didefinisikan sebagai semen hidraulik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. (Mulyono, Tri. 2005).

Dalam buku Portland Cement Association (1975), diuraikan nama-nama penemu semen yang pertama kali yaitu sebagai berikut:

• John Smeaton (1756), bahwa mortar/beton yang baik diperoleh jika pozzolan semen dicampur dengan batu kapur (limestone) yang banyak mengandung material tanah liat.

• Joseph Aspdin (1824), pembuatan semen portland dengan jalan memanaskan campuran butir-butir halus tanah liat dan batuan kapur keras dalam tungku pembakaran sampai CO2 hasil pembakaran tersebut keluar dari campuran.

• Issac Johnson (1845), memperbaiki cara Joseph Aspdin dengan jalan membakar campuran tanah liat dengan kapur sampai mengklinker sehingga reaksi yang diperlukan untuk membentuk tingkatan material semen terjadi.

Tabel 2.1 Bahan Utama Penyusun Semen Portland

Bahan Penyusun Semen Portland Kadar (%)

Kapur (CaO) 60 – 65

Silika (SiO2) 20 – 25

Oksida Besi serta Alumina (Fe2O3 dan Al2O3) 7 - 12

Sumber : Mulyono, Tri. 2005

Bahan-bahan utama penyusun material ini digiling, diaduk dan dilebur hingga menjadi butiran dalam sebuah tanur, didinginkan dan kemudian digiling hingga mencapai kehalusan sesuai dengan yang dibutuhkan. Material tersebut diangkut dalam satuan volume yang besar atau dalam kantong – kantong semen.


(22)

Beton yang dibuat dari semen Portland biasanya memerlukan waktu kurang lebih dua minggu untuk mencapai kekuatan yang cukup pada saat cetakan – cetakan dari gelagar dan plat dapat dibuka dan dapat memikul beban yang sesuai stuktur beton tersebut akan mencapai kekuatan rencana setelah 28 hari dan setelah massa tersebut kekuatannya akan terus bertambah sedikit demi sedikit.

Kekuatan semen merupakan hasil dari proses hidrasi. Proses kimiawi ini berupa rekristalisasi dalam bentuk interlocking-crystals (ikatan kristal) sehingga membentuk gel semen yang akan mempunyai kekuatan tekan yang tinggi apabila mengeras. Jika semen portland dicampur dengan air, maka komponen kapur dilepaskan dari senyawa. Banyaknya kapur dilepaskan ini sekitar 20% dari berat semen. (Mulyono, Tri. 2005).

2.2.1.1 Jenis dan Penggunaan Semen Portland

a. Jenis I ( Semen penggunaan umum )

Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.

b. Jenis II ( Semen pengeras pada panas sedang )

Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.

c. Jenis III ( Semen berkekuatan tinggi awal )

Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.

d. Jenis IV ( Semen jenis rendah )

Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.


(23)

e. Tipe V ( Semen tahan sulfat )

Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.

Kekuatan dari pasta semen-air yang telah mengeras nantinya akan menentukan kekuatan beton karena dengan agregat yang kuat, perpatahan terjadi diantara partikel pasir. Oleh karena itu, pada dasarnya jalanan masuk yang terbuat dari adukan semen dan air akan sama kuatnya dengan adukan semen, air dan agregat. Akan tetapi jika ditinjau dari segi biaya kurang menguntungkan. Oleh karena itu adukan semen-air dicampur dengan bahan agregat yang lebih kuat dan murah.

2.2.1.2 Komposisi Kimia Semen Portland

Semen portland yang mempunyai zat kapur kadar kapur yang berlebihan menyebabkan disintegrasi atau perpecahan setelah proses pengikatan terjadi. Kadar kapur yang banyak tetapi tidak berlebihan, cenderung memperlambat proses pengikatan oleh semen tetapi mempertinggi kuat tekan awal dari beton/ mortar, bila kandungan kapurnya kurang menyebabkan pengikatan semen menjadi lunak.

Komposisi kimia pada tabel 2.1 yang terdapat pada setiap jenis semen Portland mempunyai empat senyawa utama yaitu:

1. Trikalsium Silikat (C3S); senyawa ini dapat mengeras dalam beberapa jam dan disertai dengan pelepasan sejumlah energi panas. Kuantitas senyawa yang terbentuk selama proses pengikatan berlangsung mempengaruhi kekuatan beton dan umur awal pada 14 hari pertama.

2. Dikalsium Silikat (C2S); reaksi berlangsung sangat lambat dan disertai dengan pelepasan sejumlah energi panas secara lambat. Senyawa berpengaruh terhadap perkembangan kekuatan beton dari umur 14 sampai seterusnya. Semen Portland yang mempunyai kandungan C2S yang cukup


(24)

banyak ketahanan terhadap agresi kimia dan penyusutan kering relatif rendah dan memberikan kontribusi terhadap awet beton.

3. Trikalsium Aluminat (C3A); senyawa C3A mengalami proses hidrasi dengan cepat dan disertai dengan pelepasan sejumlah energi panas. Senyawa ini mempengaruhi proses pengikatan awal tetapi kontribusinya terhadap kekuatan beton kecil. Dan kurang tahan terhadap agresi kimia dan paling berpeluang mengalami disintegrasi (perpecahan) oleh sulfat yang dikandung air tanah dan kecenderungan yang tinggi mengalami keretakan akibat perubahan volume.

4. Tetrakalsium Aluminate (C4AF); sekalipun proporsinya C4AF cukup besar dari semen, kontribusi terhadap sifat-sifat beton tidak ada. Senyawa C4AF dapat merubah reaksi kimia C2F menjadi C4AF.

Reaksi kimia yang berlangsung pada saat gel dan kristal dari larutan semen dan air akan menimbulkan adhesi dan gaya tarik fisik satu dengan agregat secara perlahan-lahan saling mengikat beton/mortar.

Tabel 2.2 Komposisi kimia pada semen

Nama Senyawa Rumus Kimia Singkatan Nama

Fraksi berat (%) Tricalcium Silicate 3 CaO . SiO2 C3S 55

Dicalcium Silicate 2 CaO . SiO2 C2S 20

Tricalcium Aluminate 3 CaO . Al2O3 C3A 10 Tetracalcium Aluminate 4 CaO . Al2O3. Fe2O3 C4AF 8

Sebagai bahan pengikat material, semen memiliki peranan yang sangat penting dalam perencanaan kekuatan mortar/beton. Untuk Penelitian ini digunakan semen Portland Tipe I yang diproduksi oleh PT.Semen Padang, Sumatera Barat. Semen ini dibuat dengan standar ASTM C-150 untuk semen portland.


(25)

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Semen Portland Tipe I produksi PT.Semen Padang

Sumber: Biro jaminan kualitas dan pengembangan produk PT.Semen Padang

2.3 Agregat Halus

Dalam struktur beton biasanya agregat menempati kurang lebih 70 sampai 75 % dari volume massa yang telah mengeras. Sisanya terdiri dari adukan semen yang telah mengeras, air yang belum bereaksi (yaitu, air yang tidak ikut dalam proses hidrasi dari semen) dan rongga-rongga udara. Air yang belum bereaksi dan rongga-rongga udara kenyataannya tidak memberikan sumbangan kekuatan terhadap beton. Pada umumnya, semakin padat agregat-agregat tersebut tersusun, semakin kuat pula beton yang dihasilkannya, daya tahannya terhadap cuaca dan nilai ekonomis dari beton tersebut (Winter, George. 1993).

Kekuatan mortar akan bertambah jika kandungan pori dalam mortar semakin kecil. Terjadi hubungan langsung antara kekuatan dengan kandungan pori dalam agregat. Semakin tinggi angka pori dalam agregat berarti semakin tinggi angka pori dalam mortar yang pada akhirnya akan menyebabkan turunnya kekuatan mortar.

Senyawa Kadar (%)

SiO2 21,94

Al2O3 5,46

Fe2O3 3,43

CaO 65,07

MgO 0,78

SO3 1,70

Hilang pijar 1,32

CaO bebas 1,40

L.S.F 92,82

S.I.M 2,47

A.L.M 1,59

C3S 45,95

C2S 28,32

C3A 8,67


(26)

Sifat agregat bukan hanya mempengaruhi sifat mortar, akan tetapi juga mempengaruhi ketahanan (daya tahan terhadap kumunduran mutu akibat siklus dari pembekuan-pencairan). Oleh karena agregat lebih murah dari semen, maka adalah logis untuk menggunakannya dengan persentase yang setinggi mungkin. Umumnya untuk kekuatan yang maksimum, ketahanan dan ekonomis, agregat harus disemen sepadat mungkin (Kia Wang, Chu; Charles, R. Salmo. 1994).

Agregat harus kuat, tahan lama dan bersih. Jika terdapat debu dan partikel-partikel lain, debu dan partikel-partikel tersebut akan mengurangi ikatan antara pasta semen dengan agregatnya. Kekuatan agregat memberikan pengaruh penting pada kekuatan mortar dan sifat-sifat agregat sangat mempengaruhi daya tahan mortar.

Agregat yang digunakan dalam campuran mortar dapat berupa agragat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu, agregat kasar dan agregat halus. Batasan antara agregat halus dan kasar berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lain. Meskipun demikian, dapat diberikan batasan ukuran antara agregat halus dengan agragat kasar yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi lagi menjadi dua : yang berdiameter antara 4.80 – 40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar.

Agregat halus merupakan pengisi yang berupa pasir. Agregat halus yang baik harus bebas bahan organik, lempung, partikel yang lebih kecil, atau bahan-bahan lain yang dapat merusak campuran. Variasi ukuran dalam suatu campuran harus mempunyai gradasi yang baik (Nawy G, Edward. 1998).

Agregat terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butir-butir agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan (Dipohusodo. l999).


(27)

Pasir umumnya terdapat di sungai-sungai yang besar. Akan tetapi sebaiknya pasir yang digunakan untuk bahan-bahan bangunan dipilih yang memenuhi syarat. Syarat-syarat untuk pasir adalah sebagai berikut:

1. Butir-butir pasir harus berukuran antara 0,l5 mm - 5 mm.

2. Harus keras, berbentuk tajam, dan tidak mudah hancur dengan pengaruh perubahan cuaca atau iklim.

3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (persentase berat dalam keadan kering).

4. Bila mengandung lumpur lebih dari 5% maka pasirnya harus dicuci. 5. Tidak boleh mengandung bahan organik, garam, minyak, dan sebagainya.

Pasir untuk pembuatan adukan harus memenuhi persyaratan diatas, selain pasir alam (dari sungai atau galian dalam tanah) terdapat pula pasir buatan yang dihasilkan dari batu yang dihaluskan dengan mesin pemecah batu, dari terak dapur tinggi yang dipecah-pecah dengan suatu proses.

Agregat dinilai dari tingkat kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan yang dapat mempengaruhi ikatan pada pasta semen, porositas dan penyerapan air dapat mempengaruhi daya tahan beton terhadap serangan alam dari luar dan ketahanan terhadap penyusuitan selama proses penyaringan agregat. (Daryanto. 1994)

2.4 Air

Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat beton yang dihasilkan.


(28)

Karena pasta semen merupakan hasil reaksi kimia antara semen dengan air, maka bukan perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran yang penting, tetapi justru perbandingan air dengan semen atau yang sering disebut sebagai Faktor Air Semen (water cement ratio). Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton (Nawy G, Edward. 1998).

Air yang dimaksud disini adalah air sebagai bahan pembantu dalam konstruksi bangunan meliputi kegunaannya dalam pembuatan dan perawatan mortar. Air diperlukan pada pembuatan mortar untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pengerjaan mortar. Kekuatan dari pasta pengerasan semen ditentukan oleh perbandingan berat antara semen dan faktor air. Persyaratan Mutu Air menurut PUBI 1982, adalah sebagai berikut:

1. Air harus bersih.

2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang dapat dilihat secara visual dan tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2gr/l.

3. Tidak mengandung garam yang dapat larut dan dapat merusak beton/mortar. (Winter, George. 1993)

Tabel 2.4 Batas dan izin kandungan air untuk campuran beton/mortar

Kandungan Batas yang diizinkan

PH 4,5 – 8,5

Bahan Padat 2000 ppm

Bahan terlarut 2000 ppm

Bahan organic 2000 ppm

Minyak 2% berat semen

Sulfat ( SO3 ) 10000 ppm

Chlor ( Cl ) 10000 ppm


(29)

Air digunakan untuk membuat adukan menjadi bubur kental dan juga sebagai bahan untuk menimbulkan reaksi pada bahan lain untuk dapat mengeras. Oleh karena itu air sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan bahan, tanpa air konstruksi bahan tidak akan terlaksana dengan sempurna.

Air memiliki beberapa pengaruh terhadap kekuatan beton antara lain : 1. Air merupakan media pencampur pada pembuatan pasta.

2. Kekuatan dari pasta pengerasan semen ditentukan oleh perbandingan berat antara air dan faktor semen.

3. Kandungan air yang tinggi menghalangi proses pengikatan dan kandungan air yang rendah reaksi tidak selesai (Murdock, 1991).

2.5 Pozzolan

Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika dan alumina, yang tidak mempunyai sifat semen, akan tetapi dalam bentuk halusnya dan dengan adanya air dapat menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air. (Tjokrodimuljo, K. 1996).

Pozzolan dapat ditambahkan pada campuran adukan beton dan mortar (sampai pada batas tertentu dapat menggantikan sebagian dari semen), untuk memperbaiki dan membuat beton menjadi lebih kedap air (mengurangi permeabilitas) dan yang bersifat agresif.

Pozzolan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Pozzolan alam : yaitu bahan alam yang merupakan sedimentasi dari abu

atau larva gunung yang mengandung silika aktif, yang bila dicampur dengan kapur padam akan mengadakan proses sementasi.

2. Pozzolan buatan : jenis ini banyak macamnya baik merupakan sisa


(30)

menjadi abu yang mengandung silika reaktif dengan proses pembakaran, seperti abu terbang (fly ash), silika fume, dll (Gunawan, Margaret. 2000).

Pozzolan dapat dipakai sebagai bahan tambahan atau sebagai pengganti semen Portland. Bila di pakai sebagai pengganti sebagian semen Portland umumnya berkisar antara 5% sampai 35% berat semen. Bila pozzolan dipakai sebagai bahan tambah akan menjadikan beton semakin mudah di aduk, lebih kedap air, dan lebih tahan terhadap serangan kimia. Pozzolan dapat mengurangi pemuaian beton yang terjadi akibat proses reaksi alkali agregat dengan demikian mengurangi retak–retak beton akibat reaksi tersebut. Pemakaian pozzolan sangat menguntungkan karena menghemat semen dan mengurangi panas hidrasi yang mengakibatkan retakan serius (Tjokrodimuljo, K. 1996).

2.6 Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga) yang belum memiliki nilai ekonomis. Limbah berdampak luas dalam penyebarannya, bila tidak diatasi dengan baik dapat menimbulkan kerugian terutama terhadap lingkungan dan kehidupan.

Berdasarkan karakteristiknya limbah industri maupun domestik (rumah tangga) dapat dibagi menjadi empat bagian :

1. Limbah cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik, dan bahan buangan anorganik.

2. Limbah padat

3. Limbah gas dan partikel

4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat, konsentrasinya dan jumlahnya secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak dan dapat membahayakan


(31)

lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan Limbah B3 ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar dan meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan.

2.6.1 Limbah Pengolahan Kelapa Sawit

Luas area kelapa sawit dan produksi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil,

CPO) di Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Data luas area kelapa sawit

dan produksi CPO di Indonesia dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1. Data luas area kelapa sawit dan produksi CPO Indonesia dari Dirjenbun.

Pohon kelapa sawit menghasilkan buah sawit yang terkumpul di dalam satu tandan, oleh karena itu sering disebut dengan istilah TBS (Tandan Buah Segar). Sawit yang sudah berproduksi optimal dapat menghasilkan TBS dengan berat antara 15-30 kg/tandan. Tandan-tandan inilah yang kemudian diangkut ke pabrik untuk diolah lebih lanjut menghasilkan minyak sawit. Produksi utama pabrik sawit adalah CPO dan minyak inti sawit. CPO diekstrak dari sabutnya,


(32)

yaitu bagian antara kulit dengan cangkangnya. Sedangkan dari daging buahnya akan menghasilkan minyak inti sawit. Varietas sawit dengan kulit tebal banyak dicari orang, karena buah sawit seperti ini yang rendemen minyaknya tinggi.

Neraca pengolahan sawit di pabrik kelapa sawit kurang lebih seperti gambar neraca massa di bawah ini. Dari setiap ton TBS yang diolah dapat menghasilkan 140 – 200 kg CPO. Selain CPO pengolahan ini juga menghasilkan limbah/produk samping, antara lain: limbah cair (POME=Palm Oil Mill Effluent), cangkang sawit, fiber/serat, dan tandan kosong kelapa sawit.

Gambar 2.2 Neraca Pengolahan Sawit

Perkembangan industri sawit yang terus meningkat akan berdampak pada limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan tandan buah segar (TBS). Limbah ini adalah sisa produksi minyak sawit kasar berupa tandan kosong, sabut/serat dan cangkang (batok) sawit. Limbah padat berupa cangkang dan serat digunakan sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk menghasilkan energi mekanik dan panas. Uap dari boiler dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik dan untuk merebus TBS sebelum diolah di dalam pabrik.


(33)

Gambar 2.3 Cangkang dan serat digunakan sebagai bahan bakar ketel

Masalah yang kemudian timbul adalah sisa dari pembakaran pada ketel (boiler) berupa abu dengan jumlah yang terus meningkat sepanjang tahun yang sampai sekarang masih belum termanfaatkan. Ternyata limbah abu sawit banyak mengandung unsur silika (SiO2) yang merupakan bahan pozzolanic.

(http://isroi.wordpress.com/2008/06/19/limbah-pabrik-kelapa-sawit/, diakses pada 01/06/2009).

2.6.2 Abu Sawit

Abu Sawit merupakan bahan pozzolanic, yaitu material yang tidak mengikat seperti semen, namun mengandung senyawa silika oksida (SiO2) aktif yang apabila bereaksi dengan kapur bebas atau Kalsium Hidroksida (Ca(OH2)) dan air akan membentuk material seperti semen yaitu Kalsium Silikat Hidrat. Abu sawit jika dicampur dengan semen dalam beton atau mortar, maka hasilnya akan berdaya tahan lebih besar dibandingkan jika memakai semen biasa.


(34)

Gambar 2.4 Abu sawit yang menggunung di pabrik kelapa sawit sisa dari pembakaran cangkang dan serat kelapa sawit di dalam dapur atau tungku

pembakaran (boiler).

Abu sawit merupakan salah satu limbah dari pengolahan kelapa sawit. Abu sawit merupakan sisa dari pembakaran cangkang dan serat kelapa sawit di dalam dapur atau tungku pembakaran yang disebut boiler dengan suhu 7000oC-8000oC. Abu sawit berasal dari unit pengolahan kelapa sawit yang mana penanganan limbah tersebut belum ditangani secara baik.

Abu sawit merupakan limbah hasil pembakaran cangkang kelapa sawit yang mengandung banyak silikat. Selain itu, abu sawit tersebut juga mengandung Kation Anorganik seperti Kalium dan Natrium.

Berdasarkan pengamatan secara visual, abu sawit memiliki berbagai karakteristik diantaranya, bentuk partikel abu sawit tidak beraturan, ada yang memiliki butiran bulat panjang, bulat dan bersegi dengan ukuran butiran 0 mm sampai dengan 2,3 mm serta memiliki warna abu-abu kehitaman.


(35)

(http://sipilholic.blogspot.com/abu%20sawit/abu-sawit-perekat-alternati-dalam.html, diakses pada 01/06/2009)

2.7 Kuat Tekan

Kuat tekan mortar pada dasarnya adalah sebuah fungsi dari volume pori/rongga dari mortar itu sendiri. Pengujian kuat tekan mortar dilakukan untuk mengetahui kuat tekan hancur dari benda uji.

Kuat tekan mortar dapat diperoleh dengan persamaan 2.1:

f

c΄ = A F

(2.1) dimana :

f

= Kuat tekan (N/m2) F = Beban maksimum (N)

A = Luas Bidang Permukaan (m2)

2.8 Kuat Tarik

Kuat tarik mortar pada dasarnya adalah sebuah fungsi dari volume pori/rongga dari mortar itu sendiri. Pengujian kuat tarik mortar dilakukan untuk mengetahui kuat tarik hancur dari benda uji.

Kuat tarik mortar dapat diperoleh dengan persamaan 2.2 :

σ

=

A F

(2.2) dimana :

σ

= Kuat tarik (N/m2) F = Beban maksimum (N)


(36)

2.9 Penyerapan Air

Penyerapan air yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan benda uji mortar menyerap air. Semakin banyak penyerapan air yang terdapat pada mortar maka semakin rendah kekuatannya, begitu pula sebaliknya.

Besarnya penyerapan dapat diperoleh dengan persamaan 2.3: Penyerapan Air (%) = x100%

m m m

k k b

(2.3) dimana :

mb = Berat benda uji dalam keadaan basah (g)

mk = Berat benda uji dalam keadaan kering (g)

2.10Porositas

Porositas yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah jumlah porositas yang terbentuk dalam benda uji mortar. Semakin banyak porositas yang terdapat pada mortar maka semakin rendah kekuatannya, begitu pula sebaliknya.

Besarnya porositas dapat diperoleh dengan persamaan 2.4: Porositas = x 1 x100%

V m m

air b

k b

ρ −

(2.4) dimana :

mb = Berat benda uji dalam keadaan basah (g)

mk = Berat benda uji dalam keadaan kering (g)

Vb = Volume benda uji (cm3)

air


(37)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :  Cetakan :

 Kubus (untuk pengujian kuat tekan, penyerapan air dan porositas) dengan ukuran 5 cm x 5cm x 5 cm

 Brequitte (untuk pengujian kuat tarik) dengan ukuran 7,5cm x 4,15cm x 2,5cm

 Timbangan

 Gelas Ukur 1000 ml.  Wadah

 Kuas

 Batang Perojok  Sendok semen

Mesin kompresor ( Compressor Machine )  Brequitte Tensile Motor


(38)

3.1.2 Bahan

 Semen Portland Tipe I yang diproduki oleh PT. Semen Padang, Sumatera Barat

 Pasir saringan no 4 ukuran 4,75 mm  Abu sawit

 Vaselin

 Air

3.2 Diagram Alir Penelitian

SEMEN + ABU SAWIT ( Variasi camp.0% - 25 %

PASIR AIR

PENCAMPURAN

PENGADUKAN

PENCETAKAN

PENGERINGAN

PERENDAMAN

ANALISA DATA PENGERINGAN

PENGUJIAN MORTAR


(39)

3.3 Prosedur Pembuatan Benda Uji

Abu sawit diambil dari Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tanjung Morawa.

3.3.1 Kuat Tekan dan Kuat Tarik

Benda uji dibuat dengan menggunakan cetakan kubus (untuk pengujian kuat tekan) dengan ukuran 5cm x 5cm x 5cm dan cetakan brequitte (untuk pengujian kuat tarik) dengan ukuran 7,5cm x 4,15cm x 2,5cm. Jumlah mortar yang dibuat yaitu sebanyak 18 buah untuk masing-masing jenis cetakan, yang terdiri dari: 3 buah mortar normal ( tanpa campuran abu sawit ), 3 buah mortar dengan campuran 5% abu sawit, 3 buah mortar dengan campuran 10% abu sawit, 3 buah mortar dengan campuran 15% abu sawit, 3 buah mortar dengan campuran 20% abu sawit, 3 buah mortar dengan campuran 25% abu sawit.

Adapun prosedur yang dilakukan untuk pembuatan benda uji yaitu: 1. Persiapan alat dan bahan

Seluruh peralatan dan bahan disiapkan guna memudahkan dalam pengerjaan pengadonan dan pencetakan benda uji. Vaselin dioleskan pada cetakan.

2. Bahan–bahan yang telah disiapkan seperti semen, pasir, dan abu sawit ditimbang dengan komposisi seperti yang terlihat pada tabel 3.1:

Tabel 3.l Komposisi Benda Uji Mortar Persentase Abu

Sawit (dari massa semen)

Kode Sampel

Masaa Air (g)

Massa Pasir (g)

Massa Semen

(g)

Massa Abu Sawit

(g)

0% (Mortar Normal) A 175 962,5 350 -

5% B 175 962,5 332,5 17,5

10% C 175 962,5 315 35

15% D 175 962,5 297,5 52,5

20% E 175 962,5 280 70


(40)

3. Pengadonan dan Pencetakan.

a. Mortar normal (tanpa pencampuran abu sawit)

1) Pasir dan semen dimasukan ke tempat pengadonan dan diaduk sampai rata dan diberi air pada bagian tengah adonan serta dibiarkan ± 1 menit agar campuran saling mengikat.

2) Kemudian diaduk sampai campuran benar-benar homogen.

3) Setelah pengadonan selesai dilakukan pencetakan dengan cara memasukan pasta mortar ke dalam cetakan kubus dan brequitte setinggi 1/3 tinggi cetakan kemudian dirojok dengan batang perojok besi untuk menjamin kepadatan susunan campuran.

4) Dimasukan kembali 1/3 bagian campuran pasta mortar ke dalam cetakan kemudian dirojok kembali.

5) Dimasukan kembali pasta mortar ke dalam cetakan sampai penuh kemudian dirojok kembali.

6) Permukaan cetakan diratakan dengan sendok semen dan ditutup dengan serbet basah selama 24 jam.

7) Setelah mortar berumur 24 jam cetakan dibuka dan diberi nomor kode pada benda uji dan direndam selama 27 hari.

b. Mortar dengan pencampuran abu sawit

Untuk pembuatan mortar dengan pencampuran abu sawit caranya sama dengan pembuatan mortar normal (tanpa abu sawit). Pencampuran abu sawit dilakukan dengan mengurangi massa semen.


(41)

3.3.2 Penyerapan Air dan Porositas

Benda uji dibuat dengan menggunakan cetakan kubus dengan ukuran 5cm x 5cm x 5cm. Jumlah mortar yang dibuat yaitu sebanyak 18 buah yang terdiri dari: 3 buah mortar normal ( tanpa campuran abu sawit ), 3 buah mortar dengan campuran 5% abu sawit, 3 buah mortar dengan campuran 10% abu sawit, 3 buah mortar dengan campuran 15% abu sawit, 3 buah mortar dengan campuran 20% abu sawit, 3 buah mortar dengan campuran 25% abu sawit.

Adapun prosedur yang dilakukan untuk pembuatan benda uji yaitu: 1. Persiapan alat dan bahan

Seluruh peralatan dan bahan disiapkan guna memudahkan dalam pengerjaan pengadonan dan pencetakan benda uji. Vaselin dioleskan pada cetakan.

2. Bahan–bahan yang telah disiapkan seperti semen, pasir, dan abu sawit ditimbang dengan komposisi yang sama seperti pembuatan benda uji kuat tarik dan kuat tekan.

3. Pengadonan dan Pencetakan.

a. Mortar normal (tanpa pencampuran abu sawit)

1) Pasir dan semen dimasukan ke tempat pengadonan dan diaduk sampai rata dan diberi air pada bagian tengah adonan serta dibiarkan ± 1 menit agar campuran saling mengikat.

2) Kemudian diaduk sampai campuran benar-benar homogen.

3) Setelah pengadonan selesai dilakukan pencetakan dengan cara memasukan pasta mortar ke dalam cetakan kubus setinggi 1/3 tinggi cetakan kemudian dirojok dengan batang perojok besi untuk menjamin kepadatan susunan campuran.

4) Dimasukan kembali 1/3 bagian campuran pasta mortar ke dalam cetakan kemudian dirojok kembali.

5) Dimasukan kembali pasta mortar ke dalam cetakan sampai penuh kemudian dirojok kembali.

6) Permukaan cetakan diratakan dengan sendok semen dan ditutup dengan serbet basah selama 24 jam.


(42)

7) Setelah mortar berumur 24 jam cetakan dibuka dan diberi nomor kode pada benda uji dan diletakkan di ruang perawatan selama 27 hari.

b. Mortar dengan pencampuran abu sawit

Untuk pembuatan mortar dengan pencampuran abu sawit caranya sama dengan pembuatan mortar normal (tanpa abu sawit). Pencampuran abu sawit dilakukan dengan mengurangi massa semen.

3.4 Prosedur Pengujian Benda Uji

3.4.1 Prosedur Pengujian Kuat Tekan

Benda uji yang dipakai adalah kubus dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm. Pengujian kuat tekan dilakukan saat mortar berumur 28 hari dengan menggunakan alat Compressor Machine. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap variasi campuran agar diperoleh kuat tekan rata–rata.

Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

1. Mengeluarkan benda uji setelah berumur 27 hari dari bak perendaman dan diletakan pada ruangan sampai sampel kering dan hal ini dilakukan selama 24 jam tepatnya benda uji mencapai umur 28 hari.

2. Beban tekan diberikan secara perlahan-lahan pada benda uji dengan cara mengoperasikan tuas pompa sehingga benda uji runtuh.

3. Pada saat jarum penunjuk skala beban tidak naik lagi atau bertambah, maka skala yang ditunjukan oleh jarum tersebut dicatat sebagai beban maksimum yang dapat dipikul oleh benda uji tersebut.


(43)

3.4.2 Prosedur Pengujian Kuat Tarik

Benda uji yang dipakai adalah brequitte dengan ukuran 7,5cm x 4,15cm x 2,5cm. Pengujian kuat tarik dilakukan saat mortar berumur 28 hari dengan menggunakan alat Brequitte Tensile Motor. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap variasi campuran agar diperoleh kuat tarik rata–rata.

Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

1. Mengeluarkan benda uji setelah berumur 27 hari dari bak perendaman dan diletakan pada ruangan sampai sampel kering dan hal ini dilakukan selama 24 jam tepatnya benda uji mencapai umur 28 hari.

2. Beban tarik diberikan secara perlahan-lahan pada benda uji dengan cara mengoperasikan tensile motor sehingga benda uji patah.

3. Pada saat benda uji patah maka skala yang ditunjukan dicatat sebagai beban maksimum yang dapat dipikul oleh benda uji tersebut.

4. Prosedur ini dilakukan untuk sampel benda uji kuat tarik yang lain.

3.4.3 Prosedur Pengujian Penyerapan Air dan Porositas

Benda uji yang dipakai adalah kubus dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm dan berjumlah 18 buah yang terdiri 3 sampel untuk masing-masing variasi campuran. Uji penyerapan air dilakukan pada saat mortar berumur 28 hari.

Mortar yang telah dikeringkan di tempat perawatan selama 27 hari ditimbang untuk mendapatkan massa kering mortar (mk) setelah itu mortar direndam dalam air selama 24 jam. Mortar yang telah direndam selama 24 jam ditimbang untuk mendapatkan massa basah mortar (mb).


(44)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Data

4.1.1 Pengujian Kuat Tekan Mortar

Berdasarkan persamaan 2.1 halaman 23 dengan data komposisi benda uji mortar pada tabel 3.1 halaman 27 maka data pengujian kuat tekan mortar sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Kuat Tekan

No Variasi Campuran Abu Sawit Terhadap Massa Semen (%) Kode Sampel Luas Permu-kaan Sampel (A) (m2)

Beban Maksimum (F) (N) Kuat Tekan

(fc΄)

(MPa) Kuat Tekan rata-rata (MPa)

1. Normal 0% A1 A2 A3 0,0025 41000 41000 42000 16,4 16,4 16,8 16,533

2. Campuran 5% B1 B2 B3 0,0025 49000 50000 49000 19,6 20 19,6 19,733

3. Campuran 10% C1 C2 C3 0,0025 58000 60000 58000 23,2 24 23,2 23,467

4. Campuran 15% D1 D2 D3 0,0025 52000 45000 48000 20,8 18 19,2 19,333

5. Campuran 20% E1 E2 E3 0,0025 32000 35000 32000 12,8 14 12,8 13,200

6. Campuran 25% F1 F2 F3 0,0025 28000 27000 27000 11,2 10,8 10,8 10,933


(45)

0%, 16.533 5%, 19.733

10%, 23.467

15%, 19.333

20%, 13.2

25%, 11

0 5 10 15 20 25

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%

K

u

at

T

ek

an

M

or

tar

(

M

P

a)

Variasi Campuran Abu Sawit (% massa)

Gambar 4.1 Grafik Kuat Tekan Mortar Terhadap Variasi Campuran Abu Sawit

Dari Grafik (gambar 4.1) dapat dilihat bahwa kuat tekan rata-rata mortar normal atau tanpa campuran abu sawit sebesar 16,533 MPa sedangkan untuk kuat tekan rata-rata mortar yang dicampur dengan abu sawit dengan variasi massa abu sawit 5%; 10%; 15%; 20% dan 25% dari massa semen berturut-turut adalah 19,733 MPa; 23,467 MPa; 19,333 MPa; 13,200 MPa dan 10,933 MPa.

Dari grafik (gambar 4.1) dapat diketahui bahwa kuat tekan mortar semakin meningkat jika variasi campuran abu sawit berkisar 5% - 15% dari massa semen. Kuat tekan maksimal berada pada campuran abu sawit 10%. Sedangkan pencampuran abu sawit lebih dari 15% akan mengurangi kuat tekan mortar. Kekuatan mortar tergantung kepada ikatan antara agregat dimana dalam penelitian ini abu sawit digunakan sebagai bahan campuran semen yang berguna memberikan tambahan kekuatan ikat agregat. Penigkatan maupun penurunan kekuatan mortar dipengaruhi oleh jumlah kandungan senyawa Silika Oksida yang terdapat dalam abu sawit. Silika Oksida yang terkandung dalam abu sawit bereaksi dengan Kalsium Hidroksida (dari semen) dan air akan membentuk material seperti semen yaitu Kalsium Silikat Hidrat. Abu sawit dengan komposisi yang tepat dapat mengurangi pemuaian mortar yang terjadi akibat proses reaksi


(46)

alkali silika dengan demikian mengurangi retak-retak mortar akibat reaksi tersebut.

Reaksi alkali silika adalah serangkaian reaksi kimia yang melibatkan alkali hidroksida yang berasal dari semen dengan silika reaktif yang ada pada abu sawit. Reaksi ini membutuhkan air dalam pembentukan alkali-silica gel, yang jika berada dalam kondisi lembab akan mengembang sehingga menimbulkan tekanan mengembang yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada mortar. Kerusakan yang terjadi bisa bervariasi mulai dari keretakan sampai terlepasnya sebagian mortar, terutama di daerah permukaan.


(47)

4.1.2 Pengujian Kuat Tarik Mortar

Berdasarkan persamaan 2.2 halaman 23 dengan data komposisi benda uji mortar pada tabel 3.1 halaman 27 maka data pengujian kuat tarik mortar sebagai berikut :

Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Kuat Tarik

N o Variasi Campuran Abu Sawit Terhadap Massa Semen (%) Kode Sampel Tebal Sam-pel (t) (m) Lebar Sam-pel (w) (m) Luas Permu-kaan Sampel (A) (m2)

Beban Maksimum (F) (N) Kuat Tarik (

σ

) (MPa) Kuat Tarik rata-rata (MPa)

1. Normal 0% A1 A2 A3 0,035 0,036 0,035 0,027 0,024 0,027 0,000945 0,000864 0,000945 1025 1075 1025 1,085 1,244 1,085 1,138

2. Campuran 5% B1 B2 B3 0,043 0,040 0,040 0,027 0,027 0,027 0,001161 0,001080 0,001080 1450 1400 1400 1,249 1,296 1,296 1,280

3. Campuran 10% C1 C2 C3 0,045 0,031 0,038 0,027 0,029 0,027 0,001215 0,000899 0,001026 1725 1600 1475 1,420 1,780 1,438 1,546

4. Campuran 15% D1 D2 D3 0,047 0,040 0,044 0,028 0,027 0,028 0,001316 0,001080 0,001232 1500 1225 1665 1,140 1,134 1,351 1,208

5. Campuran 20% E1 E2 E3 0,050 0,043 0,036 0,029 0,027 0,030 0,001450 0,001161 0,001080 1000 1150 1175 0,690 0,990 1,088 0,923

6. Campuran 25% F1 F2 F3 0,034 0,034 0,038 0,031 0,029 0,027 0,001054 0,009860 0,001026 1550 1150 1125 1,471 0,117 1,096 0,895


(48)

0%, 1.138 5%, 1.28

10%, 1.546

15%, 1.208

20%, 0.923

25%, 0.895

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%

K

u

at

T

ar

ik

M

or

tar

(

M

P

a)

Variasi Campuran Abu Sawit (% massa)

Gambar 4.2 Grafik Kuat Tarik Mortar Terhadap Variasi Campuran Abu Sawit

Dari Grafik (gambar 4.2) dapat dilihat bahwa kuat tarik rata-rata mortar normal atau tanpa campuran abu sawit sebesar 1,138 MPa, sedangkan untuk kuat tarik rata-rata mortar yang dicampur dengan abu sawit dengan variasi 5%; 10%; 15%; 20% dan 25% berturut-turut adalah 1,280 MPa; 1,546 MPa; 1,208MPa; 0,923 MPa dan 0,895 MPa.

Dari grafik (gambar 4.2) dapat diketahui bahwa kuat tarik mortar semakin meningkat jika variasi campuran abu sawit berkisar 5% - 15% dari jumlah semen. Kuat tarik maksimal berada pada campuran abu sawit 10%. Sedangkan pencampuran lebih dari 15% akan mengurangi kuat tarik mortar. Penigkatan maupun penurunan kekuatan mortar dipengaruhi oleh jumlah kandungan senyawa Silika Oksida yang terdapat dalam abu sawit. Silika Oksida yang terkandung dalam abu sawit bereaksi dengan Kalsium Hidroksida (dari semen) dan air akan membentuk material seperti semen yaitu Kalsium Silikat Hidrat. Abu sawit dengan komposisi yang tepat dapat mengurangi pemuaian mortar yang terjadi akibat proses reaksi alkali silika dengan demikian mengurangi retak-retak mortar akibat reaksi tersebut.


(49)

Reaksi alkali silika adalah serangkaian reaksi kimia yang melibatkan alkali hidroksida yang berasal dari semen dengan silika reaktif yang ada pada abu sawit. Reaksi ini membutuhkan air dalam pembentukan alkali-silica gel, yang jika berada dalam kondisi lembab akan mengembang sehingga menimbulkan tekanan mengembanng yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada mortar. Kerusakan yang terjadi bisa bervariasi mulai dari keretakan sampai terlepasnya sebagian mortar, terutama di daerah permukaan.


(50)

4.1.3 Hubunga Kuat Tekan dan Kuat Tarik

Hubungan antara kuat tekan dan kuat tarik mortar dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut :

0%, 16.533

5%, 19.733

10%, 23.467

15%, 19.333

20%, 13.2

25%, 11

0%, 1.138 5%, 1.28 10%, 1.546 15%, 1.208 20%, 0.923 25%, 0.895

0 5 10 15 20 25

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%

K

u

at

T

ek

an

d

an

K

u

at

T

ar

ik

M

or

tar

(

M

P

a)

Variasi Campuran Abu Sawit (% massa)

Kuat Tekan Kuat Tarik

Gambar 4.3 Grafik Kuat Tekan dan Kuat Tarik Mortar Terhadap Variasi

Campuran Abu Sawit

Dari Grafik (gambar 4.3) dapat dilihat bahwa kuat tekan berbanding lurus dengan kuat tarik dimana keduanya mengalami peningkatan seiring dengan penambahan abu sawit sampai dengan 15% dan mengalami penurunan seiring dengan penambahan abu sawit lebih dari 15%.


(51)

4.1.4 Pengujian Penyerapan Air

Berdasarkan persamaan 2.3 halaman 24 dengan data komposisi benda uji mortar pada tabel 3.1 halaman 27 maka data pengujian penyerapan air sebagai berikut :

Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Penyerapan Air

No Variasi Campuran Abu Sawit Terhadap Massa Semen (%) Kode Sampel Massa Kering Sampel (mk)

(g)

Massa Basah Sampel

(mb)

(g) Penyerapan Air (%) Penyerapan Air rata-rata (%)

1 Normal 0% A1 A2 A3 280 285 295 285 293 302 1,786 2,807 2,373 2,322

2 Campuran 5% B1 B2 B3 275 275 287 280 280 295 1,818 1,818 2,787 2,141

3 Campuran 10% C1 C2 C3 297 280 275 304 285 280 2,357 1,786 1,818 1,987

4 Campuran 15% D1 D2 D3 285 275 273 292 280 280 2,456 1,818 2,564 2,279

5 Campuran 20% E1 E2 E3 265 277 270 274 285 277 3,396 2,888 2,592 2,959

6 Campuran 25% F1 F2 F3 280 278 285 289 285 294 3,214 2,518 3,158 2,963


(52)

0%, 2.322

5%, 2.141

10%, 1.987 15%, 2.279 20%, 2.959

25%, 2.963

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%

P

en

y

era

p

a

n

A

ir

(%)

Variasi Campuran Abu Sawit (% massa)

Gambar 4.4 Grafik Penyerapan Air Terhadap Variasi Campuran Abu Sawit

Dari Grafik (gambar 4.4) dapat dilihat bahwa penyerapan air rata-rata pada mortar normal atau tanpa campuran abu sawit sebesar 2,322%, sedangkan untuk penyerapan air rata-rata pada mortar yang dicampur dengan abu sawit dengan variasi 5%; 10%; 15%; 20% dan 25% berturut-turut adalah 2,141%; 1,987%; 2,279%; 2,959% dan 2,963%.

Dari grafik (gambar 4.4) dapat diketahui bahwa penyerapan air pada mortar semakin menurun jika variasi campuran abu sawit berkisar 5% - 15% dari jumlah semen. Abu sawit dengan komposisi yang tepat (maksimal 15% dari massa semen) dapat mengurangi pemuaian mortar yang terjadi akibat proses reaksi alkali silika dengan demikian mengurangi pori-pori mortar akibat reaksi tersebut. Sedangkan pencampuran lebih dari 15% akan meningkatkan penyerapan air pada mortar karena kandungan Silika yang terlalu banyak akan meningkatkan reaksi alkali silika dengan semen yang menyebabkan terjadinya proses pemuaian pada mortar yang ditandai oleh hadirnya pori pada mortar. Semakin banyak pori-pori pada mortar mengakibatkan semakin meningkatnya penyerapan air.


(53)

4.1.5 Pengujian Porositas

Berdasarkan persamaan 2.4 halaman 24 dengan data komposisi benda uji mortar pada tabel 3.1 halaman 27 maka data pengujian porositas sebagai berikut :

Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Porositas

No Variasi Campuran Abu Sawit Terhadap Massa Semen (%) Kode Sampel Massa Kering Sampel (mk)

(g)

Massa Basah Sampel

(mb)

(g) Porositas (%) Porositas rata-rata (%)

1 Normal

0% A1 A2 A3 280 285 295 285 293 302 4 6,4 5,6 5,333

2 Campuran 5%

B1 B2 B3 275 275 287 280 280 295 4 4 6,4 4,8

3 Campuran 10%

C1 C2 C3 297 280 275 304 285 280 5,6 4 4 4,533

4 Campuran 15%

D1 D2 D3 285 275 273 292 280 280 5,6 4 5,6 5,067

5 Campuran 20%

E1 E2 E3 265 277 270 274 285 277 7,2 6,4 5,6 6,4

6 Campuran 25%

F1 F2 F3 280 278 285 289 285 294 7,2 5,6 7,2 6,667


(54)

0%, 5.333 5%, 4.8

10%, 4.533

15%, 5.067 20%, 6.4

25%, 6.667

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%

P

o

ro

si

ta

s (%)

Variasi Campuran Abu Sawit (% massa)

Gambar 4.5 Grafik Porositas Terhadap Variasi Campuran Abu Sawit

Dari Grafik (gambar 4.5) dapat dilihat bahwa porositas rata-rata pada mortar normal atau tanpa campuran abu sawit sebesar 5,333%, sedangkan untuk porositas rata-rata pada mortar yang dicampur dengan abu sawit dengan variasi 5%; 10%; 15%; 20% dan 25% berturut-turut adalah 4,8%; 4,533%; 5,067%; 6,4% dan 6,667%.

Dari grafik (gambar 4.5) dapat diketahui bahwa porositas pada mortar semakin menurun jika variasi campuran abu sawit berkisar 5% - 15% dari jumlah semen. Porositas minimal berada pada campuran abu sawit 10%. Sedangkan pencampuran lebih dari 15% akan meningkatkan porositas pada mortar karena kandungan Silika yang terlalu banyak akan meningkatkan reaksi alkali silika dengan semen yang menyebabkan terjadinya proses pemuaian pada mortar yang ditandai oleh hadirnya porositas mortar. Semakin banyak porositas pada mortar mengakibatkan turunnya kekuatan mortar.


(55)

4.1.6 Hubungan Penyerapan Air dan Porositas

Hubungan antara penyerapan air dan porositas mortar dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut :

0%, 2.322

5%, 2.141

10%, 1.987

15%, 2.279

20%, 2.959

25%, 2.963 0%, 5.333

5%, 4.8 10%, 4.533

15%, 5.067 20%, 6.4

25%, 6.667

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%

P

en

ye

rap

an

A

ir

d

an

P

or

os

it

as

(

%)

Variasi Campuran Abu Sawit (% massa)

Penyerapan Air Porositas

Gambar 4.6 Grafik Penyerapan Air dan Porositas Terhadap Variasi Campuran Abu Sawit

Dari Grafik (gambar 4.6) dapat dilihat bahwa penyerapan air berbanding lurus dengan porositas dimana keduanya mengalami penurunan seiring dengan penambahan abu sawit sampai dengan 15% dan mengalami peningkatan seiring dengan penambahan abu sawit lebih dari 15%.


(56)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

1. Penambahan abu sawit sampai dengan 15% dari massa semen akan meningkatkan kuat tekan dan kuat tarik mortar. Penambahan abu sawit lebih dari 15% akan mengurangi kuat tekan dan kuat tarik mortar. Kekuatan maksimal berada pada komposisi campuran abu sawit 10%. Kuat tekan mortar pada variasi 0%; 5%; 10%; 15%; 20 dan 25% berturut-turut yaitu 16,533 MPa; 19,733 MPa; 23,467 MPa; 19,333 MPa; 13,200 MPa dan 10,933 MPa. Kuat tarik berturut-turut 1,138 MPa; 1,280 MPa; 1,546 MPa; 1,208MPa; 0,923 MPa dan 0,895 MPa.

2. Penambahan abu sawit sampai dengan 15% dari massa semen akan mengurangi penyerapan air dan porositas. Penambahan abu sawit lebih dari 15% akan meningkatkan penyerapan air dan porositas. Penyerapan air dan porositas minimum berada pada komposisi campuran abu sawit 10%. Penyerapan air pada variasi 0%; 5%; 10%; 15%; 20 dan 25% berturut-turut yaitu 2,322; 2,141%; 1,987%; 2,279%; 2,959% dan 2,963%. Porositas berturut-turut yaitu 5,333; 4,8%; 4,533%; 5,067%; 6,4% dan 6,667%.

3. Kekuatan mortar tergantung kepada ikatan antara agregat dimana dalam penelitian ini abu sawit digunakan sebagai bahan campuran semen yang berguna memberikan tambahan kekuatan ikat agregat.Penigkatan maupun penurunan kekuatan mortar dipengaruhi oleh jumlah kandungan senyawa


(57)

Silika Oksida yang terdapat dalam abu sawit. Silika Oksida yang terkandung dalam abu sawit bereaksi dengan Kalsium Hidroksida (dari semen) dan air akan membentuk material seperti semen yaitu Kalsium Silikat Hidrat. Abu sawit dengan komposisi yang tepat dapat mengurangi pemuaian mortar yang terjadi akibat proses reaksi alkali silika dengan demikian mengurangi retak-retak mortar akibat reaksi tersebut.

4. Kekuatan mortar dengan campuran abu sawit sampai dengan 15% lebih tinggi dibandingkan dengan mortar normal.

5.2Saran

1. Diharapakan penelitian selanjutnya menggunakan variasi campuran abu sawit dengan interval yang lebih banyak.

2. Diharapkan penelitian selanjutnya lebih teliti dalam proses pembuatan mortar terutama dalam proses pencetakan mortar.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Daryanto. 1994. Pengetahuan Tekhnik Bangunan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Dipohusodo. 1996. Struktur Beton Bertulang. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama.

Ferguson, Phil M. 1991. Dasar-Dasar Beton Bertulang Versi SI. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Gunawan, Margaret. 2000. Konstruksi Beton I. Jakarta : Delta Teknik Group. Kia Wang, Chu; Charles, R. Salmo. 1994. Desain Beton Bertulang. Jilid I. Edisi

ke-4. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mulyono, Tri. 2005. Teknologi Beton. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Murdock, L. J. dan Brook, K. M. 1991. Bahan dan Praktek Beton. Edisi keempat. Terjemahan Stephanus Hindarko. Jakarta : Erlangga

Nawy G, Edward. 1998. Beton Bertulang. Bandung: Penerbit PT. Refika Aditama.

Rais, Abdul. 2007. Pengaruh Air Payau Terhadap Beton yang memakai Semen

Padang di Kota Padang Sumatera Barat. Medan: Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara.

SNI. 1993. Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal. Revisi SNI 03-2834-1993. Jakarta: Departemen Pemukiman dan Pengembangan Wilayah.


(59)

Van Vlack, Lawrence H.1989. Elements of Materials Science and Engineering. 6th-edition. Reading, MA. Addison-Wesley.

Winter, George. 1993. Perencanaan Struiktur Beton Bertulang. Jakarta: Penerbit PT. Pradnya Paramita.

01/06/2009.

http://sipilholic.blogspot.com/abu%20sawit/abu-sawit-perekat-alternati-dalam.html, diakses pada 01/06/2009.


(60)

LAMPIRAN 1

PERHITUNGAN KOMPOSISI BENDA UJI MORTAR

1. Komposisi mortar normal (sampel A) Semen : Pasir : Air = 1 : 2,75 : 0,5

Dik :

Semen = 350 gram Pasir = 2,75 x 350 gram

= 962,5 gram Air = 0,5 x 350 gram

= 175 gram

2. Komposisi mortar dengan campuran abu sawit 5% (sampel B)

Abu sawit = 350 100

5

x gram = 17,5 gram

Semen = 350 gram – 17,5 gram = 332,5 gram

Pasir = 2,75 x 350 gram = 962,5 gram Air = 0,5 x 350 gram

= 175 gram


(61)

3. Komposisi mortar dengan campuran abu sawit 10% (sampel C)

Abu sawit = 350 100

10

x gram = 35 gram

Semen = 350 gram – 35 gram = 315 gram

Pasir = 2,75 x 350 gram = 962,5 gram Air = 0,5 x 350 gram

= 175 gram

4. Komposisi mortar dengan campuran abu sawit 15% (sampel D)

Abu sawit = 350 100

15

x gram = 52,5 gram

Semen = 350 gram – 52,5 gram = 297,5 gram

Pasir = 2,75 x 350 gram = 962,5 gram Air = 0,5 x 350 gram


(62)

5. Komposisi mortar dengan campuran abu sawit 20% (sampel E)

Abu sawit = 350

100 20

x gram = 70 gram

Semen = 350 gram – 70 gram = 280 gram

Pasir = 2,75 x 350 gram = 962,5 gram Air = 0,5 x 350 gram

= 175 gram

6. Komposisi mortar dengan campuran abu sawit 25% (sampel F)

Abu sawit = 350 100

25

x gram = 87,5 gram

Semen = 350 gram – 87,5 gram = 262,5 gram

Pasir = 2,75 x 350 gram = 962,5 gram Air = 0,5 x 350 gram


(63)

LAMPIRAN 2 1. Perhitungan Kuat Tekan

Diketahui :

Bersarkan persamaan 2.1 halaman 23 :

A F '

fc =

Berdasarkan pengukuran panjang dan lebar sampel pada penelitian : Luas permukaan sampel (A) = panjang x lebar

= 5 cm x 5 cm = 25 cm2

= 0,0025 m2

Perhitungan pengujian kuat tekan :

• Untuk kode sampel A dengan variasi campuran abu sawit 0% dari massa semen (mortar normal)

 Sampel A1

Beban maksimum (F) = 41000 N

A F '

fc =

2 0025 , 0

41000

m N

=

= 16,4 Mpa

 Sampel A2

Beban maksimum (F) = 41000 N

A F '

fc =

2 0025 , 0

41000

m N


(64)

 Sampel A3

Beban maksimum (F) = 42000 N

A F '

fc =

2 0025 , 0 42000 m N =

= 16,8 Mpa

Perhitungan kuat tekan rata-rata kode sampel A dengan variasi campuran abu sawit 0% dari massa semen (mortar normal) :

MPa MPa fc 533 , 16 3 ) 8 , 16 16,4 16,4 ( ' = + + =

• Untuk kode sampel B dengan variasi campuran abu sawit 5% dari massa semen

 Sampel B1

Beban maksimum (F) = 49000 N

A F '

fc =

2 0025 , 0 49000 m N =

= 19,6 Mpa

 Sampel B2

Beban maksimum (F) = 50000 N

A F '


(65)

2 0025 , 0 50000 m N =

= 20 Mpa

 Sampel B3

Beban maksimum (F) = 49000 N

A F '

fc =

2 0025 , 0 49000 m N =

= 19,6 Mpa

Perhitungan kuat tekan rata-rata kode sampel B dengan variasi campuran abu sawit 5% dari massa semen :

MPa MPa fc 733 , 19 3 ) 19,6 20 19,6 ( ' = + + =

• Untuk kode sampel C dengan variasi campuran abu sawit 10% dari massa semen

 Sampel C1

Beban maksimum (F) = 58000 N

A F '

fc =

2 0025 , 0 58000 m N

= = 23,2 Mpa

 Sampel C2


(66)

A F '

fc =

2 0025 , 0 60000 m N =

= 24 Mpa

 Sampel C3

Beban maksimum (F) = 58000 N

A F '

fc =

2 0025 , 0 58000 m N =

= 23,2 Mpa

Perhitungan kuat tekan rata-rata sampel B dengan variasi campuran abu sawit 5% dari massa semen :

MPa MPa fc 467 , 23 3 ) 23,2 24 23,2 ( ' = + + =

• Untuk kode sampel D dengan variasi campuran abu sawit 15% dari massa semen

 Sampel D1

Beban maksimum (F) = 52000 N

A F '

fc =

2 0025 , 0 52000 m N


(67)

 Sampel D2

Beban maksimum (F) = 45000 N

A F '

fc =

2 0025 , 0

45000

m N

=

= 18 Mpa

 Sampel D3

Beban maksimum (F) = 48000 N

A F '

fc =

2 0025 , 0

48000

m N

=

= 19,2 Mpa

Perhitungan kuat tekan rata-rata sampel D dengan variasi campuran abu sawit 15% dari massa semen :

MPa

MPa fc

333 , 19

3 ) 19,2 18 20,8 ( '

=

+ + =

• Untuk kode sampel E dengan variasi campuran abu sawit 20% dari massa semen

 Sampel E1

Beban maksimum (F) = 32000 N

A F '


(68)

2 0025 , 0 32000 m N =

= 12,8 Mpa

 Sampel E2

Beban maksimum (F) = 35000 N

A F '

fc =

2 0025 , 0 35000 m N =

= 14 Mpa

 Sampel E3

Beban maksimum (F) = 32000 N

A F '

fc =

2 0025 , 0 32000 m N =

= 12,8 Mpa

Perhitungan kuat tekan rata-rata kode sampel E dengan variasi campuran abu sawit 20% dari massa semen :

MPa MPa fc 200 , 13 3 ) 12,8 14 12,8 ( ' = + + =

• Untuk kode sampel F dengan variasi campuran abu sawit 25% dari massa semen

 Sampel F1


(69)

A F '

fc =

2 0025 , 0 28000 m N =

= 11,2 Mpa

 Sampel F2

Beban maksimum (F) = 27000 N

A F '

fc =

2 0025 , 0 27000 m N =

= 10,8 Mpa

 Sampel F3

Beban maksimum (F) = 27000 N

A F '

fc =

2 0025 , 0 27000 m N =

= 10,8 Mpa

Perhitungan kuat tekan rata-rata sampel F dengan variasi campuran abu sawit 25% dari massa semen :

MPa MPa fc 933 , 10 3 ) 8 , 10 8 , 10 11,2 ( ' = + + =


(70)

2. Perhitungan Kuat Tarik Diketahui :

Bersarkan persamaan 2.1 halaman 23 :

σ

= A F

Perhitungan pengujian kuat tarik :

• Untuk kode sampel A dengan variasi campuran abu sawit 0% dari massa semen (mortar normal)

 Sampel A1

Luas permukaan sampel (A) = 0,000945 m2 Beban Maksimum (F) = 1025 N

MPa m N A

F

1,085 0,000945

1025 2

= = = σ

 Sampel A2

Luas permukaan sampel (A) = 0,000864 m2 Beban Maksimum (F) = 1075 N

MPa m N A

F

1,244 0,000864

1075

2

= = =

σ

 Sampel A3

Luas permukaan sampel (A) = 0,000945 m2 Beban Maksimum (F) = 1025 N


(71)

MPa m N A F 1,085 0,000945 1025 2 = = = σ

Perhitungan kuat tarik rata-rata kode sampel A dengan variasi campuran abu sawit 0% dari massa semen (mortal normal) :

MPa MPa 138 , 1 3 ) 085 , 1 244 , 1 1,085 ( = + + = σ

• Untuk kode sampel B dengan variasi campuran abu sawit 5% dari massa semen

 Sampel B1

Luas permukaan sampel (A) = 0,001161 m2 Beban Maksimum (F) = 1450 N

MPa m N A F 1,249 0,001161 1450 2 = = = σ

 Sampel B2

Luas permukaan sampel (A) = 0,001080 m2 Beban Maksimum (F) = 1400 N

MPa m N A F 1,296 0,001080 1400 2 = = = σ


(72)

 Sampel B3

Luas permukaan sampel (A) = 0,001080 m2 Beban Maksimum (F) = 1400 N

MPa m N A

F

1,296 0,001080

1400

2

= = =

σ

Perhitungan kuat tarik rata-rata kode sampel B dengan variasi campuran abu sawit 5% dari massa semen (mortal normal) :

MPa

MPa

280 , 1

3

) 296 , 1 296 , 1 1,249 (

=

+ +

=

σ

• Untuk kode sampel C dengan variasi campuran abu sawit 10% dari massa semen

 Sampel C1

Luas permukaan sampel (A) = 0,001215 m2 Beban Maksimum (F) = 1725 N

MPa m N A

F

1,420 0,001215

1725

2

= = =

σ

 Sampel C2


(73)

Beban Maksimum (F) = 1600 N

MPa m N A

F

1,780 0,000899

1600

2

= = =

σ

 Sampel C3

Luas permukaan sampel (A) = 0,001026 m2 Beban Maksimum (F) = 1475 N

MPa m N A

F

1,438 0,004026

1475

2

= = =

σ

Perhitungan kuat tarik rata-rata kode sampel C dengan variasi campuran abu sawit 10% dari massa semen (mortal normal) :

MPa

MPa

546 , 1

3

) 438 , 1 780 , 1 1,420 (

=

+ +

=

σ

• Untuk kode sampel D dengan variasi campuran abu sawit 15% dari massa semen

 Sampel D1

Luas permukaan sampel (A) = 0,001316 m2 Beban Maksimum (F) = 1500 N


(74)

MPa m N A F 1,140 0,001316 1500 2 = = = σ

 Sampel D2

Luas permukaan sampel (A) = 0,001080 m2 Beban Maksimum (F) = 1225 N

MPa m N A F 1,134 0,001080 1225 2 = = = σ

 Sampel D3

Luas permukaan sampel (A) = 0,001232 m2 Beban Maksimum (F) = 1665 N

MPa m N A F 1,351 0,001232 1665 2 = = = σ

Perhitungan kuat tarik rata-rata kode sampel D dengan variasi campuran abu sawit 15% dari massa semen (mortal normal) :

MPa MPa 208 , 1 3 ) 351 , 1 134 , 1 1,140 ( = + + = σ


(75)

• Untuk kode sampel E dengan variasi campuran abu sawit 20% dari massa semen

 Sampel E1

Luas permukaan sampel (A) = 0,001450 m2 Beban Maksimum (F) = 1000 N

MPa m N A

F

,690 0

0,001450 1000

2

= = = σ

 Sampel E2

Luas permukaan sampel (A) = 0,001161 m2 Beban Maksimum (F) = 1150 N

MPa m N A

F

0,990 0,001161

1150

2

= = =

σ

 Sampel E3

Luas permukaan sampel (A) = 0,001080 m2 Beban Maksimum (F) = 1175 N

MPa m N A

F

1,088 0,001080

1175

2

= = =


(76)

Perhitungan kuat tarik rata-rata kode sampel E dengan variasi campuran abu sawit 20% dari massa semen :

MPa MPa 923 , 0 3 ) 088 , 1 990 , 0 690 , 0 ( = + + = σ

• Untuk kode sampel F dengan variasi campuran abu sawit 25% dari massa semen :

 Sampel F1

Luas permukaan sampel (A) = 0,001054 m2 Beban Maksimum (F) = 1550 N

MPa m N A F 1,471 0,001054 1550 2 = = = σ

 Sampel F2

Luas permukaan sampel (A) = 0,009860 m2 Beban Maksimum (F) = 1150 N

MPa m N A F 117 , 0 0,009860 1150 2 = = = σ

 Sampel F3

Luas permukaan sampel (A) = 0,001026 m2 Beban Maksimum (F) = 1125 N


(1)

= 4 %  Sampel C3

Massa Kering = 275 gram Massa Basah = 280 gram

Porositas = 100%

/ 1

1 275

275 280

3 x

cm gr x g

g g

= 4 %

Perhitungan porositas rata-rata kode sampel C dengan variasi campuran abu sawit 10% dari massa semen (mortar normal) :

Porositas rata-rata

3 )% 4 4 6 , 5

( + +

=

% 533 , 4 =

• Untuk kode sampel D dengan variasi campuran abu sawit 15% dari massa semen

 Sampel D1

Massa Kering = 285 gram Massa Basah = 292gram

Porositas = 100%

/ 1

1 285

285 292

3 x

cm gr x g

g g

= 5,6 %  Sampel D2

Massa Kering = 275 gram Massa Basah = 280 gram


(2)

Porositas = 100% / 1 1 275 275 280 3 x cm gr x g g g

= 4 %  Sampel D3

Massa Kering = 273 gram Massa Basah = 280gram

Porositas = 100%

/ 1 1 273 273 280 3 x cm gr x g g g

= 5,6 %

Perhitungan porositas rata-rata kode sampel D dengan variasi campuran abu sawit 15% dari massa semen (mortar normal) :

Porositas rata-rata 3 )% 6 , 5 4 6 , 5 ( + + = % 067 , 5 =

• Untuk kode sampel E dengan variasi campuran abu sawit 20% dari massa semen

 Sampel E1

Massa Kering = 265 gram Massa Basah = 274 gram

Porositas = 100%

/ 1 1 265 265 274 3 x cm gr x g g g

= 7,2 %  Sampel E2

Massa Kering = 277 gram Massa Basah = 285 gram


(3)

= 6,4 %  Sampel E3

Massa Kering = 270 gram Massa Basah = 277 gram

Porositas = 100%

/ 1

1 270

270 277

3 x

cm gr x g

g g

= 5,6 %

Perhitungan porositas rata-rata kode sampel E dengan variasi campuran abu sawit 20% dari massa semen :

Porositas rata-rata

3

)% 6 , 5 4 , 6 2 , 7

( + +

=

% 4 , 6 =

• Untuk kode sampel F dengan variasi campuran abu sawit 25% dari massa semen

 Sampel F1

Massa Kering = 280 gram Massa Basah = 289 gram

Porositas = 100%

/ 1

1 280

280 289

3 x

cm gr x g

g g

= 7,2 %  Sampel F2

Massa Kering = 278 gram Massa Basah = 285 gram


(4)

Porositas = 100% /

1 1 278

278 285

3 x

cm gr x g

g g

= 5,6 %  Sampel F3

Massa Kering = 285gram Massa Basah = 294 gram

Porositas = 100%

/ 1

1 285

285 294

3 x

cm gr x g

g g

= 7,2 %

Perhitungan porositas rata-rata sampel E dengan variasi campuran abu sawit 20% dari massa semen :

Porositas rata-rata

3

)% 2 , 7 6 , 5 2 , 7

( + +

=

% 667 , 6 =


(5)

Gambar : Abu Sawit Gambar : Jangka Sorong

Gambar : Cetakan Sampel Uji Gambar : Cetakan Sampel Uji Kuat Kuat Tekan Tarik


(6)

Gambar : Mesin Uji Kuat Tekan Gambar : Mesin Uji Kuat Tarik